dengan mengingatkan bahwa hanya kepunyaan Allah-lah peribadatan dan ketaatan semata-mata, tak ada persekutuan bagi seorangpun bersama Allah dalam
peribadatan dan ketaatan itu. Karena, apapun selain Allah adalah milikNya.Kewajiban sesuatu yang dimiliki adalah taat kepada pemiliknya.
Kata
ﻥﻳﺩ
dīnun pada ayat ini bermakna ketaatan.Makna ini muncul ditinjau dari konteks intrakalimat berdasarkan hubungan antar kata dalam kalimat.
Kata
ﻥﻳﺩ
dīnun terletak setelah frase
ﻟ
lillāhi ‘kepada milik Allah’ dan kata
ﺺﻟﺎﺨﻟﺍ
al- khāliṣ ‘secara dalam hal ikhlas, murni’. Konteks ayat juga
mengandung makna bahwa Allah mempertegas bahwa ketaatan kepadaNya harus bebas dari unsur syirik, oleh karena itu ditinjau dari segi situasi lingkungan
pengguna bahasa maka bisa dipahami makna kata
ﻥﻳﺩ
dīnun pada ayat ini bermakna ketaatan.
C. Kata yang bermakna BalasanPembalasan
1. Surah Al-Fatihah ayat 4 :
M āliki yaumi ad dīni “yang menguasai hari pembalasan”.
Al-Maragi 1993:42 mengatakan bahwa pada ayat ini Allah menerangkan tentang hari pembalasan dimana pada hari itu segala amal baik dan buruk akan di
perhitungkan. Makna kata
ﻥﻳﺩ
dīnun pada ayat ini adalah hari pembalasan.Makna muncul ditinjau dari segi konteks intrakalimat berdasarkan hubungan antar kata
dalam kalimat.
2. Surah An-Nur ayat 25 :
32
yauma iżin yuwaffīhimu allāhu dīnahumu al-ḥaqqa waya‘lamūna anna allāha
huwa al-
ḥaqqu al-mubīnu “pada hari itu Allah menyempurnakan balasan yang
sebenarnya bagi mereka, dan mereka tahu bahwa Allah Maha benar, Maha Menjelaskan.”
Al-Maragi 1993: 161 mengatakan bahwa Allah menceritakan peristiwa tuduhan perselingkuhan terhadap Aisyah r.a dan menerangkan tentang balasan
dengan sempurna kepada mereka atas segala perbuatannya dan mengetahui adzab yang diancamkan kepada mereka dengan kehidupan dunia dahulu adalah benar
dan hilanglah dari mereka segala keraguan sewaktu di dunia pernah mereka rasakan.
Makna kata
ﻥﻳﺩ
dīnun pada ayat ini adalah pembalasan.Dimaknai demikian ditinjau dari segi konteks situasi waktu bahwa ayat ini diturunkan
kepada orang-orang yang telah menuduh Aisyah r.a dengan tuduhan perzinahan.Karena situasi lingkungan pengguna bahasa maka makna kontekstual
kata
ﻥﻳﺩ
dīnun pada ayat ini adalah pembalasan. 3.Surah Al-Infithar ayat 9 :
kall ā bal tukażżibūna bīddīni “sekali-kali jangan begitu bahkan kamu
mendustakan hari pembalasan.”
Al-Maragi 1993: 122 mengatakan bahwa pada ayat ini Allah menerangkan tentang orang-orang yang mengingkari hari pembalasan dan hari
perhitungan.Yaitu hari ketika semua makhluk dibangkitkan dan diperhitungkan amal perbuatannya. Setiap orang akan memperoleh balasan amal perbuatannya
baik yang ia lakukan dengan bersungguh-sungguh ataupun dengan bermalas- malasan.
33
Makna kata
ﻥﻳﺩ
dīnun pada ayat ini adalah pembalasan. Makna muncul ditinjau dari segi konteks antarkalimat yang terletak pada ayat-ayat selanjutnya
yang mengandung makna bahwa setiap insan manusia telah Allah berikan malaikat pengawas yang mencatat setiap amal perbuatan yang akan dibalas sesuai
dengan amal perbuatan nanti di hari pembalasan. Oleh karena itu makna kontekstual kata
ﻥﻳﺩ
dīnun pada ayat ini adalah pembalasan. 4.Surah At-Tiin ayat 7 :
fam ā yukażżibuka ba‘du bīddīni “maka apa yang menyebabkan mereka
mendustakanmu tentang hari pembalasansetelah adanya keterangan- keteranganitu?”
Al-Maragi 1993: 342 mengemukakan bahwa pada ayat ini Allah mengecam kaum Musyrikin atas keingkaran mereka kepada hari pembalasan
setelah datang bukti-bukti yang jelas kepada mereka dengan sebuah pertanyaan: ‘Apa yang mendorong kamu mengingkari adanya hari pembalasan atas segala
amal perbuatanmu? Padahal telah datang bukti nyata yang menjelaskan kebenaran masalah ini. Sesungguhnya Zat yang Menciptakan kamu dari air mani dan
Menyempurnakan kejaianmu, Ia mampu membangkitkanmu setelah kematianmu dan menghisabmu di akhirat kelak.
Makna
ﻥﻳﺩ
dīnun pada ayat ini adalah pembalasan.Makna dapat dipahami jika ditinjau segi konteks ayat yang menceritakan tentang tanda-tanda yang Allah
berikan kepada kaum Musyrik agar mereka mau beriman kepada Allah.Oleh karena itu dari segi situasi lingkungan pengguna bahasa maka makna kontekstual
kata
ﻥﻳﺩ
dīnun pada ayat ini adalah pembalasan. D. Kata yang Bermakna Undang-undangHukum
1. Surah Yusuf ayat 76 :
34
fabada a biau‘iyatihim qabla wi‘āi akhīhi ṡumma istakhrajahā min wi‘āi
akhīhi każālika kidn ā liyūsufa mā kāna liyakhuża akhāhī fī dīni al-maliki illā anyasyāa allāhu narfaū darajātin man nasyāu wafauqa kulli żī ‘ilmin ‘alīmun
“maka mulailah dia memeriksa karung-karung mereka sebelum memeriksa karung saudaranya sendiri, kemudian dia mengeluarkan piala Raja itu dari
karung saudaranya. Demikianlah Kami mengatur rencana untuk Yusuf.Dia tidak dapat menghukum saudaranya menurut undang-undang Raja, kecuali Allah
menghendakinya.Kami angkat derajat orang yang kami kehendaki; dan di atas setiap orang yang berpengetahuan ada yang lebih mengetahui.”
Menurut Al-Maragi 1993: 34 menuturkan bahwa pada ayat ini Allah menceritakan peristiwa tipu daya yang dilakukan Nabi Yusuf a.s terhadap
saudara-saudaranya.Peristiwa ini menunjukkan boleh mencapai tujuan yang benar melalui jalan yang tampak merupakan tipu daya asalkan tidak bertentangan
dengan syarat yang qath’i.Selanjutnya Allah menerangkan alasan mengapa Dia mengatur “tipu daya” untuk mencapai tujuan Yusuf.
Makna kata
ﻥﻳﺩ
dīnun pada ayat ini adalah undang-undang atau hukum.Makna ini muncul ditinjau dari sudut konteks intrakalimat berhubungan
dengan kata yang terletak sesudahnya yaitu
ﻚﻠﻤﻟﺍ
al-maliku “Raja”. Kemudian ditinjau dari sudut konteks antarkalimat, menilik dari kalimat sebelumnya yakni
ﻪﻴﺧﺃ ءﺎﻋﻭ ﻦﻣ ﺎﻬﺟﺮﺨﺘﺳﺍ ﻢﺛ ﻪﻴﺧﺃ ءﺎﻋﻭ ﻞﺒﻗ ﻢﻬﺘﻴﻋﻭﺄﺑ ﺃﺪﺒﻓ
fabadaa biau‘iyatihim qabla wi‘āi akhīhi ṡumma istakhrajahā min wi‘āi akhīhi “maka mulailah dia
memeriksa karung-karung mereka sebelum memeriksa karung saudaranya sendiri, kemudian dia mengeluarkan piala Raja itu dari karung saudaranya.”
Kalimat ini mengandung makna adanya suatu peristiwa pencurian yang
35
seharusnya mendapat perlakuan hukum.Oleh karena itu makna kontekstual kata
ﻥﻳﺩ
dīnun pada ayat ini adalah undang-undang atau hukum.
2. Surah An-Nur ayat 2 :
az- zāniyatu wazzānī faajlidū kulla wāḥidin minhumā miata jaldatin walā
takhużkum bihimā rafatun fī dīni allāhi inkuntum tuminūna billāhi wa al-yaumi al-
akhiri walyasyhad ‘ażābahumā ṭāifatun mina al-muminīna “pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus
kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama hukum Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari
kemudian; dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang yang beriman.”
Al-Maragi 1993: 123 mengatakan bahwa ayat ini menerangkan tentang hukuman bagi pezina laki-laki dan perempuan yang merdeka, baligh, berakal, dan
bukan muhshan dengan mempunyai istri atau suami yakni seratus kali deraan. Dan hendaklah rasa kasih sayang dan lemah lembut tidak menghalangi kalian
dalam menegakkan agama Allah dan janganlah bersikap lunak dalam menyempurnakan segala ketentuan.
Makna kata
ﻥﻳﺩ
dīnun pada ayat ini adalah undang-undang atau hukum Allah. Makna ini muncul ditinjau dari konteks antarkalimat dilihat dari kalimat
sebelumnya yaitu
ﺓﺪﻠﺟ ﺔﺋﺎﻣ ﺎﻤﻬﻨﻣ ﺪﺣﺍﻭ ﻞﻛ ﺍﻭﺪﻠﺟﺎﻓ ﻲﻧﺍﺰﻟﺍﻭ ﺔﻴﻧﺍّﺰﻟﺍ
az- zāniyatu
wazzānī faajlidū kulla wāḥidin minhumā miata jaldatin “pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali.” Kalimat ini
36
mengandung makna suatu hukum atau undang-undang yang berlaku untuk para pezina laki-laki dan perempuan.Oleh karena itu, makna kontekstual kata
ﻥﻳﺩ
dīnun adalah undang-undang dan hukum.
E. Kata yang Bermakna Ketetapan Agama