Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di PT. COMBIPHAR Padalarang-Jawa Barat

(1)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

FARMASI INDUSTRI

di

PT. COMBIPHAR

Padalarang-Jawa Barat

Disusun oleh:

Nanda Sari, S.Farm

103202031

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Lembar Pengesahan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

FARMASI INDUSTRI

di

PT. COMBIPHAR

PADALARANG – JAWA BARAT

Laporan ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas Sumater Utara Medan

Disusun oleh :

Nanda Sari, S.Farm NIM 103202031

PT. COMBIPHAR Padalarang – Jawa Barat

Pembimbing

Maman Suhendar, S. Si., Apt.

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt NIP : 195311281983031002


(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmaanirrohiim,

Alhamdulillah, penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan kemudahan kepada penyusun sehingga dapat menyelesaikan laporan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Combiphar Jalan Raya Simpang 383 pada tanggal 02-31 Mei 2011.

Laporan ini merupakan hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker yang dilaksanakan di PT. Combiphar sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Pendidikan Profesi Apoteker.

Pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Drs. H. Husni Azhar, MBA. selaku Plant Director PT. Combiphar 2. Bapak Maman Suhendar, S.Si., Apt. selaku pembimbing sekaligus koordinator

penyelenggaraan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Combiphar yang telah memberi inspirasi, motivasi, pengarahan dan bimbingan yang sangat berharga selama melaksanakan PKPA.

3. Ibu Soeprihatin, S.Si, Apt., Ibu Fitria Tri Wahyuni, S.Si, Bapak Edwin Syailendra selaku pembimbing kerja praktek yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, keramahan, dan senyuman selama praktek kerja profesi.

4. Rekan-rekan PKP di PT. Combiphar yang berasal dari Univ. Padjadjaran (Shinta dan Irna), USU (Yola Ruth, Eva), Univ. Andalas (Desri dan Yanti), Univ. Sanata Dharma (Joice dan Dwi), SMKN 7 Bandung (Sera, Elsa, Aya,


(4)

dan Putri) yang telah memberikan tawa, semangat dan pengalaman yang berkesan selama PKPA.

5. Seluruh karyawan dan staf PT. Combiphar yang telah memberikan bantuan, pengalaman, bimbingan dan kerja sama selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker.

6. Keluarga, teman-teman seperjuangan P3A Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara periode 2010/2011 dan pihak-pihak Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberi inspirasi, motivasi, pengarahan dan bimbingan yang sangat berharga selama melaksanakan PKPA.

Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Penyusun berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang memerlukan.

Padalarang, 31 Mei 2011

Nanda Sari


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

1.3. Tempat dan Waktu Praktek Kerja Profesi Apoteker... 3

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI ... 4

2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar ... 4

2.2 Visi dan Misi PT. Combiphar ... 5

2.3 Struktur Organisasi PT. Combiphar... 6

2.3.1 Company Organochart ... 6

2.3.2 Plant Organochart ... 7

2.4 Lokasi dan Sarana Produksi PT.Combiphar ... 8

2.4.1 Lokasi PT.Combiphar ... 8

2.4.2 PT. Combiphar ... 8

2.4.3 Sarana Penunjang ... 9

2.5 Prestasi dan Penghargaan... 9

2.6 Cara Pembuatan Obat yang Baik ... 9

2.7 PIC/S (Pharmaceuticl Inspection Co-Operation Scheme) ... 28

BAB III PERAN APOTEKER DI INDUSTRI FARMASI... 31


(6)

3.2 Tugas Masing-masing Departemen di PT.Combiphar ... 33

3.2.1 Departemen Pengembangan Produk (Product Development)... 33

3.2.2 Departemen HRD-GA(Human Resourcement Development –General Affair)... 34

3.2.3 Departemen Teknik... 35

3.2.4.Departemen Cost Accounting ... 37

3.2.5 DepartemenSCM (Supply Chain Management) ... 37

3.2.6 Departemen Produksi... 39

3.2.7 Departemen QAO (Quality Assurance Operation)... 40

BAB IV PEMBAHASAN ... 42

4.1 Manajemen Mutu ... 43

4.2 Personalia... 43

4.3 Bangunan dan Fasilitas ... 45

4.4 Peralatan... 48

4.5 Sanitasi dan Higiene ... 49

4.6 Produksi ... 51

4.7 Pengawasan Mutu ... 53

4.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu ... 55

4.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian ... 55

4.10 Dokumentasi ... 56

4.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak... 58


(7)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

5.1 Kesimpulan ... 61

5.2 Saran ... 61


(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologis atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia (Depkes, 2009). Proses produksi dan distribusi obat tersebut harus diperhatikan agar masyarakat memperoleh obat-obatan yang berkhasiat, aman dalam jumlah yang dapat memenuhi kebutuhan dan terjangkau secara ekonomi. Kebutuhan masyarakat akan obat mendorong industri farmasi untuk menyediakan obat yang berkualitas tinggi dengan berpedoman pada CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dalam seluruh proses produksinya.

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) merupakan salah satu pedoman industri farmasi di Indonesia untuk dapat memproduksi obat yang berkualitas serta dapat memberikan jaminan bahwa obat secara konsisten memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

PT. Combiphar sebagai salah satu industri farmasi di Indonesia yang selalu berusaha memperkuat dan meningkatkan teknologi farmasinya terutama dalam bidang teknik formulasi. Selama dua dasawarsa ini, dalam persaingan industri farmasi yang ketat, PT. Combiphar dapat mempertahankan reputasinya sebagai penghasil obat berkualitas tinggi serta formulasi canggih, dan akan melanjutkannya untuk masa yang akan datang. PT. Combiphar senantiasa


(9)

memproduksi obat yang aman dan efektif, bermutu baik, dengan harga yang terjangkau dan menerapkan CPOB dalam seluruh proses produksinya.

Apoteker memiliki peran yang penting dalam industri farmasi, salah satunya dalam penerapan CPOB. Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 pada Pasal 9 dijelaskan bahwa, Industri farmasi harus memiliki 3 orang Apoteker sebagai penanggung jawab masing-masing pada bidang pemastian mutu, produksi dan pengawasan mutu setiap produksi sediaan farmasi. Peran yang penting ini menuntut seorang apoteker tidak hanya membutuhkan pengeteahuan teoritis, tetapi juga dibutuhkan pengalaman praktis di lapangan.

Untuk mewujudkan hal tersebut dijalin kerja sama dengan industri farmasi untuk menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). PKPA merupakan salah satu sarana bagi calon apoteker untuk mendapatkan pengalaman praktis dan pemahaman tentang tugas dan fungsi apoteker di industri farmasi. Oleh karena itu, Program Pendidikan Profesi Apoteker Universitas Sumatera Utara menjalin kerja sama dengan PT. Combiphar untuk dapat memberikan kesempatan pada calon apoteker agar dapat menjalankan PKPA tersebut yang berlangsung selama satu bulan.

1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker

Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker di industri farmasi antara lain : 1. Mengetahui dan memahami penerapan aspek-aspek CPOB di Divisi

Pabrik PT. Combiphar,


(10)

1.3 Tempat dan Waktu Praktek Kerja Profesi Apoteker

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilaksanakan pada tanggal 02-31 Mei 2011 di Pabrik PT. Combiphar yang terletak di Jalan Raya Simpang No. 383 Padalarang, Jawa Barat.


(11)

BAB II

TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI

2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar

PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jalan Sukabumi No. 61 Bandung, di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Pada tanggal 27 Juni 1981, divisi produksi PT. Combiphar berpindah lokasi ke Jl. Raya Simpang No. 383 Padalarang dan diresmikan oleh Direktur Jenderal POM Depkes RI, sedangkan kantor pusatnya tetap di Jl. Sukabumi 61 Bandung. Pada tahun 1987 kantor pusat PT. Combiphar pindah ke Jl. Pulolentut Kav. II/E-4 Jakarta Timur. Sejak 8 April 1998 kantor pusat PT. Combiphar menetap di Jl. Tanah Abang II/9 Jakarta Pusat dan selanjutnya pindah ke Graha Atrium lantai 14-16 Jl. Senen Raya 135 Jakarta sejak pertengahan tahun 2007.

Suatu perubahan signifikan terjadi pada dekade kedua. Perubahan tersebut mencakup penataan ulang standar operating procedures (SOP) dan fasilitas produksi. Perubahan ini membawa PT. Combiphar tercatat sebagai salah satu perusahaan Farmasi Nasional yang mendapat penghargaan sertifikat CPOB pada tahun 1991. Hingga saat ini PT. Combiphar telah mempunyai 22 sertifikat CPOB yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Pada tahun 1997 dibangun gedung induk produksi lensa mata dari Rohto yang merupakan kerjasama antara PT. Combiphar dengan PT. Rohto dari Jepang yang berakhir pada tahun 2002. Dengan berakhirnya kerjasama tersebut, maka gedung Rohto akhirnya digunakan oleh PT. Combiphar untuk departemen


(12)

tahun yang sama di lakukan kerjasama dengan Sanofi-Syntelabo Perancis dan dibangunlah fasilitas PT. Sanofi-Syntelabo Combiphar (SSC) di lingkungan pabrik PT. Combiphar. Pada tahun 2002 juga dibangun fasilitas gedung khusus untuk produk OBH (Obat Batuk Hitam) yang dilatar belakangi oleh adanya permintaan pasar yang sangat tinggi terhadap produk OBH Combi dan terbatasnya kapasitas untuk sarana produksi. Kemudian pada tahun 2003 PT. Combiphar telah meng-upgrade fasilitas Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

Pada bulan Maret 2006, PT. Sanofi-Syntelabo Combiphar (SSC) beralih nama menjadi PT. Pharma Health Care (PHC). Pada tanggal 9 Oktober 2006, PT. Combiphar diperiksa oleh konsultan ISO yaitu AIMS. Perusahaan ini kemudian di audit oleh SGS, yaitu badan yang berwenang memberikan sertifikat ISO. Berdasarkan hasil audit, PT. Combiphar dinyatakan berhak mendapatkan sertifikat ISO 9001:2000.

2.2 Visi dan Misi PT. Combiphar

PT Combiphar memiliki visi yaitu menjadi salah satu industri farmasi yang terkemuka dan disegani di Indonesia (Become one of the Leading and

Respectable Pharmaceutical Industry in Indonesia).

Untuk mencapai visi tersebut PT Combiphar menjalankan misi yaitu ikut berkontribusi pada perbaikan kualitas hidup melalui program COMBIPHAR yaitu

Care, Optimize, Motivated, Be different, Integrity, Pride, Harmony, Alert,


(13)

2.3 Struktur Organisasi PT. Combiphar 2.3.1 Company Organochart

President

Vice Director

Director

Managing Director

Head of Ethical Division

Head of CCH Division

Head of Oncology

Division

Head of Pharmaserve

Division

Head of Finance Division

Head of Bussiness Dev. Division

Head of Internal Audit

Head of Plant Division


(14)

2.3.2 Plant Organochart

Managing

Plant Director

Plant HRD & GA

Engineering Manager Production

Manager

Supply Chain Manager

Quality Control Product

Development

Assistant Manager of

Fi &

QA Operation Manager

Quality Service Deputy Plant

Cost Accounting


(15)

2.4 Lokasi dan Sarana Produksi PT. Combiphar 2.4.1 Lokasi PT. Combiphar

Divisi pabrik berada di Jalan Raya Simpang No. 383 Padalarang, Bandung, Jawa Barat, divisi ini bertanggung jawab atas semua proses produksi produk Combiphar. Kantor pusat (Head Office) dan divisi pemasaran PT. Combiphar terletak di Graha Atrium Senen Lt. 14-16 Jl. Senen Raya 135 Jakarta Pusat. Kantor pusat ini mengatur kegiatan perusahaan yang meliputi Keuangan, Pemasaran, Bussiness Development, Human Resources Development (HRD), dan lain-lain. Distribusi produk-produk PT. Combiphar dilakukan oleh PT. Anugrah Pharmindo Lestari (APL), PT. Parit Padang dan PT. Parazelsus.

2.4.2 Sarana Produksi PT. Combiphar

Bangunan Utama pada divisi pabrik PT. Combiphar terdiri dari 6 gedung yaitu:

1. Gedung Utama (Gedung Produksi Utama) Gedung utama ini terdiri beberapa bagian, yaitu: - Kantor

- Gudang

- Ruang produksi yang terbagi menjadi daerah abu-abu (grey area) dan daerah hitam (black area)

2. Gedung bagian QA dan Product Development 3. Gedung Produksi OBH dan gudang

4. Gedung PHC (Pharma Health Care) 5. Instalasi Pengolahan Air Limbah 6. Gedung Produksi Solid dan gudang


(16)

7. Bagian umum (kantin, mushola, mess karyawan, dan lain-lain) 2.4.3 Sarana Penunjang

Pabrik Combiphar memiliki beberapa sarana penunjang untuk mendukung dan memperlancar aktivitas produksi. Adapun sarana penunjang tersebut adalah bengkel teknik (mechanical workshop), city electricity, generator

diesel (genset), dua unit boiler, dua unit Air Compressor, pompa air, pengolahan

air dengan sistem Reverse Osmosis, sistem Heating Ventilating Air Conditioning (HVAC) pada gedung utama dan gedung sediaan cair (liquid), dua unit fire

hydrant pump yaitu diesel engine dan electric motor, Waste Water Treatment

Plant (WWTP), Penangkal Petir, Sistem telekomunikasi (telepon, faximile,

e-mail), dan System Application Programe (SAP).

2.5 Prestasi dan Penghargaan a. Sertifikat GMP Obat Modern b. Lisensi Obat Tradisional c. Sertifikat Produksi Kosmetika d. 22 Serifikat CPOB

e. Strata A pada Mapping Industri Farmasi No: PO.00.01.3475 f. Penghargaan Perusahaan Pembina K3 Terbaik

g. Penghargaan Kecelakaan Nihil (Zero Accident)

2.6 Cara Pembuatan Obat yang Baik

Cara Pembuatan Obat yang baik atau dikenal dengan istilah CPOB merupakan suatu pedoman yang menyangkut seluruh aspek produksi dan


(17)

pengendalian mutu yang bertujuan menjamin agar setiap obat senantiasa dibuat untuk mencapai mutu yang sudah ditetapkan sebelumnya.

Pedoman CPOB ini ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dalam SK Menkes RI No. 43/Menkes/SK/II/1988 dan Petunjuk Operasional Penerapan CPOB yang ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No. 05410A/A/SK/1989.

Aspek-aspek dari CPOB meliputi manajemen mutu, personalia, bangunan, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, serta kualifikasi dan validasi.

1. Manajemen Mutu

Manajemen mutu merupakan suatu aspek fungsi manajemen yang menentukan dan mengimplementasikan Kebijakan Mutu, yang merupakan pernyataan formal dari manajemen puncak suatu industri farmasi, yang menyatakan arahan dan komitmen dalam hal mutu produknya.

Unsur dasar Manajemen Mutu adalah :

a. Sistem mutu yang mengatur struktur organisasi, tanggung jawab dan kewajiban, semua sumber daya yang diperlukan, semua prosedur yang mengatur proses yang ada.

b. Tindakan sistematis untuk melaksanakan sistem mutu yang disebut pemastian mutu atau quality assurance.


(18)

Konsep keterkaitan mutu antara Manajemen Mutu – Pemastian Mutu – CPOB – Pengawasan Mutu

Manajemen Mutu

(Memberikan arahan kebijakan tentang mutu)

Pemastian Mutu

(Tindakan sistematis untuk melaksanakan sistem mutu)

CPOB

(Menghindarkan atau meminimalkan resiko yang tidak dapat dideteksi melalui serangkaian tes misalnya kontaminasi dan tercampurnya produk)

Pengawasan Mutu

(Bagian dari CPOB yang fokus pada pelaksanaan pengujian lingkungan, fasilitas, bahan, komponen dan produk sesuai dengan standar)

2. Personalia

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas.

Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindari risiko terhadap mutu obat.


(19)

Struktur organisasi industri farmasi hendaklah sedemikian rupa sehingga bagian produksi, manajemen mutu (pemastian mutu) dan pengawasan mutu dipimpin oleh orang berbeda serta tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain.

Kepala bagian Produksi, Pemastian Mutu dan Pengawasan Mutu hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi. Apoteker sebagai

supervisor langsung di bagian produksi dan pengawasan mutu hendaknya

memiliki keterampilan serta pengalaman praktis yang mencakupi dalam bidang yang berkaitan dengan tugasnya. Masing-masing kepala bagian tersebut memiliki tanggung jawab bersama dalam menerapkan semua aspek yang berkaitan dengan mutu.

CPOB menyatakan bahwa jumlah karyawan di semua tingkatan hendaklah memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang sesuai dengan tugasnya. Selain itu karyawan juga harus memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik sehingga mampu melaksanakan tugasnya dan mempunyai sikap dan kesadaran tinggi untuk mewujudkan CPOB.

Untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan CPOB maka karyawan tersebut hendaknya dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya maupun prinsip mengenai CPOB. Dimana pelatihan tersebut dilakukkan secara berkesinambungan dan diikuti oleh seluruh atau sebagian karyawan. Setelah pelatihan dilakukan evaluasi dan dilakukan penilaian apakah terjadi peningkatan kerja karyawan. Jumlah karyawan pun harus cukup tersedia untuk melaksanakan pekerjaan yang diperlukan dalam rangka mencapai kualitas obat yang diharapkan.


(20)

3. Bangunan

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya kekeliruan, pencemaran-silang dan kesalahan lain dan memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.

Di dalam menentukan rancang bangun dan tata letak ruang hendaklah dipertimbangkan kesesuaian dengan kegiatan lain, tata letak ruang produksi agar mengikuti urutan tahap produksi, luasnya ruang kerja yang memungkinkan penempatan peralatan dan terlaksananya kegiatan, dan pencegahan terjadinya penggunaan kawasan produksi sebagai lalu lintas umum bagi karyawan atau bahan-bahan ataupun sebagai tempat penyimpanan kecuali untuk bahan-bahan yang sedang dalam proses.

Persyaratan rancang bangun yang perlu diperhatikan pada suatu industri farmasi adalah sebagai berikut :

a. Mengikuti alur kerja produksi yang bertujuan untuk mencegah terlewatnya salah satu rangkaian produksi, memudahkan pengawasan, mencegah kontaminasi silang dan terhambatnya arus kegiatan.

b. Luas ruangan kerja memadai, sehingga penempatan peralatan dan bahan-bahan dapat teratur dan memungkinkan terlaksananya kegiatan, kelancaran arus kerja, arus barang, arus komunikasi dan pengawasan yang efektif.


(21)

c. Pencegahan terjadinya penggunaan kawasan produksi sebagai tempat lalu lintas umum atau sebagai tempat penyimpanan, kecuali untuk bahan-bahan yang sedang dalam proses.

d. Tersedianya ruangan terpisah untuk membersihkan peralatan dan untuk menyimpan bahan pembersih.

e. Kamar ganti dan tempat penyimpanan pakaian berhubungan langsung dengan daerah pengolahan tetapi terpisah dari daerah produksi.

f. Toilet tidak terbuka langsung ke daerah produksi, tetapi letaknya terpisah dan dilengkapi dengan ventilasi yang baik.

g. Konstruksi bangunan hendaklah kokoh, kedap air dan dapat melindungi dari pengaruh cuaca dan pengaruh lainnya, seperti masuk serta bersarangnya hewan.

h. Permukaan bagian dalam ruangan (dinding, lantai, langit-langit, pintu dan jendela) hendaklah rata dan halus, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka, mudah dibersihkan, tahan desinfektan dan tidak merupakan tempat pertumbuhan mikroorganisme. Sudut-sudut antar dinding, lantai dan langit-langit di daerah kritis hendaklah berbentuk lengkungan.

i. Saluran air limbah hendaklah cukup besar dan memiliki bak kontrol serta ventilasi yang baik.

j. Bangunan harus dilengkapi dengan penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi dengan sistem pengendalian udara untuk mencegah kontaminasi silang. Pemasangan pipa dan instalasi lain di daerah produksi haruslah tidak menimbulkan lubang yang dalam, yang sulit dibersihkan dan sedapat mungkin dipasang di luar daerah produksi.


(22)

k. Daerah penyimpanan bahan hendaklah cukup luas, terang serta ditata dan dilengkapi sedemikian rupa untuk memungkinkan penyimpanan bahan dan produk dalam keadaan kering, bersih dan teratur. Daerah penyimpanan ini hendaknya cocok untuk melaksanakan pemisahan bahan awal dan bahan pengemas yang dikarantina, diluluskan, ditolak serta produk kembalian. Hendaknya disediakan daerah khusus untuk penyimpanan bahan yang mudah terbakar, yang mudah meledak, yang sangat beracun, narkotika dan obat berbahaya lainnya.

4. Peralatan

Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuia desain serta seragam dai bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan.

Peralatan yang digunakan untuk pembuatan obat harus memiliki rancang bangun dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan secara tepat, sehigga mutu yang dirancang bagi tiap produksi obat terjamin secara seragam dari bets ke bets, selain itu hendaklah mudah dibersihkan baik bagian dalam maupun bagian luar.

Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji dan mencatat hendaklah diperiksa ketelitiannya secara teratur, serta dikalibrasi sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Perawatan juga hendaklah dilakukan menurut jadwal yang tepat agar tetap berfungsi dengan baik.

Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan baku, produk antara, produk ruahan atau produk jadi tidak boleh bereaksi, mengadisi atau


(23)

mengabsorbsi, yang dapat mengubah identitas, mutu atau kemurniannya di luar batas yang telah ditentukan.

5. Sanitasi dan Higiene

Sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya higiene. Dimana higiene merupakan kondisi yang memenuhi syarat kesehatan. Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan sumber lain yang menjadi pencemar pada produk. Sumber pencemaran hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.

Sanitasi terhadap personalia antara lain kebersihan dan higiene bagi semua karyawan yang berhubungan dengan proses pembuatan oleh karyawan yang ditugaskan bekerja di daerah bersih dan daerah steril hendaklah diseleksi dengan seksama untuk memastikan ketaatan terhadap disiplin yang berlaku dan tidak mengidap penyakit ataupun membawa bahaya mikrobiologi yang tidak normal terhadap produk atau bahaya lainnya. Oleh karena itu, karyawan harus selalu menjalani pemeriksaan kesehatan dan hendaklah mengenakan pakaian kerja yang bersih sesuai dengan tugas yang mereka laksanakan termasuk penutup kepala yang memadai, masker dan sarung tangan.

Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat-obatan hendaklah memiliki konstruksi dan rancangan yang sesuai untuk memudahkan pelaksanaan sanitasi yang baik dan dilengkapi dengan fasilitas yang memadai seperti toilet,


(24)

bahan fumigasi dan lain-lain. Untuk itu perlu ada prosedur tertulis untuk sanitasi bangunan dan fasilitasnya yang memaparkan secara terperinci jadwal serta metode pembersihan meliputi peralatan dan bahan yang akan digunakan, penanganan terhadap air limbah, sampah dan bahan buangan lainnya.

Sanitasi terhadap perlengkapan dan wadah bahan produksi juga dilakukan. Untuk itu perlu adanya prosedur tertulis mengenai pelaksanaan pembersihan peralatan pokok serta meyakinkan bahwa wadah bekas produksi bets sebelumnya sudah dibersihkan. Keefektifan pembersihan dan pencucian yang dilaksanakan berdasarkan prosedur yang ditetapkan hendaklah divalidasi secara kimiawi dan mikrobiologi.

Prosedur sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa hasil penerapan prosedur yang bersangkutan cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan.

6. Produksi

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan, dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyartan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi).

Tahapan produksi meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Bahan awal

Setiap bahan awal, sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan, hendaklah memenuhi spesifikasi bahan awal yang sudah ditetapkan dan diberi label dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi. Persediaan bahan awal hendaklah diperiksa dalam selang waktu tertentu. Bahan awal yang cenderung


(25)

rusak atau turun potensinya atau aktifitasnya selama dalam penyimpanan hendaknya ditandai secara jelas, disimpan terpisah dan secepatya dimusnahkan atau dikembalikan kepada pemasok.

b. Validasi proses

Semua prosedur produksi hendaklah divalidasi dengan tepat. Validasi hendaklah dilaksanakan menurut prosedur yang telah ditentukan dan catatan hasilnya disimpan dengan baik. Perubahan penting dalam proses, peralatan atau bahan harus divalidasi ulang untuk menjamin bahwa perubahan tersebut tetap menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. c. Sistem penomoran Bets dan Lot

Sistem ini diperlukan untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan atau produk jadi suatu bets atau lot dapat dikenali dengan nomor bets atau lot tertentu dan tidak digunakan secara berulang.

d. Penimbangan dan penyerahan

Penimbangan, atau penghitungan dan penyerahan bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan perlu didokumentasikan secara lengkap.

e. Pengolahan

Semua bahan dan peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan hendaklah diperiksa terlebih dahulu. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur tertulis yang telah ditentukan. Bahan yang dapat diolah ulang melalui prosedur tertentu yang disahkan serta hasilnya memenuhi persyaratan spesifikasi yang ditentukan dan tidak mempengaruhi mutu dimana semua proses pengolahan ulang hendaklah disahkan dan


(26)

didokumentasikan. Pencegahan pencemaran silang dilakukan untuk setiap pengolahan.

f. Pengemasan

Kegiatan pengemasan berfungsi membagi-bagi dan mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Proses pengemasan dilaksanakan dibawah pengawasan ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan kualitas barang yang sudah dikemas. Obat yang sudah dikemas hendaklah dikarantina sambil menungu pelulusan dari bagian pengawasan mutu.

g. Obat kembalian

Produk jadi yang dikembalikan dari gudang pabrik, misal karena label atau kemasan luar kotor atau rusak dapat diberi label kembali atau diolah ulang ke bets berikutnya asalkan tidak ada resiko terhadap mutu produk. Produk jadi yang dikembalikan dari peredaran dan sudah lepas dari pengawasan pabrik pembuat dapat dipertimbangkan untuk dijual kembali, diberi label kembali atau diolah ulang ke bets berikutnya hanya setelah dievaluasi secara kritis oleh bagian pengawasan mutu.

h. Karantina produk jadi dan penyerahan ke gudang produk jadi

Karantina produk jadi merupakan titik akhir pengawasan sebelum produk jadi diserahkan ke gudang dan siap didistribusikan. Setelah bagian pengawasan mutu meluluskan suatu bets atau lot, produk jadi tersebut hendaklah dipindahkan dari daerah karantina ke tempat gudang produk jadi.

i. Pengawasan distribusi produk jadi

Sistem distribusi hendaknya dirancang dengan tepat sehingga menjamin produk jadi yang pertama masuk didistribusikan terlebih dahulu.


(27)

j. Penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi Bahan disimpan rapi dan teratur untuk mencegah risiko tercampur baur atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan.

k. Perjanjian kontrak

Pembuatan obat berdasarkan kontrak berarti pembuatan sebagian atau keseluruhan dari suatu obat oleh satu atau lebih pabrik (disebut penerima kontrak) untuk kepentingan pihak lain (disebut pemberi kontrak). Pemberi kontrak hendaklah memastikan bahwa penerima kontrak telah memiliki izin operasional dan sertifikat CPOB yang sesuai dengan bentuk sediaan obat yang akan dikontrakan.

l. Pencemaran

Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap suatu obat harus dihindari. Perhatian khusus diberikan pada masalah pencemaran silang, karena menunjukkan pelaksanaan pembuatan obat tidak sesuai CPOB.

7. Pengawasan Mutu

Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan Obat yang Baik, untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan mutu tidak hanya terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk.


(28)

Pengawasan Mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analitis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk serta metode pengujiannya.

8. Inspeksi Diri

Inspeksi diri bertujuan untuk melakukan penilaian apakah seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu selalu memenuhi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Dengan melakukan inspeksi diri dapat diketahui kekurangan atas pemenuhan CPOB, baik kritis yang berdampak besar maupun yang berdampak kecil.

Penilaian terhadap kekurangan atas pemenuhan CPOB adalah : a. Kritis (C)

Adalah kekurangan yang mempengaruhi mutu obat dan berdampak fatal terhadap kesehatan konsumen sampai kematian. Contoh: Pencemaran silang bahan atau produk, air murni atau air untuk injeksi tercemar.

b. Berdampak Besar (M)

Adalah kekurangan yang mempengaruhi mutu obat tetapi tidak berdampak fatal terhadap kesehatan konsumen. Contoh: Peralatan ukur utama tidak dikalibrasi atau diluar batas kalibrasi, penyimpangan dalam proses tidak didokumentasi dengan benar.


(29)

Adalah kekurangan yang kecil pengaruhnya terhadap mutu obat dan tidak berdampak terhadap kesehatan konsumen. Contoh: Pembersihan gudang tidak sesuai jadwal, catatan ditulis dengan pensil.

Untuk mendapatkan standar inspeksi diri yang minimal dan seragam, perlu adanya daftar pemeriksaan yang berisi hal-hal yang diinspeksi meliputi karyawan, sarana, gudang bahan baku dan bahan pengemas, ruang timbang dan penyerahan, produksi, daerah pengisian, penandaan dan pengemasan, gudang produk jadi, pengawasan mutu, pemeliharaan gedung dan peralatan, dokumentasi dan rekayasa/teknik.

Tim inspeksi diri minimal 3 orang ahli dibidang yang berlainan dan paham mengenai CPOB. Anggota tim bisa berasal dari lingkungan perusahaan atau dari luar perusahaan dan bebas dalam memberikan penilaian.

9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian

Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat, dapat bersumber dari dalam maupun dari luar industri, dan memerlukan penanganan serta pengkajian secara teliti.

Produk kembalian adalah produk jadi yang telah keluar dari industri atau beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri karena kerusakan, daluwarsa atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, kemanan obat serta kesalahan administratif yang menyangkut jumlah dan jenis.

Penarikan kembali produk jadi berupa penarikan kembali satu atau beberapa bets atau seluruh produk jadi tertentu dari semua mata rantai distribusi. Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan adanya produk yang tidak


(30)

memenuhi persyaratan kualitas atau atas dasar pertimbangan adanya efek yang merugikan kesehatan, sehingga produk tidak layak untuk diedarkan. Keputusan ini dapat bersumber dari OPO (Otoritas Pengawasan Obat) atau dari industri.

Keluhan dan laporan dapat menyangkut kualitas, efek samping yang merugikan atau masalah medis lainnya. Semua keluhan dan laporan hendaklah diselidiki dan dievaluasi serta diambil tindak lanjutnya yang sesuai.

Prosedur dalam menghadapi keluhan terutama tentang kualitas produk adalah sebagai berikut:

a. Membuat laporan keluhan yang lengkap

b. Menetapkan karyawan yang ditugaskan untuk menangani keluhan

c. Melakukan evaluasi dan penelitian dokumen pembuatan dan pengkajian arsip bets yang bersangkutan

d. Bila perlu melakukan pengujian dan penelitian laboratorium e. Melaporkan hasil evaluasi dan penelitian

f. Menetapkan tindakan selanjutnya yang meliputi penarikan kembali obat dari pasaran, penghentian peredaran, perbaikan-perbaikan yang diperlukan atau melakukan penghentian produksi dan peredaran produk jadi yang bersangkutan.

10. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan bagian essensial dalam mengoperasikan suatu industri farmasi agar dapat memenuhi persyaratan CPOB. Sistem dokumentasi yang dirancang atau digunakan hendaklah mengutamakan tujuannya, yaitu menentukan, memantau dan mencatat seluruh aspek produksi serta pengendalian dan pengawasan mutu. Untuk memenuhi kebutuhan ini ada berbagai jenis


(31)

dokumen yang diperlukan, antara lain Spesifikasi Dokumen Produksi Induk/Formula Pembuatan. Prosedur Tetap (Protap), metode dan instruksi, laporan dan catatan, yang semuanya harus tersedia secara tertulis, dapat dibaca dan dipahami dengan mudah dan bebas dari kekeliruan.

Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap tugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakan sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena mengandalkan komunikasi lisan saja. Sistem dokumentasi hendaklah menggambarkan riwayat lengkap dari setiap bets atau lot suatu produk jadi dari awal sampai akhir. Sistem dokumentasi digunakan pula dalam pemantauan dan pengendalian, misalnya kondisi lingkungan, perlengkapan dan personalia.

Dokumentasi meliputi spesifikasi bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, dokumen produksi, dokumen pengawasan mutu, dokumen penyimpanan dan distribusi, dokumen pemeliharaan, pembersihan dan pemantauan kondisi ruangan dan peralatan, dokumen penanganan keluhan terhadap obat, penarikan kembali obat, obat kembalian dan pemusnahan obat, dokumen untuk peralatan khusus, prosedur dan catatan inspeksi diri, dan pedoman dan catatan pelatihan CPOB bagi karyawan.

11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat


(32)

secara jelas untuk menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).

Sebelum surat perjanjian kontrak ditandatangani hendaklah Pemberi Kontrak mengaudit calon Penerima Kontrak dengan menggunakan daftar periksa yang dapat menyimpulkan bahwa calon Penerima Kontrak dapat melakukan pekerjaan pembuatan produk yang akan dikontrakkan dengan memuaskan.

Kontrak dibuat antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak dengan menetapkan tanggung jawab masing-masing pihak yang berhubungan dengan produksi dan pengendalian mutu produk. Aspek teknis dari kontrak hendaklah dibuat oleh personil yang kompeten, yang mempunyai pengetahuan yang sesuai dibidang teknologi farmasi, analisis dan Cara Pembuatan Obat yang Baik. Semua pengaturan pembuatan dan analisis harus sesuai dengan izin edar dan disetujui oleh kedua belah pihak.

12. Kualifikasi dan Validasi

Semua perangkat keras dan lunak yang digunakan dalam proses pembuatan obat hendaklah divalidasi. Kegiatan validasi meliputi kualifikasi (personil, peralatan dan sistem), kalibrasi (instrumen dan alat ukur), dan validasi (prosedur dan proses).

CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan


(33)

kajian resiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.

a. Kualifikasi

Kegiatan kualifikasi bertujuan untuk mendokumentasikan dan menjamin bahwa alat/sistem yang dikualifikasi sesuai dengan desain yang diinginkan, dirakit/dipasang sesuai dengan spesifikasi, dapat beroperasi sesuai dengan petunjuk pengoperasian dan memberikan kinerja yang sesuai dengan pengadaan alat/sistem.

Adapun kriteria alat yang harus dikualifikasi, yaitu sebagai berikut :

1. Alat yang berpengaruh langsung terhadap mutu produk yang menggunakan alat tersebut.

2. Alat yang memerlukan tingkat stabilitas yang tinggi, diperlukan kualifikasi (paling tidak kualifikasi operasi, dan kualifikasi kinerja) pada jangka waktu tertentu untuk menjamin bahwa kualifikasi operasi dan kualifikasi kinerja masih sesuai dengan ketentuan.

3. Alat yang dalam operasinya mensyaratkan satu hasil kinerja tertentu dan harus tercapai dalam pemakaian alat untuk produksi (contoh : oven, otoklaf, dan lain-lain.

4. Apabila ada keraguan apakah alat masih menunjukkan operasi atau kinerja seperti yang disyaratkan.

Dalam pelaksanaan kualifikasi, terlebih dahulu dibuat suatu protokol kualifikasi. Protokol tersebut harus disetujui oleh pihak-pihak yang berkepentingan sebelum pelaksanaan kualifikasi. Protokol harus memuat segala prosedur yang dibutuhkan untuk melaksanakan kualifikasi. Hasil dari kualifikasi


(34)

dimuat dalam laporan kualifikasi, laporan ini juga memuat kesimpulan apakah peralatan memenuhi persyaratan kualifikasi atau tidak.

Kualifikasi terdiri dari beberapa tahap, yaitu :

1. Kualifikasi Rancangan atau Design Qualification (DQ).

Yaitu tindakan pembuktian terdokumentasi bahwa spesifikasi teknik peralatan yang dipakai telah memenuhi rancangan untuk proses pembuatan,

pemeriksaan, dan sesuai dengan persyaratan CPOB terbaru. 2. Kualifikasi Instalasi atau Installation Qualification (IQ).

Yaitu tindakan pembuktian terdokumentasi bahwa bangunan, peralatan penunjang (utility) atau peralatan untuk proses pembangunan telah dibangun atau dipasang sesuai dengan spesifikasi rancangannya.

3. Kualifikasi Operasi atau Operational Qualification (OQ).

Yaitu tindakan pembuktian terdokumentasi bahwa bangunan, sarana penunjang (utility) dan peralatan untuk proses produksi beroperasi sesuai dengan spesifikasi rancangannya.

4. Kualifikasi Kinerja atau Performance Qualification (PQ).

Yaitu tindakan pembuktian terdokumentasi bahwa pabrik, sistem, atau peralatan beroperasi secara konsisten dan akan selalu menghasilkan suatu produk yang memenuhi spesifikasi atau kualitas yang telah ditetapkan sebelumnya.

b. Validasi

Validasi merupakan suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau


(35)

mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan.

Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. Validasi terdiri dari :

1. Validasi Proses

Berlaku untuk pembuatan sediaan obat, yang mencakup validasi (initial

validation) proses baru, validasi bila terjadi perubahan proses dan validasi

ulang. Pada umumnya validasi proses dilakukan sebelum produk dipasarkan (Validasi Prosfektif), validasi dapat juga dilakukan selama proses produksi rutin dilakukan (Validasi Konkuren). Proses yang sudah berjalan hendaklah juga divalidasi (Validasi Retrospektif).

2. Validasi Pembersihan

Validasi pembersihan hendaklah dilakukan untuk konfirmasi efektivitas prosedur pembersihan. Penentuan batas kandungan residu suatu produk, bahan pembersih dan pencemaran mikroba, secara rasional hendaklah didasarkan pada bahan yang terkait dengan proses pembersihan. Batas tersebut hendaklah dapat dicapai dan diverifikasi. Hendaklah digunakan metode analisa tervalidasi yang memiliki kepekaan untuk mendeteksi residu atau cemaran. 3. Validasi Metode Analisa

Tujuan validasi metode analisa adalah untuk mengetahui bahwa metode analisa sesuai dengan tujuan penggunaannya.

Metode analisa hendaklah jelas dan mudah dimengerti karena hal ini akan menentukan karakteristik validasi yang perlu dievaluasi. Karakteristik validasi


(36)

yang umumnya perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : akurasi, presisi, ripitabilitas, intermediate precision, spesifisitas, batas deteksi, batas kuantisasi, linieritas, dan rentang.

2.7 PIC/S (Pharmaceutical Inspection Co-Operation Scheme)

Pharmaceutical Inspection Convention dan Pharmaceutical Inspection

Co-operation Scheme (disebut sebagai PIC/S) adalah dua instrumen internasional

antar negara dan merupakan otoritas inspeksi farmasi, yang bersama-sama aktif dalam melaksanakan konstruksi di bidang GMP (Good Manufacturing Practice). Misi dari PIC/S adalah “Untuk Memimpin Pembangunan Internasional, Implementasi dan Pemeliharaan yang harmonis dari Good Manufacturing

Practice (GMP) dan Sistem Standar Mutu Dalam Bidang Produk Obat.”

Hal ini akan dicapai dengan mengembangkan dan mempromosikan standar GMP dan dokumen standar, pelatihan analis, menilai (dan menilai kembali) inspeksi, dan memfasilitasi kerjasama dan jaringan untuk pihak yang berwewenang dan organisasi internasional. Saat ini ada 37 partisipan yang berwenang di PIC/S.

PIC (Pharmaceutical Inspection Convention) didirikan pada bulan Oktober 1970 oleh EFTA (European Free Trade Association). Anggota awal PIC terdiri dari 10 negara anggota EFTA pada waktu itu, yaitu. Austria, Denmark, Finlandia, Islandia, Liechtenstein, Norwegia, Portugal, Swedia, Swiss dan Kerajaan Inggris. Keanggotaan PIC kemudian diperluas untuk mencakup Hungaria, Irlandia, Rumania, Jerman, Italia, Belgia, Perancis dan Australia. Disadari di awal 1990-an karena suatu ketidaksesuaian antara Konvensi dan


(37)

hukum Eropa, sehingga tidak mungkin bagi negara-negara baru untuk diakui sebagai anggota PIC. Australia adalah negara terakhir yang mampu menjadi anggota dari PIC pada Januari 1993. PIC dan PIC/S, secara bersama beroperasi secara paralel dan bergabung menjadi PIC/S.

Sebelum suatu negara menjadi anggota PIC/S, penilaian dilakukan untuk menentukan apakah negara tersebut memiliki peraturan dan kompetensi yang diperlukan sesuai dengan ketentuan PIC/S.

Penilaian yang dilakukan oleh delegasi PIC/S ini melibatkan pemeriksaan otoritas dan sistem lisensi, sistem mutu, persyaratan, pelatihan, dan untuk mengamati pelaksanaan GMP secara aktual.

Tujuan dari PIC/S, dengan memberikan perhatian terhadap kesehatan masyarakat, adalah:

a. Kesamaan pengakuan inspeksi sesama anggota

b. Harmonisasi persyaratan GMP (Good Manufacturing Practice) c. Kesamaan sistem inspeksi

d. Pelatihan inspektor

e. Pertukaran informasi sesama anggota f. Kepercayaan sesama anggota

Manfaat PIC/S terhadap industri farmasi adalah: a. Mengurangi duplikasi pemeriksaan

b. Penghematan biaya c. Ekspor fasilitasi


(38)

BAB III

PERAN APOTEKER DI INDUSTRI FARMASI

3.1 Kompetensi Apoteker di Industri Farmasi

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 yang mengatur tentang pekerjaan kefarmasian, di bagian ketiga yaitu tentang pekerjaan kefarmasian dalam produksi sediaan farmasi, menyebutkan bahwa industri farmasi harus memiliki setidaknya 3 (tiga) orang apoteker sebagai penanggung jawab masing-masing pada bidang pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu setiap produksi sediaan farmasi. Untuk memenuhi tuntutan peran apoteker di industri farmasi, maka seorang apoteker harus memiliki beberapa kompetensi antara lain :

1. Mampu melaksanakan fungsi pendaftaran produk jadi secara efektif, terutama dalam hal pengisian formulir kelengkapan pendaftaran.

2. Mampu berpartisipasi dalam mengembangkan senyawa/bahan aktif terapeutik atau eksipien baru yang lebih baik/aktif.

3. Mampu berpartisipasi dan berkontribusi dalam pengembangan formula sediaan obat, pilot plant dan up-scaling.

4. Mampu berpartisipasi dalam pengembangan spesifikasi bahan (bahan awal maupun produk jadi), metode analisis, prosedur pengujian untuk bahan awal, produk jadi dan kemasan.

5. Mampu melaksanakan produksi sediaan obat sesuai dengan CPOB dan ketentuan lain dalam rangka menghasilkan produk yang baik/bermutu tinggi.


(39)

6. Mampu melakukan pengendalian secara teknis operasi/proses manufaktur atau pembuatan sediaan obat.

7. Mampu melaksanakan fungsi pengawasan mutu bahan awal dan sediaan obat sesuai dengan cara laboratorium yang baik (Good Laboratory Practice) dan CPOB untuk menjamin mutu produk yang akan dipasarkan serta untuk menjamin kesehatan dan keselamatan kerja.

8. Mampu melakukan pengemasan produk dengan bahan pengemas yang sesuai. 9. Mampu merancang dan melakukan uji stabilitas dan berbagai perhitungan

untuk menentukan kondisi penyimpanan produk yang tepat serta waktu kadaluarsa produk.

10.Mampu berpartisipasi dan berkontribusi dalam uji klinik obat baru.

11.Mampu melaksanakan pemeriksaan/pengujian yang sesuai untuk keperluan perbaikan mutu produk dan proses yang sudah ada.

12.Mampu berpartisipasi dalam pelaksanaan validasi proses.

13.Mampu melaksanakan promosi dan penyampaian informasi kepada tenaga profesional kesehatan lain.

14.Mampu melaksanakan pengelolaan persediaan (inventory) yang efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan rutin industri dan yang menjamin pemeliharaan kualitas bahan selama penyimpanan sesuai dengan sifat bahan yang ada.

Peran apoteker di industri farmasi yang digariskan oleh World Health

Organization (WHO), yaitu Eight Star of Pharmacist yang meliputi :

1. Care Giver, apoteker sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk informasi obat,


(40)

dengan individu/kelompok di dalam industri (regulatory, QA/QC, produksi dan lain-lain) dan individu/kelompok di luar industri.

2. Decision maker, apoteker sebagai pengambil keputusan yang tepat untuk

mengefisienkan dan mengefektifkan sumber daya yang ada di industri.

3. Communicator, apoteker harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi

dengan baik secara lisan maupun tulisan.

4. Leader, apoteker sebagai pemimpin yang berani mengambil keputusan dalam

mengatasi berbagai permasalahan di industri dan memberikan bimbingan ke bawahannya dalam mencapai sasaran industri.

5. Manager, apoteker sebagai pengelola seluruh sumber daya yang ada di

industri farmasi dan mampu mengakumulasikannya untuk meningkatkan kinerja industri dari waktu ke waktu.

6. Long-life learner, apoteker belajar terus menerus untuk meningkatkan

pengetahuan dan kemampuan.

7. Teacher, bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan dan pelatihan

mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dunia industri kepada sejawat apoteker atau lainnya.

8. Researcher, apoteker sebagai peneliti yang harus selalu melakukan riset dan

mengetahui perkembangan obat baru yang lebih baik dan bermanfaat untuk kesehatan masyarakat.

3.2 Tugas Masing-masing Bagian Departemen di PT.Combiphar 3.2.1 Departemen Pengembangan Produk (Product Development)

Departemen Pengembangan Produk (Product Development/Prodev) merupakan bagian PT. Combiphar yang bertanggung jawab terhadap


(41)

pengembangan produk dan penyusunan formula. Prodev dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggungjawab langsung pada plant director. Manajer Pengembangan Produk membawahi 3 kepala unit yaitu: unit pengembangan formulasi (Formulation Development), unit pengembangan metode analisis (Analytical Development), dan unit pengembangan pengemas dan dokumentasi registrasi (Packaging Development and Registration Documentation). Masing-masing kepala unit tersebut dibantu oleh beberapa orang officer.

3.2.2 Departemen HRD-GA (Human Resourcement Development-General Affair)

Departemen HRD-GA dipimpin oleh seorang HRD & GA Manager. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya HRD & GA Manager Divisi Pabrik berkoordinasi dengan HRD & GA Manager Head Office.

Departemen HRD-GA merupakan suatu atap yang disanggah dengan menggunakan empat buah pilar. Keempat pilar tersebut diantaranya yaitu:

a. Requirement Management, yaitu mendapatkan orang yang tepat dilihat dari

kompetensi yang dimiliki dengan melihat perilaku (behavior) dan teknikal dari cara bekerja.

b. People Development Management, yaitu suatu sistem pengembangan

karyawan dengan cara membuat program-program training.

c. Performance Management, yaitu memperhatikan benefit dan performance

seseorang. Juga ikut andil dalam penyusunan training dengan melihat hasil training mana yang tercapai atau tidak. Performance Management memiliki dua jenis kunci yaitu Key Performance Indicator (KPI) dan Key Performance


(42)

d. Termination Management, yaitu melakukan pemutusan hubungan kerja bagi

para karyawan. Misalnya, karyawan dengan status kontrak atau karyawan tetap, karyawan yang mengalami perselisihan, atau hal lain yang dapat menyebabkan terjadinya keputusan pemutusan kerja.

Selain empat pilar tersebut, HRD-GA juga mempunyai dua fondasi diantaranya Reward Management yaitu pemberian suatu penghargaan atau hadiah bagi karyawan terbaik, dan Industrial Management yaitu yang berkaitan dengan pemerintah dan masyarakat.

3.2.3 Departemen Teknik

Departemen Teknik PT. Combiphar dipimpin oleh seorang Manajer yang dibantu oleh Kepala Unit Maintenance, Kepala Unit Utility dan Kepala Unit EHS (Environment, Health and Safety). Masing-masing Kepala Unit dibantu oleh beberapa orang Kepala Seksi dan Teknisi.

Unit Maintenance bertanggungjawab dalam perawatan dan perbaikan seluruh peralatan yang menunjang kegiatan di industri farmasi, diantaranya menjaga downtime dari mesin-mesin. Program yang dilakukan untuk menjalankan fungsinya ini adalah program Total Productive Maintenance yang terdiri dari : a. Breakdown maintenance

Breakdown maintenance merupakan perawatan yang tidak terjadwal atau tidak

terencana, yaitu tindakan perbaikan yang dilakukan hanya pada saat permasalahan timbul sebagai akibat kerusakan mesin.

b. Preventive maintenance

Preventive maintenance merupakan perawatan yang dilakukan sesuai dengan


(43)

kata lain, melakukan perawatan mesin untuk tujuan pencegahan kerusakan. c. Predictive Maintenance

Predictive maintenance merupakan perawatan yang dilakukan berdasarkan

prediksi, kapan suatu mesin atau komponen-komponennya memerlukan perawatan atau penggantian dengan komponen yang baru.

d. Proactive maintenance

Proactive maintenance merupakan perpaduan antara preventive maintenance

dan predictive maintenance. Dalam proactive maintenance, perawatan dilakukan berdasarkan prediksi dan bersifat terjadwal.

e. Autonomous maintenance

Autonomous maintenance menuntut keterlibatan semua pihak. Perawatan

mesin dilakukan mandiri oleh operator mesin produksi atau dalam arti lain operator produksi tidak saja menjalankan kegiatan produksi, tetapi juga dilibatkan dalam kegiatan perawatan sederhana seperti pengecekan harian, pelumasan, pengukuran dan pembersihan. Dengan demikian gejala kerusakan dapat dideteksi sedini mungkin, sehingga kerusakan dapat dicegah secara total.

Unit Utility bertanggungjawab untuk menjamin ketersediaan utilitas yang diperlukan dalam kegiatan di industri farmasi diantaranya HVAC, sistem air,

compressed air system, listrik, sistem uap (steam).

Unit EHS (Environtment, Health and Safety) bertanggungjawab untuk menjamin bahwa kegiatan yang dilakukan di industri farmasi telah memenuhi kaidah-kaidah K3L (Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan) sehingga tidak membahayakan lingkungan, penduduk sekitar, dan juga pegawai. Dengan


(44)

cara mengadakan program Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), membuat prosedur Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), melakukan pengecekan kebisingan, pengecekan emisi yang dibuang ke udara, dan sebagainya.

Penanganan air limbah oleh bagian teknik menggunakan sistem pengolahan secara fisika dan mikrobiologi dengan menggunakan bakteri aerob. Air limbah diolah secara fisik dan biologi secara berurutan. Proses biologi dilakukan secara aerob dengan suatu sistem kontak stabilisasi menggunakan mikroorganisme yang mampu untuk mendegradasi air limbah industri farmasi. Tahapan pengolahan air limbah yang dilakukan: prasedimentasi, ekualisasi, stabilisasi, aerasi, clarifier, carbon filter, kolam ikan.

3.2.4 Departemen Cost Accounting

Departemen ini dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggungjawab kepada Deputy Plant Director dan bertugas dalam pengelolaan keuangan dan akuntansi di divisi pabrik termasuk diantaranya adalah pembelian bahan baku dari

supplier dan pemasukan dari distributor.

Urusan pengeluaran biaya untuk gaji karyawan, pembelian bahan baku dan bahan kemas dari supplier di luar Bandung, biaya pengadaan peralatan dan bangunan, biaya pemasukan dari APL di luar Bandung dikelola oleh bagian keuangan di kantor pusat Jakarta.

3.2.5 Departemen SCM (Supply Chain Management)

Departemen ini dipimpin oleh seorang kepala bagian/manajer dan membawahi tiga unit yaitu: PPIC (Production Planning Inventory Control),


(45)

Warehouse and Distribution Unit, System Application and Product In Data

Processing (SAP) Unit. Penjelasan masing-masing bagian SCM sebagai berikut :

a. PPIC (Production Planning Inventory Control)

Kepala unit PPIC membawahi tiga seksi yaitu Production Planner,

Material Planner, dan Demand Planner. Production Planner bekerjasama dengan

bagian produksi bertugas merencanakan jadwal produksi dan menjamin produksi berjalan sesuai dengan apa yang sudah direncanakan. Material Planner bertugas untuk menjamin ketersediaan material produksi. Demand Planner bertugas mengelola penerimaan dan pengeluaran produk jadi ke distributor.

Pengadaan material dilakukan dengan menggunakan surat pesanan yang dibuat rangkap untuk bagian keuangan, bagian pembelian, dan bagian supply

chain. Pengaturan bahan baku dan bahan pengemas dilakukan oleh bagian

inventory control melalui SAP (System Application and Product in Data

Processing). Pengaturan ini secara kuantitas berdasarkan minimum order

quantity, permintaan dan stok yang ada. Selain itu juga berdasarkan waktu

produksi dan lead time dari pemasok bahan baku dan atau bahan pengemas. b. Warehouse and Distribution

Unit Warehouse and Distribution dipimpin oleh seorang kepala unit bertugas merencanakan, memonitor, mengevaluasi, serta mengkoordinir kegiatan pemenuhan ketetapan CPOB di gudang dan mengkoordinir penerimaan pesanan dari distributor serta pengirimannya ke distributor dari pihak ketiga. Gudang memiliki beberapa fasilitas yaitu: pemadam api, pest control, insect-o-cutor,


(46)

Unit Warehouse and Distribution terdiri dari: 1. Gudang Bahan Baku (Raw Material Warehouse)

2. Gudang Bahan Kemas dan Produk Solid (Packaging and Solid Product

Warehouse)

3. Gudang OBH dan Produk Liquid(OBH and Liquid Produk Warehouse). c. SAP dan Factory Information System (FIS)

Sistem SAP (System Application Program) digunakan untuk mengelola

Enterprise Resource Planning (ERP) di seluruh PT. Combiphar. System

Application Program (SAP) adalah sistem terintegrasi untuk mengelola seluruh

aktivitas perusahaaan termasuk keuangan, produksi, HRD-GA, marketing, supply

chain, logistik, dan lain-lain. Unit ini juga bertugas dalam Total Quality

Management yang bertujuan untuk mengatur agar segala hal yang dilakukan di

pabrik dapat senantiasa berjalan dengan baik. 3.2.6 Departemen Produksi

Departemen produksi dipimpin oleh manajer produksi yang bertanggung jawab dalam melaksanakan program yang menyangkut produksi suatu obat. Manajer produksi membawahi 2 asisten manajer yaitu asisten manajer solid dan asisten manajer liquid. Asisten manajer solid membawahi 7 seksi yaitu seksi

dispensing and solid mixing; tablet and coating; semisolid; capsul and solid

filling; primary packagin; repack-packing service; dan secondary packaging.

Asisten manajer liquid juga membawahi 7 seksi yaitu seksi OBH

dispensing-process-washing-filling; seksi OBH packaging I; seksi OBH

packaging II; seksi OBH packaging III; seksi liquid packaging service; dan seksi


(47)

Tugas pokok bagian produksi divisi pabrik PT. Combiphar antara lain adalah: 1. Melaksanakan kegiatan pengolahan dan pengemasan produk, mulai dari

penimbangan bahan baku hingga menjadi obat jadi, sesuai dengan jadwal produksi yang telah ditetapkan.

2. Menyusun rencana produksi mingguan bersama dengan bagian supply chain. 3. Melaksanakan pembuatan produk baru skala produksi bersama dengan bagian

product development.

4. Melaksanakan upaya-upaya peningkatan efisiensi proses produksi. 5. Menjamin penerapan CPOB di lingkungan bagian produksi. 3.2.7 Departemen QAO (Quality Assurance Operation)

Departemen QAO membawahi unit QC (Quality Control) dan unit QAS (Quality Assurance Service), masing-masing dikepalai oleh manajer. Terdapat juga unit GMP Compliance yang berkoordinasi dengan QAO Manajer

a. Bagian Quality Control (QC)

Quality Control dipimpin oleh manajer QC yang bertanggung jawab

terhadap:

1. Bahan awal untuk produksi obat harus memenuhi spesifikasi yang ditetapkan untuk identitas, kekuatan, kemurnian, dan keamanannya.

2. Tahapan produksi telah dilaksanakan sesuai prosedur yang ditetapkan. 3. Semua pengawasan selama proses dan pemeriksaan laboratorium terhadap

suatu batch obat.

4. Suatu batch obat memenuhi persyaratan mutunya selama peredaran yang ditetapkan.


(48)

1. Seksi pemeriksaan bahan awal dan mikrobiologi. 2. Seksi pemeriksaan obat jadi dan IPC.

b. Quality Assurance Service (QAS)

Unit ini dipimpin oleh seorang manajer yang membawahi 2 farmasis yaitu

Quality Service (QS) Pharmacist yang menangani complaint, product recall,

return product, APR (Annual Product Review) dan penyimpangan/deviasi dan QS

Pharmacist yang menangani dokumentasi dan Change Control.

c. Unit GMP Compliance

Unit GMP Compliance dipimpin oleh seorang asisten manajer. Unit

GMPC berada dibawah pimpinan QAS manajer dan mempunyai garis koordinasi langsung terhadap QAO manajer. Unit ini memiliki tugas antara lain:

a. Melakukan audit internal dan audit eksternal.

Kegiatan ini dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan kinerja karyawan dan kualitas produk. Audit eksternal terdiri dari 4 jenis, yaitu audit

supllier/vendor, audit Manufacturing Toll Out, audit distributor, dan audit

laboratorium luar (analisis dan kalibrasi). Audit internal dibagi menjadi 4 level, yaitu:

1. Audit level 1 2. Audit level 2 3. Audit level 3 4. Audit level 4

b. Melakukan pemantauan terhadap udara ruang produksi, alat, dinding, lantai dan persosnil ruang produksi saat produksi sedang berjalan atau saat at rest; air murni; compressed air, dan pemantauan air limbah.


(49)

c. Melakukan training berupa GMP training dan non-GMP training. d. Melakukan kalibrasi dan kualifikasi peralatan dan instrumen QA.

e. Menangani Pest control, yaitu pemantauan terhadap hama di lingkungan pabrik.


(50)

BAB IV PEMBAHASAN

PT. Combiphar telah memperoleh sertifikat CPOB sebanyak 22 sertifikat sejak tahun 1991 sampai sekarang. Hal tersebut menjadi bukti bahwa CPOB telah diterapkan dalam setiap aspek produksinya. Berdasarkan regulasi BPOM yang terbaru mengenai mapping industri farmasi, PT. Combiphar termasuk dalam industri farmasi golongan A, dimana industri tersebut dapat memproduksi dan mengekspor produk ke luar negeri. Menjelang era globalisasi, PT. Combiphar berusaha meningkatkan kualitasnya dan tengah berkonsentrasi untuk mendapatkan sertifikasi dari TGA (Therapeutic Good Administration) Australia dan PIC/S (Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme) Eropa. Kedua sertifikasi ini sangat penting dan dapat menjadi bentuk pengakuan Internasional terhadap kualitas produk-produk yang dihasilkan PT. Combiphar.

Hal di atas merupakan bukti bahwa PT. Combiphar terus-menerus melakukan perbaikan dan pengembangan perusahaannya agar dapat memenuhi kebutuhan pasar sekaligus mewujudkan misinya yaitu memberikan kontribusi untuk meningkatkan kualitas hidup.

Mutu suatu produk tidak ditentukan berdasarkan pemeriksaan (analisis) produk akhir, namun mutu harus dibentuk ke dalam produk (Build in Quality) selama keseluruhan proses pembuatan. Hal ini tertuang dalam 12 aspek dalam CPOB yang mencakup manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan


(51)

produk kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, serta kualifikasi dan validasi.

4.1 Manajemen Mutu

Sistem manajemen mutu telah dijalankan yang baik oleh PT. Combiphar berdasarkan CPOB dan juga telah melakukan pengkajian mutu produk secara berkala melalui suatu program yang disebut Annual Product Review (APR). Pengkajian mutu secara berkala dilakukan terhadap semua obat terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan baku, bahan pengemas dan obat jadi. Pengkajian mutu produk ini didokumentasikan kemudian dievaluasi untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan tindakan perbaikan atau pencegahan. Dalam menjalankan sistem pemastian mutu PT. Combiphar didukung dengan tersedianya personil yang berkompeten, bangunan, sarana serta peralatan yang memadai. Terlihat bahwa PT. Combiphar adalah perusahaan yang mengutamakan mutu dan menerapkan pemastian mutu secara konsisten. Selain berpedoman pada CPOB, PT. Combiphar juga mengadopsi standar dari ISO 9001:2000 sebagai acuan manajemen mutu.

4.2 Personalia

PT. Combiphar berusaha menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai dan telah melakukan pembagian tugas, tanggung jawab dan kewenangan yang jelas dalam struktur organisasinya agar dapat dihasilkan kinerja perusahaan yang optimal. Pembagian tugas setiap departemen, unit, hingga seksi telah ditetapkan dan hal ini tergambar pada job description untuk masing-masing


(52)

posisi. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan CPOB agar masing-masing bagian dapat menjalankan tugasnya secara efektif, dan tidak tumpang tindih.

Di PT. Combiphar, posisi kepala departemen produksi, kepala departemen penjaminan mutu (QA), kepala unit Quality Control (QC), kepala departemen

Supply Chain Management, kepala departemen pengembangan produk dijabat

oleh apoteker. Dimana apoteker merupakan personil kunci yang tepat pada posisi tersebut dan merupakan seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi.

Peningkatan kualitas sumber daya manusia di PT. Combiphar sangat diutamakan melalui program-program pelatihan internal maupun eksternal. Pelatihan tersebut berupa pelatihan CPOB/GMP maupun non-CPOB/GMP. Pelatihan tentang CPOB/GMP dilakukan terjadwal setiap tahun oleh unit GMP

compliance. Pelatihan non-CPOB/GMP dapat berupa training skill (penggunaan

instrument seperti HPLC, spektrofotometer), training K3, 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin) / 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke). Pelatihan-pelatihan di PT. Combiphar dilakukan secara berkesinambungan dan efektivitas penerapannya dinilai secara berkala. Penilaian dapat dilakukan dengan cara tes tertulis untuk pelatihan yang bersifat informatif dan evaluasi lapangan untuk pelatihan yang bersifat aplikatif.

Industri farmasi merupakan industri yang berhubungan langsung dengan bahan obat, pelarut kimia, dan zat berbahaya sehingga beresiko tinggi terhadap karyawannya. Oleh karena itu, PT. Combiphar memberikan perhatian terhadap kesehatan para karyawan, dengan melakukan General Check Up yang dilakukan rutin setiap tahun bagi seluruh karyawan. PT. Combiphar juga memberikan tunjangan kesehatan, serta melengkapi fasilitas pabrik dengan klinik kesehatan,


(53)

alat-alat keselamatan kerja dan peralatan P3K untuk mengantisipasi gangguan kesehatan yang mungkin dialami oleh para karyawan.

4.3 Bangunan dan Fasilitas

Bangunan di PT. Combiphar sudah disesuaikan dengan ketentuan CPOB. Di dalam CPOB dijelaskan bahwa bangunan pengawasan mutu, pemastian mutu, departemen teknik dan sarana pendukung lain seperti generator dan instalasi pengolahan limbah harus terpisah dari bangunan produksi. Bangunan di PT. Combiphar memiliki desain, konstruksi, serta letak yang memadai agar memudahkan pelaksanaan kerja, pembersihan, dan pemeliharaan.

Lokasi bangunan PT. Combiphar ditata sedemikian rupa sehingga tidak terjadi pencemaran yang dapat mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan. Lokasi gedung terlindung dari pengaruh cuaca, banjir, maupun rembesan melalui tanah dan terbebas dari masuk dan bersarangnya binatang pengerat, kutu, atau serangga sehingga aman dari kemungkinan terjadinya pencemaran dari lingkungan sekeliling gedung.

Bangunan dan fasilitas PT. Combiphar dirawat dengan baik. Beberapa bangunan termasuk area produksi, penyimpanan, koridor, dan lingkungan sekeliling bangunan dirawat dalam kondisi bersih dan rapi. Kegiatan seperti penerimaan bahan, karantina barang masuk, penyimpanan bahan awal dan bahan pengemas, penimbangan dan penyerahan bahan atau produk, pengolahan, dan pencucian dilakukan pada area yang telah ditentukan. Bangunan telah memilki penerangan yang cukup, sistem tata udara yang sesuai dan tenaga listrik yang memadai pada masing-masing ruangan untuk menjamin kelancaran kegiatan.


(54)

Laboratorium pengawasan mutu didesain sesuai kegiatan yang dilakukan. Luas ruangan telah memadai untuk mencegah campur baur dan pencemaran silang. Laboratorium pengawasan mutu juga memiliki ruangan khusus yang dijaga suhu dan kelembabannya untuk memberi perlindungan instrumen seperti HPLC terhadap gangguan listrik, getaran, kelembaban berlebihan dan gangguan lain.

Ukuran konstruksi dan penataan bangunan PT. Combiphar sesuai dengan ketentuan CPOB sehingga memudahkan dalam pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaannya. Sudut-sudut di ruang produksi berbentuk lengkungan dengan lantai dan dinding dilapisi epoksi sehingga permukaannya licin, rata, dan mudah dibersihkan. Penutup fitting lampu, ventilasi, dan instalasi lainnya dibuat rata dengan langit-langit sehingga meminimalkan adanya celah yang dapat menyebabkan penumpukan debu. Pemasangan pipa di ruangan produksi dengan cara digantungkan dengan menggunakan siku pada jarak tertentu dari dinding sehingga memudahkan pembersihan serta sudah dilengkapi dengan arah aliran. Sarana penunjang produksi seperti air handling unit (AHU), pipa saluran air, kabel listrik diletakkan di luar ruangan produksi. Beberapa ruangan produksi dilengkapi dust collector untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang dan mengendalikan jumlah partikel sesuai dengan kelas ruangan.

Terdapat dua jenis ruangan di bangunan produksi yaitu black area dan

grey area. Masing-masing area memiliki tekanan udara berbeda untuk mencegah

terjadinya kontaminasi silang. Tekanan udara black area tidak dapat masuk ke

grey area. Pengecekan perbedaan tekanan antar ruangan dilakukan dengan


(55)

Ruang untuk mengganti pakaian kerja, membersihkan diri dan toilet telah tersedia dalam jumlah yang cukup, toilet berada dekat koridor sebelum masuk ke ruang ganti pakaian sedangkan ruang ganti pakaian berhubungan langsung dengan area produksi namun letaknya terpisah karena dipisahkan oleh air lock.

Gedung OBH merupakan gedung yang memiliki kelebihan dengan gedung produksi yang lain. Hal ini dapat terlihat dengan adanya gudang tersendiri, baik untuk bahan baku maupun produk jadi.

Area penyimpanan PT. Combiphar memiliki kapasitas yang cukup memadai untuk menyimpan dengan rapi dan teratur berbagai bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, produk jadi, produk dalam status dikembalikan, produk dalam status karantina, produk yang telah diluluskan, produk yang ditolak. Area penyimpanan pada kondisi khusus selalu dipantau dan dicatat suhu maupun kelembapan setiap hari. Obat psikotropik maupun prekursor psikotropik disimpan pada area yang terjamin keamanannya, disimpan ditempat yang khusus (jeruji besi) dan terkunci.

PT. Combiphar juga telah memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) tersendiri untuk mengelola limbah hasil produksi dan produk kembalian yang telah kadaluwarsa. Dimana inlet dan outlet limbah selalu dikontrol untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan. Pengontrolan inlet dilakukan dengan mengatur volume limbah yang akan dikelola dan jumlah bakteri aerob yang memadai untuk mendegradasi limbah. Pengontrolan outlet dilakukan dengan mengukur parameter yang mengacu pada SK Gubernur Jawa Barat tahun 1999 diantaranya pH, COD (Chemical Oxygen Demand), BOD (Biochemical Oxygen


(56)

pihak yaitu QC sebagai pihak internal dan laboratorium luar yang terakreditasi sebagai pihak eksternal.

4.4 Peralatan

Di dalam CPOB dijelaskan peralatan untuk pembuatan obat hendaknya memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran dan penempatan, yang memadai dan disesuaikan dengan kapasitas produksi sehingga keseragaman serta mutu produk dari batch yang satu ke batch yang lain terjamin juga untuk memudahkan perawatan dan pembersihannya.

Peralatan diberi jarak yang sesuai antara alat yang satu dengan yang lainnya untuk mencegah terjadinya kesesakan, kekeliruan, pencemaran silang, campur baur dan tidak mengganggu kerja alat. Setiap alat disimpan di dalam ruangan yang berbeda, misalnya alat cetak tablet di simpan di ruang cetak tablet, alat stripping tablet diletakkan di ruang stripping (satu ruangan hanya ada satu alat). Hal ini bertujuan untuk menghindari kontaminasi silang antara produk yang satu dengan produk yang lain. Peralatan yang ketika operasi dapat menghasilkan banyak debu dilengkapi dust collector untuk mencegah kontaminasi silang dengan produk lain.

Peralatan yang digunakan bersifat inert yaitu tidak bereaksi dan tidak melepaskan partikel atau mengadsorpsi bahan. Semua peralatan produksi di PT. Combiphar terbuat dari stainless steel tipe 316L (dimana tipe 316L ini memiliki kandungan karbon yang lebih sedikit dibandingkan tipe 316) sesuai dengan rekomendasi dari CPOB.

Keakuratan peralatan juga harus selalu dijaga. Hal tersebut dapat dilakukan dengan melakukan validasi, kalibrasi dan kualifikasi secara periodik.


(57)

Validasi dilakukan hanya satu kali, jika perlu dilakukan revalidasi, sedangkan kalibrasi dilakukan secara berkala sesuai jadwal/terprogram.

Dalam pengoperasian mesin operator berpedoman pada Instruksi Kerja (IK) guna menghindari ketergantungan pada satu orang operator dan memastikan bahwa semua proses dilakukan dengan cara yang sama meskipun dilakukan oleh personel yang berbeda. Setiap peralatan diberi tanda, nomor pengenal serta status penggunaan alat. Pemeliharaan alat dilakukan secara rutin oleh departemen teknik dan produksi berupa pemeliharaan berkala (periodic maintenance). Jadwal

periodic maintenance diatur dengan menyesuaikan jadwal produksi sehingga

tidak mengganggu jadwal produksi. 4.5 Sanitasi dan Higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan, peralatan, dan perlengkapan dalam produksi, bahan produksi serta wadahnya dan setiap hal dapat merupakan sumber pencemaran produk, sanitasi dan higiene yang dilakukan di PT. Combiphar meliputi sanitasi dan higiene terhadap personalia, bangunan, peralatan, bahan awal hingga kemasannya untuk menjamin kebersihan dan menjaga agar produk-produk yang dihasilkan terbebas dari kontaminasi dan pencemaran.

Tingkat higiene personil dimulai ketika personil tersebut akan memasuki ruang produksi, personil tersebut harus mengganti sepatu yang digunakan dengan sandal khusus. Selanjutnya personil masuk ke dalam ruangan ganti pakaian, di sana personil harus mengganti pakaian yang digunakan dengan pakaian khusus ruang produksi, yang berbeda-beda untuk setiap ruangan (kuning untuk ruang


(58)

packaging, putih untuk grey area produksi liquid dan solid) yang dilengkapi

dengan penutup kepala, masker, dan sepatu. Selanjutnya sebelum memasuki ruang produksi (baik grey area maupun black area) personil diharuskan untuk mencuci tangan sesuai dengan cara yang ditentukan dan dibersihkan juga dengan desinfektan.

Sebelum memasuki suatu area terdapat ruangan penyangga (buffer) yang berfungsi sebagai ruang antara untuk mencegah kontaminasi terhadap ruang produksi dan produk oleh kontaminan luar. Tekanan udara di ruang buffer dibuat lebih kecil dari tekanan udara di ruang produksi, sehingga udara dari ruangan

buffer tidak dapat masuk ke ruangan produksi. Ruang penyangga tersebut juga

berfungsi sebgai pembatas antara grey area dan black area. Alur barang yang akan masuk ke ruang produksi harus melalui tuang penyangga yang terpisah dengan ruang penyangga personil.

Tindakan sanitasi pada peralatan dilakukan meliputi dua aspek, yaitu pembersihan dan penyimpanan peralatan. Pembersihan peralatan yang dapat dipindahkan dibersihkan di ruang pembersih tersendiri yang terpisah dari ruangan lain, sedangkan peralatan besar yang bersifat statis atau tidak dapat dipindah maka pembersihannya dilakukan di tempat. Pembersihan peralatan dilakukan setiap kali terjadi pergantian produk dan untuk peralatan yang memproduksi produk yang sama dilakukan pembersihan secara berkala (periodic maintenance). Pembersihan peralatan menggunakan desinfektan. Metode pembersihan yang digunakan harus divalidasi untuk memastikan bahwa tingkat kebersihan yang dihasilkan setiap metode sudah memadai dan juga dilakukan dokumentasi dengan menempelkan status pembersihan peralatan.


(59)

Tindakan sanitasi pada bangunan dilakukan melalui tindakan pembersihan bangunan dan ruangan setiap hari dengan metode yang sesuai. Lantai dipel setiap hari dengan cairan desinfektan. Sistem pest control juga dilakukan dalam rangka pemeliharaan di dalam maupun di luar bangunan untuk menghindari bersarangnya binatang kecil, tikus, lalat, semut, cicak, atau binatang lainnya dalam bangunan pabrik. Sistem pest control di luar bangunan dilakukan melalui fogging atau pengasapan serta racun tikus yang disimpan di dalam kotak berwarna merah dan hitam. Sistem pest control di dalam bangunan dilakukan dengan menggunakan lem dan lampu. Terdapat dua macam lampu untuk pest control, yaitu insect killer (menarik serangga dan membunuh serangga dengan aliran listrik) dan flying

catcher (menarik serangga dan serangga yang datang akan menempel pada lem

yang terdapat di bawah lampu tersebut). Sistem pest control di PT. Combiphar dilakukan oleh pihak ketiga.

4.6 Produksi

Proses produksi yang dilakukan di PT. Combiphar dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB. Hal ini dilakukan untuk menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi).

Telah dilakukan validasi proses produksi di PT. Combiphar untuk membuktikan dan memastikan bahwa proses produksi dari batch ke batch senantiasa dilaksanakan dengan konsisten sehingga menghasilkan produk yang memenuhi ketentuan mutu yang ditetapkan.


(60)

Proses penimbangan dilakukan oleh tiga orang petugas, dua orang dari bagian gudang dan satu orang dari departemen produksi. Antara pihak yang meminta bahan baku dan pihak yang menimbang, selalu saling mengontrol proses penimbangan sesuai atau tidak dengan jumlah yang diminta. Tahapan penimbangan dilaksanakan sesuai dengan yang tertera pada batch record. Ketentuan dalam penimbangan bahan baku antara lain penimbangan dari bahan yang berbentuk serbuk ke bentuk larutan, dari bahan baku yang tidak berwarna ke bahan baku yang berwarna, dari bahan yang tidak berbau ke bahan yang berbau dan zat aktif ditimbang yang terakhir untuk mencegah terjadinya kontaminasi.

Selama proses produksi dan pengemasan dilakukan In Prosess control (IPC) untuk menjamin mutu produk jadi yang dibuat sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Masing-masing produk memiliki tahapan IPC yang berbeda disesuaikan dengan bentuk sediaaan. Misalnya pada waktu pencetakan tablet dilakukan pemeriksaan setiap 30 menit berupa keseragaman bobot, diameter tablet, waktu hancur. Dengan adanya IPC mencegah sedini mungkin produk diluar spesifikasi.

Sebelum proses pengemasan dilakukan line clearance yaitu membersihkan ruangan pengemasan dari semua hal yang berhubungan dengan pengemasan produk sebelumnya atau produk lain serta dokumen pengemasan produk lain untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam proses pengemasan. Produk yang hampir sama tidak dikemas dalam jalur pengemasan yang satu dengan yang lain diberi sekat untuk menghindari berpindahnya produk.


(1)

instruction berisi tentang penjelasan sub proses lebih detail. Contoh Support Document adalah bacth record.

Pengendalian dokumen yang dilakukan oleh PT. Combiphar meliputi tata cara pengajuan dokumen, distribusi dokumen, penyimpanan dokumen, penarikan dan pemusnahan dokumen. Pengajuan dokumen oleh bagian terkait akan diperiksa kelengkapannya oleh unit QAS, jika sudah ditandatangani maka dilakukan sosialisasi terhadap personil-personil yang terkait. Hasil sosialisasi digunakan untuk melengkapi data pengajuan dokumen ke Plant Director. Setelah disetujui maka dokumen tersebut dapat dilaksanakan, dengan ketentuan bahwa master plan/master document dipegang oleh unit QAS. Jika ada perubahan maka dokumen tersebut tidak dapat dipakai lagi harus dilkukan revisi, sedangkan untuk dokumen yang tidak berlaku lagi maka dilakukan penarikan dan pemusnahan pada dokumen tersebut.

Untuk meningkatkan efisiensi kerja perusahaan, PT. Combiphar telah menerapkan teknologi informasi menggunakan program komputerisasi yang disebut SAP (System Application and Process). Program SAP dapat mengakomodasi inventory control hingga distribusi penjualan. Keuntungannya adalah kegiatan menjadi lebih terorganisasi dan terkontrol karena sistem ini online di semua kegiatan. PT. Combiphar juga menggunakan sistem komputerisasi yang dapat mengolah data-data, yaitu pada bagian Electronic Data Processing (EDP). Bagian bertugas mengolah data-data yang diperlukan oleh seluruh bagian yang ada di bagian produksi dan juga menyediakan sistem informasi bagi seluruh bagian sehingga tiap bagian dapat melakukan proses kontrol dan diberi kemudahan dalam memperoleh data-data yang dibutuhkan.


(2)

4.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Berdasarkan CPOB pembuatan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk dihasilkan dengan mutu yang kurang memuaskan. Kontrak tertulis harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab masing-masing pihak.

Toll out dilakukan apabila fasilitas di PT. Combiphar tidak memadai atau terjadi overload atau kuranh memenuhinya fasilitas proses produksi. Pada kegiatan toll out, formula berasal dari PT. Combiphar, sedangkan untuk analisis bahan baku dan bahan pengemas, tergantung darimana bahan tersebut berasal. Jika PT. Combiphar yang menyuplai, maka semua bahan baku dianalisis oleh PT. Combiphar. Apabila bahan baku dan bahan pengemas berasal dari perusahaan lain atau penerima kontrak, maka perusahaan tersebut yang melakukan analisis. Untuk produk jadi dari perusahaan lain atau penerima kontrak, maka yang melekukan proses produksi dan In Prosess Control (IPC), namun product released dilakukan oleh PT. Combiphar.

Toll in terbagi menjadi dua proses, yaitu formulasi dan packaging atau pengemasan ulang (repack). Untuk proses repack, analisis dilakukan berdasarkan sertifikat analisis (COA) dari principal. PT. Combiphar tidak melakukan analisis melainkan deskripsi kemasan, terutama mengenai jumlah, kerusakan atau cacat. Untuk proses formulasi mulai dari bahan baku hingga bahan pengemas dianalisis oleh PT. Combiphar, termasuk IPC dan produk jadi (Finished Good). PT. Combiphar membuat COA yang akan menjadi dasar bagi pemberi kontrak untuk product released, kemudian seiring berjalannya waktu jika terjadi permasalahan


(3)

mengenai efek samping atau hal yang lain terkait dengan obat, maka tidak menjadi tanggung jawab dari PT. Combiphar.

4.12 Kualifikasi dan Validasi

Validasi merupakan bagian yang penting dalam CPOB untuk menjamin bahwa produk obat yang dihasilkan senantiasa mempunyai kualitas yang konsisten dan PT. Combiphar telah menerapkan validasi. Di PT. Combiphar, dilakukan penyusunan Rencana Induk Validasi (RIV), yaitu dokumen yang menguraikan secara garis besar pelaksana validasi oleh QA, Product Development, Produksi, dan Tehnik. RIV ini terdiri dari kualifikasi dan kalibrasi, validasi proses, validasi pembersihan, dan validasi metode analisa. RIV mencakup informasi tentang kebijakan validasi, organisasi yang melaksanakan kegiatan validasi, ringkasan fasilitas, peralatan, atau proses yang akan divalidasi, format dokumen berupa protokol dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan, pengendalian perubahan dan acuan dokumen yang digunakan dan struktur tersebut.

Validasi proses perlu dilakukan terhadap proses baru, validasi bila terjadi perubahan proses dan validasi ulang. Validasi proses terdiri dari validasi prospektif, validasi konkuren dan validasi retrospektif. Produk-produk yang sudah tervalidasi selanjutnya akan dilakukan validasi review. Kegiatan validasi review dilaksanakan setiap 3 tahun sekali. Validasi review dibuat sebagai bukti dokumentasi bahwa proses yang dilakukan dapat memberikan kualitas yang baik sampai saat ini.

Kualifikasi di PT. Combiphar dilaksanakan oleh setiap masing-masing bagian atau unit. Kualifikasi dilakukan untuk memastikan bahwa perlengkapan,


(4)

fasilitas atau sistem yang digunakan dalam suatu proses/sistem akan selalu bekerja sesuai dengan kriteria yang diinginkan dan konsisten. Kualifikasi yang dilakukan antara lain kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional, dan kualifikasi kinerja.


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. PT. Combiphar telah menerapkan seluruh aspek CPOB yang meliputi aspek manajemen mutu; personalia; bangunan dan fasilitas; peralatan; sanitasi dan higiene; produksi; pengawasan mutu; inspeksi diri dan audit mutu; penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian; dokumentasi; pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak; kualifikasi dan validasi.

2. Seorang apoteker dalam industri farmasi memiliki peranan yang penting yaitu sebagai personel kunci antara lain kepala produksi, kepala pengawasan mutu, dan kepala pemastian mutu.

3. Kegiatan Praktek Kerja Profesi apoteker di PT. Combiphar membantu mahasiswa dalam memahami rangkaian kegiatan yang dilakukan di industri farmasi mulai dari bahan awal (bahan baku dan bahan kemas), produk antara sampai dengan produk jadi beredar dan digunakan oleh masyarakat.

5.2 Saran

PT. Combiphar harus senantiasa mempertahankan dan meningkatkan upaya yang telah dilakukan dalam menghasilkan produk yang berkualitas tinggi melalui pelaksanaan CPOB.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009. Undang-Undang No. 36 Tentang Kesehatan. Jakarta : Kementrian Sekretariat Negara Republik Indonesia.

Anonim, (2011), About PT. Combiphar, Product, Business Partner, http://www.combiphar.com Diakses tanggal 20 Mei 2011.

Anonim, (2011),http//www.picscheme.org Diakses tanggal 20 Mei 2011.

Badan POM, 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.

Badan POM, 2009. Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.

Jean, François, 2008 Pillou. Quality.

Http://en.kioskea.net/contents/qualite/qualite-introduction.php. Diakses tanggal 20 Mei 2011.