BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Globalisasi perekonomian dunia menyebabkan peningkatan perkembangan
dunia usaha di Indonesia. Perkembangan ini menimbulkan persaingan yang ketat, khususnya antarperusahaan sejenis. Kondisi demikian menuntut perusahaan untuk
selalu memperbaiki dan menyempurnakan bidang usahanya agar dapat mencapai tujuan perusahaan dan mempertahankan kelangsungan hidup going concern
secara berkelanjutan. Pengelola perusahaan juga dituntut agar mampu mengkoordinasikan penggunaan sumber daya yang dimiliki perusahaan secara
efektif dan efisien sehingga keputusan yang dihasilkan adalah tepat. Investor perlu melakukan analisis dalam proses pengambilan keputusan dan memerlukan
beberapa tolok ukur untuk menilai prestasi dan keuangan perusahaan. Salah satu komponen untuk menilai keuangan perusahaan adalah rasio
likuiditas liquidity ratios. Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendeknya pada saat jatuh tempo. Jika perusahaan
mampu melakukan pembayaran artinya perusahaan dalam keadaan likuid, sedangkan jika perusahaan berada dalam keadaan tidak memiliki kemampuan
membayar kewajiban jangka pendek artinya perusahaan tersebut dalam keadaan illikuid. Perusahaan yang tidak dapat mengendalikan tingkat likuiditasnya akan
mengakibatkan hilangnya kepercayaan dari pihak luar perusahaan kreditur dan dapat menurunkan kemampuan perusahaan untuk mengembangkan usahanya.
1
Universitas Sumatera Utara
Perusahaan yang dalam keadaan illikuid akan menghambat aktivitas operasi dan mengurangi efektivitas perusahaan. Secara umum, semakin tinggi likuiditas, maka
semakin rendah resiko kegagalan perusahaan. Likuiditas perusahaan ditunjukkan oleh besar kecilnya aktiva lancar yaitu aktiva yang mudah diubah menjadi kas
meliputi kas, piutang, surat berharga, persediaan. Riyanto 2002 : 94 mengemukakan ”Kas merupakan aktiva lancar yang
paling tinggi tingkat likuiditasnya, artinya dengan ketersediaan kas yang cukup maka perusahaan tidak akan kesulitan dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya”. Dengan kata lain, semakin besar jumlah kas yang dimiliki oleh suatu perusahaan akan semakin tinggi pula likuiditasnya. Menilai ketersediaan kas dapat
dihitung dari perputaran kas. Tingkat perputaran kas merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek
dengan kas yang tersedia. Suatu perusahaan yang memiliki likuiditas tinggi karena adanya kas dalam jumlah besar berarti tingkat perputaran kas tersebut rendah dan
mencerminkan adanya kelebihan kas. Sebaliknya apabila jumlah kas relatif kecil berarti perputaran kas tinggi sehingga perusahaan akan atau dapat berada dalam
keadaan illikuid. Aktiva lancar lain yang likuid adalah piutang. Menurut Gitosudarmo
2002:81 piutang merupakan aktiva lancar perusahaan yang timbul sebagai akibat dilaksanakannya praktik penjualan kredit. Piutang memerlukan waktu yang lebih
pendek untuk diubah menjadi kas. Posisi piutang dan taksiran waktu pengumpulannya dapat dinilai dengan menghitung tingkat perputaran piutang
tersebut. Tingkat perputaran piutang adalah rasio yang memperlihatkan lamanya
Universitas Sumatera Utara
untuk mengubah piutang menjadi kas. Perputaran piutang dihitung dengan membagi penjualan bersih dengan saldo rata-rata piutang. Saldo rata-rata piutang
dihitung dengan menjumlahkan saldo awal dan saldo akhir dan kemudian membaginya menjadi dua. Semakin tinggi tingkat perputaran piutang maka
semakin cepat pula menjadi kas dan apabila piutang telah menjadi kas berarti kas dapat digunakan kembali dalam operasional perusahaan serta resiko kerugian
piutang dapat diminimalkan sehingga perusahaan akan dikategorikan perusahaan likuid. Sebaliknya, apabila tingkat perputaran piutang rendah, maka akan terjadi
kelebihan piutang dan perusahaan akan mengalami keadaan illikuid.
Berbeda dengan kenyataannya, di beberapa perusahaan tak jarang terjadi likuiditas perusahaan yang semakin rendah ketika perputaran kas semakin rendah
pula, hal ini disebabkan terjadinya penjualan yang relatif tinggi tetapi ketersediaan aktiva lancar yaitu kas relatif kecil. Demikian juga dengan piutang, walaupun
perputaran piutang semakin tinggi, likuiditas perusahaan pun malah semakin rendah sebagai akibat adanya penjualan yang relatif tinggi namun ketersediaan
piutang kecil, ini berarti tidak sesuai dengan teori yang dipaparkan di atas. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang telah dilakukan
Simamora 2008. Perbedaan dengan penelitian terdahulu adalah pada penelitian terdahulu hanya menggunakan satu variabel independen yaitu perputaran piutang
dengan variabel dependennya adalah likuiditas, sedangkan pada penelitian ini, terdapat dua variabel independen yaitu perputaran kas dan piutang dan untuk
variabel dependen adalah likuiditas. Kemudian pada penelitian terdahulu, objek penelitiannya hanya pada satu perusahaan, sedangkan pada penelitian ini, peneliti
Universitas Sumatera Utara
mengambil sampel dari perusahaan otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Peneliti menggunakan perusahaan otomotif karena sebagian besar
perusahaan tersebut melakukan penjualan secara kredit. Penjualan kredit menimbulkan piutang dan terkait dengan ketersediaan kas sehingga dapat
mengukur likuiditas perusahaan. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti apakah
perputaran kas dan perputaran piutang mempengaruhi likuiditas perusahaan dalam
sebuah skripsi dengan judul ”Pengaruh Perputaran Kas dan Piutang terhadap Likuiditas pada Perusahaan Otomotif yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia”.
B. Perumusan Masalah