2.4 Makna Kata
ﺔّﻠﻣ
millatun dan
ﻦﻳﺩ
d ῑnun
Dalam Al-Munawwir 1997:437, 1360 kata
ﺔّﻠﻣ
millatun dimaknai dengan
ﻦﻳﺪﻟﺍ
ad-d ῑnu ‘agama’ atau
ﻦﻳﺪﻟﺍ ﻲﻓ ﺔﻌﻳﺮﺸﻟﺍ
asy-syar ῑ’atu fῑ ad-dῑni
‘syari’at agama’. Sementara
ﺔﻌﻳﺮﺸﻟﺍ
asy- syarī’atudimaknai dalam Al-Munawwir
1997: 711-712 dengan
ﻥﻮﻧﺎﻘﻟﺍ
al- qānūnu ‘peraturan, undang-undang’ dan
ﺎﻣ ﻡﺎﻜﺣﻷﺍﻭ ﻦﻨﺴﻟﺍ ﻦﻣ ﷲ ﻪﻋﺮﺷ
mā syara’ahu allāhu min as-sunani wa al-aḥkāmi ‘sesuatu yang Allah atur dari tatanan perilaku dan hukum-hukum’. Jadi,
ﺔّﻠﻣ
millatun sedikitnya memiliki lima makna yaitu ‘agama, peraturan dan undang-undang, pengaturan, tingkah laku, dan hukum’.
Kata
ﻦﻳﺩ
d ῑnun, sedikitnya memiliki tujuh belas makna yaitu
ﺔّﻠﻣ
millatun ‘agama’;
ﺪﻘﺘﻌﻤﻟﺍ
al-mu’taqadu ‘keyakinan’;
ﺪﻴﺣﻮﺘﻟﺍ
at-taw ḥῑdu ‘keesaan’;
ﺓﺩﺎﺒﻌﻟﺍ
al-‘ ibādatu ‘ibadah’;
ﻯﻮﻘﺘﻟﺍﻭ ﻉﺭﻮﻟﺍ
al-wara’u wa at- taqwā ‘kesalehan dan
ketakwaan’;
ﺔﻋﺎﻄﻟﺍ
a ṭ-ṭā’atu ‘ketaatan’;
ﻩﺍﺮﻛﻹﺍ
al- `ikrāhu ‘paksaan’;
ﺮﻬﻘﻟﺍ ﺔﺒﻠﻐﻟﺍﻭ
al-qahru wa al-galabatu ‘kemenangan’;
ﺏﺎﺴﺤﻟﺍ
al- ḥisābu ‘perhitungan’;
ﺓﺄﻓﺎﻜﻤﻟﺍﻭ ءﺍﺰﺠﻟﺍ
al- jazā`u wa al-mukāfa`atu ‘pembalasan’;
ءﺎﻀﻘﻟﺍ
al-qa ḍā`u
‘putusan, keputusan’;
ﻢﻜﺤﻟﺍﻭ ﻥﺎﻄﻠﺴﻟﺍ
as-sul ṭānu wa al-ḥukmu ‘kekuasaan dan
hukum’;
ﺮﻴﺑﺪﺘﻟﺍ
at- tadbīru ‘pengurusan, pengaturan’;
ﺓﺮﻴﺴﻟﺍ
as- sīratu ‘tingkah
laku’;
ﺓﺩﺎﻌﻟﺍ
al- ‘ādatu ‘adat, kebiasaan’;
ﻝﺎﺤﻟﺍ
al- ḥālu ‘keadaan’;
ﻥﺄﺸﻟﺍ
asy- sya`nu ‘perkara, urusan’;
ﻥﻮﻧﺎﻘﻟﺍ
al- qānūnu ‘peraturan, undang-undang’ Al-
Munawwir, 1997: 1360. Diantara komponen-komponen makna dari kata
ﺔّﻠﻣ
millatun dan
ﻦﻳﺩ
d ῑnun di atas, kedua kata tersebut memiliki kesamaan makna yaitu ‘agama,
tauhid, keyakinan, ibadah, peraturan dan undang-undang, ketaatan, tingkah laku, dan hukum. Keberbedaan makna antara
ﺔّﻠﻣ
millatun dan
ﻦﻳﺩ
d ῑnun perlu kajian
lebih mendalam ditinjau dari makna kontekstual. Sementara itu, kata
ﻦﻳﺩ
d ῑnun dan
ﺔّﻠﻣ
millatun ditemukan terdapat dalam satu ayat di dalam Al-Qur’an seperti yang ditemukan dalam surah Al-An’am ayat
13
161 dan Al-Hajj ayat 78. Selain itu adapula kata
ﻦﻳﺩ
d ῑnun pada satu ayat
kemudian disambung kata
ﺔّﻠﻣ
millatun pada ayat berikutnya seperti yang terdapat pada surah Al-Baqarah ayat 132 dan 135.
Salah satu contoh kata
ﻦﻳﺩ
d ῑnun dalam Al-Qur’an terdapat pada surah Al-
Baqarah ayat 132 sebagai berikut:
ْﻢُﻜَﻟ ﻰَﻔَﻄْﺻﺍ َﷲ ﱠﻥِﺇ ﱠﻲِﻨَﺑﺎَﻳ ُﺏْﻮُﻘْﻌَﻳﻭ ِﻪْﻴِﻨَﺑ ُﻢْﻴِﻫﺍَﺮْﺑِﺇ ﺎَﻬِﺑ ﻰﱠﺻَﻭَﻭ َﻦْﻳﱢﺪﻟﺍ
َﻥْﻮُﻤِﻠْﺴُﻣ ْﻢُﺘْﻧَﺃَﻭ ﱠﻻِﺇ ﱠﻦُﺗْﻮُﻤَﺗ َﻼَﻓ
wa wa ṣṣā biḥā `ibrāh
Ī
mu ban
Ī
hi wa ya ’qūbu yā baniyya `inna allaha `iṣṭafā
lakum ad-d
Ī
na falā tamūtunna `illā wa `antum muslimūna ‘Dan Ibrahim mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub, “Wahai
anak-anakku sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untukmu. Maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim’.
Al-Maragi 1993: 404 mengatakan bahwa ayat ini menerangkan tentang wasiat Nabi Ibrahim a.s dan Nabi Ya’qub a.s kepada anak-anaknya agar memeluk
agama Islam dan memelihara agama Islam ini agar jangan sampai meninggal dalam keadaan tidak memeluk Islam.
Pada ayat ini kata
ﻦﻳﺩ
dīnun bermakna agama Islam. Makna ini muncul ditinjau dari konteks antarkalimat berdasarkan hubungannya dengan makna-
makna kalimat sesudahnya yaitu
َﻥْﻮُﻤِﻠْﺴُﻣ ْﻢُﺘْﻧَﺃَﻭ ﱠﻻِﺇ ﱠﻦُﺗْﻮُﻤَﺗ َﻼَﻓ
falā tamūtunna `illā wa `antum muslimūna “maka janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan
muslim”. Kata muslim memperjelas makna dari kata
ﻦﻳﺩ
dīnun menjadi khusus yaitu agama Islam.
Salah satu contoh kata
ﺔّﻠﻣ
millatun dalam Al-Qur’an terdapat pada ayat sebelumnya yaitu surah Al-Baqarah: 130 yaitu sebagai berikut:
ْﻦَﻋ ُﺐَﻏْﺮَﻳ ْﻦَﻣَﻭ ِﺔﱠﻠِﻣ
َﻦِﻤَﻟ ِﺓَﺮِﺧ ْﻵﺍ ﻰِﻓ ُﻪﱠﻧِﺇَﻭ ﺎَﻴْﻧﱡﺪﻟﺍ ﻰﻓ ُﻩﺎَﻨْﻴَﻔَﻄْﺻﺍ ْﺪَﻘَﻟَﻭ ُﻪَﺴْﻔَﻧ َﻪِﻔَﺳ ْﻦَﻣ َ ّﻻِﺇ َﻢْﻴِﻫﺍَﺮْﺑِﺇ }
َﻦْﻴِﺤِﻟﺎﱠﺼﻟﺍ ۱۳۰
{
wa man yargabu ‘an millati `ibrāh
Ī
ma `illa man safiha nafsahu wa laqad `i
ṣṭafaynāhu f
Ī
ad-dunya wa `innahu f
Ī
al- `ākhirati liman aṣ-ṣāliḥ
Ī
na ‘Dan orang
yang membenci agama Ibrahim hanyalah orang yang membodohi dirinya sendiri. Dan sungguh kami telah memilihnya Ibrahim di dunia ini. Dan sesungguhnya di
akhirat dia termasuk orang-orang yang shaleh’
14
Al-Maragi 1993: 401 mengatakan bahwa pada ayat ini Allah SWT menjelaskan millah yang diserukan Ibrahim yakni mengajak kepada ajaran Tauhid
dan Islam menyerahkan diri kepada Allah di dalam melaksanakan perbuatan.Tidak sepantasnya seseorang berpaling dari ajaran tersebut terkecuali
bagi orang-orang yang sengaja menjerumuskan diri ke jurang kehinaan. Kata
ﺔّﻠﻣ
millatun pada ayat ini dimaknai sebagai agama yang dinisbahkan kepada Nabi Ibrahim a.s. Makna ini muncul ditinjau dari konteks intrakalimat
berdasarkan hubungan dengan kata-kata yang berada di depannya yaitu kata
ﻢْﻴِﻫﺍَﺮْﺑِﺇ
`ibrāhīm ‘Nabi Ibrahim a.s’. Sehingga kata
ﺔّﻠﻣ
millatun tersebut di ayat ini dapat dipahami sebagai agama Ibrahim.
15
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN