UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
berhalangan melaksanakan tugasnya pada jam buka apotek, harus menunjuk apoteker pendamping. Dari table 5.1 juga diketahui bahwa 51,67 apotek di kota Medan tidak
memiliki Asisten Apoteker AA, 30 memiliki lebih dari 2 AA, 11,67 memiliki 2 AA, dan 6,67 memiliki 1 AA. Permenkes no. 922 tahun 1993 menyatakan bahwa
dalama melaksanakan pengelolaan apotek, APA dapat dibantu oleh AA. Dari jumlah resep yang masuk di apotek di kota Medan, kebanyakan resep
yang masuk perhari adalah di bawah 20 lembar dengan persentase 85 dan hanya 15 apotek yang melayanai resep sebanyak 21-69 lembar. Dari data status
kepemilikan apotek sebagian besar apotek dimiliki oleh PSA dengan persentase sebesar 60, diikuti milik lain-lain BUMN sebesar 28,33, milik APA-PSA 10,
dan hanya 1,67 milik APA.
5.2 Gambaran Pelayanan Konseling di Apotek Kota Medan
Konseling adalah salah satu pelayanan klinik yang harus dilakukan oleh apoteker terutama di apotek. Pelayanan ini diselenggarakan untuk membantu
penderita dalam memahami terapi yang diberikan, sehingga penderita patuh terhadap tiap tahapan terapi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh data yang
menggambarkan persentase pelayanan konseling di apotek kota Medan. Data tersebut diperoleh dari apoteker yang bersedia melakukan konseling setelah peneliti meminta
pelayanan konseling. Ada beberapa apoteker yang melakukan konseling tanpa peneliti melakukan intervensi, tetapi peneliti tidak memiliki data tersebut. Berikut
grafik yang menggambarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 5.1 Pe Dari grafik 5.1 te
konseling dan 33,33 Angka tersebut cukup ba
Adelina 2009. Pada pe memberikan pelayanan
adanya perubahan pelay berfokus kepada obat m
pasien. Sebagian besar a
meminta pelayanan kon melakukan pelayanan
Menteri Kesehatan No 35 Apotek. Dalam peratura
dengan kondisi tertentu pasien atau keluarga pa
diabetes, dan hiperlipide akan memberikan kon
Sementara itu pada saa meminta pelayanan kons
masyarakat terhadap ek
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00 70.00
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5.1 Persentase pelayanan konseling di apotek kota Me terlihat bahwa 66,67 apoteker bersedia melakuk
33,33 apoteker tidak bersedia melakukan pelayana ukup baik jika dibandingkan dengan penelitian yang di
penelitian tersebut hanya 38,23 apotek di kota n konseling. Secara umum angka tersebut juga
layanan kefarmasian di apotek kota Medan yang t menjadi pelayanan yang komprehensif yang be
r apoteker sampel melakukan konseling hanya ke konseling. Melihat dari jenis penyakitnya seharus
n konseling tanpa harus diminta, sesuai denga No 35 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Ke
turan tersebut dijelaskan bahwa pasien atau ke ntu perlu mendapat pelayanan konseling, salah sa
pasien dengan terapi jangka panjang seperti hipe pidemia. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa a
konseling jika pasien tidak meminta pelayana saat penelitian, peneliti tidak menemukan pasi
konseling. Hal ini bisa disebabkan karena kurangn p ekstistensi apoteker sebagai tenaga kesehatan
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00 70.00
bersedia melakukan konseling
tidak bersedia melakukan
konseling 66.67
33.33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Medan kukan pelayanan
anan konseling. dilakukan oleh
kota Medan yang uga menunjukkan
g semula hanya g berpusat pada
a ketika peneliti rusnya apoteker
ngan Peraturan n Kefarmasian di
keluarga pasien h satunya adalah
hipertensi, asma, a apoteker tidak
anan konseling. pasien lain yang
gnya kesadaran an dan sumber
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
informasi obat, seperti yang dipaparkan oleh Arhayani 2007 yang menyatakan hanya 2,81 saja pengunjung apotek yang menjadikan apoteker sebagai sumber
informasi obat. Pada beberapa apotek, apoteker menyerahkan tugas pelayanan konseling
kepada asisten apoteker atau store manager. Pada peraturan pemerintah No 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian dijelaskan bahwa penyerahan dan pelayanan
obat berdasarkan resep dokter harus dilaksanakan oleh apoteker. Oleh sebab itu pelayanan konseling yang dilakukan oleh petugas selain apoteker pada penelitian ini
tidak tepat. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan klinik belum sepenuhnya dilakukan oleh apoteker. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Erlin Aurelia
2013 dimana yang biasa melayani pasienpasien di Apotek adalah Asisten apoteker 48,12, diikuti pegawai apotek 28,30, baru kemudian Apoteker 13,21.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 35 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dijelaskan bahwa konseling dilakukan di ruang
tertutup dan sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan kursi konseling, lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster, alat bantu konseling, buku catatan
konseling dan formulir catatan pengobatan pasien
.
Namun pada pelaksanaannya hanya 26,67 apotek yang memiliki ruang khusus konseling dan tidak ada ruang
konseling yang tertutup, memiliki lemari buku, leaflet, poster, dan alat bantu konseling. Dalam pelaksanaan konseling dibutuhkan ruang khusus, karena dapat
meningkatkan penerimaan penderita terhadap informasi konseling, sehingga memungkinkan penderita patuh terhadap regimen obat, dan menimbulkan kepuasan
penderita pada pelayanan ini surya, 2003. Adelina 2009 menyatakan bahwa penyediaan ruangan informasi obat atau konseling di apotek Kota Medan hanya
memiliki persentase sebesar 29,41 dan masih berada dibawah standar. Selama penelitian, peneliti mengalami kesulitan untuk menemui apoteker
dikarenakan rendahnya kehadiran apoteker pada saat jam kerja. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Adelina 2009 bahwa 52,94 apoteker di Medan tidak hadir setiap
hari di apotek. Rendahnya kehadiran apoteker di apotek menjadi sebab mengapa