Gambaran Stres pada Saudara Kandung dengan Anak Autisme di Kota Tangerang Selatan

(1)

GAMBARAN STRES PADA SAUDARA KANDUNG DENGAN

ANAK AUTISME DI KOTA TANGERANG SELATAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh:

INDAH FITRIASTARINA SURYADI

1110104000044

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

vi

Nama : Indah Fitriastarina Suryadi Tempat Tanggal Lahir : Tarakan, 24 Maret 1993 Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. Aria Putra Komplek Kedaung Hijau Blok E-16 Ciputat Tangerang Selatan

Telepon : 085246132008

E-mail : fitriastarina@gmail.com

Riwayat Pendidikan

1. SDN 004 Tarakan (1998-2004) 2. SMPN 1 Tarakan (2004-2007) 3. SMAN 1 Tarakan (2007-2010) 4. S1 Keperawatan (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) (2010-2014)

Pengalaman Organisasi

1. PMR sebagai Anggota (2004-2006), (2007-2008), sebagai Ketua (2006-2007), (2008-2009)

2. BEM Jurusan Program Studi Ilmu Keperawatan sebagai Anggota Departemen Informasi dan Komunikasi (2010 – 2012)

Pengalaman Pelatihan, Seminar, dan Workshop

1. Seminar Kesehatan “Perawatan Pasien Hipertensi dan Diabetes di Rumah” Tahun 2010

2. Simposium Nasional “Perspektif Islam dalam Membangun Karakter Bangsa pada Era Milenium Kesehatan” Tahun 2010

3. Pelatihan Nursing Camp “Memaksimalkan Peran Organisasi Keperawatan

dalam Menghadapi Tantangan Global” Tahun 2011 4. Talk Show “Osteoarthritis” Tahun 2011

5. Pelatihan Pertolongan Pertama pada Mahasiswa “Tau Trik, Pasti Bisa Nolong..!!” Tahun 2011


(7)

vii

6. Seminar Keperawatan “Nursing as Partner Society and Delivering Public Health” Tahun 2011

7. Seminar Nasional “Uji Kompetensi Nasional Meningkatkan Peran dan Mutu


(8)

viii

Skripsi, Juni 2014

Indah Fitriastarina Suryadi, NIM: 1110104000044

Gambaran Stres pada Saudara Kandung dengan Anak Autisme di Kota Tangerang Selatan

xviii – 74 halaman – 15 tabel – 2 bagan – 3 lampiran

ABSTRAK

Autisme adalah kekurangan dalam interaksi sosial, komunikasi, termasuk kekurangan berbahasa dan dalam aktivitas serta ketertarikan. Stres adalah respon individu terhadap stresor yaitu situasi dan peristiwa yang mengancam dan melebihi kemampuan mereka untuk mengatasinya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran stres saudara kandung dengan anak autisme di Kota Tangerang Selatan. Sampel penelitian yang digunakan sebanyak 30 responden didapat dengan teknik nonprobability sampling dengan sampling jenuh. Desain yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner. Teknik analisa data menggunakan analisa univariat deskriptif dan frekuensi dengan menggunakan bantuan program aplikasi statistik dalam pengolahannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran stres dari 30 responden yang mengalami stres (50,0%) dan yang tidak stres (50,0%). Berdasarkan respon stres dari respon stres fisiologis mayoritas responden mengalami stres (60,0%), berdasarkan respon stres kognitif mayoritas responden mengalami stres (53,3%), berdasarkan respon stres psikologis mayoritas responden mengalami stres (53,3%) dan berdasarkan respon stres tingkah laku seimbang antara stres dan tidak stres masing-masing (50,0%). Dari 15 responden yang stres secara keseluruhan berdasarkan karakteristik responden usia mayoritas remaja pertengahan 15-17 tahun (46,7%), jenis kelamin mayoritas perempuan (60,0%), hubungan dengan saudara kandung mayoritas kakak (73,7%) dan urutan lahir mayoritas anak pertama (53,3%).

Kata Kunci : Autisme, Stres, Saudara Kandung Daftar Bacaan : 34 (Tahun 2000 - 2013)


(9)

ix SCHOOL OF NURSING

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE

ISLAMIC STATE UNIVERSITY (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Undergraduate Thesis, June 2014

Indah Fitriastarina Suryadi, NIM: 1110104000044

Sibling’s Stress with Autism Children in Tangerang Selatan Year 2014

xviii + 74 pages + 15 tables + 2 charts +3 attachments

ABSTRACT

Autism is a deficiency in social interaction, communication, and language including deficiencies in the activity and interest. Stress is an individual's response to stressors the situations and events that threaten and exceed their ability to cope. This study aims to look at the picture of stress with siblings of children with autism in South Tangerang City. The sample used by 30 respondents obtained with nonprobability sampling technique with saturated sampling. The design used is descriptive quantitative approach. Collecting data using a questionnaire research instruments. The data analysis using univariate descriptive and frequency with the help of statistical application program in its processing. The results showed that the stress picture of the 30 respondents who experienced stress (50.0%) and non-stress (50.0%). Based on the non-stress response of the physiological non-stress response of the majority of respondents experienced stress (60.0%), based on the cognitive stress response majority of respondents experienced stress (53.3%), based on psychological stress responses stressed the majority of respondents (53.3%) and based on the response behavioral stress balance between stress and no stress, respectively (50.0%). Of the 15 respondents overall stress on the characteristics of respondents aged 15-17 years mid teens majority (46.7%), the majority of female gender (60.0%), relationships with siblings sister majority (73.7%) and the sequence majority of first born children (53.3%).

Keywords: Autism, Stress, Sibling References: 34 (2000-2013)


(10)

x

ِي ِ َلا ِم ْ َلا ِ ِيْ ِ

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh

Bismillahirahmanirahim. Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan limpahan karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Gambaran Stres pada Saudara Kandung dengan Anak Autisme di Kota Tangerang Selatan”. Sholawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW serta

para sahabatnya yang telah menerangi jalan manusia dari zaman kebodohan menuju zaman yang terang benderang.

Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang peneliti jumpai namun syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan hidayah-Nya, kesungguhan, kerja keras dan kerja cerdas disertai dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung, segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya yang pada akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan.

Terselesaikannya skripsi ini tidak akan lepas dari bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak yang telah membantu penulis tanpa letih. Oleh karena itu penulis mengucapkan rasa syukur dan ucapan terima kasih ini disampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Prof. dr. Dr (hc) M.K Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, MKM selaku Ketua Program Studi dan Ibu Eni

Nur’aini Agustini selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Maulina Handayani, S.Kp, M.Sc, selaku pembimbing 1 dan Ibu Nia Damiati, S.Kp, M.SN selaku pembimbing 2 yang selalu membimbing, memberikan saran dan kritik kepada penulis tanpa letih.

5. Segenap staf pengajar dan karyawan di lingkungan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu, dorongan dan motivasi pada penulis.

6. Segenap staf bidang akademik FKIK dan Program Studi Ilmu Keperawatan serta Perpustakaan FKIK yang telah membantu dalam pengadaan bahan rujukan skripsi. 7. Kepala Sekolah Khusus Al-Ikhsan, Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, Sekolah Khusus

Nur Asih dan Terapi Wila Kertia yang telah bersedia membantu penulis dalam mengumpulkan data.

8. Orang tua dan saudara kandung dari murid autisme yang telah bersedia membantu terselesaikannya penelitian ini.


(11)

xi

9. Orang tua penulis tercinta yang selalu memberikan kasih sayang tak terhingga kepada anaknya, mendoakan serta memberikan dorongan dan masukan baik materiil maupun non materiil.

10. Teman-teman FKIK angkatan 2010, PSIK 2009-2013, BEMJ Ilmu Keperawatan. Sahabat-sahabat terbaik PSIK 2010 yang telah memberikan dukungan dan memacu semangat penulis untuk menyelesaikan tugas akhir.

11. Serta semua pihak yang telah banyak membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis sangat menyadari bahwa pada penyusunan skripsi ini, masih terdapat banyak kekurangan dan belum sempurna karena keterbatasan yang peneliti miliki, karena sesungguhnya kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga peneliti dapat memperbaiki skripsi ini. Peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi pembaca yang mempergunakannya terutama untuk proses kemajuan pendidikan selanjutnya.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Jakarta, Juli 2014


(12)

xii

Yang terucap akan lenyap, yang tercatat akan teringat. Lembar ini saya dedikasikan untuk mereka yang selalu sedia membantu dan menyemangati dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih sedalam-dalamnya saya ucapkan kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Bambang Suryadi dan Ibunda Suryawati, malaikat tanpa sayap yang doanya selalu memberikan keajaiban-keajaiban besar dalam hidup saya, yang cinta dan kasih sayangnya menjadi semangat utama dalam menyelesaikan skripsi ini, dan yang selalu rela berjuang untuk keberhasilan anak-anaknya. Mereka adalah penjaga utama api hidup saya agar tidak padam.

2. Muhammad Satrio Pradana Suryadi, kakak yang sangat super dengan segala perhatiannya yang luar biasa dan selalu fast respond disaat-saat genting. Adik saya, Tulivia Rizkikarunia Suryadi yang kepolosannya selalu mencairkan suasana.

3. Tante dan Om saya yang dengan segala kebaikannya membantu saya sehingga dapat menyelesaikan kuliah saya, Nenek yang selalu mendoakan, dan teman-teman BANDIT yang banyak membantu dan memberikan support kepada saya.

4. Sahabat “The Last Group” tersayang yang telah menemani selama 4 tahun dan semoga

seterusnya (Febty, Ratna, Rafika, Fitriyani, Gaby, Rosi, Galuh, Laras, dan Hilma) yang selalu siap dengan bantuan, semangat, dan doanya tanpa perlu diminta.

5. Teman-teman PSIK COMPAQ 2010, keluarga baru yang selama ini menjadi rumah kedua saya dan selalu memberikan pelajaran hidup yang berharga. Kalian luar biasa!


(13)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENYATAAN PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

LEMBAR PERSEMBAHAN ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR BAGAN ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Pertanyaan Penelitian ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 8

1. Tujuan Umum ... 8

2. Tujuan Khusus ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 9

1. Bagi Peneliti ... 9

2. Bagi Institusi Keperawatan ... 9

3. Bagi Orang Tua ... 10

4. Bagi Peneliti selanjutnya ... 10

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

A. Autisme ... 11

1. Pengertian Autisme ... 11


(14)

xiv

1. Pengertian Stres ... 16

2. Penggolongan Stres ... 18

3. Respon Stres ... 19

4. Gejala Stres ... 19

5. Penyebab Stres ... 21

6. Dampak Stres ... 23

7. Penilaian Stres ... 24

C. Stres Saudara Kandung ... 26

D. Kerangka Teori... 32

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 33

A. Kerangka Konsep ... 33

B. Definisi Operasional... 34

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 39

A. Desain Penelitian ... 39

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

C. Populasi dan Sampel ... 40

1. Populasi ... 40

2. Sampel ... 40

D. Teknik Pengambilan Sampel... 41

E. Instrumen Penelitian... 41

F. Perencanaan Uji Validitas dan Reliabilitas ... 44

1. Validitas ... 44

2. Reliabilitas ... 46

G. Teknik Pengumpulan Data ... 46

H. Pengolahan Data... 47

I. Analisa Data ... 48

J. Etika Penelitian yang Digunakan ... 48

BAB V HASIL PENELITIAN ... 50

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 50

B. Karakteristik Responden ... 52

1. Usia ... 52

2. Jenis Kelamin ... 53

3. Hubungan dengan Anak Autisme. ... 53

4. Urutan Lahir. ... 53

C. Gambaran Stres ... 54

1. Respon Stres Fisiologis ... 54

2. Respon Stres Kognitif ... 55

3. Respon Stres Psikologis ... 55


(15)

xv

5. Respon Stres Berdasarkan Usia Saudara Kandung ... 56

6. Respon Stres Berdasarkan Jenis Kelamin Saudara Kandung ... 57

7. Respon Stres Berdasarkan Hubungan Saudara Kandung dengan Anak Autisme ... 57

8. Respon Stres Berdasarkan Urutan Lahir Saudara Kandung ... 58

BAB VI PEMBAHASAN ... 59

A. Gambaran Karakteristik Responden ... 59

B. Gambaran Stres pada Saudara Kandung dengan Anak Autis ... 60

1. Respon Stres Fisiologis ... 62

2. Respon Stres Kognitif ... 63

3. Respon Stres Psikologis ... 65

4. Respon Stres Tingkah Laku ... 66

5. Respon Stres Berdasarkan Usia Saudara Kandung ... 67

6. Respon Stres Berdasarkan Jenis Kelamin Saudara Kandung ... 69

7. Respon Stres Berdasarkan Hubungan Saudara Kandung dengan Anak Autisme ... 70

8. Respon Stres Berdasarkan Urutan Lahir Saudara Kandung ... 71

C. Keterbatasan Penelitian ... 71

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 73

1. Bagi institusi dan perawat ... 73

2. Bagi peneliti lain ... 74

3. Bagi orang tua ... 74

4. Bagi sekolah autisme... 74

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(16)

xvi

Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian ... 34

Tabel 4.1 Blue Print Skala Respon Stres ... 43

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia ... 52

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 53

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hubungan dengan Anak Autisme ... 53

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Urutan Lahir ... 53

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Nilai Stres pada Saudara Kandung yang Mengalami Respon Stres Tahun 2014 ... 54

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Nilai Stres pada Saudara Kandung yang Mengalami Respon Stres Fisiologis Tahun 2014 ... 54

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Nilai Stres pada Saudara Kandung yang Mengalami Respon Stres Kognitif Tahun 2014 ... 55

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Nilai Stres pada Saudara Kandung yang Mengalami Respon Stres Fisiologis Tahun 2014 ... 55

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Nilai Stres pada Saudara Kandung yang Mengalami Respon Stres Tingkah Laku Tahun 2014 ... 56

Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Stres Berdasarkan Usia Saudara Kandung dari Anak Autisme di Tangerang Selatan Tahun 2014 ... 56

Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Stres Berdasarkan Jenis Kelamin Saudara Kandung dari Anak Autisme di Tangerang Selatan Tahun 2014 ... 57

Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Stres Berdasarkan Hubungan Saudara Kandung dengan Anak Autisme di Tangerang Selatan Tahun 2014 ... 57

Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Stres Berdasarkan Urutan Lahir Saudara Kandung dari Anak Autisme di Tangerang Selatan Tahun 2014 ... 58


(17)

xvii

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian ... 32 Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 33


(18)

xviii

1. Lembar Pernyataan Persetujuan Responden 2. Kuesioner Gambaran Stres


(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak special needs atau anak dengan kebutuhan khusus merupakan anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan perilakunya. Perilaku tersebut antara lain wicara, okupasi, intelegensi, emosi dan perilaku sosial yang tidak dapat berkembang dengan baik. Jenis dari anak dengan kebutuhan khusus ini ada bermacam-macam, diantaranya autisme. Istilah autisme sendiri baru diperkenalkan pada tahun 1943 oleh Leo Kanner (Handojo, 2008).

Satu dari enam anak di Amerika Serikat mempunyai ketidakmampuan perkembangan di tahun 2006-2008, mulai dari ketidakmampuan sedang seperti gangguan bicara dan bahasa hingga ketidakmampuan perkembangan yang serius, seperti ketidakmampuan intelektual, cerebral palsy, dan autisme. Penelitian di Asia, Eropa, dan Amerika Utara mengidentifikasi individu penyandang autisme dengan prevalensi rata-rata sekitar 1 %. Penelitian terakhir di Korea Selatan melaporkan prevalensi rata-rata penyandang autisme sekitar 2,6 % (Baio, 2013).

Keberadaan anak berkebutuhan khusus termasuk penyandang cacat di Indonesia belum memiliki data yang pasti. Menurut WHO jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia adalah sekitar 7% dari total jumlah anak usia 0-18 tahun atau sebesar 6.230.000 juta anak pada tahun 2007. Pada tahun


(20)

2009 Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia menyebutkan data siswa penyandang autisme yang terdaftar di SLB Autisme adalah 638 orang (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suraiya (2008) menyebutkan, perawatan anak autisme dapat menyebabkan stres pada orang tua. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan stres pada orang tua yang memiliki anak autisme meliputi kebingungan diagnosa, karakteristik pada anak autisme, serangkaian tes dan tempat terapi yang belum terbukti, dan sikap orang lain terhadap anak autisme mereka. Dukungan sosial berupa informasi, emosional, penilaian, pelayanan, reaksi pasangan atau lingkungan sekitar juga menjadi faktor yang berpengaruh terhadap stres yang dialami orang tua dengan anak autisme.

Faktor terberat yang dirasakan orang tua ialah perilaku anak yang bermacam-macam, seperti anak yang suka menyakiti diri sendiri ketika jenuh atau kesal, pola tidur yang tidak biasa, dan ketika perilaku diterapi akan memunculkan perilaku lain. Perilaku atau tanggapan dari lingkungan juga dapat menjadi tekanan bagi orang tua. Lingkungan memaksa agar anak dapat berinteraksi seperti pada umumnya anak-anak (Suraiya, 2008).

Tipe komunikasi sosial yang tidak umum pada anak autisme dapat menyebabkan orang tua tidak dapat berinteraksi secara biasa. Keadaan ini terjadi ketika muncul diantaranya pola interaksi yang tiba-tiba marah tanpa mengerti penyebabnya sehingga dapat membuat orang tua merasa tertekan. Pola interaksi seperti ini mungkin disebabkan oleh pengaruh perkembangan yang tidak normal pada anak autisme . Dari faktor ekonomi, biaya yang


(21)

3

mahal untuk terapi atau sekolah khusus anak autisme dapat menyebabkan orang tua menjadi stres (Suraiya, 2008).

Selain stres yang dapat terjadi pada orang tua yang memiliki anak dengan autisme, stres juga dapat dialami oleh saudara kandung. Keadaan autisme ini dapat menyebabkan beberapa dari saudara kandung merasa malu atau dipermalukan, dan mungkin secara bersamaan merasa bersalah, marah dan cemburu terhadap saudaranya yang sakit. Selain itu, untuk dapat berpartisipasi dalam aktivitas ekstrakulikuler, ataupun kegiatan sosial akan berkurang karena kebiasaan sehari-hari terbebani oleh kondisi saudaranya yang sakit (Wong, 2006).

Saudara kandung dari anak dengan gangguan perkembangan pervasif seperti autisme pada umumnya mendapatkan perhatian yang lebih sedikit dari orang tuanya dan lebih sering dimarahi dibanding daripada saudara autismenya. Namun ada beberapa anak yang juga merasa bersalah jika membuat perilaku saudara autismenya menjadi lebih parah. Hal ini dapat menimbulkan kemarahan dan ketidaktenangan bagi lingkungan anak maupun saudaranya yang mengalami gangguan autisme (Paternotte, 2010).

Hasil penelitian mengenai bagaimana pengaruh anak berkebutuhan khusus terhadap saudara kandung tidak konsisten. Secara umum, terdapat dampak negatif pada saudara kandung dari anak dengan penyakit kronis ketika dibandingkan dengan saudara kandung dari anak sehat (Wong, 2006).

Lobato dan Kao (2002) dalam (Wong, 2006) menyebutkan beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko dari dampak negatif untuk saudara kandung dari anak yang sakit antara lain tanggung jawab untuk merawat,


(22)

perbedaan perlakuan dari orang tua, dan kurangnya sumber penghasilan keluarga dan waktu untuk rekreasi.

Beberapa kesulitan untuk saudara kandung timbul dari tuntutan kondisi saudaranya yang sakit. Sebagai contoh, diagnosa anak berkebutuhan khusus membuat orang tua lebih fokus dan konsentrasi kepada anak tersebut dibanding anak normalnya. Frekuensi berobat di rumah sakit, terapi klinik atau fisik mengganggu rutinitas keluarga seperti liburan, jalan-jalan, dan acara spesial lain. Saudara kandung mungkin merasa terganggu karena orang tua menjadi kurang memperhatikan sekolahnya, waktu bermain, atau aktivitas lain, serta tidak banyak waktu tersedia untuk mereka baik secara fisik maupun emosional (Wong, 2006).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ambarini (2006) menunjukkan bahwa saudara kandung dari anak autisme memiliki perasaan yang berubah-ubah terhadap saudara autisme mereka. Hal ini dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia, dan urutan lahir (birth order) saudara kandung. Hasil penelitian menyebutkan bahwa pola perilaku agresif lebih banyak muncul pada hubungan saudara sekandung dengan jenis kelamin berbeda, dimana anak perempuan lebih menunjukkan perilaku merawat dan mengasuh saudaranya.

Pada usia sekolah, saudara kandung sudah memahami kebutuhan-kebutuhan khusus dari saudara autisme mereka sehingga respon yang ditunjukkan cenderung berperilaku menolong, sedangkan usia pra sekolah cenderung menyenangi saudara autisme mereka karena mereka belum belajar


(23)

5

menjadi judgemental dan belum memahami kebutuhan-kebutuhan khusus dari saudara autisme mereka (Ambarini, 2006).

Masa kanak-kanak pertengahan (6-12 tahun) dideskripsikan oleh Freud sebagai periode laten dimana anak-anak mulai membina hubungan dengan teman sebaya sesama jenis setelah pengabaian pada tahun-tahun sebelumnya dan didahului oleh ketertarikan pada lawan jenis yang menyertai pubertas. Erikson mengatakan dalam periode perkembangan kepribadian, pada masa ini dapat terjadi rasa inferioritas yakni perasaan kurang berharga yang dapat diperoleh dari anak itu sendiri maupun lingkungan sosial mereka. Banyak anak mengalami stres akibat konflik di rumah, lingkungan sekolah, dan komunitas lingkungan (Wong, 2009).

Ketika anak memasuki usia remaja, pemikiran dan perilaku mereka berfluktuasi antara masa anak dan masa dewasa. Mereka tumbuh dewasa dan dengan cepat menuju ke arah kematangan yang mungkin melampaui koping mereka (Wong, 2009).

Sebagian besar remaja memiliki hambatan-hambatan dalam kehidupan mereka. Banyak dari remaja yang mengalami berbagai permasalahan yang disebabkan kurangnya perhatian, kasih sayang dan bimbingan dari orang tua. Hal ini akan mengganggu kesehatan fisik dan emosi mereka, menghancurkan motivasi dan kemampuan menuju sukses di sekolah, dapat merusak hubungan pribadi mereka serta berdampak pada tingkat stres yang dialami (Kristanti, 2013).

Urutan lahir (birth order) mempengaruhi peran saudara kandung dimana saudara kandung yang lahir lebih dulu dibandingkan dengan saudara


(24)

autismenya, lebih diberikan peran mengasuh dan sebagai pendisiplin bagi saudara autismenya. Saudara sekandung yang lebih muda kehilangan teman bermain yang normal, role model, dan sebagian berperan sebagai anak yang lebih tua daripada saudara autisme mereka. Ketika bermain tidak terjadi hubungan komunikasi dua arah sehingga sulit bagi saudara kandung untuk menjalin hubungan yang memuaskan dengan saudaranya (Ambarini, 2006).

Salah satu peran perawat dalam ruang lingkup keperawatan anak khususnya dengan kebutuhan khusus adalah memberdayakan keluarga yang memiliki anak dengan disability atau anak dengan kondisi kronis, yaitu dengan cara membantu orang tua untuk memilih strategi koping yang tepat, mengajarkan komunikasi yang efektif di dalam keluarga, melatih keluarga dalam menggunakan strategi dan kemampuan manajemen konflik (Serr dkk, 2005 dalam Koesoemo, 2009).

Perawat dapat mendorong orang tua untuk berbicara dengan saudara kandung tentang bagaimana mereka memandang saudara mereka yang sakit untuk menerima perasaan saudara mereka yang sakit itu. Perawat dapat menjadi pendidik yang ideal dan konsultan dari saudara kandung selama menghadapi kondisi saudaranya yang sakit (Shepard & Mahon, 2000 dalam Wong, 2006).

Peran perawat sebagai advokat anak atau guru kesehatan bersifat mendukung melalui pendekatan individual yang sangat alamiah. Dukungan dapat diberikan dengan cara seperti mendengar, menyentuh, dan kehadiran fisik. Konseling melibatkan pertukaran pendapat dan ide yang memberi dasar untuk pemecahan masalah bersama, pemberian dukungan, penyuluhan, teknik


(25)

7

untuk mendorong ekspresi perasaan dan pikiran, dan melakukan pendekatan untuk membantu keluarga mengatasi stres (Wong, 2009). Berdasarkan uraian tersebut, peneliti merasa perlu untuk meneliti tentang tingkat stres saudara kandung dengan anak autisme.

Peneliti telah melakukan studi pendahuluan dengan mewawancarai 4 orang saudara kandung dari murid di Sekolah Al-Ikhsan. Dari 4 orang yang diwawancarai, 3 orang mengatakan bahwa mereka merasa kurang mendapat perhatian dari orang tua dibanding saudaranya yang menderita autisme. Mereka mengatakan tidak suka ketika orang tuanya menyuruh mereka menemani saudara autisnya bermain. Sedangkan satu responden yang lain mengatakan cukup mendapatkan perhatian dari orang tua dan merasa senang dapat membantu menemani saudara autisnya bermain.

B. Rumusan Masalah

Perilaku maladaptif dan anti sosial anak autisme menyebabkan anak kesulitan untuk berkomunikasi dan lebih senang menyendiri. Hal ini dapat membuat saudara sekandung sulit untuk menciptakan hubungan komunikasi yang baik dan tidak ada hubungan timbal balik yang tercipta. Saudara sekandung akan merasa frustasi dalam melakukan sesuatu dengan saudara autismenya. Sikap overprotective yang diterapkan orang tua kepada saudara sekandung dari anak autisme serta pembebanan peran mengasuh dari orang tua akan membuat saudara kandung merasa stres.

Latar belakang diatas menunjukkan bahwa pada anak autisme dapat mempengaruhi stres keluarga baik orang tua maupun saudara kandung yang


(26)

ada dalam satu keluarga tersebut. Perawat sering kali berada dalam posisi yang penting dalam mengarahkan perhatian dari kondisi patologis, dengan fokus pada kelemahan dan masalah-masalah yang terjadi, untuk memenuhi kebutuhan unik anak dan keluarga.

Dari latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melihat bagaimana gambaran stres pada saudara kandung dengan anak autisme dan bagaimana gambaran stres berdasarkan karakteristik saudara kandung (jenis kelamin, usia, hubungan saudara kandung dengan anak autisme, dan urutan kelahiran).

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dapat diambil beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran stres pada saudara kandung dengan anak autisme?

2. Bagaimana gambaran stres berdasarkan karakteristik saudara kandung (jenis kelamin, usia, hubungan saudara kandung dengan anak autisme dan urutan kelahiran)?

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat gambaran stres saudara kandung dengan anak autisme di Kota Tangerang Selatan.


(27)

9

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah ingin melihat:

a. Diketahui gambaran karakteristik saudara kandung dengan anak autisme.

b. Diketahui stres pada saudara kandung dengan anak autisme. c. Diketahui gambaran stres berdasarkan karakteristik saudara kandung (jenis kelamin, usia, hubungan saudara kandung dengan anak autisme, dan urutan kelahiran).

E. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman dalam melakukan penelitian dan menambah pengetahuan serta wawasan peneliti tentang gambaran stres saudara kandung dengan anak autisme, dan gambaran stres berdasarkan karakteristik saudara kandung (jenis kelamin, usia, hubungan saudara kandung dengan anak autisme, dan urutan kelahiran).

2. Bagi institusi keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam bidang keperawatan, khususnya keperawatan anak dan keperawatan keluarga yang berguna dalam mengembangkan perencanaan keperawatan kepada masyarakat khususnya lingkungan anak autisme.


(28)

3. Bagi orang tua

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran stres pada saudara kandung dengan saudara autisme kepada orang tua sehingga mampu mengenali stres yang terjadi pada anak mereka dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh stres yang dialami oleh saudara kandung.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi baik secara teori maupun data bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti tentang stres saudara kandung pada anak autisme.

F. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif dan desain penelitian deskriptif dengan tujuan utama membuat gambaran tentang suatu keadaan secara objektif. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen lembar kuesioner. Populasi dalam penelitian ini adalah saudara kandung dari murid penderita autisme di empat SLB di Kota Tangerang Selatan yaitu Sekolah Khusus Al-Ikhsan, Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, Sekolah Khusus Nur Asih dan Terapi Wila Kertia yang berjumlah 30 orang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2014.


(29)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Autisme

1. Pengertian Autisme

Autisme berasal dari kata “auto” yang berarti sendiri. Penyandang autisme seakan-akan hidup dalam dunianya sendiri. Istilah autisme baru diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner, sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad yang lalu (Handojo, 2008).

Nolen (2004) mendefinisikan autisme adalah kekurangan dalam interaksi sosial, komunikasi, termasuk kekurangan berbahasa dan dalam aktivitas serta ketertarikan. Copel (2007) mengatakan autisme merupakan gangguan perkembangan pervasif pada masa kanak-kanak yang dimanifestasikan dengan kerusakan hebat dalam interaksi sosial dan keterampilan berbahasa serta kurangnya aktivitas imajinatif. Dalam klasifikasi DSM-IV gangguan autisme dimasukkan dalam kategori gangguan perkembangan pervasif dengan kode 299.00.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa autisme adalah gangguan perkembangan yang ditandai dengan kerusakan pada interaksi soaial, komunikasi dan aktivitas serta bahasa.

2. Tanda dan Gejala Autisme

Terdapat tiga gejala utama yang dimiliki anak dengan autisme. Pertama, anak dengan autisme kurang responsif terhadap orang lain.


(30)

Mereka terlihat hidup dalam dunianya sendiri dan tidak memberikan respon kepada orang lain yang ada di sekitarnya (Copel, 2007).

Kedua, adalah gangguan komunikasi verbal dan non verbal. Mereka membisu atau hanya mengeluarkan bunyi-bunyi yang tidak mengandung arti dan tidak biasa digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Anak autisme dalam berbicara sering memperlihatkan pola pembicaraan yang khas, misalnya ekolalia yakni mengulangi apa yang dikatakan kepadanya, atau pembalikan kata ganti (Copel, 2007).

Gejala ketiga yaitu aktivitas dan minat yang terbatas dan diulang-ulang. Misalnya dengan kaku meletakkan mainan ataupun barang-barang di suatu tempat dan mereka akan merasa bingung bila kebiasaan tersebut diubah (Copel, 2007).

Gejala utama yang dialami oleh anak autisme menurut Mangunsong (2002) adalah memiliki:

a. Gangguan interaksi sosial, seperti pada bayi atau balita autisme tidak berespon normal ketika diangkat atau dipeluk. Pada saat berinteraksi dengan orang tua, saudara kandung, ataupun orang lain anak-anak dengan autisme tidak menunjukkan perbedaan respon dan enggan berinteraksi dengan aktif. Anak dengan autisme tidak berminat pada orang lain, cenderung asyik sendiri dengan benda-benda dan lebih senang menyendiri, tersenyum pada situasi yang tidak tepat, menghindari kontak mata, dan tidak bermain seperti anak normal biasanya.


(31)

13

b. Gangguan komunikasi seperti tidak ingin berkomunikasi untuk tujuan sosial. Mereka yang mampu bicara mengalami abnormalitas dalam intonasi, nada, volume, dan isi bahasa. Anak autisme sering tidak memahami ketika diajak bicara, sering mengulang kata-kata tanpa bermaksud berkomunikasi, dan mengalami gangguan komunikasi non verbal.

c. Gangguan perilaku, seperti repetitif atau pegulangan seperti gerakan memutar-mutar objek, bergerak maju mundur, dan lain-lain. Anak autisme sering terlihat asyik sendiri dengan objek tertentu dan tidak suka perubahan yang ada di lingkungannya ataupun perubahan rutinitas.

Menurut Handojo (2008) penyandang autisme mempunyai karakteristik antara lain selektif berlebihan terhadap rangsang, kurangnya motivasi untuk menjelajahi lingkungan baru, respon stimulasi diri sehingga mengganggu integrasi sosial, dan mempunyai respon unik terhadap imbalan.

Handojo juga menggolongkan perilaku autistik dalam dua jenis, yaitu perilaku yang eksesif (berlebihan) dan perilaku yang defisit (berkekurangan). Perilaku berlebihan seperti hiperaktif dan tantrum berupa menjerit, berteriak, mengamuk, memukul, dan bahkan menyakiti dirinya sendiri. Sedangkan perilaku defisit ditandai dengan gangguan bicara, menyendiri, emosi tidak tepat, bermain tapi tidak benar, menangis tanpa sebab dan melamun.


(32)

Kriteria DSM-IV dalam Handojo (2008) untuk Autis Masa Kanak adalah:

a. Harus ada sedikitnya 6 gejala dari (1), (2), dan (3), dengan minimal 2 gejala dari (1) dan masing-masing 1 gejala dari (2) dan (3):

(1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik, minimal harus ada 2 gejala dari gejala-gejala dibawah ini:

a) Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai: kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak-gerik yang kurang tertuju.

b) Tak bisa bermain dengan teman sebaya.

c) Tak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain. d) Kurangnya hubungan sosial dan emosional yang

timbal balik

(2) Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi seperti ditunjukkan oleh minimal satu dari gejala-gejala di bawah ini:

a) Berbicara terlambat atau bahkan sama sekali tak berkembang (dan tak ada usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain tanpa bicara)

b) Bila bisa bicara, bicaranya tidak dipakai untuk berkomunikasi


(33)

15

c) Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang

d) Cara bermain yang kurang variatif, kurang imajinasi dan kurang bisa meniru

(3) Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dari perilaku, minat, dan kegiatan. Sedikitnya harus ada satu dari gejala di bawah ini:

a) Mempertahankan satu minat atau lebih, dengan cara yang sangat khas dan berlebihan

b) Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tak ada gunanya

c) Ada gerakan-gerakan yang aneh yang khas dan diulang-ulang

d) Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda b. Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau

gangguan dalam bidang: (1) Interaksi sosial, (2) Bicara dan bahasa,

(3) Cara bermain yang kurang variatif

c. Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau Gangguan Disintegratif Masa kanak.


(34)

3. Penyebab Autisme

Nolen (2004) menyebutkan penyebab autisme adalah kekurangan teori dalam otak, kecenderungan genetik, kromosom yang abnormal, kekurangan neurologis, komplikasi pada kehamilan dan kelahiran, serta ketidakseimbangan neurotransmiter.

Berbagai kondisi biologis seperti rubella pada ibu hamil, anoksia selama proses kelahiran, fenilketonuria yang tidak diobati, dan ensefalitis, telah dikaitkan dengan munculnya gangguan autisme. Riset neurobiologis menyatakan bahwa komplikasi pranatal menciptakan kerusakan dalam sistem saraf pusat. Masalah-masalah imunologis misalnya ketidakcocokan antara jaringan ibu dan janin, seperti juga perubahan fungsi otak akibat cedera dan faktor-faktor genetik dapat juga mendukung terbentuknya autisme (Copel, 2007).

B. Stres

1. Pengertian Stres

Stres menurut King (2010) adalah respon individu terhadap stresor (hal-hal yang menimbulkan stres), yaitu situasi dan peristiwa yang mengancam dan melebihi kemampuan mereka untuk mengatasinya.

National Safety Council (2003) mengatakan stres adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang menimbulkan tekanan, perubahan, ketegangan, emosi, dan lain-lain.Sedangkan Sutardjo (2005)


(35)

17

mendefinisikan stres sebagai ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia.

Robert S. Feldman (1989) dalam Richard (2011) mengatakan stres adalah suatu proses yang menilai suatu peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, menantang, ataupun membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada level psikologis, emosional, kognitif dan perilaku.

Stres menurut Smeltzer (2002) adalah suatu keadaan yang dihasilkan oleh suatu perubahan lingkungan yang dianggap sebagai suatu hal yang menantang, mengancam, atau bahkan merusak kehidupan seseorang. Perubahan tersebut adalah stresor, yang didefinisikan oleh Werner (1993) dalam Smeltzer (2002) sebagai suatu kejadian, kondisi, situasi dan kunci internal maupun eksternal yang berpotensi menimbulkan reaksi fisik dan psikososial.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas penulis menyimpulkan stres adalah situasi yang mengancam, menantang dan membahayakan yang menimbulkan ketegangan, emosi, perubahan, maupun tekanan yang direspon oleh mental, fisik, emosional dan spiritual manusia.

Stres memiliki ciri identik dengan perilaku beradaptasi dengan lingkungannya, dimana lingkungan ini bisa berupa hal di luar diri atau yang biasa disebut outer world, dan bisa juga datang dari dalam diri itu sendiri atau yang dikatakan sebagai inner world (Fauziah, 2005).


(36)

2. Penggolongan Stres

Kusmiati dan Desminiarti (1990) dalam National Safety Council (2003) menggolongkan stres menjadi:

a. Stres fisik, disebabkan oleh suhu, suara, ataupun sinar yang terlalu rendah atau terlalu tinggi.

b. Stres kimiawi, disebabkan oleh obat-obatan, zat beracun, gas, dan hormon.

c. Stres mikrobiologi, disebabkan oleh virus, bakteri maupun parasit.

d. Stres fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi jaringan, organ, atau sistemik sehingga menimbulkan fungsi tubuh yang tidak normal.

e. Stres proses pertumbuhan dan perkembangan, disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi hingga tua.

f. Stres psikis/emosional, disebabkan oleh gangguan hubungan interpersonal, sosial, budaya, atau keagamaan.

Stres dibagi menjadi dua yaitu stres baik dan stres buruk (distres). Stres baik yang disebut juga stres positif adalah situasi ataupun kondisi apapun yang dapat memotivasi dan memberikan inspirasi. Sedangkan stres buruk (distres) adalah stres yang membuat marah, tegang, bingung, cemas dan merasa bersalah. Distres dibagi menjadi dua yakni stres akut dan stres kronik. Stres akut muncul cukup kuat namun cepat


(37)

19

menghilang sedangkan stres kronik muncul tidak terlalu kuat tetapi hingga berhari-hari, berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan (Sutardjo, 2005).

3. Respon Stres

Taylor (1991) dalam Videbeck (2008) menyatakan bahwa stres dapat menghasilkan berbagai respon. Respon stres dapat dilihat dari berbagai aspek sebagai berikut :

a. Respon fisiologis, dapat ditandai dengan meningkatnya tekanan darah, detak jantung, nadi, dan pernapasan.

b. Respon kognitif, dapat terlihat melalui terganggunya proses kognitif individu, seperti pikiran menjadi kacau, menurunnya daya konsentrasi, pikiran berulang dan tidak wajar.

c. Respon psikologis atau emosional, dapat muncul sangat luas, seperti takut, cemas, malu, marah dan sebagainya.

d. Respon tingkah laku, dapat melawan situasi yang menekan atau menghindari situasi yang menekan.

4. Gejala Stres

Gejala yang muncul sebagai respon terhadap stres menurut Sutardjo (2005) antara lain denyut jantung meningkat, tekanan darah meningkat, ketegangan otot meningkat, produksi keringat meningkat, dan aktivitas metabolik meningkat.

Hawari (2001) dalam National Safety Council (2003) menyebutkan tahapan yang akan dialami pada saat seseorang mengalami stres adalah:


(38)

a. Tahap pertama, disertai perasaan nafsu bekerja yang berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang dimiliki, dan penglihatan menjadi tajam.

b. Tahap kedua, disertai keluhan seperti bangun pagi tidak segar, cepat lelah, tidak dapat rileks, atau perut tidak nyaman.

c. Tahap ketiga, tahapan stres dengan keluhan seperti defekasi tidak teratur, otot tegang, emosional, insomnia, sulit tidur dan mudah terjaga.

d. Tahap keempat, keluhan yang muncul seperti tidak mampu bekerja sepanjang hari, aktivitas pekerjaan terasa sulit dan menjenuhkan, kegiatan rutin terganggu, gangguan pola tidur, konsentrasi dan daya ingat menurun serta timbul ketakutan dan kecemasan.

e. Tahap kelima, ditandai dengan kelelahan fisik dan mental, tidak mampu menyelesaikan tugas yang sederhana dan ringan, gangguan pencernaan berat, rasa takut , cemas dan panik meningkat.

f. Tahap enam, paling berat dengan tanda-tanda seperti jantung berdebar keras, berkeringat, sesak napas, badan gemetar dan dingin, atau pingsan.

Menurut Johnston (2006) ada beberapa gejala stres yang paling umum adalah; Gejala fisik adalah ketegangan otot (rahang, gigi grinding, bahu), peningkatan tekanan darah, gelisah, sakit kepala, sakit perut dan gangguan pencernaan; Gejala psikologis adalah kepekaan


(39)

21

terhadap kritik/kritis terhadap orang lain, kemurungan (tegang, mudah tersinggung), masalah konsentrasi, keragu-raguan, kaku berpikir dan tidak ada rasa humor; Gejala perilaku adalah insomnia, perubahan nafsu makan, menarik diri dari orang lain, kurang kontrol diri (merokok, minum, makan berlebihan) dan ledakan emosi secara lisan.

Hans Selye (1946) dalam Nasir dan Muhith (2011) menjelaskan gejala stres memengaruhi denyut nadi, ketegangan otot, dan daya tahan tubuh menurun. Stres menyebabkan terjadinya mekanisme pertahanan tubuh seperti pengaktifan hormon yang berakibat pada meningkatnya volume darah. Hormon lainnya dilepas untuk meningkatkan kadar gula darah yang bertujan untuk menyiapkan energi untuk keperluan adaptasi. Epinefrin dan norepinefrin teraktivasi mengakibatkan denyut jantung meningkat dan terjadi peningkatan darah ke otot. Selain itu juga terjadi peningkatan pengambilan O2 dan meningkatnya kewaspadaan mental.

5. Penyebab Stres

National Safety Council (2003) menyebutkan faktor yang mempengaruhi stres antara lain:

a. Faktor biologis, herediter, konstitusi tubuh, kondisi fisik, neurofisiologis, dan neurohormonal.

b. Faktor psikoedukatif/sosio kultural – perkembangan kepribadian, pengalaman, dan kondisi lain yang mempengaruhi.

Stresor adalah tuntutan untuk menyesuaikan diri. Ada tiga sumber stres yaitu frustasi, konflik, dan tekanan. Frustasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami situasi terhambat ketika melalukan suatu


(40)

upaya untuk mencapai tujuannya. Reaksi frustasi dikategorikan dalam dua macam yaitu unfrustated behavior dan frustated behavior. Konflik dikatakan sebagai suatu dilema karena di satu sisi memiliki sifat positif dan di sisi lain memiliki sifat negatif pula sehingga harus mempertimbangkan jalan mana yang akan dipilih. Sedangkan tekanan adalah suatu keadaan yang menimbulkan konflik, dimana seseorang dipaksa untuk melakukan hal yang tidak diinginkannya (Fauziah, 2005).

Stresor dapat bersifat fisik, fisiologis, dan psikososial. Stresor fisik dapat berupa suhu dingin, panas atau agen kimia. Stresor fisiologis meliputi nyeri, kelelahan sedangkan stresor psikologis dapat terjadi akibat reaksi emosi. Stresor juga dapat dikelompokkan menjadi stresor harian seperti kemacetan, stresor yang melibatkan kelompok besar seperti bencana alam, dan stresor yang lebih jarang dan melibatkan lebih sedikit orang, contohnya kematian, kelahiran, perceraian dan pensiun. Sesuai durasinya, stresor digolongkan menjadi stresor akut dan stresor kronik intermiten. Stresor kronik intermitten adalah sumber stres yang masih terjadi dari waktu ke waktu (Smeltzer, 2002).

Menurut Nasir dan Muhith (2011), sumber-sumber stres yang biasa terjadi dalam kehidupan yaitu sumber stres dari individu, sumber stres dalam keluarga, dan sumber stres dalam lingkungan dan komunitas. Sumber stres dalam keluarga salah satunya adalah mempunyai anggota keluarga yang sakit ataupun cacat.


(41)

23

Maramis (2004) menyebutkan ada empat sumber atau penyebab stres psikologis, yaitu:

a. Frustasi, disebabkan karena kegagalan dalam mencapai tujuan karena ada yang menghalangi. Frustasi ada yang bersifat intrinsik (cacat badan, dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam, kematian orang yang dicintai, kegoncangan ekonomi, pengangguran, perselingkuhan, dll)

b. Konflik, timbul karena tidak bisa memilih antara dua pilihan atau lebih keinginan, kebutuhan, atau tujuan. Bentuknya approach-approach conflict, approach-approach-avoidance conflict, atau avoidance-avoidance conflict

c. Tekanan, disebabkan akibat tekanan hidup sehari-hari. Tekanan bisa berasal dari dalam individu maupun luar diri individu.

d. Krisis, yaitu keadaan yang mendadak, yang menimbulkan stres pada individu misalnya kematian orang yang disayangi, kecelakaan, penyakit akut maupun kronis.

6. Dampak Stres

Stres yang berat akan menyebabkan perilaku yang tidak efisien dan tidak efektif, tidak mampu memanfaatkan sumber daya yang adaptif, dan sedikit menggunakan sistem. Dalam kasus yang cukup berat, stres bisa membebani dan mempengaruhi kepribadian. Pada sistem fisiologis dapat menyebabkan kelemahan dan menurunkan kemampuan seseorang dalam melawan virus atau bakteri, sedangkan dari segi psikologis akan menimbulkan peningkatan lapang persepsi


(42)

yang semakin menyempit dan proses kognisi yang rigid (Fauziah, 2005).

Bagi keluarga-keluarga yang tidak berhasil keluar dari tekanan hidup dan memiliki level stres yang tinggi akan mempengaruhi pandangan FQoL (Family Quality of Live) sebuah keluarga. Mereka memaknai kesehatan keluarga yang buruk, kesejahteraan ekonomi yang rendah, relasi keluarga yang kurang harmonis, sedikit mendapat dukungan sosial dan dukungan bagi anak, dan sedikit meluangkan waktu bagi keluarga untuk kegiatan kebersamaan serta interaksi sosial yang terbatas dengan komunitas (Hartanto, 2013).

Sebagian besar remaja memiliki hambatan-hambatan dalam kehidupan mereka. Banyak dari remaja yang mengalami berbagai permasalahan yang disebabkan kurangnya perhatian, kasih sayang dan bimbingan dari orang tua. Hal ini akan mengganggu kesehatan fisik dan emosi mereka, menghancurkan motivasi dan kemampuan menuju sukses di sekolah, dapat merusak hubungan pribadi mereka serta berdampak pada tingkat stres yang dialami (Kristanti, 2013).

7. Penilaian Stres

Beberapa instrumen yang dapat digunakan untuk menilai stres adalah sebagai berikut.

a. Depression Anxiety and Stress Scale (DASS)

DASS dikembangkan oleh Australian Center of Posttraumatic Mental Health dengan skala Likert. Kuesioner ini terdiri dari 42 pertanyaan yang mencakup 3 skala untuk


(43)

25

mengukur keadaan emosional negatif seperti depresi, ansietas, dan stres. Masing-masing dari tiga skala berisi 14 pertanyaan dibagi menjadi sub skala 2-5 item dengan isi yang serupa.

Skala depresi menilai disporia, keputusasaan, devaluasi diri, kurang minat, anhedonia dan inersia. Skala kecemasan menilai efek otot dan saraf otonom, kecemasan situasional dan pengalaman subjektif mengenai kecemasan. Skala stres menilai kesulitan berelaksasi, gugup, mudah marah, lebih reaktif dan tidak sabar.

b. Stress Indicators Questionnaire

Kuesioner ini menggunakan skala Likert dengan jumlah pertanyaan 73 yang terdiri dari 5 indikator yaitu 21 pertanyaan untuk physical indicators, 5 pertanyaan untuk sleep indicators,

17 pertanyaan untuk behavior indicators, 21 pertanyaan untuk

emotional indicators, dan 9 pertanyaan untuk personal habits. Stres dinilai berdasarkan jumlah skor masing-masing indikator dengan level sangat rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi, dan bahaya.

c. NSAD Stress Questionnaire

Kuesioner ini dibuat oleh International Stress Management Association UK yang terdiri dari 25 pertanyaan dengan skala Guttman dengan nilai 1 untuk jawaban ya dan nilai 0 untuk jawaban tidak.


(44)

C. Stres Saudara Kandung

Saudara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai orang yang seibu dan seayah ataupun hanya seibu atau seayah baik itu kakak maupun adik (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2013).

Definisi sibling relationship menurut Cicirelli (1995) dalam Rinaldhy (2008) adalah interaksi total (fisik, verbal, dan komunikasi non verbal) dari sua atau lebih individu yang mempunyai orang tua biologis sama dimana mereka memiliki keterikatan dalam pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan perasaan sepanjang masa, sejak seorang saudara kandung menyadari kehadiran saudaranya yang lain.

Saudara kandung dapat menjadi ujian atas sesuatu yang tidak ingin dialami oleh saudara, dan mereka cenderung saling menggunakan satu sama lain untuk perbandingan. Mereka saling mempengaruhi satu sama lain, mereka memberikan suasana aman untuk mengalami perilaku dan peran baru sebelum mengalaminya dengan orang tua atau teman sebaya yang bukan keluarga (Wong, 2009).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ambarini (2006) menunjukkan bahwa saudara kandung dari anak autisme memiliki perasaan yang berubah-ubah terhadap saudara autisme mereka. Hal ini dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia, dan urutan lahir (birth order) saudara kandung.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Fitri (2012) pada remaja putra dan putri dengan obesitas didapatkan hasil bahwa remaja putri mengalami stres lebih tinggi dibanding remaja putra. Remaja putri


(45)

27

obesitas lebih merasa tidak mampu mengatasi masalah, merasa dirinya terabaikan oleh orang lain, lebih cemas atau tertekan, sering merasa bosan, dan mengubah pola minum, merokok, atau makan.

Perbedaan ini disebabkan karena pada saat stres laki-laki cenderung menggunakan mekanisme problem-focus coping sementara perempuan cenderung menggunakan mekanisme emotional focused coping.

Penelitian yang dilakukan oleh Rubin (dalam Hastuti, 2013) pria lebih cenderung untuk memilih problem-focused coping, sedangkan wanita cenderung untuk memilih emotion-focused coping.

Pria cenderung menggunakan problem-focused coping karena pria biasanya menggunakan rasio atau logika sehingga mereka lebih memilih untuk langsung menyelesaikan masalah yang dihadapi atau langsung menghadapi sumber stres. Sedangkan wanita dikatakan lebih cenderung menggunakan emotion-focused coping karena mereka lebih menggunakan perasaan atau lebih emosional sehingga mereka cenderung untuk mengatur emosi mereka dalam menghadapi sumber stres (Rubin) dalam (Hastuti, 2013).

Pada usia sekolah, saudara kandung sudah memahami kebutuhan-kebutuhan khusus dari saudara autisme mereka sehingga respon yang ditunjukkan cenderung berperilaku menolong, sedangkan usia pra sekolah cenderung menyenangi saudara autisme mereka karena mereka belum belajar menjadi judgemental dan belum memahami kebutuhan-kebutuhan khusus dari saudara autisme mereka (Ambarini, 2006).


(46)

Urutan lahir (birth order) mempengaruhi peran saudara kandung dimana saudara kandung yang lahir lebih dulu dibandingkan dengan saudara autismenya, lebih diberikan peran mengasuh dan sebagai pendisiplin bagi saudara autismenya. Saudara sekandung yang lebih muda kehilangan teman bermain yang normal, role model, dan sebagian berperan sebagai anak yang lebih tua daripada saudara autisme mereka. Ketika bermain tidak terjadi hubungan komunikasi dua arah sehingga sulit bagi saudara kandung untuk menjalin hubungan yang memuaskan dengan saudaranya (Ambarini, 2006).

Anggota keluarga yang mempunyai penyakit serius atau memiliki keterbatasan dapat menyebabkan stres yang signifikan bagi kehidupan keluarga. Hanya dengan perkembangan individu, perkembangan keluarga mungkin akan terganggu atau mungkin mengalami kemunduran dalam mencapai fungsi keluarga (Wong, 2006).

Selain stres yang dapat terjadi pada orang tua yang memiliki anak dengan autisme, stres juga dapat dialami oleh saudara kandung. Keadaan autisme ini dapat menyebabkan beberapa dari saudara kandung merasa malu atau dipermalukan, dan mungkin secara bersamaan merasa bersalah, marah dan cemburu terhadap saudaranya yang sakit. Selain itu, untuk dapat berpartisipasi dalam aktivitas ekstrakulikuler, ataupun kegiatan sosial akan berkurang karena kebiasaan sehari-hari terbebani oleh kondisi saudaranya yang sakit (Wong, 2006).


(47)

29

Beberapa faktor misalnya ukuran keluarga dan jarak usia anak tampaknya mempengaruhi penyesuaian saudara kandung. Namun, faktor yang paling penting adalah perasaan, persepsi, dan reaksi orang tua (Wong, 2009). Sibling rivalry juga terjadi ketika jarak terlalu dekat yaitu 2-4 tahun karena pada jarak tersebut anak sama-sama menuntut mendapatkan perhatian yang sama (Woolfson, 2005).

Autism Society of America menjelaskan jenis stres yang biasa dihadapi oleh saudara nonautistik diantaranya kecemburuan selama orang tua menghabiskan waktu dengan saudara autisme, malu setiap berada di masyarakat, dan rutinitas saudara autisme yang membuat keluarga lebih fokus. Saudara nonautistik merasa frustrasi atas kesulitan interaksi sosial dengan saudara autismenya, dan sering menjadi target perilaku saudara autisme agresif. Selain itu, saudara nonautistik merasa khawatir tentang orang tua yang stres, namun takut untuk diberi beban untuk merawat saudara autismenya (Autism Society of America, 2012).

Masa kanak-kanak pertengahan (6-12 tahun), perkembangan fisik, kognitif, dan sosial meningkat. Anak mulai mengembangkan kemampuan berkomunikasi, kecepatan dan kehalusan motorik meningkat, keterampilan lebih individual, ingin terlibat dalam segala hal, menyukai kelompok, dan mencari teman secara aktif (Nasir dan Muhith, 2011).

Erik H. Erickson dalam teori perkembangan kepribadiannya menyebutkan pada usia sekolah (6-12 tahun) dunia sosial anak meluas keluar dari dunia keluarga, anak bergaul dengan teman sebaya, guru,


(48)

dan orang dewasa lainnya. Namun anak juga dapat mengalami perasaan inferior yang terjadi akibat ketidaksuksesan perkembangan keterampilan dan mencari teman (Nasir dan Muhith, 2011). Rasa inferioritas yakni perasaan kurang berharga dapat diperoleh dari anak itu sendiri maupun lingkungan sosial mereka. Banyak anak mengalami stres akibat konflik di rumah, lingkungan sekolah, dan komunitas lingkungan (Wong, 2009).

Jika dilihat berdasarkan teori tugas perkembangan menurut Robert Havighurst dalam Nasir dan Muhith (2011), menyebutkan tahap perkembangan anak usia sekolah diantaranya belajar bergaul dengan teman sebaya, belajar peran sosial terkait dengan maskulinitas dan feminitas, mengembangkan konsep-konsep yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, membangun moralias, pencapaian kemandirian dan membangun perilaku dalam kelompok sosial maupun institusi (sekolah).

Teori perkembangan kognitif Piaget juga menjelaskan bahwa pada usia 8-11 tahun anak memasuki tahap operasional konkret dimana anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sedangkan berdasarkan teori perkembangan moral Kohlberg, anak usia 9-11 tahun memasuki tingkat morelitas konvensional dimana keinginan untuk menyenangkan dan membantu orang lain merupakan hal yang paling sering (Nasir dan Muhith, 2011).


(49)

31

Wong (2009) mengkategorikan remaja dalam tiga tahap yaitu usia 11-14 tahun merupakan periode remaja awal, usia 15-17 tahun periode remaja pertengahan, dan usia 18-20 tahun sebagai periode remaja akhir.

Ketika anak memasuki usia remaja, pemikiran dan perilaku mereka berfluktuasi antara masa anak dan masa dewasa. Mereka tumbuh dewasa dan dengan cepat menuju ke arah kematangan yang mungkin melampaui koping mereka (Wong, 2009). Banyak hal yang dialami dan terjadi pada masa remaja. Apabila masa ini tidak ditangani secara bijaksana dan dihadapi dengan baik maka timbul stres yang berdampak pada kedewasaan seseorang (Mumpuni & Wulandari, 2010).

Pada remaja, konsep diri berubah sesuai dengan perkembangan biologis, lebih menyesuaikan diri dengan standar kelompok, dan timbul perasaaan takut ditolak oleh teman sebaya. Pada tahap ini hubungan anak dengan orang tua mencapai titik terendah dimana anak mulai melepaskan diri dari orang tua. Suasana hati berubah-ubah (emosi labil) sehingga stres meningkat terutama pada saat terjadi konflik (Nasir dan Muhith, 2011).

Pada remaja dapat terjadi kegagalan dalam mengembangkan rasa identitas, yaitu kebingungan peran, yang sering muncul dari perasaan tidak adekuat, isolasi, dan keragu-raguan. Remaja memiliki tugas perkembangan yaitu membina hubungan baru yang lebih dewasa dengan teman sebaya, pencapaian peran sosial, dan pencapaian kemandirian emosi baik dari orang tua, saudara, maupun orang lain (Nasir dan Muhith, 2011).


(50)

Bagan 2.1. Kerangka Teori

Sumber: Nasir dan Muhith (2011), Maramis (2004), Fauziah (2005), Kristanti (2013), Ambarini (2006)

Sumber-sumber stres:

- Sumber stres dari individu

- Sumber stres dalam keluarga

- Sumber stres dalam lingkungan dan komunitas.

Autisme Stres

Saudara kandung

Karakteristik Saudara Kandung:

- Jenis kelamin - Usia

- Urutan lahir

Dampak stres:

- Perilaku yang tidak efisien dan tidak efektif

- Tidak mampu memanfaatkan sumber daya yang adaptif - Sedikit menggunakan sistem - Membebani dan mempengaruhi

kepribadian

- Menurunkan kemampuan dalam melawan virus atau bakteri - Lapang persepsi semakin

menyempit

- Proses kognisi menjadi kaku - Mengganggu kesehatan fisik dan

emosi

- Menghancurkan motivasi

- Dapat merusak hubungan pribadi individu dengan sosialnya

Penyebab Stres: -Frustasi -Konflik -Krisis -Tekanan Orang tua


(51)

33

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah hubungan atau kaitan antara suatu konsep dengan konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka konsep berguna untuk menghubungkan dan menjelaskan secara rinci tentang suatu topik yang akan dibahas (Setiadi, 2007).

Berdasarkan teori yang telah diuraikan pada tinjauan pustaka, maka peneliti membuat kerangka konsep untuk memudahkan mengidentifikasi konsep-konsep sesuai penelitian sehingga dapat dimengerti.

Penelitian ini mengunakan metode penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan tingkat stres pada saudara kandung dengan anak autisme.

Bagan 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Stres pada saudara kandung dengan anak

autisme

Karakteristik Saudara Kandung:

- Jenis kelamin - Usia

- Urutan lahir

Diteliti Tidak diteliti


(52)

A. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian

No. Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur

1 Karakteristik Responden

a. Usia Usia saudara kandung dengan anak autisme terhitung dari lahir sampai dengan usia saat ini.

Kuesioner data demografi 1. Anak (8-10 tahun)

2. Remaja awal (11-14 tahun) 3. Remaja pertengahan (15-17

tahun)

4. Remaja akhir (18 tahun) (Wong, 2009)


(53)

35

No. Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur

b. Jenis kelamin

c. Hubungan dengan anak autisme

d. Urutan lahir

Jenis kelamin saudara kandung dengan anak autisme.

Saudara kandung merupakan kakak atau adik dari anak autisme

Saudara kandung dengan anak autisme merupakan anak keberapa di keluarga tersebut.

Kuesioner data demografi

Kuesioner data demografi

Kuesioner data demografi

1. laki-laki 2. perempuan

1. Pertama 2. Kedua 3. Ketiga

1. Kakak 2. Adik

Nominal

Nominal


(54)

No. Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur

2 Stres saudara kandung

Stres yang dialami oleh saudara kandung yang mempunyai saudara autisme.

Kuesiner yang digunakan adalah kuesioner yang dibuat oleh peneliti dengan mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Taylor (1991) dalam Videbeck (2008). Kuesioner terdiri dari 30 pertanyaan yang terdiri dari 4 respon stres yaitu respon fisiologis, kognitif, psikologis, dan tingkah laku. Dari 30 pertanyaan 12 item favorable dan 18 item unfavorable. Kuesioner menggunakan skala Gutman, yaitu 0 = tidak dan 1 = ya. Uji normalitas

 Nilai respon stres:

0 = tidak stres, jika skor < median (<6,5)

1 = stres, jika skor > median (>6,5)


(55)

37

No. Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur

menggunakan Shapiro-Wilk dengan nilai 0,007 distribusi tidak normal.

 Respon psikologis sebanyak 8 item pertanyaan (nomor 1-8),

 Respon kognitif sebanyak 7 item pertanyaan (nomor 9-15),

 Nilai respon stres fisiologis: 0 = tidak stres, jika skor < median (<2,0)

1 = stres, jika skor > median (>2,0)

 Nilai respon stres kognitif: 0 = tidak stres, jika skor < median (<2,0)

1 = stres, jika skor > median (>2,0)


(56)

No. Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur  Respon psikologis sebanyak 8 item

pertanyaan (nomor 16-22, nomor 30),

 Respon tingkah laku sebanyak 7 item pertanyaan (nomor 23-29).

 Nilai respon stres psikologis: 0 = tidak stres, jika skor < median (<2,0)

1 = stres, jika skor > median (>2,0)

 Nilai respon stres tingkah laku: 0 = tidak stres, jika skor < median (<1,5)

1 = stres, jika skor > median (>1,5)


(57)

39

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan desain deskriptif. Penelitian deskriptifadalah metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan secara objektif. Metode ini digunakan untuk memecahkan atau menjawab permasalahan yang sedang diteliti. Langkah-langkah yang dilakukan dalam metode ini antara lain pengumpulan data, pengolahan data, membuat kesimpulan dan laporan. (Setiadi, 2007). Pada penelitian ini akan memberikan gambaran stres pada saudara kandung dengan anak autisme.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini berlokasi di beberapa sekolah yang terletak di wilayah Tangerang Selatan. Sekolah yang menjadi lokasi penelitian ini ada empat sekolah yaitu Sekolah Khusus Al-Ikhsan, Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, Sekolah Khusus Nur Asih dan Terapi Wila Kertia.

Lokasi penelitian dipilih karena belum pernah ada yang meneliti terkait stres saudara kandung pada anak autisme di sekolah-sekolah tersebut. Penelitian mulai dilaksanakan pada bulan Juni 2014, mulai dari pengambilan data sampai penyusunan hasil.


(58)

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah saudara kandung dari murid penderita autisme di beberapa SLB di wilayah Tangerang Selatan yaitu Sekolah Khusus Al-Ikhsan, Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, Sekolah Khusus Nur Asih dan Terapi Wila Kertia yang berjumlah 30 orang. 2. Sampel

Sampel adalah bagian-bagian dari populasi yang dipilih berdasarkan kemampuan mewakilinya (Setiadi, 2007). Pengambilan sampel menggunakan teknik nonprobability sampling dengan sampling jenuh dimana semua anggota populasi dijadikan sampel. Sampel penelitian ini adalah populasi saudara kandung dari murid penderita autisme di beberapa SLB di wilayah Tangerang Selatan yaitu Sekolah Khusus Al-Ikhsan, Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, Sekolah Khusus Nur Asih dan Terapi Wila Kertia yang berjumlah 30 orang.

Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah:

a. Saudara kandung dari murid autisme di SLB di wilayah Tangerang Selatan yang berusia dalam rentang 8-18 tahun. b. Bersedia menjadi responden.


(59)

41

c. Tidak sedang mengalami sakit pada saat pengambilan data.

d. Saudara kandung hanya mempunyai satu saudara autisme.

D. Teknik Pengambilan Sampel

Penelitian ini menggunakan total sampling sebagai teknik dalam pengambilan sampel. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Dahlan, 2010). Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah jumlah populasi saudara kandung dari murid penderita autisme di beberapa SLB di wilayah Tangerang Selatan yaitu Sekolah Khusus Al-Ikhsan, Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, Sekolah Khusus Nur Asih dan Terapi Wila Kertia yang berjumlah 30 orang.

Jumlah sampel ada 52 orang, namun 18 orang tidak mengembalikan kuesioner kepada peneliti dikarenakan lupa, tidak sempat mengisi, dan lembar kuesioner hilang. Sedangkan 4 orang menolak untuk menjadi responden dikarenakan saudara kandung sedang tidak di rumah, saaudara kandung tidak tinggal serumah dengan orang tua, dan ada orang tua yang tidak bersedia sehingga jumlah sampel yang bisa menjadi responden sebanyak 30 orang.

E. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai alat untuk pengumpulan data. Kuesioner merupakan suatu cara pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengedarkan daftar pertanyaan yang berupa


(60)

formulir (Setiadi, 2007). Instrumen pengumpulan data terdiri dari 2 bagian, yaitu:

1. Data personal responden

Identitas siswa meliputi nama (inisial), umur, jenis kelamin, jumlah saudara, hubungan dengan anak autis (kakak atau adik) dan urutan lahir.

2. Kuesioner stres

Kuesioner stres bertujuan untuk mengidentifikasi respon stres yang dialami oleh saudara kandung dari murid penderita autisme. Kuesioner yang digunakan dibuat sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dilakukan mengacu pada kerangka konsep.

Kuesiner yang digunakan adalah kuesioner yang dibuat oleh peneliti dengan mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Taylor (1991) dalam Videbeck (2008). Teori tersebut mengatakan terdapat 4 respon stres, yaitu respon fisiologis, kognitif, psikologis dan tingkah laku.

Kuesioner terdiri dari 30 pertanyaan yang terdiri dari 4 respon stres yaitu respon fisiologis sebanyak 8 item pertanyaan (nomor 1-8), respon kognitif sebanyak 7 item pertanyaan (nomor 9-15), respon psikologis sebanyak 8 item pertanyaan (nomor 16-22, nomor 30), dan respon tingkah laku sebanyak 7 item pertanyaan (nomor 23-29). Kuesioner menggunakan skala Gutman, yaitu 0 = tidak dan 1 = ya. Pada penelitian ini, nilai stres diperoleh berdasarkan jumlah dari jawaban responden terhadap kuesioner stres.


(61)

43

Tabel 4.1. Blue Print Skala Respon Stres

No Pertanyaa

n No item Jumlah soal Keterangan Favorable Unfavorable

1 Respon stres fisiologis

1-8 8 1, 7

2, 3, 4, 5, 6, 8 2 Respon

stres kognitif

9-15 7

9, 11, 13, 14

10, 12, 15

3 Respon stres psikologis

16-22, 30

8 16, 19, 22

17, 18, 20, 21, 30 4 Respon

stres tingkah laku

23-29 7 23, 24, 28

25, 26, 27, 29

Jumlah 30 12 18

Peneliti melakukan uji normalitas menggunakan Uji Shapiro Wilk. Hal ini dikarenakan sampel yang digunakan kurang dari 50 responden (Dahlan, 2013). Hasil uji normalitas didapatkan hasil 0,007 (data distribusi tidak normal) sehingga peneliti menggunakan nilai median dari skor total untuk menentukan stres dan tidak stres. Responden dikatakan mengalami respon stres jika nilai skor total lebih dari median (> 6,5) dan dikatakan tidak mengalami respon stres apabila nilai skor total kurang dari median (< 6,5).

Berdasarkan respon stres fisiologis, total skor didapatkan dari jumlah skor pertanyaan nomor 1-8 dan kemudian ditentukan nilai median. Responden dikatakan mengalami respon stres fisiologis jika nilai skor total lebih dari median (> 2,0) dan dikatakan tidak mengalami respon stres fisiologis apabila nilai skor total kurang dari median (< 2,0).


(62)

Total skor respon stres kognitif didapatkan dari jumlah skor pertanyaan nomor 9-15 dan kemudian ditentukan nilai median. Responden dikatakan mengalami respon stres kognitif jika nilai skor total lebih dari median (> 2,0) dan dikatakan tidak mengalami respon stres kognitif apabila nilai skor total kurang dari median (< 2,0).

Berdasarkan respon stres psikologis, total skor didapatkan dari jumlah skor pertanyaan nomor 16-22 dan nomor 30 dan kemudian ditentukan nilai median. Responden dikatakan mengalami respon stres psikologis jika nilai skor total lebih dari median (> 2,0) dan dikatakan tidak mengalami respon stres psikologis apabila nilai skor total kurang dari median (< 2,0).

Total skor respon stres tingkah laku didapatkan dari jumlah skor pertanyaan nomor 23-29 dan kemudian ditentukan nilai median. Responden dikatakan mengalami respon stres tingkah laku jika nilai skor total lebih dari median (> 1,5) dan dikatakan tidak mengalami respon stres tingkah laku apabila nilai skor total kurang dari median (< 1,5).

F. Perencanaan Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji validitas

Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Sebuah instrumen yang valid harus memiliki validitas internal dan eksternal. Instrumen yang mempunyai validitas internal adalah bila kriteria yang ada dalam


(63)

45

instrumen secara rasional mencerminkan apa yang akan diukur. Sedangkan instrumen dikatakan memiliki validitas eksternal apabila kriteria instrumen disusun berdasarkan fakta-fakta empiris yang telah ada (Notoatmodjo, 2002).

Pengujian validitas kuesioner dengan uji korelasi antara skor (nilai) tiap item pertanyaan dengan skor total tiap kelompok soal dengan menggunakan uji Pearson Product Moment dengan nilai 0,3. Nilai signifikan 0,3 karena jumlah responden 30 sesuai r tabel (Hidayat, 2008). Jika nilai pertanyaan di atas 0,3 maka pertanyaan tersebut dinyatakan valid, sedangkan jika nilai pertanyaan di bawah 0,3 maka dinyatakan pertanyaan tersebut tidak valid.

Hasil penghitungan didapatkan hasil jumlah pertanyaan yang valid ada 17 dari 30 pertanyaan yaitu pertanyaan no 1, 2, 4, 5, 9, 11, 12, 14, 17, 18, 19, 23, 25, 26, 28, 29, dan 30. Pertanyaan yang tidak valid yaitu no 3, 6, 7, 8, 10, 13, 15, 16, 20, 21, 22, 24, dan 27. Peneliti tidak membuang pertanyaan yang tidak valid karena pertanyaan tersebut menjadi indikator penting dalam setiap respon stres sehingga peneliti melakukan uji konten dengan merubah redaksi pertanyaan.

Uji konten dilakukan melalui penelaahan kisi-kisi kuesioner untuk memastikan bahwa soal-soal tersebut sudah mewakili atau mencerminkan keseluruhan materi atau konten yang seharusnya dikuasai secara proporsional. Penentuan proporsi ini dapat didasari oleh pendapat para ahli dalam bidang yang bersangkutan (Gregory, 2000). Semua pertanyaan yang telah dilakukan perubahan redaksi di


(64)

ambil kembali untuk dimasukkan ke dalam kuesioner sehingga jumlah pertanyaan menjadi 30 item.

2. Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan. Hal ini menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih dengan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2002).

Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan internal consistency yaitu melakukan uji coba sekali saja. Kemudian hasil yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan rumus Spearman Brown

dengan nilai reliabel >0,60. Spearman brown digunakan umtuk menguji reliabilitas kuesioner dengan skala Guttman yang berjumlah genap. Pengujian ini diuji cobakan ke 20 orang lalu diukur dengan SPSS versi 17. Hasil uji reliabilitas kuesioner stres di dapatkan nilai alpha 0,720 sehingga dapat dikatakan reliabel.

G. Teknik Pengumpulan Data

Setelah mendapat izin dari beberapa SLB di wilayah Tangerang Selatan, sekolah menunjuk salah satu guru untuk mendampingi peneliti dalam menentukan sampel yang akan dijadikan responden. Kemudian peneliti melakukan pengambilan data mengenai jumlah saudara kandung dari murid dengan autisme yang ada di tiap sekolah tersebut yang bisa dijadikan responden dalam penelitian ini.


(65)

47

Selanjutnya peneliti didampingi guru menitipkan kuesioner kepada orang tua murid yang mengantar anaknya ke sekolah. Peneliti melakukan

inform consent kepada orang tua murid dan menjelaskan tujuan dari penelitian ini. Peneliti juga menjelaskan maksud dari tiap-tiap pertanyaan kepada orang tua agar kemudian disampaikan kepada saudara kandung yang akan mengisi kuesioner tersebut.

Selanjutnya kuesioner dititipkan kepada orang tua untuk diberikan kepada saudara kandung yang menjadi responden dalam penelitian ini. Waktu pengambilan kuesioner dilakukan seminggu setelah pemberian kuesioner sesuai dengan kesepakatan antara peneliti dengan orang tua murid. Selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisa data.

H. Pengolahan Data

Proses pengolahan data yang dilakukan meliputi editing, coding, sorting, entry data, dan tabulasi data.

1) Editing

Proses ini dilakukan dengan memeriksa kelengkapan kuesioner baik jumlah maupun isinya.

2) Coding

Memberi tanda/kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban agar dapat memudahkan peneliti dalam proses pengolahan data.


(66)

3) Entry data

Memasukkan jawaban-jawaban yang sudah diberi kode dalam tabel dengan cara menghitung frekuensi data. Proses ini dilakukan menggunakan program SPSS.

4) Tabulasi data

Terakhir adalah tahap pengelompokkan data sesuai kategori untuk selanjutnya disajikan berupa tabel distribusi frekuensi.

I. Analisa Data

Setelah data diolah kemudian dianalisa untuk mengetahui hasil yang dapat menjawab pertanyaan peneliti. Analisis dilakukan dalam analisis univariat.

Analisis univariat bertujuan untuk menggambarkan proporsi/persentase masing-masing variabel yaitu stres pada saudara kandung dengan anak autisme, serta variabel lain yang ikut diteliti yaitu usia, jenis kelamin, hubungan dengan anak autis, dan urutan lahir. Analisis data kategorik disajikan dalam bentuk frekuensi dan persentase.

J. Etika Penelitian yang Digunakan

Untuk mengantisipasi isu etik dalam penelitian, peneliti perlu memperhatikan beberapa pertimbangan etik selama melakukan penelitian dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mengedarkan lembar persetujuan menjadi responden sebelum melakukan penelitian. Hal ini dilakukan agar responden mengetahui


(67)

49

maksud dan tujuan penelitian, serta dampak yang terjadi selama proses pengumpulan data. Jika responden bersedia, mereka harus menandatangani lembar persetujuan tersebut, jika tidak peneliti akan menghormati hak untuk menolak menjadi responden dalam penelitian ini.

2. Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama subjek pada lembar kuesioner, melainkan hanya mencantumkan inisial dari nama responden.

3. Informasi yang dikumpulkan akan dijaga kerahasiaannya dan haya kelompok data tertentu saja yang akan dilaporkan pada hasil peneitian.


(68)

50

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Penelitian ini berlokasi di beberapa sekolah yang terletak di wilayah Tangerang Selatan. Sekolah yang menjadi lokasi penelitian ini ada empat sekolah yaitu Sekolah Khusus Al-Ikhsan, Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, Sekolah Khusus Nur Asih dan Terapi Wila Kertia.

Sekolah Khusus Al-Ikhsan terletak di Jalan Lengkong Karya, Serpong Utara. Jumlah murid di sekolah ini ada 45 orang dari jenjang SD, SMP hingga SMA dengan jumlah pengajar 19 orang. Murid di sekolah ini merupakan anak dengan gangguan perkembangan seperti autisme,

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), Sindrom Down, tuna grahita dan beberapa gangguan perkembangan lainnya.

Kegiatan-kegiatan yang rutin dilakukan adalah kegiatan belajar mengajar di ruang sekolah, selain itu juga ada beberapa kegiatan yang sekaligus bertujuan untuk terapi bagi siswa-siswa di Sekolah Al-Ihsan. Diantaranya yaitu merakit komputer, tata boga, berkuda, market day, life skill, dan behavior therapy. Ada beberapa bentuk terapi prilaku diantaranya yaitu sistematis desensitisasi, Exposure and Response Prevention (ERP), modifikasi perilaku, flooding, latihan relaksasi,


(1)

30. Apakah kehadiran saudara Anda yang mempunyai kebutuhan khusus

membuat Anda merasa tidak nyaman?

Ya

Tidak

31. Jika ya, apa penyebabnya?

Jawab:

...

...

...

...

...

Harap diperiksa kembali, jangan sampai ada yang terlewatkan.

Terima kasih.

26

Saya lebih suka meyendiri di kamar.

27

Saya tidak dapat mengerjakan tugas ketika

saudara saya di rumah.

28

Saya sering ngobrol dan bermain dengan teman

sebaya/tetangga.


(2)

HASIL STATISTIK

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 20 100.0

Excludeda 0 .0 Total 20 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the

procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha Part 1 Value .812 N of Items 9a

Part 2 Value .872

N of Items 8b Total N of Items 17 Correlation Between Forms .677 Spearman-Brown Coefficient Equal Length .807 Unequal Length .808 Guttman Split-Half

Coefficient

.807

a. The items are: P1, P2, P4, P5, P9, P11, P12, P14, P17. b. The items are: P17, P18, P19, P23, P25, P26, P28, P29, P30.

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

P1 5.40 22.042 .361 .899

P2 4.90 20.411 .626 .891

P4 5.15 20.661 .548 .894

P5 5.30 21.168 .502 .895

P9 5.10 20.621 .547 .894


(3)

Respon Stres

TOTALSKOR N Valid 30

Missing 0 Mean 9.03 Median 6.50

Mode 5

TOTALSKOR

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 1 3.3 3.3 3.3

2 2 6.7 6.7 10.0

3 2 6.7 6.7 16.7

4 2 6.7 6.7 23.3

5 5 16.7 16.7 40.0

6 3 10.0 10.0 50.0

P14 5.25 20.408 .657 .890

P17 5.45 22.366 .329 .900

P18 5.25 19.776 .818 .885

P19 5.20 20.695 .558 .894

P23 5.20 20.905 .508 .895

P25 5.20 19.958 .737 .887

P26 5.15 19.608 .799 .885

P28 5.25 20.829 .552 .894

P29 5.25 21.145 .475 .896


(4)

7 1 3.3 3.3 53.3

8 2 6.7 6.7 60.0

10 1 3.3 3.3 63.3

11 2 6.7 6.7 70.0

12 1 3.3 3.3 73.3

13 2 6.7 6.7 80.0

14 1 3.3 3.3 83.3

19 2 6.7 6.7 90.0

20 2 6.7 6.7 96.7

24 1 3.3 3.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.

TOTALSKOR .186 30 .010 .897 30 .007

a. Lilliefors Significance Correction

Stress

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid tidak stres 15 50.0 50.0 50.0

stres 15 50.0 50.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Statistics

Fisiologis kognitif Psikologis Tingkah laku

N Valid 30 30 30 30

Missing 0 0 0 0

Mean 2.53 2.23 2.10 2.17

Median 2.00 2.00 2.00 1.50


(5)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid tidak stres 12 40.0 40.0 40.0

stres 18 60.0 60.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Streskognitif

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid tidak stres 14 46.7 46.7 46.7

stres 16 53.3 53.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

strespsikologis

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid tidak stres 14 46.7 46.7 46.7

stres 16 53.3 53.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

strestingkahlaku

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid tidak stres 15 50.0 50.0 50.0

stres 15 50.0 50.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Statistics stress

jk Usia anakke urutanlahir

N Valid 15 15 15 15


(6)

Stres jk

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-laki 6 40.0 40.0 40.0

Perempuan 9 60.0 60.0 100.0

Total 15 100.0 100.0

Stres usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 8-10 1 6.7 6.7 6.7

11-14 3 20.0 20.0 26.7

15-17 7 46.7 46.7 73.3

18 4 26.7 26.7 100.0

Total 15 100.0 100.0

Stres urutan lahir

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 8 53.3 53.3 53.3

2 5 33.3 33.3 86.7

3 2 13.3 13.3 100.0

Total 15 100.0 100.0

Stres Hub dgn anak autis

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Kakak 11 73.3 73.3 73.3

Adik 4 26.7 26.7 100.0