Analisis Makna Kata az-zikru Dalam Al-Qur`An Al-Karim

(1)

ANALISIS MAKNA KATA

ゲ∇ミあグャや

/a

c

-

c

ikru

/

DALAM

AL-QUR`AN AL-KARIM

SKRIPSI SARJANA

O

L

E

H

ZIKRI MAHYAR

030704016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI BAHASA ARAB

MEDAN


(2)

ANALISIS MAKNA KATA

ゲ∇ミあグャや

/a

c

-

c

ikru

/

DALAM

AL-QUR`AN AL-KARIM

SKRIPSI SARJANA

DISUSUN

O

L

E

H

ZIKRI MAHYAR

030704016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI BAHASA ARAB

MEDAN


(3)

ANALISIS MAKNA KATA

ゲ∇ミあグャや

/a

c

-

c

ikru

/

DALAM

AL-QUR`AN AL-KARIM

SKRIPSI SARJANA

DISUSUN

O

L

E

H

ZIKRI MAHYAR

030704016

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Nur Sukma Suri, M.Ag. Drs. Bahrum Saleh, M.Ag. NIP: 131676484 NIP: 131918537

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Medan Untuk melengkapi salah satu Syarat Ujian Sarjan Sastra dalam bidang Ilmu Bahasa Arab

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI BAHASA ARAB MEDAN


(4)

Disetujui oleh:

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

PROGRAM STUDI BAHASA ARAB

Ketua,

Sekretaris,

Drs. Aminullah, M.A., Ph.D

Drs. Mahmud Khudri, M.Hum


(5)

PENGESAHAN:

Diterima oleh:

Panitia Ujian Fakultas Sastra Uneversitas Sumatera Utara untuk

Melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam bidang ilmu

Bahasa Arab di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan

Pada

Hari

:

Tanggal :

Fakultas Sastra USU

Dekan

Drs. Syaifuddin, M.A., Ph.D

NIP: 132098531

Panitia Ujian,

1. Drs. Aminullah, M.A., Ph.D (...)

2. Drs. Mahmud Khudri, M.Hum

(...)

3. Dra. Nur Sukma Suri, M.Ag (...)

4. Drs. Bahrum Saleh, M.Ag

(...)

5. Drs. Suwarto, M.Hum

(...)


(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang ditulis diacu oleh naskah skripsi ini dan yang disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, 26 Nopember 2007

Penulis,

Zikri Mahyar


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulill h, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Semesta Alam, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat beriring salam penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah menegakkan ajaran Islam sehingga menjadi rahmat bagi semesta alam.

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Program Studi Bahasa Arab Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Berkaitan dengan hal tersebut maka penulis menyusun sebuah skripsi yang

berjudul “Analisis Makna Kata

⊥ゲ∇ミあグャや

/ac-cikru/ Dalam Al-Qur`an Al-Karim.

Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan, hal ini tidak lain karena keterbatasan pengetahuan, kemampuan serta pengalaman penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga

skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Am n y rabba al-‘ lam n.

Medan, 26 Nopember 2007

Penulis,

Zikri Mahyar


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulill h, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Semesta Alam, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat beriring salam penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah menegakkan ajaran Islam sehingga menjadi rahmat bagi semesta alam.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berjasa besar dalam mensukseskan penulisan skripsi ini. Sebagai ungkapan kebahagian penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Idul Akbar dan Ibunda Rahimah Yahya yang

telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang yang tulus hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi.

All hummagfirl wa liw lidayya wa-irham hum kam rabbay n sag ran.

2. Bapak Drs. Syaifuddin, M.A., Ph.D Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera

Utara. Beserta pembantu Dekan I, II, dan III.

3. Bapak Drs. Aminullah M.A, Ph.D, selaku Ketua Jurusan Program Studi Bahasa

Arab Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Mahmud Khudri, M.Hum selaku Sekretaris Jurusan Program Studi

Bahasa Arab Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dra. Nur Sukma Suri, M.Ag, selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Drs.

Bahrum Saleh, M.Ag, selaku dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dengan penuh kesabaran untuk membimbing dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh staf pengajar Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, khususnya staf

pengajar Program Studi Bahasa Arab yang telah mendidik dan memberikan ilmunya kepada penulis selama masa perkuliahan serta kak Cut Meurah Intan dan Andika selaku tata Usaha Program Studi Bahasa Arab.


(9)

7. Kakakku tercinta Ainul Mardhiah Ray, S.Pd.I, yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi.

10.Adikku tercinta Fitri Akmalia yang telah memberikan motivasi, dukungan,

bantuan dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

11.Sahabat-sahabatku stambuk 2003, Eka, Ghafar, Andi, Indra, Aswin, Dinul, Zul,

Andika, Amril, Amiril, Amraini, Ema, Nia, Lina, Yanti, Fakrah, Ijur dan Vina. 12. Teman-teman mahasiswa jurusan Sastra Arab yang tergabung dalam Ikatan

Mahasiswa Bahasa Arab (IMBA) Universitas Sumatera Utara.

13.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. Jaz kumull hu

khairan.

Medan, 26 Nopember 2007

Penulis,

Zikri Mahyar


(10)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR...

UCAPAN TERIMA KASIH ...

DAFTAR ISI...

DAFTAR SINGKATAN...

...

ABSTRAK ...

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang Masalah………...1

1.2. Perumusan Masalah ………..5

1.3. Tujuan Penelitian………...5

1.4. Manfaat Penelitian……….6

1.5. Metode Penelitian………...6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………..8

2.1Penelitian Terdahulu Mengenai Makna Kontekstual………..8

2.2. Pengertian Semantik………...8

2.3. Pengertian Makna Dan Pembagiannya………...9

2.4. Makna Makna Kata /a - ikru/ Dan Kata / ikrun/………..11

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN……….17

3.1. Jumlah Kata /a - ikru/ Dan Kata / ikrun/ Yang Bermakna Kontekstual Di Dalam Al-Qur`an………..17

3.2. Makna Kontekstual Kontekstual Kata /a - ikru/ Dan Kata / ikrun/ Di Dalam Al-Qur`an………..18

BAB IV PENUTUP……….49

4.1.Kesimpulan……….49

4.2. Saran………50


(11)

LAMPIRAN

DAFTAR SINGKATAN

1. CD : Compact Disk

2. Cet. : Cetakan

3. CV. : Commanditaire Vennootschaap

4. Depag. : Departemen Agama

5. Dkk. : Dan kawan-kawan

6. IMBA : Ikatan Mahasiswa Bahasa Arab

7. No. : Nomor

8. PT. : Perseroan Terbatas

9. Qs. : Qur`an Surat

10. RI : Republik Indonesia

11. SAW : Sallahu ‘alaihi wasallam

12. SKB : Surat Keputusan Bersama

13. SWT : Subhanahu Wa Ta‘ala


(12)

ABSTRAK

Zikri Mahyar, 2007. Analisis Makna Kata /a - ikru/ Dalam Al-Qur`an Al-Karim.

Medan: Program Studi Bahasa Arab Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Penelitian ini membahas tentang makna kontekstual kata / ikrun/ dan kata

/a - ikru/ dalam Al-Qur`an Al-Karim.

Makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks.

Permasalahan yang diteliti adalah tentang jumlah kata / ikrun/ dan kata /a

-ikru/ yang bermakna kontekstual serta makna kontekstual di dalam kata / ikrun/

dan kata /a - ikru/ dalam Al-Qur`an Al-Karim.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah kata / ikrun/ dan kata /a

-ikru/ yang bermakna kontekstual serta makna kontekstual di dalam kata / ikrun/

dan kata /a - ikru/ dalam Al-Qur`an Al-Karim.

Teori yang digunakan adalah teori Abdul Chaer.

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan

menggunakan Metode Analisis Deskriptif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwasanya kata / ikrun/ dan kata /a

-ikru/ yang bermakna kontekstual dalam Al-Qur`an ditemukan sebanyak 37 kata yang tersebar dalam 18 surat dan 35 ayat.

Adapun kata / ikrun/ dan kata /a - ikru/ yang mengandung makna

kontekstual ditemukan sebanyak 8 makna yaitu: 1. Al-Qur`an: 11 (sebelas), 2. Pelajaran: 6 (enam) dan Pengajaran: 4 (empat), 3. Kitab: 2 (dua), 4. Kemuliaan: 2 (dua), Kehormatan: 1 (satu), Kebesaran: 1 (satu), Keagungan: 1 (satu) dan Kebanggan: 1 (satu), 5. Menerangkan: 2 (dua) dan penjelasan: 1 (satu), 6.Wahyu: 2 (dua), 7. Lauh mahfuzh: 1 (satu), 8. Cerita: 1 (satu).

Adapun jumlah makna kontekstual yang berhubungan dengan situasinya, yakni lingkungan penggunaan bahasa: 36 makna dan tempat 1 makna.


(13)

る⇒⇒ΑギΑゲイゎ

りケヲタ

.

.

:

.

.

.

.

.

(Abdul Chaer)

(Library Research)

.

.

:

.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Al-Qur`an adalah kalam Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril. Al-Qur`an sebagai kitab Allah menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama dari seluruh ajaran Islam dan berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman bagi umat manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. (Anshari, dkk. 1994: 132 Jilid IV).

Menurut Glasse (1999: 331) Al-Qur`an adalah kitab suci agama Islam. Secara

umum dapat juga disebut Al-Mushaf (kumpulan-kumpulan berbagai halaman atau

naskah), Al-Furqan (pembeda antara kebenaran dan kebatilan), Al-Kitab (buku/kitab

suci), A - ikru (peringatan) dan beberapa nama lainnya. Dalam istilah yang resmi ia

disebut sebagai Al-Qur`an Al-Karim (bacaan yang mulia) atau Al-Qur`an Al-Majid

(bacaan yang agung).

Al-Qur`an merupakan kitab suci agama Islam yang memiliki banyak nama. Nama-nama ini berasal dari ayat-ayat tertentu dalam Al-Qur`an itu sendiri yang

memakai istilah-istilah tertentu untuk merujuk kepada Al-Qur`an itu sendiri. ( http://id.wikipedia.org/wiki/Nama lain Al Qur%27an ).

Salah satu nama Al-Qur`an adalah /a - ikru/ sebagaimana firman Allah

SWT di dalam Al-Qur`an yang berbunyi:

½

/Inn nahnu nazzaln a - ikra wa inn lah lah fiz na/

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (Qs. 15: 9).

Berdasarkan ayat di atas kita dapat mengetahui bahwa /a - ikru/

merupakan nama lain dari Al-Qur`an. Selain bermakna Al-Qur`an kata /a - ikru/

memiliki makna lain sehingga jika kita ingin mengetahui makna kata tersebut kita harus melihat berdasarkan konteks kalimatnya.

Berbicara tentang makna, berarti erat kaitannya dengan ilmu semantik (


(15)

Chaer (1994: 289-296) dalam bukunya Linguistik Umum mengatakan karena bahasa itu digunakan untuk berbagai kegiatan dan keperluan dalam kehidupan bermasyarakat maka makna bahasa itu pun menjadi bermacam-macam bila dilihat dari segi atau pandangan berbeda. Menurutnya makna terbagi menjadi 6 (enam) macam yaitu: 1. Makna Leksikal, Gramatikal, Kontekstual, 2. Makna Referensial dan Non-Referensial, 3. Makna Denotatif dan Makna Konotatif, 4. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif, 5. Makna Kata dan Makna Istilah, 6. Makna Idiom dan Peribahasa.

Penelitian ini difokuskan pada makna kontekstual ( /ma‘n

siy qiyyun/ ). Menurut Chaer (1994: 290) Makna kontekstual adalah sebuah makna leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks.

Di dalam Al-Qur`an, peneliti melihat adanya kata yang yang mengandung makna

kontekstual seperti yang telah dijelaskan di atas. Adapun kata / ikrun/ dan kata

/a - ikru/ adalah kata yang bermakna kontekstual, karena kata ini dijumpai dengan makna yang berbeda-beda, sesuai dengan konteks kalimatnya. Berdasarkan

terjemahan Al-Qur`an Departemen Agama RI, kata / ikrun/ dan kata /a

-ikru/ mempunyai arti yang sama yaitu: 1. Al-Qur`an, 2. pelajaran dan pengajaran, 3. kitab, 4. kemuliaan, kehormatan, kebesaran, keagungan dan kebanggaan, 5. Menerangkan dan penjelasan, 6. wahyu, 7. lauh mahfuzh dan 8. cerita.

Kata /a - ikru/ mendapat partikel /alif/ dan /l m/ sehingga kata

tersebut menjadi bentuk isim ma‘rifah. Isim ma‘rifah adalah isim yang dima‘rifahkan

dengan alif dan l m, seperti lafaz /al-gul mu/ (Araa‘ini, 2004: 78). Adapun kata

/ ikrun/ dalam bentuk isim nakirah. Isim nakirah adalah setiap isim yang layak

dimasuki alif dan l m, seperti lafaz /rajulun/ (Araa‘ini, 2004: 77).

Contoh kata / ikrun/ di dalam Al-Qur`an yang bermakna kontekstual seperti


(16)

/M ya`tiyahum min cikrin man rabbihim muhdasin ill stama‘ hu wa

hum yal ‘ab na/

Tidak datang kepada mereka suatu ayat Al Qur'an pun yang baru

(diturunkan) dari Tuhan mereka, melainkan mereka mendengarnya, sedang mereka bermain-main, (Qs. 21: 2).

Menurut Al-Maragi (1993: 7 Jilid XVI) Allah tidak menurunkan Al-Qur`an dan tidak mengingatkan mereka dengannya kecuali mereka mendengarkannya dalam keadaan lengah sambil bermain-main dan memperolokkannya.

Pada ayat ini kata / ikrun/ bermakna Al-Qur`an. Makna ini muncul karena

berada dalam konteks ayat berhubungan dengan orang-orang kafir yang memperolokkan Al-Qur`an. Hal ini berkenaan dengan situasi lingkungan penggunaan bahasa karena ayat ini berbicara terhadap orang-orang kafir yang memperolok-olok Al-Qur`an maka makna ini tergolong ke dalam makna kontekstual.

Adapun contoh kata /a - ikru/ bermakna kontekstual seperti Firman

Allah SWT:

/Bil-bayyin ti wa az-zuburi wa anzaln ilaika a - ikra litubayyina linn si m nuzzila ilaihim wala‘allahum yatafakkar na/

Dengan membawa keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab.

Dan Kami turunkan Al-Qur`an agar kamu menerangkan kepada umat

manusia apa yang telah diturunkan kepada mareka dan supaya mereka memikirkan. (Qs. l6: 4).

Menurut Al-Maragi (1993: 161-162 Jilid XIV) pada ayat ini kata /a

-ikru/ bermakna dengan Al-Qur`an karena Allah tidak mengutus rasul kecuali mereka itu laki-laki dengan membawa dalil-dalil yang membuktikan kenabian mereka serta kitab-kitab. Pada ayat ini Allah menurunkan kepada Nabi Muhammad Al-Qur`an sebagai peringatan untuk menjelaskan kepada manusia berupa hukum syari‘at dan tentang umat-umat terdahulu yang dibinasakan dengan azab sebagai penentangan mereka kepada para nabi.


(17)

Pada ayat di atas kata /a - ikru/ bermakna Al-Qur`an, karena pada ayat ini

adanya penyebutan kitab-kitab kemudian disambung dengan kalimat /wa

anzaln ilaika/ “dan Kami turunkan kepadamu (Muhammad)”. Kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah kitab suci Al-Qur`an yaitu sebagai peringatan untuk menjelaskan kepada manusia berupa hukum syari‘at dan tentang umat-umat terdahulu yang dibinasakan dengan berbagai azab sebagai balasan atas penentangan

mereka terhadap para nabi. Makna kata /a - ikru/ pada ayat ini berkenaan dengan

situasi yakni lingkungan penggunaan bahasa, jadi makna ini tergolong ke dalam makna kontekstual.

Dari kedua contoh di atas dapat kita lihat bahwa kata / ikrun/ dan kata

/a - ikru/ bermakna dengan Al-Qur`an sehingga peneliti berkesimpulan kedua kata ini mempunyai makna yang sama.

Peneliti menemukan kata / ikrun/ yang bermakna kontekstual disebutkan

sebanyak 21 kali dengan arti sebagai berikut: 1. Al-Qur`an, 2. pelajaran dan pengajaran, 3. kitab, 4. kemuliaan, kehormatan, kebesaran dan kebanggaan, 5. menerangkan dan penjelasan, dan 6. wahyu.

Kata /a - ikru/ disebutkan sebanyak 16 kali dengan arti sebagai berikut:

1. Al-Qur`an, 2. pelajaran, 3. keagungan, 4. lauh mahfuzh, dan 5. wahyu,

Adapun jumlah keseluruhan kata / ikrun/ dan kata /a - ikru/ yang

bermakna kontekstual adalah 37 kali yang tersebar dalam 18 surat di dalam Al-Qur`an. Dalam penulisan karya ilmiah ini tentunya peneliti mempunyai beberapa alasan mengapa kata tersebut peneliti angkat menjadi judul suatu karya ilmiah. Oleh sebab itu peneliti mencoba untuk mengemukakan alasan pemilihan judul yaitu:

1. Pembahasan tentang kata / ikrun/ dan kata /a - ikru/ dari segi

semantik belum pernah dibahas oleh mahasiswa Program Studi Bahasa Arab Fakultas Sastra Universitas Sumatera utara.


(18)

2. Kata / ikrun/ dan kata /a - ikru/ memiliki makna yang berbeda-beda, misalnya Al-Qur`an, pengajaran dan kehormatan.

3. Kata / ikrun/ dan kata /a - ikru/ dalam konteks ayat yang berbeda

memiliki makna yang berbeda.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut peneliti tertarik untuk mengangkat persoalan

tersebut sebagai objek tulisan dalam suatu karya ilmiah yang berjudul “Analisis Makna

Kata

⊥ゲ

∇ミ

あグャや

/ac-cikru/ Dalam Al-Qur`an Al-Karim”.

1.2. PERUMUSAN MASALAH

Agar pembahasan dapat lebih terarah dan tidak menyimpang dari pokok bahasan. Maka peneliti memberikan perumusan masalah di dalam penulisan ini. Adapun perinciannya sebagai berikut:

1. Berapa jumlah kata / ikrun/ dan kata /a - ikru/ yang bermakna

kontekstual di dalam Al-Qur`an ?

2. Apa makna kontekstual di dalam kata / ikrun/ dan kata /a - ikru/

dalam Al-Qur`an?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui berapa jumlah kata / ikrun/ dan kata /a - ikru/

yang bermakna kontekstual di dalam Al-Qur`an.

2. Untuk mengetahui makna kontekstual di dalam kata / ikrun/ dan kata


(19)

1.4. MANFAAT PENELITIAN

Adapun Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Untuk memperluas wawasan peneliti dan pembaca dalam memahami

Al-Qur`an, khususnya yang berkaitan dengan kata / ikrun/ dan kata

/a - ikru/ .

2. Untuk menambah bahan bacaan bagi pembaca khususnya di bidang semantik.

1.5. METODE PENELITIAN

Adapun metode yang digunakan adalah Metode Analisis Deskriptif yakni prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi dan Martini, 1994: 73). Dalam penelitian ini peneliti juga

menggunakan Penelitian Kepustakaan (Library Research) Sumber data yang diambil

dalam Penelitian ini adalah Qur`an Karim, yaitu dengan menggunakan CD

Al-Qur`an Al-Karim. 2006. Quran Player 2.0. Distro Media dan juga dengan menggunakan

buku Konkordansi Qur`an, karya Ali Audah yang diterbitkan oleh Mizan dan Litera

Antar Nusa.

Adapun tahap-tahap yang ditempuh oleh peneliti dalam hal ini adalah :

1. Mengumpulkan data dari CD Al-Qur`an Al-Karim. 2006. Quran Player 2.0.

Distro Media.

2. Mengklasifikasi data dari CD Al-Qur`an Al-Karim. 2006. Quran Player 2.0.

Distro Media.

3. Data yang diperoleh kemudian dianalisis berdasarkan tafsir Al-Qur`an dan

buku-buku linguistik serta buku-buku-buku-buku yang berkaitan dengan judul penelitian.

4. Menulis hasil laporan tersebut dalam bentuk karya ilmiah sebagai laporan

penelitian.

Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan teori makna kontekstual

berdasarkan pendapat Abdul Chaer dalam bukunya Linguistik Umum sedangkan

pendapat-pendapat para ahli lainnya peneliti jadikan sebagai pendukung. Adapun penulisan ayat Al-Qur`an peneliti berpedoman pada Mushaf Usmani atau Al-Qur`an


(20)

yang beredar pada masyarakat saat ini. Adapun cara penulisan ayat-ayat Al-Qur`an dan

terjemahannya dikopi dari CD Al-Qur`an Al-Karim. 2006. Quran Player 2.0. Distro

Media dengan berpedoman pada Al-Qur`an terbitan Departemen Agama Republik Indonesia tahun 1989 penerbit CV. Toha Putra Semarang dan dalam hal penafsiran

peneliti berpedoman pada buku Tafsiru Al-Maragi tahun 1993 penerbit CV. Toha Putra

Semarang, adapun Tafsiru Al-Maragi ini terdiri dari 30 jilid sedangkan yang digunakan

dalam penelitian ini 12 jilid, yakni jilid III, XII, XIII, XIV, XV, XVI, XIX, XXIII, XXIV,

XXV, XXVII, dan XXIX serta buku Al-Qur`an dan Tafsirnya terbitan Departemen Agama

RI tahun 1995, adapun buku Al-Qur`an dan Tafsirnya terbitan Departemen Agama RI

ini terdiri dari 10 jilid sedangkan yang digunakan dalam penelitian ini 5 jilid, yakni jilid

IV, V, VI, VIII dan IX. Dalam memindahkan tulisan Arab ke dalam tulisan Latin, peneliti berpedoman pada pada sistem transliterasi Arab-Latin berdasarkan SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 158/1987 dan No. 0543 b/U/1987 tertanggal 22 Januari 1988.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu Mengenai Makna Kontekstual

Penelitian mengenai makna kontekstual dalam Al-Qur`an sudah pernah diteliti sebelumnya oleh Andi Pratama Lubis, NIM: 030704003 dengan judul Makna Leksikal

Dan Kontekstual Kata /fitnah/ Dalam Al-Qur`an Al-Karim. Pada penelitian ini dia

membahas makna leksikal dan kontekstual kata /fitnah/ Dalam Al-Qur`an Al-Karim

tetapi dia tidak menghubungkan dengan situasinya yakni tempat, waktu dan lingkungan penggunaan bahasa.

Adapun perbedaan yang akan peneliti uraikan dalam kajian peneliti yaitu

menitikberatkan pada teori kontekstual Abdul Chaer dalam bukunya Linguistik Umum

yang mengatakan bahwa makna kontekstual juga dapat berhubungan dengan situasinya yakni tempat, waktu dan lingkungan penggunaan bahasa.

2.2. Pengertian Semantik

Adapun Penelitian ini difokuskan pada kajian semantik /‘ilmu

ad-dil lati/. Menurut Palmer (1981: 5) dalam Aminuddin (2001: 15) mengatakan bahwa

Semantik mengandung makna to signify atau memaknai sebagai istilah teknis, semantik

mengandung pengertian “studi tentang makna”. Dengan anggapan bahwa makna menjadi bagian dari bahasa. Maka semantik merupakan bagian dari linguistik.

Kridalaksana (1993: 193) mengatakan bahwa semantik adalah: 1. Bagian struktur bahasa yang berhubungan dengan makna ungkapan dan juga dengan struktur makna suatu wicara; 2. Sistem dan penyelidikan makna dan arti dalam suatu bahasa.

Menurut parera (1991: 14) semantik adalah ilmu tentang makna. Sedangkan menurut Verhaar (2001: 13) Semantik adalah cabang linguistik yang membahas arti atau makna.


(22)

Al-Khuli (1982: 251) mengatakan semantik di dalam bahasa Arab adalah:

.

:

.

/‘Ilmu ad-dil lati. ‘Ilmu ma‘an : far‘u min ‘ilmi lugati yadrusu al-‘al qati baina ar-ramzi al-lugawiyyi wa ma‘nahu wa yadrusu tatawwura ma‘ n kalim ti t r khiyyan wa tanawwu‘a ma‘ n wa maj zi al-lugawiyyi wa al-‘al q ti baina al-kalim ti al-lugati/ Ilmu semantik. Ilmu tentang makna: cabang dari ilmu bahasa yang mempelajari hubungan antara lambang bahasa dan maknanya serta mempelajari perkembangan makna kata dari waktu kewaktu dan macam-macam makna serta gaya bahasa dan hubungan kata dalam bahasa.

2.3. Pengertian Makna Dan Pembagiannya

Al-Khuli (1982: 166) mengatakan makna di dalam bahasa Arab adalah:

:

.

/Ma‘na: m yafhamuhu asy-syakhşu min kalim ti aw ‘ib r ti aw

al-jumali/

Makna adalah apa yang dapat dipahami seseorang dari suatu kata ungkapan atau kalimat.

Menurut Djajasudarma (1993: 34) makna adalah hubungan yang ada di antara

suatu bahasa. Sedangkan pengertian makna dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

adalah 1. Arti, 2. Maksud pembicara atau penulis (KBBI, 1995: 619).

Chaer (1994: 289-296) dalam bukunya Linguistik Umum membagi makna

menjadi 6 (enam) macam yaitu: 1. Makna Leksikal, Gramatikal, Kontekstual, 2. Makna Referensial dan Non-Referensial, 3. Makna Denotatif dan Makna Konotatif, 4. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif, 5. Makna Kata dan Makna Istilah, 6. Makna Idiom dan Peribahasa.


(23)

Adapun dalam penelitian ini, peneliti memasukkan pembahasan kata

/ ikrun/ dan kata /a - ikru/ ke dalam makna kontekstual, karena kata tersebut memiliki makna yang berbeda-beda sesuai dengan konteks kalimat.

Menurut Al-Khuli (1982: 57) di dalam bahasa Arab makna kontekstual disebut

/ma‘n siy qiyyun/.

Menurut Chaer (1994: 290) makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks.

Chaer (1994: 290) juga mengatakan bahwa makna kontekstual dapat juga berhubungan dengan situasinya, yakni tempat, waktu dan lingkungan penggunaan bahasa itu.

Situasi tempat, misalnya di pasar, di depan bioskop, di sekolah semuanya akan mempengaruhi kata yang digunakan atau turut mempengaruhi makna kata yang digunakan. Situasi waktu, misalnya waktu pagi, siang dan malam. Jika seseorang bertamu pada saat seseorang akan istirahat maka orang yang diajak berbicara merasa kesal. Perasaan kesal itu akan terlihat dari makna kata-kata yang digunakannya. Misalnya dia akan berkata “ Persoalan ini akan kita bicarakan lagi, ya?” Atau, “Saudara kembali dulu”. Situasi lingkungan penggunaan bahasa, situasi ini memaksa pembicara untuk mencari kata-kata yang maknanya dipahami oleh lawan bicara sesuai dengan jenis kelamin, usia, latar belakang sosial, latar belakang pendidikan. Misalnya, sulit bagi kita mengharapkan pemahaman tentang kata demokrasi bagi seorang yang berpendidikan SD.

Sebagai contoh, dapat kita lihat pada kalimat berikut: Tiga kali empat berapa?

Apabila dilontarkan dikelas tiga SD sewaktu mata pelajaran matematika berlangsung, tentu akan dijawab “dua belas”. Kalau dijawab lain salah. Namun, kalau pertanyaan itu dilontarkan kepada tukang foto ditokonya atau di tempat kerjanya, maka pertanyaan itu akan dijawab “dua ratus”, atau mungkin juga “ tiga ratus”, atau mungkin juga jawaban lain. Mengapa bisa begitu, sebab pertanyaan itu mengacu pada biaya pembuatan pasfoto yang berukuran tiga kali empat centimeter. (Chaer, 1994: 290).

Menurut Pateda (2001: 116) makna kontekstual (contextual meaning) atau

makna situasi (situational meaning) muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan

konteks. Sudah diketahui bahwa konteks itu berwujud dalam banyak hal. Konteks yang dimaksud disini, yakni (i) konteks orangan termasuk di sini hal yang berkaitan dengan jenis kelamin, kedudukan pembicara/pendengar. Latar belakang sosial ekonomi


(24)

pembicara/pendengar: (ii) konteks situasi, misalnya situasi aman, situasi ribut; (iii) konteks tujuan misalnya meminta, mengharapkan sesuatu; (iv) konteks formal tidaknya pembicaraan; (v) konteks suasana hati pembicara/pendengar misalnya takut, gembira, jengkel; (vi) konteks waktu misalnya malam, setelah maghrib; (vii) konteks tempat, apakah tempatnya di sekolah, di pasar, di bioskop; (viii) konteks objek maksudnya apa yang menjadi fokus pembicaraan; (ix) konteks alat kelengkapan bicara/dengar pada pembicara/pendengar; (x) konteks kebahasaan, maksudnya apakah memenuhi kaidah bahasa yang digunakan oleh kedua belah pihak; dan (xi) konteks bahasa, yakni bahasa yang digunakan.

Kridalaksana (1993: 133) makna kontekstual (contextual meaning, situational

meaning, external meaning) adalah hubungan antara ujaran dan situasi di mana ujaran itu dipakai.

Menurut Aminuddin (2001: 92) makna kontekstual adalah makna yang timbul akibat adanya hubungan antara konteks sosial dan situasional dengan bentuk ujaran.

Adapun makna kontekstual yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan teori makna kontekstual Abdul Chaer, karena dalam membahas makna kontekstual beliau membahas secara singkat dan jelas sehingga memudahkan peneliti untuk memahami maksud yang ingin disampaikan.

Penelitian ini dibatasi pada makna kontekstual kata / ikrun/ dan kata

/a - ikru/ dalam Al-Qur`an.

2.4. Makna Kata

∀ゲ∇ミ͡ク

/cikrun/ DanKata

⊥ゲ∇ミあグャや

/Ac-cikru/

Ma‘luf (2000: 236) dalam kamus Al-Munjidu f al-lugati wa al-A‘lami

menyebutkan kata / ikrun/ dan kata /a - ikru/ bermakna:

.

/Aş-şal tu lill hi ta‘ l wa ad-du‘ `i, aş-ştu, as-san `i, asy-syarafu/

Zikir, kemasyhuran, pujian, kehormatan.

Ba`albaki (1990: 563) dalam Al-Mawrid A modern Arabic- English Dictionary

menyebutkan kata / ikrun/ dan kata /a - ikru/ bermakna:

Mention (ing), referring (to), reference (to), naming, specification, stating, indication, indicating, pointing out (to), citation, citing.


(25)

“Menyebutkan, menunjukkan (pada), penunjukkan (pada), penyebutan, perincian, laporan, indikasi, menunjukkan, menjelaskan (pada), kutipan dan mengutip”.

Ali dan Muhdlor (1998: 933) dalam Kamus Kontemporer Arab-Indonesia

menyebutkan kata / ikrun/ dan kata /a - ikru/ bermakna penyebutan,

indikasi, isyarat, peringatan, reputasi baik dan ketenaran.

Menurut Munawwir (1997: 448) kata / ikrun/ dan kata /a - ikru/

bermakna :

1. /aşşal tu lill hi wa ad-du‘ `i/ : Zikir

2. / aş-ştu/ : Kemasyhuran

3. /as-san `u/ : Pujian 4. / asy-syarafu// :Kehormatan

/al- r du/ : Penyebutan 5.

6. /a - ikr / : Peringatan

Kata /a - ikru/ terdiri dari lima huruf yaitu: /alif/ /l m/ / l/ /k f/

/r `/, kata ini bentuk masdar dari / akara/ /ya kuru/ / ikran/ pola

kata ini sama dengan pola /fa‘ala/ / yaf‘ulu/ /fi‘lan/ dan termasuk fi‘il

as-sulasi mujarrad yaitu kata kerja yang terdiri dari tiga huruf, selanjutnya kata / akara/ dalam bentuk isim menjadi / ikrun/ dalam bentuk isim nakirah kemudian

mendapat partikel /alif/ dan /l m/ didepannya menjadi bentuk isim ma‘rifah.

Menurut Bisri dan Fatah (1999: 221) kata / akara/ /ya kuru/

/ ikran/ /ti k ran/ bermakna menyebut dan mengucapkan.

Nuh dan Bakry (2003: 110) kata / akara/ /ya kuru/ / ikran/

bermakna menyebut dan ingat.

Al-Hanif dan Hasin (2000: 264) kata / akara/ /ya kuru/


(26)

Adapun kata / ikrun/ dan kata /a - ikru/ merupakan kata yang mu‘rab yang bisa mengalami perubahan baris akhirnya apabila tersusun dalam suatu kalimat. Menurut Araa‘ini (2004: 13-14) Mu‘rab ialah isim yang mengalami perubahan pada bagian akhirnya karena perbedaan amil yang memasukinya.

Kata / ikrun/ dan kata /a - ikru/ di dalam Al-Qur`an Dan

Terjemahannya Departemen Agama RI bermakna sebagai berikut:

1. Al-Qur`an

2. Pelajaran dan pengajaran

3. Kitab

4. Kemuliaan, kehormatan, kebesaran, kebesaran, keagungan dan kebanggaan

5. Menerangkan dan penjelasan

6. Wahyu

7. Lauh Mahfuzh


(27)

Berikut ini dikemukakan contoh kata / ikrun/ dan kata /a - ikru/ di dalam Al-Qur`an yang bermakna kontekstual.

Contoh (1)

Firman Allah SWT:

/Wa kur ism ‘ la wa al-yasa‘a wa alkifli wa kullun min al-akhy ri (48)

H cikrun wa inna lil-muttaq na lahusna ma` bin (49)/

048. Dan ingatlah akan Ismail, Ilyasa' dan Zulkifli. Semuanya termasuk orang-orang yang paling baik.

049. Ini adalah kehormatan (bagi mereka). Dan sesungguhnya bagi

orang-orang yang bertakwa benar-benar (disediakan) tempat kembali yang baik, (Qs. 38: 48-49).

Menurut tafsir Al-Qur`an Depag. (1995: 407 Jilid VI) pada ayat ini kata

/ ikrun/ bermakna dengan kehormatan karena setelah Allah SWT pada ayat-ayat yang lalu mengisahkan beberapa nabi terpilih yang patut menjadi tauladan bagi para pengikut rasul maka dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan bahwa sebagai pahala bagi mereka, Allah SWT menyediakan tempat kembali yang baik yaitu surga yang penuh kenikmatan yang tak pernah putus-putusnya.

Allah SWT menjelaskan bahwa ayat-ayat yang menceritakan kemuliaan para nabi dan kebahagian mereka di akhirat adalah kehormatan bagi mereka untuk selalu diingat oleh manusia. Di samping mereka di dunia memperoleh kemulian di akhirat pun mereka akan disediakan tempat kembali yang baik. Dalam ayat ini para nabi disifati dengan orang-orang yang bertaqwa, agar orang-orang yang memperhatikan seruan Rasulullah pada saat mendengar firman Allah ini menjadi sadar, bahwa mereka mau mencontoh dan meneladani perjuangan rasul itu, tentu akan memperoleh kehormatan di dunia dan di akhirat.

Pada ayat ini kata / ikrun/ bermakna kehormatan, karena pada ayat

sebelumnya Allah mengisahkan kemulian beberapa nabi terpilih yang patut menjadi

tauladan dan karena sesudah kata / ikrun/ diiringi kalimat /wa inna

lil-muttaq na/ “dan sesungguhnya bagi orang-orang yang bertaqwa”. Allah menjelaskan bahwa ayat-ayat yang menceritakan kemuliaan para nabi dan kebahagiaan mereka di akhirat adalah kehormatan bagi mereka untuk selalu diingat oleh manusia. Jadi pada ayat

ini kata / ikrun/ bermakna dengan kehormatan. Makna ini muncul sesuai dengan


(28)

Contoh (2)

Firman Allah SWT:

/ Wa q l y `ayyuha al-la nuzzila ‘alaihi a - ikri innaka lamajn na (6) Lau m ta`t n bil-mal `ikati in kunta min aş-ş diq na (7) M nunazzilu al-mal `ikata ill bil-haqqi wa m k n i an munzar na (8) Inn nahnu nazzaln ac-cikra wa inn lah lah fiz na (9)/

006. Mereka berkata: "Hai orang yang diturunkan Al Qur'an kepadanya, sesungguhnya kamu benar-benar orang yang gila.

007. Mengapa kamu tidak mendatangkan malaikat kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar?"

008. Kami tidak menurunkan malaikat melainkan dengan benar (untuk membawa azab) dan tiadalah mereka ketika itu diberi tangguh.

009. Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan

sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (Qs. 15: 6-9).

Menurut tafsir Al-Qur`an Depag. (1995: 244 Jilid V) pada ayat-ayat yang terdahulu Allah SWT menerangkan sikap orang-orang kafir terhadap Al-Qur`an dan terhadap Nabi Muhammad. Mereka mengatakan Nabi Muhammad yang mendakwahkan bahwa dia telah diutus Allah sebagai rasul dan menerima Al-Qur`an dari Allah dengan perantaraan Malaikat Jibril adalah orang gila. Pada ayat ini Allah SWT membantah ucapan mereka itu dengan menegaskan jaminan-Nya terhadap kesucian dan kemurnian Al-Qur`an selamanya-lamanya, karena Dia sendirilah yang menjaga dan memeliharanya.

Ayat ini merupakan peringatan yang keras bagi orang-orang yang mengabaikan Al-Qur`an, mereka tidak percaya bahwa Al-Qur`an itu diturunkan Allah kepada Rasul-Nya Muhammad, seakan-akan Tuhan menegaskan kepada mereka: “kamu ini orang-orang kafir sebenarnya adalah orang-orang-orang-orang yang sesat yang memperolok-olokan nabi dan rasul yang telah Kami utus menyampaikan agama Islam kepadamu. Sesungguhnya sikap kamu yang demikian itu tidak akan mempengaruhi sedikitpun terhadap kemurnian dan kesucian Al-Qur`an, karena Kamilah yang menurunkannya. Kamu menuduh Muhammad seorang yang gila tetapi Kami menegaskan bahwa Kami sendirilah yang memelihara


(29)

Al-Qur`an itu dari segala macam usaha untuk mengotorinya dan usaha untuk menambah, mengurangi dan merubah ayat-ayatnya, Kami akan memeliharanya dari segala macam bentuk campur tangan manusia terhadapnya. Akan datang saatnya nanti manusia akan menghapal dan membacanya, mempelajari dan menggali isinya agar mereka memperoleh dari Al-Qur`an itu petunjuk dan hikmah, tuntutan ahklak dan budi pekerti yang baik, ilmu pengetahuan dan pedoman berpikir bagi para ahli dan cerdik pandai serta petunjuk ke jalan hidup di dunia dan akhirat”.

Pada ayat 9 kata /a - ikru/ bermakna Al-Qur`an, karena pada ayat-ayat

yang sebelumnya Allah SWT menerangkan sikap orang-orang kafir terhadap Al-Qur`an

dan terhadap Nabi Muhammad. Kemudian pada ayat ini, sebelum kata /a - ikra/

ada kalimat /nahnu nazzaln / “Kami telah menurunkan” kemudian setelah

kata /a - ikra/ ada kalimat /wa inn lah lah fiz na/ “dan

sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. Jadi kata /a - ikru/ pada ayat

ini bermakna Al-Qur`an. Makna kata /a - ikru/ pada ayat ini muncul berdasarkan

situasinya yakni lingkungan penggunaan bahasa yaitu antara orang kafir dan Nabi Muhammad SAW, jadi makna ini tergolong ke dalam makna kontekstual.

Contoh (3)

Firman Allah SWT:

66

d. Wa al-qur` ni ac-cikri/ “١ d, demi Al Qur'an yang mempunyai

keagungan.” (Qs. 38: 1).

Menurut Maragi (1993: 171 Jilid XXIII) Allah SWT bersumpah dengan Al-Qur`an yang mempunyai kemuliaan yang tinggi, bahwa Al-Al-Qur`an benar-benar mukjizat dan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah orang yang benar tentang kenabian yang dia dakwahkan dan dia diutus dari sisi Tuhannya kepada bangsa yang berkulit hitam maupun berkulit merah dan bahwa kitabnya benar-benar diturunkan dari sisi Allah.

Pada ayat ini kata /a - ikru/ bermakna keagungan, karenaayat ini dimulai

dengan d/ yang hanya Allah yang mengetahui artinya kemudian diiringi

/wa al-qur` ni/ “demi Al-Qur`an”, Allah bersumpah dengan Al-Qur`an yang merupakan

kalam Allah yang mulia dan agung. Berdasarkan konteks ayat ini kata /a - ikru/

bermakna dengan keagungan. Makna ini muncul berkenaan dengan situasi yaitu


(30)

(31)

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1.

Jumlah Kata

∀ゲ∇ミ͡ク

/cikrun/ Dan Kata

⊥ゲ∇ミあグャや

/ac-cikru/ Yang Bermakna

Kontekstual Di Dalam Al-Qur`an.

Berdasarkan analisis data yang dilakukan melalui CD Al-Qur`an Al-Karim. 2006.

Quran Player 2.0. Distro Media dan buku Konkordansi Qur`an, karya Ali Audah yang

diterbitkan oleh Mizan dan Litera Antar Nusa, maka ditemukan kata / ikrun/ dan

kata /a - ikru/ yang bermakna kontekstual disebutkan sebanyak 37 kali yang

tersebar dalam 18 surat dan 35 ayat di dalam Al-Qur`an, yaitu:

1. Surat Ali ‘Imran (3): 58

2. Surat Yusuf (12): 42 dan 104

3. Surat Al-Hijr (15): 6 dan 9

4. Surat An-Nahal (16): 44

5. Surat Al-Kahfi (18): 70, 83 dan 101

6. Surat Maryam (19): 2

7. Surat T h (20): 113

8. Surat Al-Anbiy ` (21): 2, 10, 48, 50 dan 105

9. Surat Al-Mu‘min n (23): 71 (dua kali)

10.Surat Al-Furq n (25): 29

11.Surat Y s n (36): 69

12.Surat A١١aff t (37): 3 dan 168

13.Surat ٠ d (38): 1, 8 (dua kali) dan 49

14.Surat Fu١١ilat (41): 41

15.Surat Az-Zukhruf (43): 5, 36 dan 44

16.Surat Al-Qamar (54): 17, 22, 25, 32 dan 40

17.Surat Al-Qalam (68): 51


(32)

3.2. Makna KontekstualKata

∀ゲ∇ミ͡ク

/cikrun/ Dan Kata

⊥ゲ∇ミあグャや

/ac-cikru/ Di Dalam

Al-Qur`an

Kata / ikrun/ dan kata /a - ikru/ yang mengandung makna kontekstual

ditemukan sebanyak 8 (delapan) makna, yaitu:

1. Al-Qur`an: 11 (sebelas)

2. Pelajaran: 6 (enam) dan Pengajaran 4 (empat)

3. Kitab: 2 (dua)

4. Kemuliaan: 2 (dua), Kehormatan: 1 (satu), Kebesaran: 1

(satu), Keagungan: 1 (satu) dan Kebanggaan: 1 (satu)

5. Menerangkan: 2 (dua) dan penjelasan: 1 (satu)

6. Wahyu: 2 (dua)

7. Lauh mahfuzh: 1 (satu)

8. Cerita: 1 (satu)

Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada uraian berikut ini:

A. Kata

∀ゲ∇ミ͡ク

/cikrun/ dan kata

⊥ゲ∇ミあグャや

/ac-cikru/ yang bermakna Al-Qur`an

Adapun kata / ikrun/ dan kata /a - ikru/ yang bermakna Al-Qur`an: 11

(sebelas), yaitu:

1. Surat Al-Anbiy ` ayat 2:

/M ya`tiyahum min cikrin min rabbihim muhdasin ill stama‘ hu wa

hum yal ‘ab na/

Tidak datang kepada mereka suatu ayat Al Qur'an pun yang baru

(diturunkan) dari Tuhan mereka, melainkan mereka mendengarnya, sedang mereka bermain-main, (Qs. 21: 2).

Menurut Al-Maragi (1993: 7 Jilid XVI) Allah tidak menurunkan Al-Qur`an dan tidak mengingatkan mereka dengannya kecuali mereka mendengarkannya dalam keadaan lengah sambil bermain-main dan memperolokkannya.


(33)

Pada ayat ini kata / ikrun/ bermakna Al-Qur`an. Makna ini muncul karena berada dalam konteks ayat berhubungan dengan orang-orang kafir yang memperolokkan Al-Qur`an. Hal ini berkenaan dengan situasi lingkungan penggunaan bahasa karena ayat ini berbicara terhadap orang-orang kafir yang memperolok-olok Al-Qur`an maka makna ini tergolong ke dalam makna kontekstual.

2. Surat ٠ d ayat 8:

/A`unzila ‘alaihi a - ikru min bainin bal hum f syaqqin min cikr bal

lamm ya q ‘a bi/

Mengapa Al Qur'an itu diturunkan kepadanya di antara kita?",

Sebenarnya mereka ragu-ragu terhadap Al Qur'an-Ku dan sebenarnya

mereka belum merasakan azab-Ku. (Qs. 38: 8).

Al-Maragi (1993: 177 Jilid XVI) mengatakan bahkan mereka didalam keraguan mengenai dalail-dalil itu, yang sekiranya mereka mau memikirkannya, tentu keraguan ini akan hilang dari mereka.

Pada ayat ini kata / ikrun/ bermakna Al-Qur`an. Makna ini muncul ketika

berada dalam konteks ayat yang menceritakan keraguan orang kafir terhadap Al-Qur`an. Hal ini berkenaan dengan situasi lingkungan penggunaan bahasa karena ayat ini berbicara tentang keraguan orang kafir terhadap Al-Qur`an disebabkan mereka lebih mempercayai ajaran yang dibawa oleh pendahulu mereka, maka makna ini tergolong ke dalam makna kontekstual.

3. Surat Ali ‘Imran ayat 58:


(34)

/I q lall hu y ‘Is inn mutawaf ka war fi‘uka ilayya wa mutahhiruka min al-la na kafar wa j ‘ilu al-la na it-tabi‘ ka fauqa al-la na kafar il yaumi al-qiy mati summa ilaiya marji‘ukum fahkum bainakum fm

kuntum f hi takhtalif na (55) Fa amm al-la na kafar fa`u‘a - ibuhum ‘a ban syad dan fi ad-dunya wa al- khirati wa m lahum min n şir na (56) ) Wa amm al-la na man wa ‘amil aş-ş lih ti fayuwaff him uj rahum wall hu l yuhibbu az-z lim na (57) lika natl ‘alaika min al-ay ti wa ac-cikri al-hak mi/

055. (Ingatlah), ketika Allah berfirman: "Hai `Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kembalimu, lalu Aku memutuskan di antaramu tentang hal-hal yang selalu kamu berselisih padanya".

056. Adapun orang-orang yang kafir, maka akan Ku-siksa mereka dengan siksa yang sangat keras di dunia dan di akhirat, dan mereka tidak memperoleh penolong.

057. Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala amalan-amalan mereka; dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.

058. Demikianlah (kisah `Isa), Kami membacakannya kepada kamu

sebagian dari bukti-bukti (kerasulannya) dan (membacakan) Al


(35)

Menurut Al-Maragi (1993: 297 Jilid III) Kisah-kisah ini yang telah Aku ceritakan kepadamu perihal Isa dan ibunya Maryam beserta ibu Maryam sendiri. Juga kisah

Zakaria beserta anaknya Yahya dan kisah kaum hawariyyin dan orang-orang yahudi dari

Bani Israil. Aku bacakan melalui lisan Malaikat Jibril. Kisah-kisah tersebut termasuk isi kandungan Al-Qur`an yang menjelaskan segi-segi berita yang patut dicontoh. Juga keputusan hukum untuk dijadikan petunjuk orang-orang yang beriman untuk memahami inti agama dan memperdalam penegetahuan dalam bidang fiqh, Syariat dan rahasia-rahasia bermasyarakat.

Pada ayat ini, terlihat bahwa kata /a - ikru/ bermakna Al-Qur`an. Makna

ini muncul karena pada ayat sebelumnya Allah telah menceritakan bukti-bukti kerasulan

Nabi Isa di dalam kandungan Al-Qur`an yang penuh hikmah. Makna kata /a

-ikru/ pada ayat ini berkenaan dengan situasi yakni lingkungan penggunaan bahasa antara Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW makna ini tergolong ke dalam makna kontekstual.

4. Surat Al-Hijr ayat 6:

/Wa q l y `ayyuha al-la nuzzila ‘alaihi ac-cikri innaka lamajn na/

Mereka berkata: "Hai orang yang diturunkan Al Qur'an kepadanya,

sesungguhnya kamu benar-benar orang yang gila”

.

(Qs.15: 6).

Menurut Al-Maragi (1993: 9 Jilid XIV) orang-orang kafir berkata dengan nada mengejek dan memperolokkan, “Hai orang yang mengaku telah diturunkan Al-Qur`an kepadanya, sesungguhnya apa yang kamu itu didektekan oleh kegilaan, tidak mempunyai makna rasional, ia bertentangan dengan pendapat kami dan jauh dari keyakinan kami. Nah, bagaimana mungkin kami akan menerima apa yang tidak diterima oleh akal dan tidak diterima oleh ulama besar dari para pemuka dan pembesar kaum kami.

Pada ayat ini, terlihat bahwa kata /a - ikru/ bermakna Al-Qur`an. Makna

ini muncul ketika berada dalam konteks ayat yang menceritakan ejekan orang-orang kafir terhadap Al-Qur`an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Pada ayat ini

adanya kata /nuzzila ‘alaihi/ “diturunkan kepadanya sebelum kata

͡

/a


(36)

5. Surat Al-Hijr ayat 9:

/ Wa q l y `ayyuha al-la nuzzila ‘alaihi a - ikri innaka lamajn na (6) Lau l ta`ammaln bil-mal `ikati in kunta min aş-ş diq na (7) M nunazzila al-mal `ikata ill bil-haqqi wa m k n i an munzar na (8) Inn nahnu nazzaln a - ikra wa inn lah lah fiz na (9)/

006. Mereka berkata: "Hai orang yang diturunkan Al Qur'an kepadanya, sesungguhnya kamu benar-benar orang yang gila.

007. Mengapa kamu tidak mendatangkan malaikat kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar?"

008. Kami tidak menurunkan malaikat melainkan dengan benar (untuk membawa azab) dan tiadalah mereka ketika itu diberi tangguh.

009. Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan

sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (Qs. 15: 6-9).

Menurut tafsir Al-Qur`an Depag. (1995: 244 Jilid V) pada ayat-ayat yang terdahulu Allah SWT menerangkan sikap orang-orang kafir terhadap Al-Qur`an dan terhadap Nabi Muhammad. Mereka mengatakan Nabi Muhammad yang mendakwahkan bahwa dia telah diutus Allah sebagai rasul dan menerima Al-Qur`an dari Allah dengan perantaraan Malaikat Jibril adalah orang gila. Pada ayat ini Allah SWT membantah ucapan mereka itu dengan menegaskan jaminan-Nya terhadap kesucian dan kemurnian Al-Qur`an selamanya-lamanya, karena Dia sendirilah yang menjaga dan memeliharanya.

Ayat ini merupakan peringatan yang keras bagi orang-orang yang mengabaikan Al-Qur`an, mereka tidak percaya bahwa Al-Qur`an itu diturunkan Allah kepada Rasul-Nya Muhammad, seakan-akan Tuhan menegaskan kepada mereka: “kamu ini orang-orang kafir sebenarnya adalah orang-orang-orang-orang yang sesat yang memperolok-olokan nabi dan rasul yang telah Kami utus menyampaikan agama Islam kepadamu. Sesungguhnya sikap kamu yang demikian itu tidak akan mempengaruhi sedikitpun terhadap kemurnian dan kesucian Al-Qur`an, karena Kamilah yang menurunkannya. Kamu menuduh Muhammad seorang yang gila tetapi Kami menegaskan bahwa Kami sendirilah yang memelihara Al-Qur`an itu dari segala macam usaha untuk mengotorinya dan usaha untuk menambah, mengurangi dan merubah ayat-ayatnya, Kami akan memeliharanya dari segala macam


(37)

menghapal dan membacanya, mempelajari dan menggali isinya agar mereka memperoleh dari Al-Qur`an itu petunjuk dan hikmah, tuntutan ahklak dan budi pekerti yang baik, ilmu pengetahuan dan pedoman berpikir bagi para ahli dan cerdik pandai serta petunjuk ke jalan hidup di dunia dan akhirat”.

Pada ayat 9 kata /a - ikru/ bermakna Al-Qur`an, karena pada ayat-ayat

yang sebelumnya Allah SWT menerangkan sikap orang-orang kafir terhadap Al-Qur`an

dan terhadap Nabi Muhammad. Kemudian pada ayat ini, sebelum kata /a - ikra/

ada kalimat /nahnu nazzaln / “Kami telah menurunkan” kemudian setelah

kata /a - ikra/ ada kalimat /wa inn lah lah fiz na/ “dan

sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. Jadi kata /a - ikru/ pada ayat

ini bermakna Al-Qur`an. Makna kata /a - ikru/ pada ayat ini muncul berdasarkan

situasinya yakni lingkungan penggunaan bahasa, yaitu tentang jaminan dari Allah akan kemurnian Al-Qur`an, jadi makna ini tergolong ke dalam makna kontekstual.

6. Surat An-Nahl ayat 44:

/Bil-bayyin ti wa az-zuburi wa anzaln ilaika ac-cikra litubayyina linn si

m nuzzila ilaihim wala‘allahum yatafakkar na/

Keterangan-keterangan (mu`jizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan

kepadamu Al Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa

yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan, (Qs.16: 44).

Menurut Al-Maragi (1993: 161-162 Jilid XIV) pada ayat ini kata /A

-ikru/ bermakna Al-Qur`an karena Allah tidak mengutus rasul kecuali mereka itu laki-laki dengan membawa dalil-dalil yang membuktikan kenabian mereka serta kitab-kitab. Pada ayat ini Allah menurunkan kepada Nabi Muhammad Al-Qur`an sebagai peringatan untuk menjelaskan kepada manusia berupa hukum syari‘at dan tentang umat-umat terdahulu yang dibinasakan dengan azab sebagai penentangan mereka kepada para nabi.

Pada ayat diatas kata /a - ikru/ bermakna Al-Qur`an. Makna ini muncul


(38)

7. Surat Al-Furq n ayat 29:

/Laqad adallan ‘an ac-cikri ba‘da i j `an wa k na asy-syzit nu

lil-ins ni kha lan/

Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Qur'an ketika Al Qur'an

itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia. (Qs. 25: 29).

Menurut Al-Maragi (1993: 11-12 Jilid XIX) Si Fulan itu telah menyesatkan aku dari beriman kepada Al-Qur`an setelah ia datang dari sisi Tuhanku. Kemudian Allah memberitahukan tentang tabiat dan kebiasaan setan yaitu adalah kebiasaan setan membiarkan manusia, memalingkannya dari yang haq dan menyerunya kepada kebatilan, kemudian tidak menolongnya ketika dia ditimpa malapetaka, tidak pula menyelamatkan darinya.

Pada ayat ini, terlihat bahwa kata /a - ikru/ bermakna Al-Qur`an. Makna

ini muncul ketika berada dalam konteks ayat yang menceritakan penyesalan orang-orang kafir yang tidak mau beriman kepada Al-Qur`an karena mengikuti perintah setan. Makna


(39)

8. Surat ٠ d ayat 8:

/A`unzila ‘alaihi ac-cikru min bainin bal hum f syakkin min ikr bal

lamm ya q ‘a bi/

Mengapa Al Qur'an itu diturunkan kepadanya di antara kita?" Sebenarnya

mereka ragu-ragu terhadap Al Qur'an-Ku, dan sebenarnya mereka belum merasakan azab-Ku. (Qs. 38: 8 Jilid XXIII).

Menurut Al-Maragi (1993: 76) orang-orang kafir berkata “sesungguhnya, tidaklah

mungkin bahwa Muhammad itu secara khusus dituruni Al-Qur`an diantara kita, padahal dikalangan kita masih ada orang-orang yang mempunyai kemuliaan dan keagungan, kepemimpinan dan kecerdasan.

Pada ayat ini kata /a - ikru/ bermakna Al-Qur`an. Makna ini muncul

karena berada dalam konteks ayat berhubungan dengan orang-orang kafir yang berkata “sesungguhnya, tidaklah mungkin bahwa Muhammad itu secara khusus dituruni Al-Qur`an diantara kita, padahal dikalangan kita masih ada orang-orang yang mempunyai kemuliaan dan keagungan, kepemimpinan dan kecerdasan”. Hal ini berkenaan dengan situasi lingkungan penggunaan bahasa karena ayat ini berbicara terhadap orang-orang kafir yang tidak percaya bahwa Al-Qur`an itu diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW maka makna ini tergolong ke dalam makna kontekstual.


(40)

/Inna al-la na kafar bi -cikri lamm j `ahum wa innah lakit bun

‘az zun/

Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Al Qur'an ketika Al Qur'an

itu datang kepada mereka, (mereka itu pasti akan celaka), dan sesungguhnya Al Qur'an itu adalah kitab yang mulia. (Qs. 41: 41).

Menurut Al-Maragi (1993: 254 Jilid XXIV) Allah SWT menerangkan tentang orang-orang yang menyimpang itu bahwa mereka mengingkari Al-Qur`an yang datang kepada mereka.

Pada ayat ini, terlihat bahwasanya kata /a - ikru/ bermakna Al-Qur`an.

Makna ini muncul ketika berada dalam konteks ayat ini, yaitu ketika orang-orang kafir mengingkari Al-Qur`an yang datang kepada mereka. Hal ini diperjelas lagi dengan

adanya kata /wa innah lakit bun ‘az zun/ “sesungguhnya dia (Al

Qur'an itu) adalah kitab yang mulia. Makna ini muncul berkenaan dengan situasi lingkungan penggunaan bahasa, yaitu penjelasan dari Allah SWT terhadap orang yang

mengingkari Al-Qur`an, makna makna kata /a - ikru/ pada ayat ini tergolong ke

dalam makna kontekstual.

10. Surat Az-Zukhruf ayat 5:

/Inn ja‘aln hu qur` nan ‘arabiyyan la‘allakum ta‘qil na (3) wa innah f ummi al-kit bi ladain la‘aliyyun hak mun (4) afanadribu ‘ankum ac

-cikraşafhan an kuntum qauman musrif na (5)/

003. Sesungguhnya Kami menjadikan Al Qur'an dalam bahasa Arab supaya kamu memahami (nya).


(41)

004. Dan sesungguhnya Al Qur'an itu dalam induk Al Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah.

005. Maka apakah Kami akan berhenti menurunkan Al Qur'an kepadamu,

karena kamu adalah kaum yang melampaui batas? (Qs. 43: 3-5).

Menurut Al-Maragi (1993: 125 Jilid XXV) Apakah Kami berhenti menurunkan peringatan kepadamu dengan Al-Qur`an dikarenanya tenggelamnya kalian dalam kekafiran dan berpaling dari perintah-perintah-Nya dan keterangan-keterangan-Nya. Tidak, Kami tidak melakukan hal itu dikarenakan Kami belas kasihan kepadamu sekalipun tingkah lakumu telah mengajak untuk dibiarkan sekehendakmu sehingga kamu mati dalam keadaan sesat.

Pada Ayat 5, terlihat bahwasanya kata /a - ikru/ bermakna Al-Qur`an.

Makna ini muncul ketika berada dalam konteks ayat yang menceritakan tentang Al-Qur`an karena pada ayat sebelumnya Allah berfirman “Dan sesungguhnya Al-Qur'an itu dalam induk Al-Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah”, pada ayat ini Allah mengatakan tidak akan mungkin Al-Qur`an berhenti diturunkan dikarenakan orang-orang kafir berpaling dari perintah Allah hal ini karena Allah Maha Penyayang terhadap hambanya. Makna kata

/a - ikru/ pada ayat ini berkenaan dengan situasi lingkungan penggunaan bahasa, yaitu Allah SWT tidak akan berhenti menurunkan Al-Qur`an dikarenakan Allah Maha Penyayang terhadap hambanya, maka makna ini tergolong ke dalam makna kontekstual.

11. Surat Al-Qalam ayat 51:

/Wa in yak du al-la na kafar layuzliq naka bi abş rihim lamm sami‘

ac-cikra wayaq l na innahu lamajn na/

Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka

mendengar Al Qur'an dan mereka berkata: "Sesungguhnya ia


(42)

Menurut Al-Maragi (1993: 82 Jilid XXIX) Sesungguhnya mereka itu, karena permusuhan mereka yang sangat, memandang kepadamu dengan melotot sehingga mereka nyaris menggelincirkan telapak kakimu sampai engkau jatuh tergelincir ketika mereka mendengar engkau membacakan kitab Allah karena kedengkian dan kebencian meraka kepadamu.

Pada ayat ini, terlihat bahwasanya kata /a - ikru/ bermakna Al-Qur`an.

Makna ini muncul karena kata /a - ikru/ berada dalam konteks ayat yang

berhubungan ketika orang-orang kafir mendengar bacaan Al-Qur`an dengan memandang nabi dengan pandangan yang hampir menggelincirkan nabi. Makna ini berkenaan dengan situasi yakni lingkungan penggunaan bahasa, yaitu penjelasan dari Allah bahwa pada saat orang-orang kafir mendengar bacaan Al-Qur`an mereka hampir menggelincirkan nabi,

jadi makna kata /a - ikru/ pada ayat ini tergolong ke dalam makna kontekstual.

B. Kata

∀ゲ∇ミ͡ク

/cikrun/ dan kata

⊥ゲ∇ミあグャや

/ac-cikru/ yang bermakna pelajaran dan

pengajaran.

Adapun kata / ikrun/ dan kata /a - ikru/ yang bermakna pelajaran: 6

(enam) dan yang bermakna pengajaran: 4 (empat), yaitu:

a. kata / ikrun/ dankata /a - ikru/ yang bermakna pelajaran, yaitu:

1. Surat Y s n ayat 69:

/Wa m ‘allamn hu asy-syi‘ra wa m yanbag lah in huwa ill ikrun wa qur` nun mub nun/

Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya. Al Qur'an itu tidak lain hanyalah

pelajaran dan kitab yang memberi penerangan, (Qs. 36: 69).

Menurut Al-Maragi (1993: 50 Jilid XXIII) Al-Qur`an tidak lain adalah pelajaran-pelajaran dari Tuhan kami yang memberi bimbingan kepada hamba-hamba-Nya ke arah jalan yang terdapat pada-hamba-hamba-Nya keuntungan bagi mereka dan petunjuk bagi mereka dalam kehidupan mereka didunia maupun di akhirat, Al-Qur`an turun dari alam yang tinggi dan bukan omongan manusia biasa. Karena Al-Qur`an pernah pula menantang orang-orang yang tidak mau patuh kepada-Nya agar mereka mendatangkan yang seperti Al-Qur`an namun ternyata mereka tidak mampu lalu mereka mengangkat


(43)

Pada ayat ini kata / ikrun/ bermakna pelajaran. Makna ini muncul ketika berada dalam konteks ayat yang berhubungan dengan kandungan Al-Qur`an yang berisi pelajaran dan penerangan, pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa Al-Qur`an bukan Syair karena tidak layak bagi Nabi Muhammad SAW. Hal ini berkenaan dengan situasi lingkungan penggunaan bahasa karena ayat ini menjelaskan bahwa Allah SWT tidak mengajarkan syair kepada Nabi Muhammad SAW, Al-Qur`an bukan omongan manusia tetapi merupakan pelajaran dari Allah SWT, jadi makna ini tergolong ke dalam makna kontekstual.

2. Surat A١١ ff t ayat 3:

/Wa aş-ş ff ti şaffan (1) fa az-z jir ti zajran (2) fa at-t liy ti cikran (3)

001. Demi (rombongan) yang bershaf-shaf dengan sebenar-benarnya, 002. Dan demi (rombongan) yang melarang dengan sebenar-benarnya

(dari perbuatan-perbuatan ma`siat),

003. Dan demi (rombongan) yang membacakan pelajaran, (Qs. 37:

1-3).

Menurut Al-Maragi (1993: 69 Jilid XXIII ) Allah bersumpah dengan

malaikat-malaikat-Nya yang menyempurnakan ١af-١af mereka dalam kedudukan

mereka sebagai hamba Allah dan mencegah manusia dari perbuatan jahat dengan mengilhami mereka dan membacakan ayat Allah kepada para nabi-Nya “ Sesungguhnya sesembahanmu yang wajib kamu beribadah kepada-Nya dengan ikhlas adalah benar-benar esa, tiada duanya dan tiada sekutu bagi-Nya.

Pada ayat ini, terlihat jelas bahwa kata

/ ikrun/ bermakna pelajaran. Karena

berdasarkan konteks ayat tersebut yang menjelaskan bahwa rombongan malaikat yang menurunkan wahyu yang berisi pelajaran. Hal ini berkenaan dengan situasi lingkungan penggunaan bahasa karena ayat ini menjelaskan tentang rombongan para malaikat yang membacakan Al-Qur`an kepada Nabi Muhammad SAW, jadi makna ini tergolong ke dalam makna kontekstual.

3. Surat Al-Qamar ayat 17:


(44)

Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur'an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran? (Qs. 54: 17).

4. Surat Al-Qamar ayat 22:

/Wa laqad yassarn al-qur` na li -cikri fahal min muddakirin/

Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur'an untuk pelajaran,

maka adakah orang yang mengambil pelajaran? (Qs. 54: 22).

5. Surat Al-Qamar ayat 32:

/Wa laqad yassarn al-qur` na li -cikri fahal min muddakirin/

Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur'an untuk pelajaran,

maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran? (Qs. 54: 32).

6. Surat Al-Qamar ayat 40:

/Wa laqad yassarn al-qur` na li -cikri fahal min muddakirin/

Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur'an untuk pelajaran,

maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran? (Qs. 54: 40).

Menurut Al-Maragi (1993: 149 Jilid XXVII) Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan lafaz Al-Qur`an dan Kami mudahkan artinya, bahkan Kami penuhi Al-Qur`an itu dengan bermacam-macam pelajaran dan nasehat supaya diambil pelajaran, mana saja yang dikehendaki dan diperhatikan oleh orang yang mau memperhatikan.

Kata /a - ikru/ yang bermakna pelajaran, disebutkan di dalam Al-Qur`an

sebanyak 4 kali dalam ayat yang berbeda namun dengan kalimat yang sama, yaitu

terdapat dalam Surat Al-Qamar ayat 17, 22, 32 dan 40.

Pada ayat-ayat mulai dari nomor 3 sampai 6, terlihat bahwasanya kata /a


(45)

b. Kata / ikrun/ dan kata /a - ikru/ yang bermakna pengajaran: 4 (empat), yaitu:

1. Surat Yusuf ayat 104:

/Wa m tas`aluhum ‘alaihi min ajrin in huwa ill cikrun lil-‘alam na/

Dan kamu sekali-kali tidak meminta upah kepada mereka (terhadap

seruanmu ini), itu tidak lain hanyalah pengajaran bagi semesta alam. (Qs.

12: 104).

Menurut Al-Maragi (1993: 83 Jilid XIII) Risalah yang kamu bawa dari Tuhanmu kepada mereka ini tidak lain merupakan peringatan dan pelajaran untuk memberikan petunjuk kepada seluruh alam, bukan kepada mereka saja. Dengan itulah mereka dapat petunjuk dan itu pula mereka selamat di dunia dan akhirat.

Pada ayat ini, terlihat bahwa kata

/ ikrun/ bermakna pengajaran. Makna ini

muncul karena kata

/ ikrun/ berada dalam konteks ayat yang berhubungan dengan

nabi dalam berdakwah tidak meminta upah, ia hanya memberikan peringatan dan pengajaran bagi seluruh alam. Hal ini berkenaan dengan situasi lingkungan penggunaan bahasa karena ayat ini menjelaskan bahwa risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW merupakan peringatan dan pengajaran dari Allah SWT bagi semesta alam, jadi makna ini tergolong ke dalam makna kontekstual.

2. Surat T h ayat 113:


(46)

/ Wa ka lika anzaln hu qur` nan ‘arabiyyan wa şarrafn f hi min al-wa’ di la‘allahum yattaq na au yuhdisu lahum cikran/

Dan demikianlah Kami menurunkan Al Qur'an dalam bahasa Arab, dan Kami telah menerangkan dengan berulang kali di dalamnya sebahagian dari ancaman, agar mereka bertakwa atau (agar) Al Qur'an itu

menimbulkan pengajaran bagi mereka. (Qs. 20: 113).

Menurut Al-Maragi (1993: 268 Jilid XVI) sebagaimana Kami telah menurunkan janji, ancaman dan keadaan hari kiamat dengan segala peristiwanya yang menakutkan, Kami juga menurunkan Al-Qur`an secara keseluruhan dengan susunan kalimat bahasa Arab yang terang agar bangsa Arab yang Al-Qur`an diturunkan kepada mereka, dapat memahaminya dengan mengamalkan isinya yang mengandung kebahagiaan bagi manusia di dunia dan di akhirat. Dan Kami takut-takuti mereka dengan berbagai ancaman yang terkandung didalamnya agar mereka menjauhi syirik dan terhindar dari jatuh ke dalam perbuatan maksiat dan dosa, atau akan melahirkan pengajaran yang menyeru mereka untuk melakukan ketaatan.

Pada ayat ini, terlihat jelas bahwa kata

/ ikrun/ bermakna pengajaran. Makna

ini muncul ketika berada dalam konteks ayat yang menjelaskan turunnya Al-Qur`an dalam bahasa Arab agar jadi pengajaran. Hal ini berkenaan dengan situasi lingkungan penggunaan bahasa karena ayat ini menjelaskan bahwa Allah SWT menurunkan Al-Qur`an dalam bahasa Arab, jadi makna ini tergolong ke dalam makna kontekstual.

3. Surat Al-Anbiy ` ayat 48:

∠ヱ

/Wa laqad tain m s wa h r na al-furq na wa diy `an wa cikran

lil-muttaq na/

Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa dan Harun Kitab

Taurat dan penerangan serta pengajaran bagi orang-orang yang bertakwa.


(47)

Menurut Al-Maragi (1993: 65 Jilid XVI) Kami (Allah) bersumpah, sesungguhnya Kami telah mendatangkan kepada Musa dan Harun sebuah kitab yang memiliki segala sifat terpuji dan kebanggaan. Ia adalah kitab yang membedakan antara yang hak dan yang batil, penerangan di dalam kegelapan kejagilan dan kesesatan serta pengajaran bagi orang yang mau mengambil pelajaran daripadanya.

Menurut tafsir Al-Qur`an Depag (1995: 289 Jilid VI) dalam ayat ini Allah SWT menerangkan bahwa Dia telah menurunkan Kitab Taurat kepada Nabi Musa dan Nabi Harun. Kitab Taurat tersebut adalah merupakan penerangan dan pengajaran bagi orang-orang yang bertaqwa kepada Allah SWT.

kata

/ ikrun/ pada ayat ini bermakna pengajaran karena berdasarkan konteks

ayat yang berhubungan dengan kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada Nabi Musa dan Harun yang isinya berupa penerangan dan pengajaran. Hal ini berkenaan dengan situasi lingkungan penggunaan bahasa karena ayat ini menjelaskan bahwa Allah SWT telah menurunkan kitab Taurat kepada Nabi Musa dan Nabi Harun yang berisi penerangan dan pengajaran, jadi makna ini tergolong ke dalam makna kontekstual.

4. Surat Az-Zukhruf ayat : 36

/Wa man ya‘syu ‘an cikri ar-rahm ni nuqayyidlah syait nan fahuwa lah

qar nun/

Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al

Qur'an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. (Qs. 43: 36).

Menurut Al-Maragi (1993: 163 Jilid XXV ) barang siapa membuta terhadap mengingat Allah dan tenggelam ke dalam kelezatan-kelezatan dunia dan syahwat-syahwatnya, maka Kami menguasakan atas dirinya setan-setan dari manusia dan jin yang membuatnya memandang baik untuk bergelimang dalam syahwat-syahwatnya dan dan bergelut dalam kelezatan-kelezatan, sehingga dia tidak tanggung-tanggung lagi dalam melakukan dosa-dosa dan hal-hal yang diharamkan, sebagaimana yang telah menjadi sunnah Kami kepada alam semesta ini, yaitu sebagaimana Kami kuasakan lalat terhadap tubuh-tubuh yang kotor. Maka, demikian pula jiwa-jiwa itu, yang suka menggoda terhadap orang-orang yang lemah. Jiwa-jiwa itu menjerumuskan mereka ke dalam dosa-dosa karena orang-orang lemah itu memang bersedia melakukannya.


(48)

Kata / ikrun/ pada ayat ini bermakna pengajaran karena berdasarkan konteks ayat yang berhubungan dengan orang yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah maka setan menjadi temannya. Hal ini berkenaan dengan situasi lingkungan penggunaan bahasa karena ayat ini menjelaskan bahwa orang yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah maka setan menjadi temannya.

∀ゲ∇ミ͡ク

/cikrun/ dan kata

∀ゲ∇ミ͡ク

/cikrun/ yang bermakna dengan kitab

C. Kata

Adapun kata / ikrun/ dan kata / ikrun/ yang bermakna kitab: 2 (dua),

yaitu:

1. Surat Al-Anbiy ` ayat 50:

/Wa laqad tain m s wa h r na al-furq na wa diy `an wa ikran lil-muttaq na (48) Al-la na yakhsyauna rabbahum bil-gaibi wa hum min as-s ‘ati muas-syfiq na(49) Wa h cikrun mub rakun anzaln hu afa`antum

lah munkir na (50)/

048. Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa dan Harun Kitab Taurat dan penerangan serta pengajaran bagi orang-orang yang bertakwa.

049. (Yaitu) orang-orang yang takut akan (azab) Tuhan mereka, sedang mereka tidak melihat-Nya, dan mereka merasa takut akan (tibanya) hari kiamat.

050. Dan Al Qur'an ini adalah suatu kitab (peringatan) yang mempunyai

berkah yang telah Kami turunkan. Maka mengapakah kamu mengingkarinya? (Qs. 21: 48-50).

Menurut tafsir Al-Qur`an Depag. (1995: 290 Jilid VI) pada ayat ini kata

/ ikrun/ bermakna kitab (Al-Qur`an) karena pada ayat sebelumnya Allah menyebutkan Kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa maka dalam ayat ini Allah mengalihkan


(49)

Pada akhir ayat ini Allah mencela sikap kaum yang masih mengingkari Qur`an, padahal tak ada satu alasan pun bagi mereka untuk mengingkarinya karena Al-Qur`an hanya membawa pelajaran dan tuntunan yang bermanfaat bagi mereka apabila mereka mengikutinya. Lagi pula, kebaikan dan manfaat Al-Qur`an sudah dijelaskan kepada mereka.

Pada ayat ini terlihat bahwasanya kata / ikrun/ bermakna kitab, yaitu yaitu

Kitab Al-Qur`an, kitab yang didalamnya mempunyai berkah yang telah diturunkan Allah.

Makna ini muncul ketika berada dalam konteks ayat yang berhubungan dengan kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad SAW yaitu pada ayat sebelumnya Allah telah menjelaskan bahwa Kitab Taurat untuk penerangan dan pengajaran bagi orang-orang yang bertaqwa kemudian Allah mengalihkan pada Al-Qur`an yaitu kitab yang mempunyai berkah yang telah diturunkan Allah. Pada akhir ayat

ini diakhiri dengan kalimat

/afa`antum lah munkir na/ “maka

mengapakah kamu mengingkarinya?” dengan adanya kalimat ini maka semakin jelaslah

bahwa kata / ikrun/ pada ayat ini bermakna dengan kitab. Makna kata / ikrun/

pada ayat ini berkenaan dengan situasi yakni lingkungan panggunaan bahasa, yaitu penjelasan dari Allah SWT bahwa Al-Qur`an merupakan kitab yang didalamnya mengandung berkah, maka makna ini tergolong ke dalam makna kontekstual.

2. Surat A١١ ff t ayat 168:

/Lau anna ‘indan cikran min awwal na (168) lakunn ‘ib dall hi

al-mukhlaşna (169) fakafar bihi fasaufa ta‘lam na (170)/

168. "Kalau sekiranya di sisi kami ada sebuah kitab dari (kitab-kitab yang

diturunkan) kepada orang-orang dahulu.

169. benar-benar kami akan jadi hamba Allah yang dibersihkan (dari dosa)".


(50)

170. Tetapi mereka mengingkarinya (Al Qur'an): maka kelak mereka akan mengetahui (akibat keingkarannya itu). (Qs. 37: 168-170).

Menurut Al-Maragi (1993: 159 Jilid XXIII) sesungguhnya dahulu mereka mengangan-angan sebelum datang rasul kepada mereka, seandainya mereka mempunyai seorang yang memperingatkan dengan perintah Allah dan larangan-Nya serta mendatangkan kepada mereka sebuah kitab dari Sisi Allah, tentu mereka akan memurnikan ibadah kepada Allah semata-mata dan menjadi umat yang lebih mengikuti petunjuk dari pada umat-umat ahli kitab yang mendahului mereka yaitu Yahudi dan Nasrani. Kemudian Allah menerangkan pula bahwa mereka adalah pendusta dan setelah datangnya Nabi Muhammad SAW ternyata mereka tidak seperti yang pernah mereka katakan.

Pada ayat ini, terlihat jelas bahwa kata / ikrun/ bermakna kitab. Karena

berdasarkan konteks ayat tersebut yang menceritakan angan-angan orang-orang musyrik sebelum datangnya rasul namun setelah datangnya rasul dengan membawa kitab mereka tidak seperti apa yang pernah mereka katakan dahulu. Makna ini muncul berkenaan dengan situasi lingkungan penggunaan bahasa, yaitu tentang angan-angan oang-orang

musyrik ketika Al-Qur`an belum diturunkan kepada mereka, maka kata / ikrun/

pada ayat ini tergolong ke dalam makna kontekstual.

D. Kata

∀ゲ∇ミ͡ク

/cikrun/ dan kata

∀ゲ∇ミ͡ク

/cikrun/ yang bermakna kemuliaan, kehormatan,

kebesaran, keagungan dan kebanggaan

Adapunkata / ikrun/ dan kata / ikrun/ yang bermakna kemuliaan: 2 (dua),

kehormatan: 1 (satu), kebesaran: 1 (satu), keagungan:1 (satu) dan kebanggaan: 1 (satu).

a. Kata / ikrun/ yang bermakna kemuliaan: 2 (dua)

1. Surat Al-Anbiy ` ayat 10:

/Laqad anzaln ilaikum kit ban f hi cikrukum afal ta‘qil na/

Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di

dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu


(51)

Menurut Al-Maragi (1993: 15-16 Jilid XVI) Sesungguhnya Kami (Allah) telah mendatangkan kepada kalian sebuah kitab yang berisi pengajaran bagi kalian karena mengandung tuntutan tentang berbagai akhlak mulia dan syari‘at serta hukum yang lurus yang semuanya memberikan kebahagiaan kepada manusia di dalam kehidupannya di dunia maupun di akhirat.

Pada ayat ini kata / ikrun/ bermakna kemuliaan. Makna ini muncul karena

berada dalam konteks ayat yang berhubungan dengan kitab yang diturunkan Allah untuk

mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Kata / ikrun/ pada ayat ini bermakna

dengan kemuliaan karena pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa Dia telah menurunkan kitab yaitu Al-Qur`an yang didalamnya berisi pengajaran, tuntutan tentang berbagai akhlak mulia, syariat-syariat serta hukum-hukum yang menjadikan menjadikan mereka mulia jika mereka mau beriman dan melaksanakan ajaran-ajaran yang ada didalamnya.

Makna kata / ikrun/ pada ayat ini berkenaan dengan situasi yakni lingkungan

penggunaan bahasa, yaitu penjelasan dari Allah SWT bahwa Al-Qur`an diturunkan merupakan kemulian, maka makna ini tergolong ke dalam makna kontekstual.

2. Surat Az-Zukhruf ayat 44

/Wa innahu la ikrun laka wa liqaunika wa saufa tus`al na/

Dan sesungguhnya Al Qur'an itu benar-benar adalah suatu kemuliaan

besar bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan diminta pertanggungan jawab. (Qs. 43: 44)

Menurut tafsir Al-Qur`an Depag. (1995: 123 Jilid IX) Kemudian diterangkan bahwa Al-Qur`an merupakan kemuliaan bagimu dan kaummu karena ia diturunkan kepadamu, salah seorang bangsa Arab dan menggunakan bahasa Arab; tentulah kaummu yang paling mudah memahami isinya dibandingkan dengan kaum yang lain, karena itu, hendaknya engkau dan kaum engkau berusaha menjadi orang yang paling banyak mengamalkan isi Al-Qur`an dibandingkan dengan kaum yang lain.

Pada ayat ini, terlihat bahwa kata / ikrun/ bermakna kemulian besar. Makna

ini muncul ketika kata / ikrun/ berada dalam konteks ayat yang menjelaskan bahwa


(1)

G. Kata

⊥ゲ∇ミあグャや

/ac-cikru/ yang bermakna Lauh Mahfuzh

Adapun kata /a - ikru/ yang bermakna Lauh Mahfuzh ada 1 (satu), yaitu: 1. Surat Al-Anbiy ` ayat 105:

/Wa laqad katabn f az-zaburi min ba‘di ac-cikri anna al-arda yarisuh

‘ib diya aş-ş lih na/

Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh. (Qs. 21: 105).

Menurut Dahlan, dkk. (1997: 1007 Jilid III) lauh mahfuzh adalah tempat pencatatan rencana dan ketentuan Allah SWT terhadap makhluk-Nya yang di dalamnya pula Al-Qur`an dan kitab-kitab suci lain tersimpan sebelum diturunkan kepada para rasul.

Menurut Al-Maragi (1993: 125 Jilid XVI) Allah telah mencatat di sisi-Nya dan telah menetapkan di dalam ilmu-Nya yang azali yang tidak mungkin terlupakan kemudian telah ditetapkan pula di dalam kitab-kitab samawi, bahwa bumi ini hanya akan dimakmurkan oleh hamba-hamba-Nya dari penganut agama mana pun dan dari pemeluk aliran apapun.

Pada ayat ini kata /a - ikru/ bermakna Lauh mahfuzh, karena pada ayat ini ada kata /katabn / “telah Kami tulis”, kata Kami di sini bermakna Allah, jadi Allah telah menulis di dalam kitab-kitab apa-apa yang telah di tulis oleh Allah sebelumnya pada suatu tempat dan tempat itu adalah lauh mahfuzh sehingga kata yang tepat untuk lauh mahfuzh berdasarkan konteks ayat ini adalah kata /a - ikru/.

Makna kata /a - ikru/ pada ayat ini muncul berdasarkan situasi yaitu lingkungan penggunaan bahasa, Allah SWT telah mencatat disisi-Nya dan menetapkan di dalam


(2)

H. Kata

∀ゲ∇ミ͡ク

/cikrun/ yang bermakna cerita

Adapun kata / ikrun/ yang bermakna cerita ada 1 (satu), yaitu:

1. Surat Al-Kahfi ayat 83:

/Wa yas`al naka ‘an al-qarnaini qul sa`atl ‘alaikum minhu cikran/

Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulqarnain. Katakanlah: "Aku akan bacakan kepadamu cerita tentangnya". (Qs.18: 83).

Menurut Al-Maragi (1993: 21 Jilid XVI) Katakanlah kepada orang-orang yang keras kepala itu aku akan menceritakan kepada kalian secara lengkap dan menyeluruh sebagaimana yang kalian kehendaki cerita yang diberitahukan Tuhanku kepadaku.

Pada ayat ini, terlihat bahwa kata / ikrun/ bermakna cerita. Makna ini muncul karena kata / ikrun/ berada dalam konteks ayat yang berhubungan dengan pertanyaan tentang cerita ulkarnain. Makna ini muncul berkenaan dengan situasi yakni lingkungan penggunaan bahasa yaitu antara Allah SWT dan Nabi Muhammmad SAW ketika menceritakan kisah ulkarnain kepada orang-orang yang bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, jadi makna kata / ikrun/ pada ayat ini tergolong makna kontekstual.

Adapun dalam Bab III Hasil Dan Pembahasan hanya dijumpai makna kontekstual yang berhubungan dengan lingkungan penggunaan bahasa dan tempat.


(3)

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

1. Dari penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa kata / ikrun/ dan kata

/a - ikru/ yang bermakna kontekstual dalam Al-Qur`an ditemukan

sebanyak 37 kata yang tersebar didalam 18 Surat dan 35 ayat.

2. Adapun kata / ikrun/ yang bermakna kontekstual ditemukan sebanyak 21 kata di dalam 11 surat dan 20 ayat dan kata /a - ikru/ dtemukan sebanyak 16 kata di dalam 10 surat dan 16 ayat di dalam Al-Qur`an.

3. Kata / ikrun/ dan kata /a - ikru/ yang mengandung makna kontekstual ditemukan sebanyak 8 makna yaitu:

1. Al-Qur`an: 11 (sebelas)

2. Pelajaran: 6 (enam) dan Pengajaran 4 (empat) 3. Kitab: 2 (dua)

4. Kemuliaan: 2 (dua), Kehormatan: 1 (satu), Kebesaran: 1 (satu), Keagungan: 1 (satu) dan Kebanggaan: 1 (satu)

5. Menerangkan: 2 (dua) dan Penjelasan: 1 (satu) 6. Wahyu: 2 (dua)

7. Lauh mahfuzh: 1 (satu) 8. Cerita: 1 (satu)

4. Adapun jumlah makna kontekstual kata / ikrun/ dan kata /a - ikru/

yang berhubungan dengan situasinya yakni lingkungan penggunaan bahasa: 36 (tiga puluh enam) dan tempat: 1 (satu).


(4)

4.2. Saran

Dengan menganalisis makna sebuah kata kita dapat menggali kekayaan bahasa melalui makna dari sebuah kata tersebut karena suatu kata terdapat makna yang berbeda jika ia berada dalam konteks yang berbeda. Penulis berharap penelitian mengenai makna kata terus dapat dikembangkan oleh mahasiswa/i program studi bahasa Arab fakultas sastra Universitas Sumatera Utara.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur`an Dan Tafsirnya. Depag, Jilid. IV, V, VI, VIII dan IX. 1995. Yogyakarta:

Universitas Islam Indonesia.

Al-Qur`an Dan Terjemahannya. Depag. 1989. Semarang: CV. Toha Putra.

Al-Khuli, Muhammad Ali. A Dictionary of Theoretical Linguistics (English-Arabic).

Libanon: Librairie Du Liban.

Al-Maragi, Ahmad Mustafa. 1993. Tafsiru Al-Maragi, Jilid III, XII, XIII, XIV, XV, XVI,

XIX, XXIII, XXIV, XXV, XXVII, dan XXIX. Cet. II. Semarang: CV. Toha Putra.

Ali, Atabik dan Ahmad Zuhdi Muhdlor. 1998. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia. Cet. IV. Yogyakarta: Pondok Pesantren Krapiyak.

Aminuddin. 2001. Semantik Pengantar Studi tentang Makna. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Anshari, A. Hafizh, dkk. 1994. Ensiklopedi Islam. Jilid IV. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.

Araa‘ini, Syamsuddin Muhammad. 2004. Ilmu Nahwu, Terjemahan Matammimah

Ajurumiyyah, Cet. V. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Audah, Ali. 1996. Konkordansi Qur’an, Paduan Kata dalam Mencari Ayat Qur`an,

Bandung: Mizan dan Pustaka Litera Antar Nusa.

Ba`albaki, Rohi. 1990. Al-Mawrid A modern Arabic-English Dictionary. Beirut: D ru Al-Ilmi.

CD Al-Qur`an Al-Karim. 2006. Quran Player 2.0. Distro Media. Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Edisi Revisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Dahlan, Abd. Rahman, dkk. 1997. Ensiklopedi Hukum Islam. Jilid III. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Djajasudarma, Fatimah. 1993. Semantik 1. Bandung: Refika.


(6)

Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Edisi ke-3. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Ma‘luf, Louis. 2000. Al-Munjidu F Al-Lugati Wa Al-A‘lami. Beirut: D ru Al-Masyriq. Mendikbud. 1998. Ejaan yang Disempurnakan. Jakarta: Bumi Aksara.

Munawwir, A.W. 1997. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap. Cet. XIV. Surabaya: Pustaka Progressif.

Nawawi, Hadari dan Mimi Martini. 1994. Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gadjah Mada Press.

Nuh, Abd. Bin dan Oemar Bakry. 2003. Kamus Arab – Indonesia – Inggris - Indonesia -

Arab – Inggris. Cet. XIV. Jakarta: Mutiara Sumber Widya.

Parera, J.D, 1991. Teori Semantik. Jakarta: Erlangga.

Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.

Rifqi Al-Hanif dan Nur Kholif Hasin. 2000. Kamus Arab-Indonesia. Surabaya: Terbit Terang.

Verhaar, J. M. W. 2001. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Wojowasito, S. dan Tito Wasito W. 1980. Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, Indonesia

Inggris. Bandung: Hasta.