Status Perkawinan Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Terapis Berdasarkan Status Perkawinan di

4.2.5. Status Perkawinan Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Terapis Berdasarkan Status Perkawinan di

Yayasan Terapi Anak Autisme Kecamatan Medan Baru di Medan Tahun 2010. Status Perkawinan Frekuensi Orang Menikah 7 26,0 Belum menikah 20 74,0 Jumlah 27 100,0 Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa sebahagian besar terapis belum menikah yaitu sebanyak 20 orang 74, sedangkan responden yang sudah menikah sebanyak 7 orang 26. 4.3. Hasil Pengukuran Stres Kerja Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Terapis Berdasarkan Tingkat Stres Kerja di Yayasan Terapi Anak Autisme Kecamatan Medan Baru di Medan Tahun 2010. Tingkat Stres Frekuensi Orang Stres tinggi Stres rendah 27 100,0 Jumlah 27 100,0 Berdasarkan tabel di atas, diperoleh bahwa seluruh terapis anak autisme di ketiga yayasan terapi anak autisme di Kecamatan Medan Baru mengalami stres kerja pada kategori rendah 100. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.7. Distribusi Beban Kerja Dengan Stres Kerja Pada Terapis Anak Autisme di Yayasan Terapi Anak Autisme Kecamatan Medan Baru di Medan Tahun 2010. Indikator Frekuensi 1 2 3 4 5 Hak yang kesil untuk mengerjakan tanggung jawab 20 74 5 18,5 2 7,4 Ketidakjelasan tentang bidang dan tanggung jawab 20 74 3 11,1 3 11,1 1 3,7 0 Waktu cukup untuk menyelesaiakn pekerjaan 11 40,7 12 44,4 2 7,4 2 7,4 0 Ketidakmampuan mengerjakan pekerjaan 15 55,5 10 37 2 7,4 Bagaimana cara mengerjakan pekerjaan dengan baik 9 33,3 15 55,5 1 3,7 1 3,7 1 3,7 Rasa aman dalam mengerjakan tugas 7 25,9 7 25,9 4 14,8 6 22,2 3 7,4 Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa distribusi beban kerja dengan stres kerja pada terapis anak autisme dilihat dari indikator hak untuk mengerjakan tanggung jawab bahwa 20 terapis 74 tidak pernah tidak mempunyai hak yang kecil untuk mengerjakan tanggungjawabnya, 5 terapis 18,5 kadang-kadang dan 2 terapis 7,4 cukup sering memiliki hak yang kecil untuk mengerjakan tanggung jawab mereka. Dilihat dari indikator ketidakjelasan tentang bidang dan tanggung jawab, 20 terapis 74 tidak pernah mengalami ketidakjelasan tentang bidang dan tanggung jawab sebagai terapis, 3 terapis 11,1 kadang – kadang, 3 terapis 11,1 cukup Universitas Sumatera Utara sering dan 1 terapis 3,7 sangat sering merasakan ketidakjelasan tentang bidang dan tanggung jawabnya. Dari indikator ketidakmampuan mengerjakan pekerjaan, 15 terapis 55,5 mampu mengerjakan pekerjaan mereka, 10 terapis 37 kadang – kadang merasa tidak mampu dan 2 terapis 7,4 cukup sering merasa tidak mampu mengerjakan pekerjaan mereka. Dari indikator bagaimana cara mengerjakan pekerjaan dengan baik, 9 terapis 33,3 tidak pernah mengalami bahwa pekerjaan mengganggu pikiran mereka bagaimana cara mengerjakan pekerjaan dengan baik, 15 terapis 55,5 kadang - kadang, 1 terapis 3,7 cukup sering merasakan, 1 terapis 3,7 sangat sering dan 1 terapis 3,7 terus - menerus merasakan bahwa pekerjaan mengganggu pikiran mereka bagaiman mengerjakannya dengan baik. Dari indikator rasa aman dalam mengerjakan tugas – tugas mereka, 7 terapis 25,9 tidak pernah harus berhati - hati dalam mengerjakan tugas mereka sebagai terapis, 7 terapis 25,9 kadang – kadang, 4 terapis 14,8 cukup sering berhati – hati, 6 terapis 22,2 sangat berhati - hati dan 3 terapis terus - menerus harus berhati-hati. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.8. Distribusi Hubungan Interpersonal Dengan Stres Kerja Pada Terapis Anak Autisme di Yayasan Terapi Anak Autisme Kecamatan Medan Baru di Medan Tahun 2010 Indikator Frekuensi 1 2 3 4 5 Konflik dengan orang sekitar 19 70,3 7 25,9 1 3,7 Konflik dengan atasan 10 37 14 51,8 3 11,1 Khawatir tentang keputusan- keputusan 15 55,5 11 40,7 1 3,7 Merasa tidak disukai 16 59,2 10 37 1 3,7 Tidak mampu mempengaruhi keputusan dan tindakan atasan 16 59,2 7 25,9 1 3,7 3 11,1 Tahu harapan teman kerja 17 62,9 9 33,3 1 3,7 Pekerjaan dengan kehidupan keluarga 23 85,1 4 14,8 Berdasarkan hasil penelitian, distribusi hubungan interpersonal dengan stres kerja pada terapis anak autisme di Yayasan Terapi Anak Autisme Kecamatan Medan Baru di Medan Tahun 2010 dilihat dari beberapa indikator seperti pada tabel 4.8. Ditinjau dari konflik dengan orang sekitar, 19 terapis 70,3 mengatakan selalu mampu menyelesaikan konflik dengan orang - orang sekitarnya, 7 terapis 25,9 mengatakan kadang - kadang dan 1 terapis 3,7 mengatakan sangat sering tidak mampu menyelesaikan konflik dengan orang - orang sekitarnya. Ditinjau dari konflik dengan atasan, 10 terapis 37 tahu tentang apa yang atasan mereka pikirkan tentang mereka., 14 terapis 51,8 kadang - kadang dan 3 Universitas Sumatera Utara terapis 11,1 cukup sering tidak tahu tentang apa yang atasan mereka pikirkan tentang mereka. Selain itu, 16 terapis 59,2 tidak pernah merasa tidak mampu mempengaruhi keputusan - keputusan dan tindakan - tindakan atasan mereka, 7 terapis 25,9 kadang – kadang , 1 terapis 3,7 cukup sering dan 3 terapis 11,1 sangat sering merasa tidak mampu. Ditinjau dari rasa khawatir tentang keputusan-keputusan yang sudah diambil, 15 terapis 55,5 tidak pernah merasa khawatir tentang keputusan - keputusan yang diambil, 11 terapis 40,7 kadang - kadang dan 1 terapis 3,7 cukup sering khawatir. Ditinjau dari indikator merasa tidak disukai, dimana 16 terapis 59,2 tidak pernah merasa tidak disukai oleh orang - orang di tempat kerja mereka, 10 terapis 37 kadang - kadang dan 1 terapis 3,7 cukup sering merasa tidak disukai. Ditinjau dari indikator tahu harapan-harapan dari teman kerja mereka, 17 terapis 62,9 tidak pernah tidak mengetahui harapan – harapan dari teman – teman sekerja mereka, 9 terapis 33,3 kadang – kadang dan 1 terapis 3,7 cukup sering tidak tahu. Ditinjau dari pekerjaan dengan kehidupan keluarga, 23 terapis 85,1 mengatakan bahwa pekerjaan mereka sebagai terapis tidak pernah mengganggu hubungan di dalam keluarga sedangkan 4 terapis 14,8 kadang-kadang. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.9. Distribusi Pengembangan Karier Dengan Stres Kerja Pada Terapis Anak Autisme di Yayasan Terapi Anak Autisme Kecamatan Medan Baru di Medan Tahun 2010 Indikator Frekuensi 1 2 3 4 5 Kesempatan untuk mengikuti program pengembangan karier 17 62,9 9 33,3 1 3,7 Kemudahan untuk mengakses informasi 16 59,2 8 29,6 3 11,1 Dari hasil penelitian, ditinjau dari kesempatan untuk mengikuti program pengembangan karier, 17 terapis 62,9 tidak pernah tidak tahu ada program pengembangan karier sebagai terapis, 9 terapis 33,3 kadang - kadang tidak tahu dan 1 terapis 3,7 cukup sering tidak tahu. Ditinjau dari kemudahan untuk mengakses informasi, 16 terapis 59,2 tidak pernah tidak mampu mendapatkan informasi yang mereka butuhkan untuk pekerjaan mereka, 8 terapis 29,6 kadang – kadang tidak mampu mendapatkan informasi yang dibutuhkan dan 3 terapis 11,1 cukup sering tidak mampu mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Universitas Sumatera Utara

BAB V PEMBAHASAN

Karakteristik Terapis Jenis Kelamin Para wanita yang bekerja dikabarkan sebagai pihak yang mengalami stres lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Penelitian menunjukkan pekerja wanita selalu melaporkan sakit kepala, cemas, depresi, gangguan tidur dan gangguan makan lebih sering dibandingkan pekerja pria. 15 Berdasarkan hasil penelitian jumlah terapis perempuan lebih banyak daripada terapis laki-laki, sebanyak 21 orang 77,8 dan terapis laki-laki dan terapis perempuan berada pada kategori stress kerja rendah. Hal ini membuktikan pernyataan Guppy dan Rick 1996 yang mengatakan bahwa jenis kelamin bukanlah faktor penyebab stres. 31 Umur Berdasarkan hasil penelitian, diketahui frekuensi terapis paling banyak mengalami stres kerja adalah kelompok 21 - 25 tahun sebanyak 13 orang 48,1 dan paling sedikit pada kelompok umur ≥ 31 tahun sebanyak 2 orang 7,4. Namun, mereka berada pada kategori stres kerja yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh terapis dalam kelompok umur di atas mengalami stres kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjana yang menyatakan bahwa tak seorang pun bisa terhindar dari stres. Bayi, balita, kaum remaja, orang dewasa bahkan kelompok lansia. 19 Universitas Sumatera Utara