Pembuatan Ekstrak Temu Putih dan Sambiloto Karakterisasi dan Penapisan Fitokimia Ekstrak Temu Putih dan

21 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Determinasi Tanaman

Hasil determinasi tanaman dapat dilihat pada lampiran 3 dan lampiran 4 yang menunjukkan bahwa sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman temu putih Curcuma zedoaria Christm. Roscoe. dan sambiloto Andrographis paniculata Ness. Tanaman uji dideterminasi di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Cibinong. Tanaman temu putih dan sambiloto dideterminasi untuk memastikan kebenaran jenis tumbuhan mengenai spesies dan famili tumbuhan tersebut sehingga mampu memberikan informasi yang jelas dan benar bahwa sampel tumbuhan yang diteliti adalah sesuai tujuan penelitian.

4.2 Pembuatan Ekstrak Temu Putih dan Sambiloto

Pembuatan ekstrak dari 1300 g serbuk temu putih Curcuma zedoaria dan 1000 g serbuk sambiloto Andrographis paniculata diperoleh dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 96 menghasilkan ekstrak kental dengan rendemen yang dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Hasil Rendemen Ekstrak Temu Putih dan Sambiloto No. Nama serbuk Bobot serbuk awal Bobot ekstrak kental Rendemen 1. Temu putih 1300 g 467,21 g 35,94 2. Sambiloto 1000 g 271,80 g 27,18 Metode ekstraksi cara maserasi dipilih karena memiliki beberapa keuntungan seperti alat dan cara yang digunakan sederhana dan dapat digunakan untuk zat yang tahan dan tidak tahan pemanasan. Sampel direndam dalam etanol sambil diaduk sesekali untuk mempercepat proses pelarutan komponen kimia yang terdapat dalam sampel. Pemilihan pelarut berdasarkan pada penelitian Bugno et al., 2007 menunjukkan bahwa temu putih yang diekstrak menggunakan pelarut etanol 22 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki aktivitas antimikroba yang mirip dengan dengan formula komersial yang mengandung minyak esensial. Selain itu, ekstrak etanol pada sambiloto menunjukkan aktivitas yang baik terhadap B. subtilis dan S. aureus A. Hosamani P et al, 2011 sehingga etanol dipilih sebagai pelarut dalam penelitian ini. Menurut Harborne 1996, etanol dapat menarik senyawa alkaloid, saponin, dan flavonoid yang memiliki aktivitas sebagai antibakteri. Hasil rendemen ekstrak temu putih dan sambiloto diperoleh masing-masing sebesar 35,94 dan 27,18. Rendemen merupakan perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan simplisia awal Depkes, 2000. Perbedaan jumlah rendemen pada setiap ekstrak dikarenakan pada ekstrak dengan rendemen tertinggi mengandung lebih banyak senyawa yang mudah larut dalam etanol 96.

4.3 Karakterisasi dan Penapisan Fitokimia Ekstrak Temu Putih dan

Sambiloto Untuk mengetahui karakteristik ekstrak yang digunakan dalam penelitian, dilakukan pegujian ekstrak berupa parameter spesifik dan non spesifik serta penapisan fitokimia terhadap ekstrak temu putih Curcuma zedoaria Christm. Roscoe. dan sambiloto Andrographis paniculata Nees yang dapat dilihat pada tabel 4.2. Tujuannya untuk mendapatkan ekstrak yang bermutu sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. 23 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tabel 4.2. Hasil Karakterisasi dan Penapisan Fitokimia Ekstrak Temu Putih dan Sambiloto Karakteristik ekstrak Temu putih Sambiloto 0 kGy 10 kGy 0 kGy 10 kGy Parameter spesifik: a. Identitas Ekstrak kental rimpang temu putih Curcuma zedoaria Christm. Roscoe. Ekstrak kental herba sambiloto Andrographis paniculata Nees b. Organoleptik  Bentuk  Warna  Bau Kental Coklat kehitaman Khas Kental Hijau tua Khas c. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu  Senyawa terlarut dalam air  Senyawa terlarut dalam etanol 37,5 47 26,5 62,5 43,5 61,5 43,5 56,5 Parameter non spesifik a. Susut pengeringan 19 19,5 21 24,5 b. Kadar abu total 1,73 1,76 0,56 0,57 c. Kadar abu tidak larut asam 0,41 0,43 0,19 0,21 Penapisan fitokimia Alkaloid + + + + Flavonoid + + + + Tanin - - + + Saponin - - - - Terpenoid + + + + Fenol - - + + Keterangan : + = senyawa terdeteksi - = senyawa tidak terdeteksi Karakterisasi ekstrak dilakukan terhadap ekstrak kental temu putih dan sambiloto hasil iradiasi maupun non iradiasi. Pemeriksaaan meliputi parameter spesifik berupa organoleptik dan senyawa terlarut dalam pelarut tertentu. Ekstrak temu putih yang diperoleh berupa ekstrak kental, dengan warna coklat kehitaman 24 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan bau yang khas, sedangkan pemerian ekstrak sambiloto yaitu ekstrak kental, warna hijau tua, dan bau khas. Hasil yang diperoleh sama seperti yang tertera pada Farmakope Herbal Indonesia. Hasil pemeriksaan organoleptik memberikan informasi pengenalan awal yang sederhana seobyektif mungkin Depkes RI, 2010. Penetapan senyawa terlarut dalam pelarut tertentu memberikan gambaran awal jumlah senyawa kandungan. Hasil pengujian menunjukkan senyawa terlarut dalam etanol lebih besar dibanding senyawa terlarut dalam air baik ekstrak temu putih maupun sambiloto non iradiasi dan hasil iradiasi. Senyawa terlarut dalam air utuk ekstrak temu putih non iradiasi dan hasil iradiasi masing-masing sebesar 37,5 dan 26,5 dan senyawa terlarut dalam etanol masing-masing 47 dan 62,5. Sedangkan senyawa terlarut dalam air untuk ekstrak sambiloto non iradiasi dan hasil iradiasi adalah sama yaitu sebesar 43,5 dan senyawa terlarut dalam etanol masing-masing 61,5 dan 56,5. Senyawa terlarut kadar sari merupakan uji kemurnian ekstrak yang dilakukan untuk mengetahui jumlah terendah bahan kimia yang terekstraksi pada pelarut tertentu. Penetapan ini juga berguna dalam membantu pemilihan pelarut yang cocok dalam proses pelarutan ekstrak yang digunakan dalam ekstrak uji sebagai antibakteri. Selain parameter spesifik, ada beberapa uji parameter non spesifik yang dilakukan seperti susut pengeringan, kadar abu total, dan kadar abu tidak larut asam. Hasil susut pengeringan ekstrak temu putih non iradiasi dan hasil iradiasi berturut-turut adalah 19 dan 19,5 sedangkan ekstrak sambiloto berturut-turut yaitu 21 dan 24,5. Susut pengeringan bertujuan untuk memberikan batasan maksimal rentang tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Susut pengeringan ditetapkan untuk menjaga kualitas ekstrak karena berkaitan dengan kemungkinan pertumbuhan kapang atau jamur serta zat yang mudah menguap pada ekstrak. Hasil kadar abu ekstrak temu putih non iradiasi dan hasil iradiasi berturut-turut adalah 1,73 dan 1,76 sedangkan ekstrak sambiloto berturut-turut yaitu 0,56 dan 0,57. Hasil kadar abu tidak larut asam ekstrak temu putih non iradiasi dan hasil iradiasi berturut-turut adalah 0,41 dan 0,43 sedangkan ekstrak sambiloto berturut-turut yaitu 0,19 dan 0,21. Kadar abu memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak yang merupakan uji kemurnian ekstrak 25 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk menetapkan tingkat pengotoran oleh logam-logam dan silikat Depkes RI, 2000 dan Sutomo et al., 2010. Hasil penapisan fitokimia pada penelitian ini diketahui bahwa ekstrak temu putih non iradiasi dan hasil iradiasi mengandung alkaloid, flavonoid dan terpenoid, sedangkan ekstrak sambiloto non iradiasi dan hasil iradiasi mengandung alkaloid, flavonoid, tanin, terpenoid, dan fenol. Masing-masing ekstrak yaitu ekstrak temu putih dan ekstrak sambiloto diuji fitokimia untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak etanol temu putih maupun sambiloto yang berkhasiat sebagai antibakteri. Tidak ada perbedaan kandungan senyawa pada ekstrak non iradiasi maupun hasil iradiasi.

4.4 Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Temu Putih, Ekstrak

Dokumen yang terkait

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Manggis terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Pseudomonas aeruginosa secara In vitro

0 53 68

Pengaruh Iradiasi Gamma terhadap Aktivitas Antibakteri Kombinasi Ekstrak Etanol Temu Putih (Curcuma zedoaria (Christm.) Roscoe.) dan Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.) pada Bakteri Bacillus subtilis dan Staphylococcus aureus

2 21 86

AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) DAN KULIT Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Rimpang Temu Putih (Curcuma Zedoaria (Berg.) Roscoe) Dan Kulit Kayu Lawang Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan

0 3 12

AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) DAN KULIT KAYU Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Rimpang Temu Putih (Curcuma Zedoaria (Berg.) Roscoe) Dan Kulit Kayu Lawang Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus

0 1 15

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL RIMPANG KUNYIT PUTIH (Curcuma mangga Val.) TERHADAP Staphylococcus aureus ATCC 6538 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit Putih (Curcuma mangga Val.) Terhadap Staphylococcus Aureus ATCC 6538 DAN

0 1 15

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL RIMPANG KUNYIT PUTIH (Curcuma mangga Val.) TERHADAP Staphylococcus aureus ATCC 6538 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit Putih (Curcuma mangga Val.) Terhadap Staphylococcus Aureus ATCC 6538 DAN

2 10 17

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.) TERHADAP Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) Terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923, Shigella sonnei ATCC 9290, Dan Escherichia coli ATCC 25

0 1 11

BAB 1 Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) Terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923, Shigella sonnei ATCC 9290, Dan Escherichia coli ATCC 25922.

0 2 9

Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol Bunga Petai (Parkia speciosa) terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 25922.

2 24 145

Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol Daun Petai (Parkia speciosa Hassk.) terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 25922.

2 18 141