Analisis Kandungan Metil Paraben Pada Kecap Dan Saus Yang Beredar Di Pasaran Dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

(1)

ANALISIS METIL PARABEN PADA KECAP DAN SAUS

YANG BEREDAR DIPASARAN DENGAN METODE

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

SKRIPSI

OLEH:

CORY MIA SIHOMBING

NIM 071501059

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS METIL PARABEN PADA KECAP DAN SAUS

YANG BEREDAR DIPASARAN DENGAN METODE

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

CORY MIA SIHOMBING

NIM 071501059

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ANALISIS KANDUNGAN METIL PARABEN PADA KECAP DAN SAUS YANG BEREDAR DI PASARAN DENGAN KROMATOGRAFI

CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

ABSTRAK

Banyak bahan makanan yang beredar dipasaran seperti kecap, saus cabe, dan saus tomat menggunakan bahan pengawet. Salah satu bahan pengawet yang sering dipakai adalah metil paraben. Tujuan penelitian ini untuk mengoptimasi kondisi kromatografi yang digunakan untuk menganalisis kandungan metil paraben dalam kecap dan saus yang beredar dipasaran secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).

Analisis dilakukan secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan menggunakan kolom C18 (4,6 mm x 250 mm) dengan perbandingan fase gerak metanol – Air (40:60), laju alir 1 ml/menit dan detektor UV pada panjang gelombang 254 nm. Alasan pemilihan metode KCKT berdasarkan hasil analisisnya yang relatif cepat, daya pisah baik, peka, kolom dapat dipakai berulang kali dan perangkatnya dapat digunakan secara otomatis dibandingkan secara spektrofotometri UV dan Kromatografi Lapis Tipis (Rohman, 2007).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perolehan kembali metil paraben dalam kecap 98,80%, 99,94%, dan 99,43%. Satu dari sepuluh sampel kecap dan saus yang beredar di pasaran diperiksa terkandung metil paraben dengan kadar 34,5076 mg/kg sedangkan kesembilan sampel lainnya tidak mengandung metil paraben. Kadar metil paraben dalam sampel yang diperiksa tersebut memenuhi persyratan yang ditetapkan oleh PERMENKES RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan makanan. Validasi metode menunjukkan bahwa prosedur penelitian analisis metil paraben pada kecap dan saus yang beredar dipasaran memiliki akurasi dan presisi yang baik, yakni diperoleh persen perolehan kembali sebesar 99,39%, koefisien variasi 0,5746%. Sedangkan batas deteksi (Limit Of Detection/LOD) sebesar 0,0634 mg/ml, dan batas kuantitasi (Limit Of Qualification/LOQ) sebesar 0,2112 mg/ml.


(4)

ANALYSIS OF METHYL PARABEN IN SOY SAUCE AND KETCHUP IN MARKET BY HIGH PERFORMANCE LIQUID

CHROMATOGRAPHY (HPLC) ABSTRACT

Many food ingredients in market, such as soy sauce, chili sauce, and tomato sauce use preservatives. One commonly used preservative is methyl paraben. The purpose of this research is to optimize the chromatographic conditions used to analysis of methyl paraben in soy sauces and ketchups in market by high performance liquid chromatography (HPLC)

Analysis was performed by high performance liquid chromatography (HPLC) using a C18 column (4.6 mm x 250 mm) with a ratio of mobile phase methanol - water (40:60), flow rate 1 ml / min and UV detector at wavelength 254 nm. HPLC was chosen for the analysis because, compared to spectrophotometry UV and Thin Layer Chromatography, the method is relatively quick, sensitive and has good separation, the column can be used repeatedly and devices can be used automatically (Rohman, 2007).

Results showed that the recovery of methyl paraben in soy sauces were 98.80%, 99.94%, and 99.43%. One out of the ten samples of soy sauce and ketchup examined contained methyl paraben with a concentration of 34.5076 mg/kg, while the nine other samples did not contain methyl paraben. It is acceptable based on the requirements from the limit on the use of methyl paraben which have been determined by PERMENKES RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 on food additive. In validation test of the ketchups and soy sauces in market, recovery test of methyl paraben is respectively 99.39%, the coefficient variation is 0.5746%, Limit Of Detection (LOD) is 0,0634 µg/ml, and Limit Of Quantitation (LOQ) is 0,2112 µg/ml.


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II METODOLOGI PENELITIAN ... 5

2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 5

2.2 Alat-alat ... 5

2.3 Bahan-bahan ... 5

2.4 Pengambilan Sampel ... 6

2.5 Prosedur Penelitian ... 6

2.5.1 Penyiapan Bahan ... 6


(6)

2.5.1.2 Pembuatan Pelarut ... 6

2.5.2 Prosedur Analisis. ... 7

2.5.2.1 Penyiapan Alat KCKT ... 7

2.5.2.2 Penentuan Perbandingan Fase Gerak dan Laju Alir yang Optimum ... 7

2.5.3 Analisis Kualitatif Menggunakan KCKT ... 7

2.5.3.1 Uji Identifikasi Metil Paraben ... 7

2.5.4 Analisis Kuantitatif Menggunakan KCKT ... 8

2.5.4.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Metil Paraben ... 8

2.5.4.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Metil Paraben BPFI ... 8

2.5.4.3 Penetapan Kadar Sampel ... 9

2.5.5 Validasi Metode ... 10

2.5.5.1 Kecermatan (accuracy) ... 10

2.5.5.2 Keseksamaan (precision) ... 10

2.5.5.3 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) .... 11

2.5.6 Analisa Data Penetapan Kadar Secara Statistik ... 12

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ... 13

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 21

4.1 Kesimpulan ... 21

4.2 Saran ... 21

DAFTAR PUSTAKA ... 22


(7)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Pengaruh Komposisi Fase Gerak terhadap Resolusi Kromatogram ... 13 Tabel 2. Data hasil penyuntikan larutan metil paraben BPFI ... 17 Tabel 3. Data Hasil Uji Validasi Metil Paraben dalam sampel yang diperiksa. . 19


(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan Metil Paraben

BPFI Konsentrasi 50 µg/ml dengan Fase gerak Metanol-Air (40:60), Laju Alir 1 ml/menit dan dideteksi pada

panjang gelombang 254 nm ... 15

Gambar 2. Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan Sampel dengan Fase gerak Metanol-Air (40:60), Laju Alir 1 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 254 nm ... 15

Gambar 3. Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan Sampel setelah Penambahan Baku Metil Paraben (Spiking) dengan Fase gerak Metanol-Air (40:60), Laju Alir 1 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 254 nm ... 16

Gambar 4. Kurva Kalibrasi Metil Paraben BPFI Konsentrasi versus Luas area ... 17

Gambar 5. Alat KCKT Agilent ... 73

Gambar 5. Vial Autosampler ... 73

Gambar 8. Sonifikator Branson (1510) ... 74

Gambar 9. Pompa Vakum (Gast DO A-PG04-BN) dan alat penyaring fase gerak ... 74

Gambar 10. Sonifikator Kudos ... 75


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Kromatogram Penyuntikan Metil Paraben Baku untuk Mencari

Perbandingan Fase gerak Metanol-Air yang Optimal untuk

Analisis ... 24 Lampiran 2. Perhitungan Persamaan Regresi dari Kurva Kalibrasi Metil

Paraben BPFI ... 26 Lampiran 3. Perhitungan Batas Deteksi (Limit Of Detection/LOD) dan Batas

Kuantitasi (Limit Of Quantitation) Metil Paraben ... 28 Lampiran 4. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Larutan Kecap Kemasan

Supermie Goreng ... 29 Lampiran 5. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Larutan Kecap Kemasan Pop

Mie Cup Goreng ... 32 Lampiran 6. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Larutan Kecap Langkat

(merek lokal) dalam Kemasan Botol ... 35 Lampiran 7. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Larutan Kecap Angsa (merek

lokal) dalam Kemasan Botol ... 38 Lampiran 8. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Larutan Kecap ABC (merek

nasional) dalam Kemasan Plastik ... 41 Lampiran 9. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Larutan Kecap Bango (merek

nasional) dalam Kemasan Plastik ... 44 Lampiran 10. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Larutan Saus Pop Mie


(10)

Lampiran 11. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Larutan Saus Del Monte dalam Kemasan Plastik ... 50 Lampiran 12. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Larutan Saus Sasa dalam

Kemasan Plastik ... 53 Lampiran 13. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Larutan Saus Indofood

dalam Kemasan Plastik ... 56 Lampiran 14. Analisis Data Statistik untuk Mencari Kadar Sebenarnya dari

Penyuntikkan Larutan Kecap Supermie goreng kemasan plastik.. 59 Lampiran 15. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Larutan Kecap Supermie

goreng Kemasan Plastik pada Persen Perolehan Kembali pada Rentang 100%. ... 61 Lampiran 16. Analisis Data Statistik untuk Persen Perolehan Kembali Metil

Paraben dari Penyuntikan Larutan Kecap Supermie Goreng

Kemasan Plastik (PT. Indofood) ... 63 Lampiran 17. Data Hasil Perolehan Kembali Metil Paraben pada Kecap Supermie Goreng Kemasan Plastik ... 64 Lampiran 18. Tabel hasil Analisa Kadar Metil Paraben dalam Supermie Goreng

dalam Kemasan Plastik ... 65 Lampiran 19. Contoh Perhitungan untuk Mencari Kadar Metil Paraben dalam

Sampel ... 66 Lampiran 20. Contoh Perhitungan % Recovery dengan Metode Penambahan

Bahan Baku (Standard Addition Method) dari Kecap Supermie Goreng Kemasan Plastik ... 67 Lampiran 21. Daftar Spesifikasi Sampel ... 68


(11)

Lampiran 22. Tabel Nilai Distribusi t ... 70 Lampiran 23. Sertifikat Pengujian Metil Paraben BPFI ... 71 Lampiran 24. Sertifikat Bahan Baku Metil Paraben Pabrik dari PT. Brataco .... 72 Lampiran 25. Gambar Alat KCKT dan Vial Autosampler ... 73 Lampiran 26. Gambar Sonifikator (Branson 1510) dan Penyaring ... 74 Lampiran 27. Gambar Sonifikator Kudos dan Neraca Analitik ... 75


(12)

ANALISIS KANDUNGAN METIL PARABEN PADA KECAP DAN SAUS YANG BEREDAR DI PASARAN DENGAN KROMATOGRAFI

CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

ABSTRAK

Banyak bahan makanan yang beredar dipasaran seperti kecap, saus cabe, dan saus tomat menggunakan bahan pengawet. Salah satu bahan pengawet yang sering dipakai adalah metil paraben. Tujuan penelitian ini untuk mengoptimasi kondisi kromatografi yang digunakan untuk menganalisis kandungan metil paraben dalam kecap dan saus yang beredar dipasaran secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).

Analisis dilakukan secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan menggunakan kolom C18 (4,6 mm x 250 mm) dengan perbandingan fase gerak metanol – Air (40:60), laju alir 1 ml/menit dan detektor UV pada panjang gelombang 254 nm. Alasan pemilihan metode KCKT berdasarkan hasil analisisnya yang relatif cepat, daya pisah baik, peka, kolom dapat dipakai berulang kali dan perangkatnya dapat digunakan secara otomatis dibandingkan secara spektrofotometri UV dan Kromatografi Lapis Tipis (Rohman, 2007).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perolehan kembali metil paraben dalam kecap 98,80%, 99,94%, dan 99,43%. Satu dari sepuluh sampel kecap dan saus yang beredar di pasaran diperiksa terkandung metil paraben dengan kadar 34,5076 mg/kg sedangkan kesembilan sampel lainnya tidak mengandung metil paraben. Kadar metil paraben dalam sampel yang diperiksa tersebut memenuhi persyratan yang ditetapkan oleh PERMENKES RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan makanan. Validasi metode menunjukkan bahwa prosedur penelitian analisis metil paraben pada kecap dan saus yang beredar dipasaran memiliki akurasi dan presisi yang baik, yakni diperoleh persen perolehan kembali sebesar 99,39%, koefisien variasi 0,5746%. Sedangkan batas deteksi (Limit Of Detection/LOD) sebesar 0,0634 mg/ml, dan batas kuantitasi (Limit Of Qualification/LOQ) sebesar 0,2112 mg/ml.


(13)

ANALYSIS OF METHYL PARABEN IN SOY SAUCE AND KETCHUP IN MARKET BY HIGH PERFORMANCE LIQUID

CHROMATOGRAPHY (HPLC) ABSTRACT

Many food ingredients in market, such as soy sauce, chili sauce, and tomato sauce use preservatives. One commonly used preservative is methyl paraben. The purpose of this research is to optimize the chromatographic conditions used to analysis of methyl paraben in soy sauces and ketchups in market by high performance liquid chromatography (HPLC)

Analysis was performed by high performance liquid chromatography (HPLC) using a C18 column (4.6 mm x 250 mm) with a ratio of mobile phase methanol - water (40:60), flow rate 1 ml / min and UV detector at wavelength 254 nm. HPLC was chosen for the analysis because, compared to spectrophotometry UV and Thin Layer Chromatography, the method is relatively quick, sensitive and has good separation, the column can be used repeatedly and devices can be used automatically (Rohman, 2007).

Results showed that the recovery of methyl paraben in soy sauces were 98.80%, 99.94%, and 99.43%. One out of the ten samples of soy sauce and ketchup examined contained methyl paraben with a concentration of 34.5076 mg/kg, while the nine other samples did not contain methyl paraben. It is acceptable based on the requirements from the limit on the use of methyl paraben which have been determined by PERMENKES RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 on food additive. In validation test of the ketchups and soy sauces in market, recovery test of methyl paraben is respectively 99.39%, the coefficient variation is 0.5746%, Limit Of Detection (LOD) is 0,0634 µg/ml, and Limit Of Quantitation (LOQ) is 0,2112 µg/ml.


(14)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah senyawa atau campuran berbagai senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan dan penyimpanan, bukan merupakan bahan utama. Bahan Tambahan Makanan mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk meningkatkan nilai gizi makanan, memperbaiki nilai sensori makanan dan memperpanjang umur simpan makanan (Wisnu, 2002).

Pengawet merupakan salah satu bentuk Bahan Tambahan Makanan (BTM) yang ditambahkan kedalam makanan dengan tujuan untuk menghambat kerusakan oleh mikroorganisme (bakteri, khamir, kapang) (Yuliarti, 2007).

Kecap,chili sauce, dan tomato sauce adalah adalah bahan makanan yang sering dijumpai dipasaran dan sangat diminati oleh masyarakat untuk dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari. Bahan makanan ini menggunakan bahan pengawet. Banyak jenis pengawet yang digunakan untuk mengawetkan bahan pangan. Salah satu bahan pengawet yang sering dipakai pada kecap adalah metil p-hidroksi benzoate (nipagin). Nipagin juga sering digunakan untuk mengawetkan sari buah, minuman ringan, saus, selai, jeli, manisan,dan lain-lain (Cahyadi, 2008).

Penggunaan pengawet kimia seperti nipagin banyak digunakan di Indonesia. Hal ini disebabkan karena daya mengawetkan makanan dari zat ini sangat baik. Namun penggunaannya sering melewati batas maksimum yang


(15)

dipersyaratkan dalam Permenkes no.722/1988. Dosis maksimum pengawet metil p-hidroksi benzoate (metil paraben) pada beberapa jenis bahan makanan yang diperkenankan oleh Dirjen POM (Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88) berturut-turut: kecap (250 mg/kg), acar ketimun botol (250 mg/kg), ekstrak kopi cair (450 mg/kg), saus dan sari buah (1g/kg), pangan lainnya (1 g/kg) (Yuliarti, 2007).

Penetapan kadar metil paraben dalam kecap dan saus dapat dilakukan dengan berbagai metode. Menurut beberapa literature dapat ditentukan antara lain dengan metode spektrofotometri UV, Kromatografi Lapis Tipis (SNI, 1992),dan secara kombinasi kromatografi Lapis Tipis dengan Spektrofotometri Ultraviolet (Varia Laboratorium, 2004). Berdasarkan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan menggunakan fase gerak methanol – dapar fosfat (MAPPOM, 1945) dan memakai fase gerak metanol – air pada panjang gelombang 254 nm (Agilent,2005).

Pada penelitian ini dilakukan analisis pengawet metil paraben pada kecap dan saus yang beredar dipasaran menggunakan metode KCKT dengan fase gerak metanol – air. Menurut jurnal agilent (2005). Untuk mendapatkan hasil analisis yang optimum, dilakukan optimasi terhadap fase gerak dan laju alir. Kondisi optimum yang diperoleh diterapkan pada penetapan kadar metil paraben dalam kecap dan saus. Alasan pemilihan metode KCKT berdasarkan hasil analisisnya yang relatif cepat, daya pisah baik, peka, kolom dapat dipakai berulang kali dan perangkatnya dapat digunakan secara otomatis dibandingkan secara spektrofotometri UV dan Kromatografi Lapis Tipis (Rohman, 2007).


(16)

variasi (KV); uji sensitifitas dengan parameter limit deteksi (LOD) dan limit kuantitasi (LOQ) (WHO, 1992).

1.2 Perumusan Masalah

- Apakah kondisi optimum fase gerak metanol-air dan laju alir yang diperoleh dapat digunakan pada penetapan kadar metil paraben dalam kecap dan saus yang beredar dipasaran dengan validasi metode yang memenuhi persyaratan? - Apakah pada saos dan kecap yang beredar dipasaran mengandung metil

paraben?

- Apakah kadar metil paraben yang digunakan sebagai pengawet pada beberapa merek kecap dan saus yang beredar dipasaran memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh PERMENKES RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan pangan?

1.3 Hipotesis

- kondisi optimum fase gerak metanol-air dan laju alir yang diperoleh dapat digunakan pada penetapan kadar metil paraben dalam kecap dan saus yang beredar dipasaran dengan validasi metode yang memenuhi persyaratan.

- Kecap dan saus yang beredar dipasaran mengandung pengawet metil paraben. - Kadar metil paraben yang digunakan sebagai pengawet pada beberapa merek

kecap dan saus yang beredar dipasaran memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh PERMENKES RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan pangan.


(17)

1.4 Tujuan Penelitian

- Menerapkan metode KCKT serta fase gerak dan laju alir pada penetapan kadar pengawet metil paraben dalam kecap dan saus yang beredar dipasaran yang memenuhi persyaratan uji validasi metode meliputi Presisi dan Akurasi. - Untuk menganalisis ada tidaknya pengawet metil paraben pada kecap dan

saus yang beredar dipasaran dalam berbagai kemasan.

- Untuk mengetahui kadar pengawet dalam kecap dan saus yang beredar di pasaran yang ditetapkan secara KCKT sesuai atau tidak dengan persyaratan yang ditetapkan oleh PERMENKES RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan pangan.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat sebagai informasi kepada masyarakat akan ada tidaknya kandungan pengawet metil paraben (nipagin) yang terkandung pada kecap ataupun saus yang beredar dipasaran, agar masyarakat waspada dalam mengkonsumsi produk makanan yang beredar dipasaran.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Tambahan Makanan

Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah senyawa atau campuran berbagai senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan dan penyimpanan, bukan merupakan bahan utama. Penambahan BTM secara umum bertujuan untuk meningkatkan nilai gizi makanan, memperbaiki nilai sensori makanan dan memperpanjang umur simpan makanan (Wisnu, 2002).

Bahan Tambahan Makanan yang diizinkan sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/MEN.KES/PER/IX/88 tentang bahan tambahan makanan:

a. Antioksidan (Antioxidant) b. Antikempal (Anticaking Agent)

c. Pengaturan keasaman (Acidity Regulator) d. Pemanis buatan (Artificial Sweetener)

e. Pemutih dan pematang tepung (flour Treatment Agent)

f. Pengemulsi, pemantap, pengental (Emulsifier, Stabilizer, Thickener) g. Pengawet (Preservative)

h. Pengeras (Firming Agent) i. Pewarna (Colour)

j. Penyedap rasa dan Aroma, penguat rasa (Flavour, Flavour???? V dgn f Enhancer)


(19)

Bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman dan penguraian terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Penggunaan pengawet dalam minuman dan makanan harus tepat, baik jenis maupun jumlahnya. Karena bagaimanapun juga bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan bahan asing bagi tubuh bila masuk bersama makanan yang dikonsumsi. Apabila jumlah pemakaian pengawet pada bahan pangan tidak diatur dan diawasi, kemungkinan dapat menimbulkan kerugian bagi pemakainya, baik yang bersifat langsung misalnya keracunan ataupun yang tidak langsung (kumulatif) misalnya karsinogenik.

2.2.1 Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet

Menurut Wisnu (2005), tujuan penambahan bahan pengawet pada pangan secara umum adalah:

1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat patogen maupun yang tidak patogen.

2. Memperpanjang umur simpan pangan.

3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa dan bau pangan yang diawetkan.

4. Tidak menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.

5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau tidak memenuhi persyaratan.

6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakaan bahan pangan. 2.2.2 Jenis – jenis Bahan Pengawet

Bahan pengawet yang diizinkan penggunaannya pada bahan pangan adalah asam benzoat, asam propionat, asam sorbat, sulfur dioksida, etil p-hidroksi


(20)

benzoat, kalium benzoat, kalium sulfit, kalium bisulfit, kalium nitrat, kalium nitrit, kalium propionate, kalium sorbet, kalsium propionate, kalsium sorbat, natrium benzoate, metil p-hidroksi benzoat

Analisis senyawa obat baik dalam bahan ruahan (bulk), dalam sediaan farmasi, maupun dalam cairan biologis dengan metode kromatografi dapat ditilik balik pada awal tahun 1920-an. Pada tahun 1995-an, metode kromatografi kertas secara menaik (ascending) dan menurun (descending) telah muncul pada berbagai Farmakope untuk analisis produk-produk obat. Edisi Farmakope lanjut mulai menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan kromatografi gas (GC) untuk analisis obat. (Rohman, 2007)

2.1 Deksklorfeniramin maleat Rumus struktur :

Gambar 1. struktur Deksklorfeniramin maleat

Nama Kimia : (+) -2-[P-kloro-α-[2-(dimetilamino)etil]benzil]piridina maleat (1:1) Rumus Molekul : C16H19ClN2.C4H4O4

Berat Molekul : 390,87 (Depkes RI, 1995) Pemerian : Serbuk hablur, putih ; tidak berbau

Kelarutan : Mudah larut dalam air, larut dalam etanol dan dalam kloroform, sukar larut dalam benzena dan dalam eter. (Depkes RI, 1995)


(21)

2.2 Kromatografi

Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan yang mana analit-analit dalam sampel terdistribusi antara 2 fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam dapat berupa bahan padat atau porus dalam bentuk molekul kecil, atau dalam bentuk cairan yang dilapiskan pada pendukung padat atau dilapiskan pada dinding kolom. Fase gerak dapat berupa gas atau cairan. Jika gas digunakan sebagai fase gerak, maka prosesnya dikenal sebagai kromatografi gas. Dalam kromatografi cair dan jiga kromatografi lapis tipis, fase gerak yang digunakan selalu cair.

Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam tergantung pada pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi dibedakan menjadi :

a) Kromatografi adsorbsi b) Kromatografi partisi c) Kromatografi pasangan ion d) Kromatografi penukar ion

e) Kromatografi eksklusi ukuran, dan f) Kromatografi afinitas

Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas : a) Kromatografi kertas

b) Kromatografi lapis tipis

c) Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), dan d) Kromatografi gas (Rohman, 2007)

2.2.1 Penggunaan Kromatografi


(22)

senyawa tertentu dalam cuplikan

2. Pemakaian untuk tujuan kuantitatif menunjukkan banyaknya masing-masing komponen campuran

3. Pemakaian untuk tujuan preparatif untuk memperoleh komponen campuran dalam jumlah memadai dalam keadaan murni.

2.2.2 Profil puncak dan pelebaran puncak

Selama pemisahan kromatografi, solut individual akan membentuk profil konsentrasi yang simetris atau dikenal juga dengan profil Gaussian dalam arah aliran fase gerak. Profil dikenal juga dengan puncak atau pita, secara perlahan – lahan akan melebar dan sering juga membentuk profil yang asimetrik karena solut – solut melanjutkan migrasinya ke fase diam. (Rohman, 2007)

2.2.3 Puncak asimetris

Profil konsentrasi solut yang bermigrasi akan simetris jika rasio distribusi solut (D) konstan selama dikisaran konsentrasi keseluruhan puncak, sebagaimana ditunjukkan oleh isoterm sorpsi yang linear yang merupakan plot konsentrasi solut dalam fase diam (Cs) terhadap konsentrasi solut dalam fase gerak(Cm). Meskipun demikian, kurva isot erm akan berubah menjadi 2 jenis puncak asimetris yakni membentuk puncak yang berekor (tailing) dan adanya puncak pendahulu (fronting) jika ada perubahan rasio distribusi solut yang lebih besar.

Untuk kromatografi yang melibatkan kolom, kuantifikasi dapat dilakukan dengan luas puncak atau tinggi puncak. Tinggi puncak atau luas puncak berbanding langsung dengan banyaknya solut yang dikromatografi, jika dilakukan pada kisaran detektor yang linier.


(23)

Metode yang paling sederhana untuk pengukuran kuantitatif adalah dengan tinggi puncak. Tinggi puncak diukur sebagai jarak dari garis dasar ke puncak maksimum seperti puncak 1, 2, dan 3 pada gambar 3. Penyimpangan garis dasar diimbangi dengan interpolasi garis dasar antara awal dan akhir puncak.

Gambar 3. Pengukuran tinggi puncak

Metode tinggi puncak hanya digunakan jika perubahan tinggi puncak linier dengan konsentrasi analit. Kesalahan akan terjadi jika metode ini digunakan pada puncak yang mengalami penyimpangan (asimetris) atau jika kolom mengalami kelebihan muatan.

2. Metode luas puncak

Prosedur penentuan luas puncak serupa dengan tinggi puncak. Suatu teknik untuk mengukur luas puncak adalah dengan mengukur luas puncak sebagai hasil kali tinggi puncak dan lebar pada setengah tinggi (W1/2). Teknik ini hanya dapat digunakan untuk kromatografi yang simetris atau yang mempunyai bentuk serupa (Johnson, 1991).

Saat ini integrator elektronik telah banyak digunakan untuk mengukur luas puncak pada kromatografi cair kinerja tinggi dan pada kromatografi gas. Integrator digital mengukur luas puncak dan mengubahnya dalam bentuk angka (Rohman, 2007).


(24)

Baik tinggi puncak maupun luasnya dapat dihubungkan dengan konsentrasi. Tinggi puncak mudah diukur, akan tetapi sangat dipengaruhi perubahan waktu retensi yang disebabkan oleh variasi suhu dan komposisi pelarut. Oleh karena itu, luas puncak dianggap merupakan parameter yang lebih akurat untuk pengukuran kuantitatif (Ditjen POM, 1995).

2.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Hal ini karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitif dan beragam. KCKT mampu menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Ditjen POM, 1995).

KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang antara lain; farmasi, lingkungan dan industri-industri makanan.

Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian (impurities) dan analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap (nonvolatil). KCKT paling sering digunakan untuk: menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat dan protein-protein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat dan lain-lain.

Kelebihan KCKT antara lain:

Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran Resolusinya baik


(25)

Mudah melaksanakannya

Kecepatan analisis dan kepekaannya tinggi

Dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis Dapat digunakan bermacam-macam detektor

Kolom dapat digunakan kembali Mudah melakukan rekoveri cuplikan

Tekniknya tidak begitu tergantung pada keahlian operator dan reprodusibilitasnya lebih baik

Instrumennya memungkinan untuk bekerja secara automatis dan kuantitatif Waktu analisis umumnya singkat

Kromatografi cair preparatif memungkinkan dalam skala besar Ideal untuk molekul besar dan ion.

Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali jika KCKT dihubungkan dengan spektrometer massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah jika sampelnya sangat kompleks, maka resolusi yang baik sulit diperoleh (Munson, 1991).

2.3.1 Cara Kerja KCKT

Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Rohman, 2007).


(26)

2.3.2 Komponen KCKT

Gambar 4. Bagan alat KCKT

2.3.3 Wadah Fase Gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat meampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan degassing (penghilangan gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama dipompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis. (Rohman, 2007) 2.3.4 Pompa

Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni : pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 6000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 0,1-10 ml/menit. Aliran pelarut dari pompa harus tanpa denyut untuk menghindari hasil yang menyimpang pada detektor (Putra, 2007).

pompa

injektor

kolom oven

detektor

Wadah solven


(27)

2.3.5 Injektor

Ada 3 jenis injektor, yakni syringe injector, loop valve dan automatic injector (autosampler). Syringe injector merupakan bentuk injektor yang paling sederhana (Meyer, 2004).

Pada waktu sampel diinjeksikan ke dalam kolom, diharapkan agar aliran pelarut tidak mengganggu masuknya keseluruhan sampel ke dalam kolom. Sampel dapat langsung diinjeksikan ke dalam kolom (on column injection) atau digunakan katup injeksi (Adnan, 1997).

Katup putaran (loop valve) ditunjukkan secara skematik dalam Gambar 8, tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar daripada 10 µl dan sekarang digunakan dengan cara otomatis (dengan adaptor khusus, volume-volume lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual). Pada posisi LOAD, sampel loop (cuplikan dalam putaran) diisi pada tekanan atmosfir. Bila katup difungsikan, maka cuplikan di dalam putaran akan bergerak ke dalam kolom.

Gambar 8. Tipe injektor katup putaran

Automatic injector atau disebut juga autosampler memiliki prinsip yang mirip, hanya saja sistem penyuntikannya bekerja secara otomatis (Meyer, 2004).


(28)

2.3.6 Kolom

Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok :

a. Kolom analitik : diameter khas adalah 2 – 6 nm. Panjang kolom tergantung pada jenis kemasan. Untuk kemasan pellikular, panjang yang umumnya adalah 50 – 100 cm. Untuk kemasan poros mikropartikulat, umumnya 10 – 30 cm. Dewasa ini ada yang 5 cm.

b. Kolom preparatif : umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom 25 – 100 cm.

Kolom umumnya dibuat dari stainless steel dan biasanya dioperasikan pada temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih tinggi, terutama untuk kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi. Kemasan kolom tergantung pada mode KCKT yang digunakan. (Putra, 2007).

2.3.7 Detektor

Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan dalam aliran yang keluar dari kolom. Detektor-detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respons linier yang luas, dan memberi tanggapan/respon untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh.

Detektor yang paling banyak digunakan dalam kromatografi cair modern kecepatan tinggi adalah detektor spektrofotometer UV 254 nm. Bermacam-macam detektor dengan variasi panjang gelombang UV-Vis sekarang menjadi populer karena mereka dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa dalam


(29)

rentang yang luas. Detektor indeks refraksi juga secara luas digunakan, terutama dalam kromatografi eksklusi, tetapi umumnya kurang sensitif dari pada detektor spektrofotometer UV. Detektor lainnya, antara lain: detektor fluometer, detektor ionisasi nyala, detektor elektrokimia dan lain-lain juga telah digunakan.

2.3.8 Pengolahan Data

Komponen yang terelusi mengalir ke detektor dan dicatat sebagai puncak-puncak yang secara keseluruhan disebut sebagai kromatogram

Guna kromatogram: 1. Kualitatif

Waktu retensi selalu konstan dalam setiap kondisi kromatografi yang sama dapat digunakan untuk identifikasi.

2. Kuantitatif

Luas puncak proporsional dengan jumlah sampel yang diinjeksikan dan dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi.

3. Kromatogram dapat digunakan untuk mengevaluasi efisiensi pemisahan dan kinerja kolom (kapasitas ‘k’, selektifitas ‘’, jumlah pelat teoritis ‘N’, jarak setara dengan pelat teoritis ‘HETP’ dan resolusi ‘R’).

2.3.9 Fase Gerak

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel (Johnson & Stevenson, 1991).

Dalam kromatografi cair komposisi pelarut atau fase gerak adalah satu variabel yang mempengaruhi pemisahan. Terdapat keragaman yang luas dari fase


(30)

gerak yang digunakan dalam semua mode KCKT, tetapi ada beberapa sifat-sifat yang diinginkan yang mana umumnya harus dipenuhi oleh semua fase gerak. Fase gerak harus:

 Murni; tidak ada pencemar/kontaminan  Tidak bereaksi dengan pengemas  Sesuai dengan detektor

 Melarutkan cuplikan

 Mempunyai viskositas rendah

 Mudah rekoveri cuplikan, bila diinginkan

 Tersedia diperdagangan dengan harga yang pantas

Umumnya, pelarut-pelarut dibuang setelah digunakan karena prosedur pemurnian kembali membosankan dan mahal. Dari semua persyaratan di atas, 4 persyaratan pertama adalah yang paling penting.

Gelembung udara (degassing) yang ada harus dihilangkan dari pelarut, karena udara yang terlarut keluar melewati detektor dapat menghasilkan banyak noise sehingga data tidak dapat digunakan (Putra, 2007).

Elusi Gradien dan Isokratik

Elusi pada KCKT dapat dibagi menjadi dua sistem yaitu:

1. Sistem elusi isokratik. Pada sistem ini, elusi dilakukan dengan satu macam atau lebih fase gerak dengan perbandingan tetap (komposisi fase gerak tetap selama elusi).

2. Sistem elusi gradien. Pada sistem ini, elusi dilakukan dengan campuran fase gerak yang perbandingannya berubah-ubah dalam waktu tertentu (komposisi fase gerak berubah-ubah selama elusi).


(31)

Elusi gradien didefinisikan sebagai penambahan kekuatan fase gerak selama suatu analisis kromatografi berlangsung. Digunakan untuk meningkatkan resolusi campuran yang kompleks terutama jika sampel mempunyai kisaran polaritas yang luas. Pengaruh yang menguntungkan dari elusi gradien adalah memperpendek waktu analisis senyawa-senyawa yang secara kuat ditahan di dalam kolom (Putra, 2007).

Jenis Pemisahan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Berdasarkan jenis fase gerak dan fase diamnya, jenis pemisahan KCKT dibedakan atas :

a. Kromatografi Fase Normal

Kromatografi dengan kolom yang fase diamnya bersifat polar, misalnya silika gel, alumina, sedangkan fase geraknya bersifat non polar seperti heksan.

b. Kromatografi Fase Terbalik

Pada kromatografi fase terbalik, fase diamnya bersifat non polar, yang banyak dipakai adalah oktadesilsilan (ODS atau C18) dan oktilsilan (C8). Sedangkan fase geraknya bersifat polar, seperti air, metanol dan asetonitril (Mulja dan Suharman, 1995).

2.4 Validasi

Validasi adalah suatu tindakan terhadap parameter tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (WHO, 1992).

Validasi metode menurut United States Pharmacopeia (USP) dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis. Suatu metode analis harus divalidasi untuk verifikasi bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk


(32)

mengatasi masalah dalam analisis. Parameter analisis yang ditentukan pada validasi adalah akurasi, presisi, batas deteksi, batas kuantitasi, spesifikasi, linieritas dan rentang, kekasaran (Ruggedness) dan ketahanan (Robutness).

Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya diekspresikan sebagai relatif standar deviasi (RSD) dari sejumlah sampel yang berbeda secara signifikan secara statistik.

Batas deteksi (limit of detection, LOD) didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat terdeteksi.

Batas kuantitasi (limit of quantitation, LOQ) didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan.

Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan (Rohman, 2007).


(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

2.1 Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara pada bulan Juni sampai Agustus 2011.

2.2 Alat-alat

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat instrumen KCKT lengkap (agilent LC 1220) dengan pompa, degasser (DGU 20 AS), injector Autosampler, kolom Luna Phenomenex C18 (250 mm x 4,60 mm), detektor UV-Vis, wadah fase gerak, vial khusus Autosampler, Sonifikator (Branson 1510), pompa vakum (Gast DOA – P604 – BN), neraca analitik (Mettler Toledo), membrane filter PTFE 0,5 µm dan 0,2 µm, cellulose nitrate membran filter 0,45 µm.

2.3 Bahan-bahan

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu methanol grade for HPLC (E.Merck®), aquabidestilata (PT. Ikapharmindo Putramas), metil paraben BPFI (Badan POM RI), metil paraben (PT.Brataco), kecap Mi instan Supermi kemasan plastik, kecap ABC kemasan plastik, kecap Bango kemasan plastik, kecap botol Langkat, kecap botol Angsa, kecap Pop Mie Cup Goreng kemasan plastik, saus sachet Del monte, saus sachet Sasa, saus sachet Indofood, dan saus Pop Mie Cup Goreng kemasan plastik.

2.4 Pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif, artinya tidak semua anggota dalam populasi mempunyai peluang yang sama untuk terpilih menjadi


(34)

sampel. Pengambilan sampel pada penelitian ini didasarkan pada informasi dugaan akan terkandungnya pengawet metil paraben sebagai pengawet di dalam kecap dan saus menurut jurnal varia laboratorium (2004).

2.5 Prosedur penelitian 2.5.1 Penyiapan Bahan

2.5.1.1 Pembuatan Fase Gerak Metanol – air

Metanol 500 ml di saring dengan menggunakan mebran filter PTFE 0,5 µm dan diawaudarakan selama 30 menit. Aquabidestilata 500 ml di saring dengan menggunakan cellulose nitrate membran filter 0,45 µm dan diawaudarakan selama 30 menit.

2.5.1.2 Pembuatan pelarut

Larutan metanol dan air di campur dengan perbandingan 40:60 (fase gerak hasil optimasi). Pelarut kemudian di saring dengan penyaring PTFE 0,2 µm dan diawaudarakan selama 30 menit.

2.5.2 Prosedur Analisis

2.5.2.1 Penyiapan Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Masing – masing unit diatur, kolom yang digunakan C18 (250 mm x 4,60 mm), detektor UV-Vis dan dideteksi pada panjang gelombang 254 nm. Setelah alat KCKT dihidupkan, maka pompa dijalankan dan fase gerak dibiarkan mengalir selama 30 menit sampai di peroleh garis alas yang datar, menandakan sistem tersebut telah stabil.

2.5.2.2 Penentuan Perbandingan Fase Gerak dan Laju Alir yang Optimum Kondisi kromatografi divariasikan untuk mendapatkan hasil analisis optimum adalah komposisi fae gerak dan laju alir. Perbandingan fase gerak metanol – air yang divariasikan 20:80, 40:60, 60:40, 80:20 sedangkan laju alir


(35)

divariasikan 0,8 ml/menit dan 1 ml/menit. Kondisi kromatografi yang memberikan waktu tambat singkat, tailing factor kecil dan efisiensi penggunaan pelarut selanjutnya di pilih sebagai kondisi yang akan digunakan dalam penelitian ini.

2.5.3 Analisis Kualitatif menggunakan KCKT

2.5.3.1 Uji Identifikasi Metil Paraben menggunakan KCKT

Metil paraben BPFI dengan konsentrasi 50 µg/ml dan larutan sampel masing-masing diinjeksikan menggunakan vial autosampler sebanyak 5 µl, dianalisis pada kondisi KCKT yang sama dari perbandingan fase gerak metanol-air dan laju alir yang terbalik hasil orientasi, kemudian dicatat masing-masing waktu tambatnya. Waktu tambat kromatogram hasil penyuntikan metil paraben BPFI dibandingkan dengan sampel pada kondisi KCKT yang sama. Apabila waktu tambat sampel hampir sama dengan waktu tambat BPFI, maka sampel mengandung metil paraben. Untuk mempertegas identifikasi ini, sedikit larutan metil paraben BPFI ditambah (spiking) ke dalam larutan sampel kemudian dianalisis kembali pada kondisi KCKT yang sama. Luas area dan waktu tambat yang sama diamati kembali dan dibandingkan antara kromatogram hasil spiking dengan kromatogram larutan sampel sebelum spiking. Sampel dinyatakan mengandung metil paraben, jika terjadi peningkatan tinggi puncak dan luas area pada kromatogram hasil spiking dengan waktu tambat sama seperti pada kromatogram penyuntikan larutan metil paraben BPFI.

2.5.4 Analisis Kuantitatif

2.5.4.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Metil Paraben


(36)

larut. Setelah larut, diencerkan lagi dengan pelarut sampai garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 µg/ml (LIB I).

Dari LIB I dipipet 5 ml, lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, kemudian diencerkan dengan pelarut sampai garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 50 µg/ml (LIB II).

2.5.4.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Metil Paraben BPFI

Dipipet Larutan Induk Baku II (LIB II) sebanyak 0,5 ml, 1,0 ml, 2,0 ml, 3,0 ml, dan 4,0 ml, dimasukkan dalam labu tentukur 50 ml, diencerkan dengan pelarut hingga garis tanda. Kocok sehingga diperoleh konsentrasi 0,5 µg/ml, 1,0 µg/ml, 2,0 µg/ml, 3,0 µg/ml dan 4,0 µg/ml. Kemudian masing-masing larutan disaring dengan membran filter PTFE 0,2 µm, dan diinjeksikan ke sistem KCKT menggunakan vial autosampler sebanyak 5 µl dan dideteksi pada panjang gelombang 254 nm. Dari luas area yang diperoleh pada kromatogram dibuat kurva kalibrasi kemudian dihitung persamaan garis regresi dan faktor korelasinya. 2.5.4.3 Penetapan Kadar Sampel

Ditimbang seksama 5 gram kecap, dipindahkan secara sistematik kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml, lalu dilarutkan dan dicukupkan dengan pelarut hingga garis tanda. Dikocok-kocok ± 5 menit lalu disaring dengan kertas saring, ± 5 ml filtrat pertama dibuang. Dipipet 5 ml filtrat, dimasukkan ke dalama labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan pelarut hingga garis tanda. Dikocok-kocok ± 5 menit lalu disaring dengan membran filter PTFE 0,2 µm kemudian diawaudarakan selama 15 menit. Sampel diinjeksikan sebanyak 5 µl ke sisitem KCKT vial autosampler dan dideteksi pada panjang gelombang 254 nm dengan perbandingan fase gerak metanol-air (40:60) dan laju alir 1 ml/menit. Dilakukan sebanyak 6 kali pengulangan untuk setiap sampel.


(37)

Kadar dapat dihitung dengan mensubtitusikan luas area sampel pada Y dari persamaan regresi : Y = ax + b.

Y= menyatakan absorbansi x= konsentrasi

a= koefisien regresi (juga menyatakan slope = kemiringan) b= tetapan regresi dan juga disebut dengan intersep

2.5.5 Validasi Metode 2.5.5.1 Kecermatan

Uji akurasi (accuracy) ditentukan dengan menggunakan metode penambahan baku (standart addition method), yakni ke dalam sampel ditambahkan larutan baku metil paraben 100% dari rata-rata kadar metil paraben yang terdapat pada sampel, kemudian dianalisis dengan perlakuan yang sama seperti pada penetapan kadar sampel (Epshtein, 2004). Hasil dinyatakan dalam persen perolehan kembali (% recovery). Persen perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus (Harmita, 2004):

% Perolehan kembali =

A A F C C C *

x 100%

Keterangan :

CF = konsentrasi total sampel yang diperoleh dari pengukuran (µg/g)

CA = konsentrasi sampel sebenarnya (µg/g) C*A = konsentrasi analit yang ditambahkan (µg/g) 2.5.5.2 Keseksamaan

Menurut Rohman (2009), presisi merupakan ukuran kedekatan antar serangkaian hasil analisis yang diperoleh dari beberapa kali pengukuran pada


(38)

Presisi seringkali diekspresikan dengan SD atau Koefisien Variasi (KV) dari serangkaian data. Nilai KV dirumuskan dengan :

% 100 x X SD KV  Keterangan:

KV = Koefisien Variasi (%) SD = Standar deviasi

X = Kadar rata-rata sampel Sementara itu, nilai SD dihitung dengan :

1 ) ( 2   

n X X SD Dimana :

X = nilai dari masing-masing pengukuran X = rata-rata (mean) dari pengukuran n = banyaknya data

2.5.5.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas Deteksi (Limit Of Detection /LOD) dan Batas Kuantitasi (Limit Of Quantitation/LOQ) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

2 ) ( 2   

n Yi Y SB Sl x Sy x LOD 3  Sl x Sy x LOQ 10 


(39)

Keterangan:

Sy/x = Simpangan baku

Sl = Slope atau derajat kemiringan

2.5.6 Analisis Data Penetapan Kadar Secara Statistik

Data perhitungan kadar dianalisis secara statistik menggunakan uji t.

Menurut Harmita (2004), Rumus yang digunakan untuk menghitung Standar Deviasi (SD) adalah :

1 ) ( 2   

n X X SD

Kadar dapat dihitung dengan persamaan garis regresi dan untuk menentukan data diterima atau ditolak digunakan rumus:

t hitung n SD X X /  

Dengan dasar penolakan apabila t hitung ≥ t tabel, pada taraf kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01, dk = n – 1.

Keterangan :

SD = Standard deviation/simpangan baku X = Kadar dalam satu perlakuan

X = Kadar rata-rata dalam satu sampel n = Jumlah perlakuan

Untuk mencari kadar sebenarnya dapat digunakan rumus (Wibisono, 2005):

n SD x t

X (1 1/2)dk   

Keterangan:

μ = Kadar sebenarnya X = Kadar sampel n = Jumlah perlakuan

t = Harga ttabel sesuai dengan derajat kepercayaan dk= Derajat kebebasan.


(40)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Penentuan Komposisi Fase Gerak untuk mendapatkan Kondisi Kromatografi yang Optimal

Pada awal penelitian, dilakukan orientasi terhadap bahan baku metil paraben untuk mencari kondisi kromatografi yang terbaik dengan memvariasikan perbandingan fase gerak metanol-air yaitu (80:20), (60:40), (40:60), (20:80) sedangkan laju alir pada 0,8 ml/menit dan 1 ml/menit, deteksi dilakukan pada panjang gelombang 254 nm. Adapun parameter yang perlu diperhatikan yaitu waktu tambat, jumlah lempeng teoritis dan tailing faktor. Hubungan antara pengaruh komposisi Fase Gerak terhadap Resolusi Kromatogram dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Pengaruh Komposisi Fase Gerak terhadap Resolusi Kromatogram.

No

Perbandingan Fase Gerak Metanol & Air

Luas area

Waktu

Tambat Tailing factor Jumlah lempeng teoritis Laju Alir (ml/menit)

1 80 : 20 3724,5 2,066 1,12114 6516 0,8

2 60 : 40 2824,7 2,333 1,08228 5873 1

3 40 : 60 2952,6 5,884 1,04697 11886 1

4 20 : 80 3616,7 14,156 1,00971 2449 0,8 Catatan : dilakukan 1 x penyuntikan bahan baku metil paraben untuk masing-masing perbandingan fase gerak Metanol – Air.

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa, semakin besar konsentrasi metanol dalam fase gerak maka waktu tambat metil paraben akan semakin singkat. Hal ini dikarenakan kekuatan fase gerak (solvent strength), dimana pada kromatografi fase terbalik, konsentrasi metanol yang lebih besar akan mengakibatkan fase gerak semakin kuat sehingga proses elusi terjadi lebih cepat, maka waktu tambat analit


(41)

Berdasarkan hal tersebut di atas maka perbandingan komposisi fase gerak metanol-air yang terbaik untuk analisis metil paraben adalah 40:60 dengan laju alir 1ml/menit. Ditinjau dari retention time (waktu tambat) maka fase gerak metanol-air 40:60 memiliki waktu tambat yang lebih cepat bila dibandingkan dengan fase gerak air 20:80. Meskipun perbandingan fase gerak metanol-air 80:20 dan 60:40 memiliki waktu tambat yang lebih cepat dibanding fase gerak metanol-air 40:60 namun pada waktu tambat ini banyak zat-zat pengotor yang menghalangi keberadaan kromatogram dari sampel yang diperiksa. Ditinjau dari lempeng teoritis menunjukkan bahwa fase gerak metanol-air 40:60 lebih besar dibanding dengan yang lain, meskipun luas area lebih kecil bila dibanding dengan perbandingan fase gerak metanol-air 80:20 dan 20:80. Hal ini dikarenakan laju alir yang semakin tinggi akan menyebabkan luas area semakin kecil. Setelah didapatkan perbandingan fase gerak yang terbaik selanjutnya dilakukan uji identifikasi.

3.2 Analisis Kualitatif

Dari hasil orientasi pada penentuan kondisi kromatografi yang terbaik untuk metil paraben diperoleh komposisi fase gerak Metanol-Aquabidest 40 : 60, laju alir 1 ml/menit dan tekanan 89 bar. Dengan kondisi kromatografi ini, Hasil uji identifikasi pada penyuntikan metil paraben BPFI (50 µg/ml) diperoleh kromatogram dengan waktu tambat 5,884 menit. Waktu tambat ini berdekatan dengan waktu tambat sampel yang dianalisis pada kondisi KCKT yang sama yakni 5,824 menit. Kedua kromatogram hasil analisis KCKT ini dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Meskipun waktu tambat yang ditunjukkan tidak sama persis, namun waktu tambat yang diamati dalam kromatogram sampel dapat diterima sebagai waktu


(42)

tambat metil paraben karena masih berada dalam rentang waktu tambat yang dapat diterima yaitu ±5% dari waktu tambat metil paraben BPFI (Wetson dan Brown, 1997).

Untuk mempertegas identifikasi, salah satu larutan sampel (kecap Supermie) ditambahkan baku metil paraben (spiking method) pada kondisi KCKT yang sama. Hasil analisis menunjukkan, terjadi peningkatan luas area dan tinggi puncak metil paraben dari sampel yang diamati sebelumnya, jadi dapat disimpulkan bahwa puncak yang diamati dari larutan sampel benar merupakan puncak metil paraben. Kromatogram larutan sampel yang dianalisis setelah spiking dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.

Gambar 1. BPFI metil paraben

Gambar 2. Sampel


(43)

Gambar 3. Spiking

Keterangan:

Gambar 1. Kromatogram hasil penyuntikan larutan metil paraben BPFI

konsentrasi 50 µg/ml dengan fase gerak metanol-air (40:60), laju alir 1 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 254 nm.

No Nama RT Area Height Plate Tailing factor 1 Metil paraben 5,884 2952,6 356,43 11886 1,04697 Gambar 2. Kromatogram hasil penyuntikan larutan sampel kecap dengan fase

gerak metanol – air (40:60), laju alir 1 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 254 nm.

No Nama RT Area Height Plate Tailing factor 1 Metil paraben 5.824 22.9 2,81 12622 0,98790

Gambar 3. Kromatogram hasil penyuntikan larutan kecap Supermie goreng setelah penambahan baku metil paraben (spiking) dengan fase gerak metanol – air (40:60), laju alir 1 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 254 nm.

No Nama RT Area Height Plate Tailing factor 1 Metil paraben 5.827 219,6 26,9 11561 1,03704


(44)

3.3 Analisis Kuantitatif

3.3.1 Penentuan Kurva Kalibrasi Metil paraben

Penentuan kurva kalibrasi metil paraben BPFI yang ditentukan berdasarkan luas area pada rentang konsentrasi 0 sampai 4 µg/ml, dari kurva kalibrasi di peroleh hubungan linier antara luas area dan konsentrasi dengan koefesien korelasi (r) = 0,9998. Koefisien korelasi dapat dilihat pada data di Gambar 4. Dimana koefesien korelasi yang di peroleh ini masih dalam batas penerimaan nilai koefesien korelasi yaitu r = 0,995 (Moffat, 2004). Dari hasil perhitungan di peroleh persamaan regresi Y = 58,8968X + 2,1306. Data hasil penyuntikan larutan metil paraben BPFI ke sistem KCKT dapat di lihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Data hasil penyuntikan larutan metil paraben BPFI No Konsentrasi

(µg/ml)

Luas area

0 0 0

1 0,5 32 2 1 63,3 3 2 120,4 4 3 178,1 5 4 237,4

Dari Tabel 2 di atas, diperoleh kurva kalibrasi dengan memplot konsentrasi versus luas area seperti pada Gambar 4 berikut.


(45)

3.3.2 Penetapan Kadar Sampel

Pada kesepuluh sampel yang dianalisis sebagai berikut Kecap Kemasan Supermie Goreng, Kecap Kemasan Pop Mie Cup goreng, Kecap Langkat (merek lokal) dalam kemasan botol, Kecap Angsa (merek lokal) dalam kemasan botol, Kecap ABC (merek nasional) dalam kemasan plastik, Kecap Bango (merek nasional) dalam kemasan plastik, Saus Pop Mie Goreng Cup dalam kemasan plastik, Saus Del Monte dalam kemasan plastik, Saus Sasa dalam kemasan plastik, dan Saus Indofood dalam kemasan plastik diperoleh salah satu kecap yang mengandung metil paraben yaitu Kecap Kemasan Supermie Goreng sedangkan kesembilan sampel yang lain tidak ditemukan kandungan metil paraben.

Hasil Perhitungan Kadar Kecap dalam Supermie goreng kemasan setelah dilakukan Uji Statistik, Rentang kadar metil paraben (mg/kg), yaitu 34,5076 ± 0,9639. Kadar dapat di hitung dengan mensubstitusikan luas area yang di peroleh pada Y dari persamaan regresi. Berdasarkan hasil perhitungan, kadar metil paraben pada sampel kecap Supermie goreng kemasan yang dianalisis memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh PERMENKES RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88, batas maksimum penggunaan metil paraben dalam kecap adalah 250 mg/kg.

3.4 Hasil Uji Validasi

Pada penelitian ini dilakukan uji validasi metode, yaitu dengan metode penambahan bahan baku (Standart Addition Method) ke dalam sampel. Tujuan validasi ini adalah untuk menunjukkan bahwa metode yang digunakan telah sesuai dengan maksud yang dikehendaki. Uji ini meliputi uji akurasi dengan parameter persen perolehan kembali (% recovery) dan uji presisi dengan parameter


(46)

Koefisien Variasi (KV), batas deteksi (Limit Of Detection/LOD) dan batas kuantitasi (Limit Of Quantitation/LOQ). Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.

Uji akurasi dengan parameter persen perolehan kembali dilakukan dengan membuat konsentrasi sampel dengan rentang spesifik 100% di hitung dari kadar rata-rata metil paraben dari sampel 3 replikasi. Kromatogram hasil penyuntikan perolehan kembali dapat di lihat pada lampiran 15. Data hasil pengujian akurasi dan presisi yang dilakukan untuk kecap Supermie goreng kemasan dengan metode penambahan bahan baku (Standar Adition Method) dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Data Hasil Uji Validasi Metil Paraben dalam sampel yang diperiksa.

Dari data di atas di peroleh persen perolehan kembali (% recovery) metil paraben sebesar 99,39% dengan Standar Deviasi (SD) 0,5711%. Hasil persen perolehan kembali ini memenuhi persyaratan uji akurasi. Dari hasil yang di peroleh ini menunjukkan bahwa metode yang dilakukan memiliki kecermatan yang baik. Sedangkan dari hasil uji presisi di peroleh Koefisien Variasi (KV) sebesar 0,5746%. Dari hasil yang di peroleh ini menunjukkan bahwa metode yang dilakukan memiliki keseksamaan yang baik karena Hasil Koefisien Variasi (KV) diizinkan adalah ≤ 2% (WHO, 1992). sampel yang dianalisis berada di atas batas No Rentang

Spesifik % Luas Area Kadar (mg/kg) Baku yang ditambahkan (mg/kg) % Recovery

1 42,77 68,5952 34,5 98,80

2 100% 43,08 68,9891 34,5 99,94

3 42,90 68,8113 34,5 99,43

Rata – rata (% recovery) 99,39 Standar Deviasi (SD) 0,5711 Koefisien Variasi (KV) (%) 0,5746 Batas Deteksi (LOD) (µg/ml) 0,0634 Batas Kuantitasi (LOQ) (µg/ml) 0,2112


(47)

deteksi (Limit Of Detection/LOD) dan batas kuantitasi (Limit Of Quantitation/LOQ) yaitu sebesar 0,0634 µg/ml dan 0,2112 µg/ml. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa prosedur analisis yang dikerjakan dalam penelitian ini sahih dan dapat digunakan untuk menganalisis penetapan kadar metil paraben dalam kecap dan saus yang beredar dipasaran karena telah memenuhi persyatan uji validasi.


(48)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Penetapan kadar metil paraben dalam kecap dan saus yang beredar dipasaran dapat dilakukan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) menggunakan kolom C18 (4,6 mm x 250 mm) dengan perbandingan fase gerak metanol – air (40:60) dengan laju alir 1 ml/menit dan pada panjang gelombang 254 nm. Metode ini memenuhi uji validasi yaitu akurasi, presisi, batas deteksi (Limit Of Detection/LOD), batas kuantitasi (Limit Of Quantitation/LOQ).

Dari hasil analisis metil paraben yang dilakukan pada kecap dan saus yang beredar dipasaran ditemukan hanya kecap dalam bentuk kemasan plastik pada supermi goreng yang mengandung metil paraben. Pada pemeriksaan kesembilan sampel yang lain tidak ditemukan pengawet metil paraben. Kadar metil paraben yang diperoleh pada kecap supermi goreng adalah 34,5076 ± 0,9639 mg/kg. Kadar metil paraben dalam kecap supermie goreng tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh PERMENKES RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan pangan, yaitu batas maksimum penggunaan metil paraben dalam kecap adalah 250 mg/kg.

4.2 Saran

Disarankan agar penelitian selanjutnya dilakukan analisis lebih lanjut kandungan metil paraben dengan sampel yang berbeda dan menggunakan metode KCKT dan fase gerak yang sama.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Agilent. (2005). Separation of Paraben Preservatives by Reversed-Phase HPLC. http://www.Agilent.com

Anonim. (2008). Pedoman Penulisan Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Sumatera Utara.

Depkes RI. (1988). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Pangan. Hal 75-79. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal 40.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi ke IV. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 551.

Épshtein, N.A. (2004). Validation of HPLC Techniques for Pharmaceutical Analysis. Pharmaceutical Chemistry Journal 38(4). Page 212-228. Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara

Perhitungannya. Reviw Artikel. Majalah Ilmu Kefarmasian, Volume I (3). Hal.117-135.

Johnson, E.L. dan Stevenson, R. (1991). Dasar Kromatografi Cair. Bandung:Penerbit ITB. Hal. 1-40.

Kazakevich, Y. and L. LoBrutto. (2007). Introduction. In: Y. Kazakevich and L. LoBrutto (eds). HPLC for Pharmaceutical Scientists. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Page 18-19.

Moffat, A.C. (2005). Clarke’S Analysis Of Drug And Poisons. Thirth edition. London: Pharmaceutical Press. Electronic version.

Rohman, A. (2007). Kimia Faramasi Analisis. Yogyakarta. Penerbit: Pustaka pelajar. Hal. 378-379.

Snyder, L. And Kirkland, J. (1979). Introduction to Modern Liquid Chromatography. 2nd edition, By Jhon Wiley and Son. London. Page. 554.

Standar Nasional Indonesia (SNI). (1992). Pusat Standardisasi Industri Republik Indonesia, Departemen Perindustrian.

Watson, D.G. (2007). Analisis farmasi BA: untuk mahasiswa farmasi dan praktisi kimia farmasi. Jakarta: EGC. Hal 261-262.


(50)

Wetson, A., dan P.R. Brown. (1997). HPLC dan CE Principles and Practice California : Academic Press. Hal. 216, 231.

WHO. (1992). The International Pharmacopoeia. Fourth Edition. Electronic Version Geneva: World Health Organization.

Wibisono, Y. (2005). Metode Statistik. Yogyakarta. Gajah mada. Univercity Press. Hal. 449-454.

Wisnu C., (2002). Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Edisi Kedua. Penerbit Bumi Aksara. Hal 1-57.

Yuliarti, N. (2007). Awas! Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta : Penerbit ANDI. Hal. 7-64.


(51)

Lampiran 1. Kromatogram Penyuntikan Metil Paraben Baku untuk Mencari Perbandingan Fase Gerak Metanol-Air yang Optimal untuk Analisis.

No Nama RT Area Height Plate Tailing factor

1 Metil paraben 2,066 3724,5 945,15 6516 1,12114 Perbandingan fase gerak metanol-air (80:20) dengan laju alir 0,8 ml/menit di analisa secara KCKT pada kolom C18 (250 mm x 4,60 mm) dan dideteksi pada panjang gelombang 254 nm.

No Nama RT Area Height Plate Tailing factor

1 Metil paraben 2,333 2824,7 638,38 5873 1,08228 Perbandingan fase gerak metanol-air (60:40) dengan laju alir 1ml/menit di analisa secara KCKT pada kolom C18 (250 mm x 4,60 mm) dan dideteksi pada panjang gelombang 254 nm.


(52)

No Nama RT Area Height Plate Tailing factor 1 Metil paraben 5,884 2952,6 356,43 11886 1,04697 Perbandingan fase gerak metanol-air (40:60) dengan laju alir 1ml/menit di analisa secara KCKT pada kolom C18 (250 mm x 4,60 mm) dan dideteksi pada panjang gelombang 254 nm.

No Nama RT Area Height Plate Tailing factor

1 Metil paraben 14,156 3616,7 84,86 2449 1,00971 Perbandingan fase gerak metanol-air (20:80) dengan laju alir 0,8 ml/menit di analisa secara KCKT pada kolom C18 (250 mm x 4,60 mm) dan dideteksi pada panjang gelombang 254 nm.


(53)

Lampiran 2. Perhitungan Persamaan Regresi dari Kurva Kalibrasi Metil Paraben BPFI

No.

Konsentra si (µg/ml)

Luas Area

XY X2 Y2

X Y

1 0 0 0 0 0

2 0,5 32 16 0,25 1024

3 1 63,3 63,3 1 4006,89

4 2 120,4 240,8 4 14496,16

5 3 178,1 534,3 9 31719,61

6 4 237,4 949,6 16 56358,76

∑ 10,5 631,2 1804 30,25 107605,42

Rata-rata 1,75 105,2 300,67

Y = X+ b

= 58,8968 b =

= 105,2 – (58,8968)(1,75) = 2,1306


(54)

Untuk mencari hubungan kadar (X) dengan luas area (Y) digunakan pengujian koefisien korelasi (r)


(55)

Lampiran 3 Perhitungan Batas Deteksi (Limit Of Detection/LOD) dan Batas kuantitasi (Limit Of Qualification/LOQ) Metil paraben

Persamaan Regresi : Y = X+ b

Y = 58,8968 X + 2,1306 No Konsentrasi

X

Luas Area

Y Yi Y – Yi ( Y – Yi )

2

1 0 0 0 0 0

2 0,5 32 31,5786 0,4214 0,1776

3 1 63,3 61,0274 2,2726 5,1647

4 2 120,4 119,9242 0,4758 0,2264

5 3 178,1 178,821 -0,7210 0,5198

6 4 237,4 237,7178 -0,3178 0,1010

∑ 6,1895

2 ) ( x Sy Baku Simpangan 2       

n Yi Y 6 2 1895 , 6   x Sy

x1,2439 Sy Slope x Sy x LOD 3 ) ( Deteksi Batas 

58,8968

2439 , 1 3x LOD

LOD0,0634 µg/ml Slope x Sy x LOQ 10 ) ( Kuantitasi Batas  2112 , 0  LOQ µg/ml 8968 , 58 2439 , 1 10x LOQ


(56)

Lampiran 4. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Larutan Kecap Kemasan Supermie Goreng.

Kromatogram hasil penyuntikan 6 kali pengulangan dari larutan kecap kemasan Supermie goreng yang dianalisa secara KCKT pada kolom C18 (250 mm x 4,60 mm), dengan perbandingan fase gerak metanol – air (40:60), laju alir 1 ml/menit dan di deteksi pada panjang gelombang 254 nm. Diperoleh sebagai berikut:

No Nama RT Area Height Plate Tailing factor

1 Metil paraben 5.941 22.7 2.79 12622 0,98790

No Nama RT Area Height Plate Tailing factor


(57)

No Nama RT Area Height Plate Tailing factor

1 Metil paraben 5.852 22.9 2,80 11625 1,00410

No Nama RT Area Height Plate Tailing factor

1 Metil paraben 5.838 21,9 2,66 11559 0,98400


(58)

No Nama RT Area Height Plate Tailing factor

1 Metil paraben 5.853 22.4 2,70 11525 0,98810

No Nama RT Area Height Plate Tailing factor


(59)

Lampiran 5. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Larutan Kecap Kemasan Pop Mie Cup goreng.

Kromatogram hasil penyuntikan 6 kali pengulangan dari larutan kecap kemasan Pop Mie Cup goreng yang dianalisa secara KCKT pada kolom C18 (250 mm x 4,60 mm), dengan perbandingan fase gerak metanol – air (40:60), laju alir 1 ml/menit dan di deteksi pada panjang gelombang 254 nm. Diperoleh sebagai berikut:

 Pengulangan ke-1, tidak ditemukan kadar metil paraben pada kecap kemasan plastik di dalam Pop Mie Cup

 Pengulangan ke-2, tidak ditemukan kadar metil paraben pada kecap kemasan plastik di dalam Pop Mie Cup


(60)

 Pengulangan ke-3, tidak ditemukan kadar metil paraben pada kecap kemasan plastik di dalam Pop Mie Cup

 Pengulangan ke-4, tidak ditemukan kadar metil paraben pada kecap kemasan plastik di dalam Pop Mie Cup


(61)

 Pengulangan ke-5, tidak ditemukan kadar metil paraben pada kecap kemasan plastik di dalam Pop Mie Cup

 Pengulangan ke-6, tidak ditemukan kadar metil paraben pada kecap kemasan plastik di dalam Pop Mie Cup


(62)

Lampiran 6. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Larutan Kecap Langkat (merek lokal) dalam kemasan botol.

Kromatogram hasil penyuntikan 6 kali pengulangan dari larutan kecap kemasan Kecap Langkat yang dianalisa secara KCKT pada kolom C18 (250 mm x 4,60 mm), dengan perbandingan fase gerak metanol – air (40:60), laju alir 1 ml/menit dan di deteksi pada panjang gelombang 254 nm. Diperoleh sebagai berikut:

 Pengulangan ke-1, tidak ditemukan kadar metil paraben pada larutan Kecap Langkat (merek lokal) kemasan botol

 Pengulangan ke-2, tidak ditemukan kadar metil paraben pada larutan Kecap Langkat (merek lokal) kemasan botol


(63)

 Pengulangan ke-3, tidak ditemukan kadar metil paraben pada larutan Kecap Langkat (merek lokal) kemasan botol

 Pengulangan ke-4, tidak ditemukan kadar metil paraben pada larutan Kecap Langkat (merek lokal) kemasan botol


(64)

 Pengulangan ke-5, tidak ditemukan kadar metil paraben pada larutan Kecap Langkat (merek lokal) kemasan botol

 Pengulangan ke-6, tidak ditemukan kadar metil paraben pada larutan Kecap Langkat (merek lokal) kemasan botol


(65)

Lampiran 7. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Larutan Kecap Angsa (merek lokal) dalam kemasan botol.

Kromatogram hasil penyuntikan 6 kali pengulangan dari larutan Kecap Angsa yang dianalisa secara KCKT pada kolom C18 (250 mm x 4,60 mm), dengan perbandingan fase gerak metanol – air (40:60), laju alir 1 ml/menit dan di deteksi pada panjang gelombang 254 nm. Diperoleh sebagai berikut:

 Pengulangan ke-1, tidak ditemukan kadar metil paraben pada larutan Kecap Angsa (merek lokal) kemasan botol

 Pengulangan ke-2, tidak ditemukan kadar metil paraben pada larutan Kecap Angsa (merek lokal) kemasan botol


(66)

 Pengulangan ke-3, tidak ditemukan kadar metil paraben pada larutan Kecap Angsa (merek lokal) kemasan botol

 Pengulangan ke-4, tidak ditemukan kadar metil paraben pada larutan Kecap Angsa (merek lokal) kemasan botol


(67)

 Pengulangan ke-5, tidak ditemukan kadar metil paraben pada larutan Kecap Angsa (merek lokal) kemasan botol

 Pengulangan ke-6, tidak ditemukan kadar metil paraben pada larutan Kecap Angsa (merek lokal) kemasan botol


(68)

Lampiran 8. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Larutan Kecap ABC (merek nasional) dalam kemasan plastik.

Kromatogram hasil penyuntikan 6 kali pengulangan dari larutan kecap kemasan Kecap ABC yang dianalisa secara KCKT pada kolom C18 (250 mm x 4,60 mm), dengan perbandingan fase gerak metanol – air (40:60), laju alir 1 ml/menit dan di deteksi pada panjang gelombang 254 nm. Diperoleh sebagai berikut:

 Pengulangan ke-1, tidak ditemukan kadar metil paraben pada larutan Kecap ABC (merek nasional) kemasan plastik

 Pengulangan ke-2, tidak ditemukan kadar metil paraben pada larutan Kecap ABC (merek nasional) kemasan plastik


(69)

 Pengulangan ke-3, tidak ditemukan kadar metil paraben pada larutan Kecap ABC (merek nasional) kemasan plastik

 Pengulangan ke-4, tidak ditemukan kadar metil paraben pada larutan Kecap ABC (merek nasional) kemasan plastik


(70)

 Pengulangan ke-5, tidak ditemukan kadar metil paraben pada larutan Kecap ABC (merek nasional) kemasan plastik

 Pengulangan ke-6, tidak ditemukan kadar metil paraben pada larutan Kecap ABC (merek nasional) kemasan plastik


(71)

Lampiran 9. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Larutan Kecap Bango (merek nasional) dalam kemasan plastik.

Kromatogram hasil penyuntikan 6 kali pengulangan dari larutan kecap kemasan Kecap ABC yang dianalisa secara KCKT pada kolom C18 (250 mm x 4,60 mm), dengan perbandingan fase gerak metanol – air (40:60), laju alir 1 ml/menit dan di deteksi pada panjang gelombang 254 nm. Diperoleh sebagai berikut:

 Pengulangan ke-1, tidak ditemukan kadar metil paraben pada larutan Kecap Bango (merek nasional) kemasan plastik

 Pengulangan ke-2, tidak ditemukan kadar metil paraben pada larutan Kecap Bango (merek nasional) kemasan plastik


(72)

 Pengulangan ke-3, tidak ditemukan kadar metil paraben pada larutan Kecap Bango (merek nasional) kemasan plastik

 Pengulangan ke-4, tidak ditemukan kadar metil paraben pada larutan Kecap Bango (merek nasional) kemasan plastik


(73)

 Pengulangan ke-5, tidak ditemukan kadar metil paraben pada larutan Kecap Bango (merek nasional) kemasan plastik

 Pengulangan ke-6, tidak ditemukan kadar metil paraben pada larutan Kecap Bango (merek nasional) kemasan plastik


(74)

Lampiran 10. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Larutan Saus Pop Mie Goreng Cup dalam kemasan plastik.

Kromatogram hasil penyuntikan 6 kali pengulangan dari larutan Saus Pop Mie Goreng Cup dalam kemasan plastik yang dianalisa secara KCKT pada kolom C18 (250 mm x 4,60 mm), dengan perbandingan fase gerak metanol – air (40:60), laju alir 1 ml/menit dan di deteksi pada panjang gelombang 254 nm. Diperoleh sebagai berikut:

 Pengulangan ke-1, tidak ditemukan kadar metil paraben pada larutan Saus Pop Mie Goreng Cup dalam kemasan plastik

 Pengulangan ke-2, tidak ditemukan kadar metil paraben pada larutan Saus Pop Mie Goreng Cup dalam kemasan plastik


(75)

 Pengulangan ke-3, tidak ditemukan kadar metil paraben pada larutan Saus Pop Mie Goreng Cup dalam kemasan plastik

 Pengulangan ke-4, tidak ditemukan kadar metil paraben pada larutan Saus Pop Mie Goreng Cup dalam kemasan plastik


(76)

 Pengulangan ke-5, tidak ditemukan kadar metil paraben pada larutan Saus Pop Mie Goreng Cup dalam kemasan plastik

 Pengulangan ke-6, tidak ditemukan kadar metil paraben pada larutan Saus Pop Mie Goreng Cup dalam kemasan plastik


(77)

Lampiran 11. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Larutan Saus Del Monte dalam kemasan plastik.

Kromatogram hasil penyuntikan 6 kali pengulangan dari larutan Saus Pop Mie Goreng Cup dalam kemasan plastik yang dianalisa secara KCKT pada kolom C18 (250 mm x 4,60 mm), dengan perbandingan fase gerak metanol – air (40:60), laju alir 1 ml/menit dan di deteksi pada panjang gelombang 254 nm. Diperoleh sebagai berikut:

 Pengulangan ke-1, tidak ditemukan kadar metil paraben pada Larutan Saus Del Monte dalam kemasan plastik

 Pengulangan ke-2, tidak ditemukan kadar metil paraben pada Larutan Saus Del Monte dalam kemasan plastik


(78)

 Pengulangan ke-3, tidak ditemukan kadar metil paraben pada Larutan Sas Del Monte dalam kemasan plastik

 Pengulangan ke-4, tidak ditemukan kadar metil paraben pada Larutan Saus Del Monte dalam kemasan plastik


(79)

 Pengulangan ke-5, tidak ditemukan kadar metil paraben pada Larutan Saus Del Monte dalam kemasan plastik

 Pengulangan ke-6, tidak ditemukan kadar metil paraben pada Larutan Saus Del Monte dalam kemasan plastik


(80)

Lampiran 12. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Larutan Saus Sasa dalam kemasan plastik.

Kromatogram hasil penyuntikan 6 kali pengulangan dari larutan Saus Sasa dalam kemasan plastik yang dianalisa secara KCKT pada kolom C18 (250 mm x 4,60 mm), dengan perbandingan fase gerak metanol – air (40:60), laju alir 1 ml/menit dan di deteksi pada panjang gelombang 254 nm. Diperoleh sebagai berikut:

 Pengulangan ke-1, tidak ditemukan kadar metil paraben pada Larutan Saus Sasa dalam kemasan plastik

 Pengulangan ke-2, tidak ditemukan kadar metil paraben pada Larutan Saus Sasa dalam kemasan plastik


(81)

 Pengulangan ke-3, tidak ditemukan kadar metil paraben pada Larutan Saus Sasa dalam kemasan plastik

 Pengulangan ke-4, tidak ditemukan kadar metil paraben pada Larutan Saus Sasa dalam kemasan plastik


(82)

 Pengulangan ke-5, tidak ditemukan kadar metil paraben pada Larutan Saus Sasa dalam kemasan plastik

 Pengulangan ke-6, tidak ditemukan kadar metil paraben pada Larutan Saus Sasa dalam kemasan plastik


(83)

Lampiran 13. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Larutan Saus Indofood dalam kemasan plastik.

Kromatogram hasil penyuntikan 6 kali pengulangan dari larutan Saus Indofood dalam kemasan plastik yang dianalisa secara KCKT pada kolom C18 (250 mm x 4,60 mm), dengan perbandingan fase gerak metanol – air (40:60), laju alir 1 ml/menit dan di deteksi pada panjang gelombang 254 nm. Diperoleh sebagai berikut:

 Pengulangan ke-1, tidak ditemukan kadar metil paraben pada Larutan Saus Indofood dalam kemasan plastik

 Pengulangan ke-2, tidak ditemukan kadar metil paraben pada Larutan Saus Indofood dalam kemasan plastik


(84)

 Pengulangan ke-3, tidak ditemukan kadar metil paraben pada Larutan Saus Indofood dalam kemasan plastik

 Pengulangan ke-4, tidak ditemukan kadar metil paraben pada Larutan Saus Indofood dalam kemasan plastik


(85)

 Pengulangan ke-5, tidak ditemukan kadar metil paraben pada Larutan Saus Indofood dalam kemasan plastik

 Pengulangan ke-6, tidak ditemukan kadar metil paraben pada Larutan Saus Indofood dalam kemasan plastik


(86)

Lampiran 14. Analisis Data Statistik untuk Mencari Kadar Sebenarnya dari Penyuntikkan Larutan kecap Supermie goreng kemasan plastik.

No Kadar (%) Area ( X - ) ( X - )2 X Y

1 34,7802 22,7 0,275 0,0756

2 33,5679 21,9 -0,935 0,8742

3 35,0720 22,9 0,565 0,3192

4 35,0803 22,9 0,575 0,3306

5 34,2797 22,4 -0,235 0,0552

6 34,2660 22,4 -0,245 0,06 ∑ X = 207,0461

∑ (X - )2 = 1,7148 =34,5076 1 ) ( 2   

n X X SD 5 7148 , 1

 = 0,5856

Pada tingkat kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01, dk = n – 1 = 6 – 1 = 5 Diperoleh t tabel = 4,0321

Dasar penolakan data apabila t hitung ≥ t tabel t hitung =

n SD X X /  t hitung data 1 =

6 5856 , 0 0756 , 0 = 0,3163 t hitung data 2 =

6 5856 , 0 8742 , 0 = 3,6577 t hitung data 3 =

6 5856 , 0 3192 , 0 = 1,3355 t hitung data 4 =

6 5856 , 0 3306 , 0 = 1,3833 t hitung data 5 =

6 5856 , 0 0552 . 0 = 0,2309 t hitung data 6 =

6 5856 , 0 06 , 0 = 0,2510 Semua data diterima

Jadi kadar sebenarnya terletak antara : µ = X ± t(1-1/2α)dk x


(87)

= 34,5076 ± 4,0321 x

6 5856 , 0


(88)

Lampiran 15. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Larutan Kecap Supermie Goreng kemasan plastik pada Persen Perolehan Kembali pada rentang 100%.

No Nama RT Area Height Plate Tailing factor

1 Metil paraben 5.843 43,08 5,30 11790 1,05603

No Nama RT Area Height Plate Tailing factor


(89)

No Nama RT Area Height Plate Tailing factor


(90)

Lampiran 16. Analisis Data Statistik Persen Perolehan Kembali Metil Paraben dari Penyuntikan Larutan Kecap Supermie Goreng Kemasan plastik (PT. Indofood)

No % Metil paraben ( X - ) ( X - )2 X

1 98,80 -0,59 0,3481

2 99,94 0,55 0,3025

3 99,43 0,04 0,0016

∑ X = 297,15

∑ (X - )2 = 0,6522 =99,39 Maka, 1 ) ( 2   

n X X SD 2 6522 , 0  =0,5711

Koefisien Variasi (KV)

% 100 x X SD KV % 100 39 , 99 5711 , 0 x  = 0,5746%


(91)

Lampiran 17. Data Hasil Perolehan Kembali Metil Paraben pada Kecap Supermie Goreng Kemasan plastik

No

Rentang Spesifik

%

Luas Area Kadar (mg/kg)

Baku yang ditambahkan

(mg/kg)

% Recovery 1 42,77 68,5952 34,5 98,80

2 100% 43,08 68,9891 34,5 99,94

3 42,90 68,8113 34,5 99,43 Rata – rata (% recovery) 99,39

Standar Deviasi (SD) 0,5711 Relative Standar Deviasi (RSD) (%) 0,5746 Batas Deteksi (LOD) (µg/ml) 0,0634 Batas Kuantitasi (LOQ) (µg/ml) 0,2112


(92)

Lampiran 18. Tabel Hasil Analisa Kadar Metil Paraben dalam Supermie Goreng dalam kemasan plastik.

No Berat Penimbangan (g) Luas Area Kadar (mg/kg)

1 5,0201 22,7 34,7802

2 5,0210 22,4 34,2660

3 5,0268 22,9 35,0720

4 5,0003 21,9 33,5679

5 5,0190 22,4 34,2797


(93)

Lampiran 19. Contoh Perhitungan untuk Mencari Kadar Metil Paraben dalam Sampel.

Y = 58,8968 X + 2,1306 Luas puncak = 22,7 Berat sampel = 5,0201 g

8968 , 58 1306 , 2 7 , 22   X

= 0,3492 µg/ml

Rumus Perhitungan Kadar Metil Paraben =

Bs Fp V X 

Dimana, K = Kadar total metil paraben dalam sampel (µg/g) X = Kadar metil paraben sesudah pengenceran V = Volume sampel (ml)

Fp = faktor pengenceran Bs = Berat sampel

Kadar total Metil Paraben =

g ml ml g 0201 , 5 5 50 50 3492 ,

0   

= 34,7802 µg/g = 34,7802 mg/kg

Kadar metil paraben ke-6 pengulangan pada sampel supermie goreng kemasan dan kadar metil paraben pada % perolehan kembali dapat dihitung dengan cara yang sama seperti contoh diatas.


(94)

Lampiran 20. Contoh Perhitungan % Recovery dengan Metode Penambahan Bahan Baku (Standard Addition Method) dari Kecap Supermie Goreng kemasan plastik.

% Perolehan kembali =

A A F C C C *

x 100%

Keterangan :

CF = konsentrasi total sampel yang diperoleh dari pengukuran (µg/g)

CA = konsentrasi sampel sebenarnya (µg/g) C*A = konsentrasi analit yang ditambahkan (µg/g)

 Rentang spesifik 100%

Kadar analit yang diperoleh setelah penambahan metil paraben baku misalkan pada data satu adalah CF = 68,5952 mg/kg

Rata-rata kadar metil paraben dalam sampel Supermi Goreng Kemasan Plastik adalah CA = 34,5076 mg/kg

Kadar metil paraben baku yang ditambahkan adalah C*A = 34,5 mg/kg

% Perolehan kembali =

kg mg kg mg kg mg     x 100% = 98,80 %


(95)

Lampiran 21. Daftar Spesifikasi Sampel

1. Kecap Supermie Goreng kemasan plastik

Produsen : PT. Indofood CBP sukses makmur Tgl. kadaluwarsa : 09 desember 2011

2. Kecap Angsa kemasan botol

Produsen : PT. Kilang Kecap Tgl. kadaluwarsa : Maret 2013 3. Kecap Sinar Langkat kemasan botol

Produsen : PT. Busur inti Indonesia panah Tgl. Kadaluwarsa : April 2012

4. Kecap Pop Mie Goreng Cup kemasan plastik

Produsen : PT. Indofood CBP sukses makmur Tgl. Kadaluwarsa : 15 October 2011

5. Kecap Bango kemasan plastik

Produsen : PT. Anugrah Setia Lestari Tgl. Kadaluwarsa : 18 Januari 2012

6. Kecap ABC kemasan plastik

Produsen : PT. Heinz ABC Tgl. Kadaluwarsa : 07 Juni 2012

7. Saos Pop Mie Goreng Cup kemasan plastik

Produsen : PT. Indofood CBP sukses makmur Tgl. Kadaluwarsa : 05 September 2012

8. Saos Indofood

Produsen : PT. Indosentra Pelangi Tgl. Kadaluwarsa : 15 April 2012

9. Saos Del Monte

Produsen : PT. Lasallefood Indonesia Tgl. Kadaluwarsa : 26 Mei 2012

10.Saos Sasa

Produsen : PT. Mitratama Kencana Sejati Tgl. Kadaluwarsa : 11 April 2012


(96)

(97)

(98)

Lampiran 24. Sertifikat Bahan Baku Metil Paraben Pabrik dari PT. Brataco


(99)

Gambar . KCKT agilent 1220 LC


(100)

Lampiran 26. Gambar Sonifikator (Branson 1510) dan Penyaring

Gambar 8. Sonifikator (Branson 1510)

Gambar Penyaring

Gambar 9. Pompa Vakum (Gast DO A-PG04-BN) dan alat penyaring fase gerak.


(1)

(2)

(3)

Lampiran 24. Sertifikat Bahan Baku Metil Paraben Pabrik dari PT. Brataco


(4)

Gambar . KCKT agilent 1220 LC


(5)

Lampiran 26. Gambar Sonifikator (Branson 1510) dan Penyaring

Gambar 8. Sonifikator (Branson 1510)

Gambar Penyaring

Gambar 9. Pompa Vakum (Gast DO A-PG04-BN) dan alat penyaring fase gerak.


(6)

Lampiran 27. Gambar Sonifikator Kudos dan Neraca Analitik

Gambar 10. Sonifikator Kudos