Pelayanan Farmasi Klinik Pelayanan kefarmasian di apotek

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Faktor yang perlu diperhatikan: a. Kerjasama dengan tim kesehatan lain. b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat Menkes RI, 2014.

2.5 Konseling

Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasienkeluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling, apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami obat yang digunakan. Kriteria pasienkeluarga pasien yang perlu diberi konseling Menkes RI, 2014 : a. Pasien kondisi khusus pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati danatau ginjal, ibu hamil dan menyusui. b. Pasien dengan terapi jangka panjangpenyakit kronis misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi. c. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus penggunaan kortikosteroid dengan tappering downoff. d. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit digoksin, fenitoin, teofilin. e. Pasien dengan polifarmasi, pasien menerima beberapa obat untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pelayanan lebih dari satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat. f. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah. Tahap kegiatan konseling: a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien b. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui Three Prime Questions, yaitu: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1 Apa yang disampaikan dokter tentang obat Anda? 2 Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian obat Anda? 3 Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah Anda menerima terapi obat tersebut? c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat. d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan obat. e. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien. Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan dalam konseling dengan menggunakan formulir sesuai ketetapan peraturan. Langkah-langkah dalam proses pendidikan dan konseling pasien akan bervariasi sesuai dengan kebijakan sistem kesehatan dan prosedur, lingkungan, dan pengaturan praktek. Umumnya, langkah-langkah berikut yang sesuai untuk pasien yang menerima obat baru atau yang kembali untuk kopi resep ASHP,1997. a. Jalin hubungan penuh perhatian dengan pasien. Perkenalkan diri Anda sebagai seorang apoteker, menjelaskan tujuan yang diharapkan dari sesi, dan mendapatkan persetujuan pasien untuk berpartisipasi. Tentukan bahasa lisan utama pasien. b. Menilai pengetahuan pasien tentang masalah yang berkaitan dengan kesehatan dan obat-obatan, fisik dan kemampuan mental untuk menggunakan obat secara tepat, dan sikap terhadap masalah kesehatan dan obat-obatan. Ajukan pertanyaan terbuka tentang tujuan setiap obat dan meminta pasien untuk menggambarkan atau menunjukkan bagaimana ia akan menggunakan obat. Pasien dengan kopi resep harus diminta untuk menjelaskan atau menunjukkan bagaimana mereka telah menggunakan obat-obatan mereka. Mereka juga harus diminta untuk menggambarkan masalah, keprihatinan, atau ketidak pastian yang mereka alami dengan obat mereka. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta c. Memberikan informasi secara lisan dan menggunakan alat bantu visual atau demonstrasi untuk mengisi kesenjangan pasien dalam pengetahuan dan pemahaman. Buka wadah obat pasien untuk menunjukkan warna, ukuran, bentuk, dan tanda-tanda pada tablet oral. Untuk cairan oral dan suntikan, tunjukkan pasien tanda dosis pada alat ukur. Menunjukkan perakitan dan penggunaan perangkat administrasi seperti inhaler hidung dan oral. Sebagai pelengkap untuk komunikasi lisan tatap muka, sediakan handout untuk membantu pasien mengingat informasi tertulis. Jika pasien mengalami masalah dengan obat-nya, kumpulkan data yang sesuai dan nilai masalahnya. Kemudian menyesuaikan rejimen farmakoterapi yang sesuai dengan protokol atau resep. d. Verifikasi pengetahuan dan pemahaman pasien tentang penggunaan obat- obatan. Mintalah pasien untuk menggambarkan atau menunjukkan bagaimana mereka akan menggunakan obat-obatan dan mengidentifikasi efek obatnya. Amati kemampuan penggunaan obat pasien dan ketelitian dan sikap pasien terhadap kepatuhan mengikuti rejimen farmakoterapi dan pemantauan rencana. Poin ini berlaku untuk obat yang diresepkan dan obat yang tidak diresepkan. Apoteker harus member nasihat kepada pasien dalam pemilihan yang tepat dari obat yang tidak diresepkan ASHP, 1997. Isi tambahan mungkin tepat ketika apoteker memiliki wewenang tanggung jawab dalam pengelolaan penyakit kolaboratif untuk kategori pasien tertentu. Tergantung pada manajemen penyakit atau rencana perawatan klinis pasien, berikut dapat meliputi: a. Keadaan penyakit: apakah akut atau kronis dan yang pencegahan, penularan, perkembangan, dan kekambuhan. b. Efek diperkirakan dari penyakit pada kehidupan sehari-hari pasien yang normal c. Pengenalan dan pengawasan komplikasi penyakit. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Apoteker harus mendokumentasikan pendidikan dan konseling pada catatan medis tetap pasien sesuai dengan rencana perawatan pasien, kebijakan dan prosedur sistem kesehatan, dan undang-undang negara bagian dan federal yang berlaku. Ketika apoteker tidak memiliki akses kecatatan medis pasien, pendidikan dan konseling dapat didokumentasikan dalam profil pasiendi apotek itu, pada formulir pesanan obat atau resep, atau catatan konseling yang dirancang khusus ASHP,1997. Apoteker harus mencatat konseling yang ditawarkan, diterima, disediakan, atau ditolak dantingkat persepsi apoteker terhadap pemahaman pasien. Sebagaimana mestinya, isi harus didokumentasikan misalnya, penyuluhan tentang interaksi obat- makanan. Semua dokumentasi harus dijaga untuk menghormati kerahasiaan dan privasi pasien dan untuk mematuhi hukum negara bagian dan federal yang berlaku ASHP,1997.

2.6 Hipertensi

Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam. Hipertensi, kenaikan tekanan darah diastolik atau sistolik, ditemukan dalam dua tipe: hipertensi esensial Primer, yang paling sering terjadi, dan hipertensi sekunder, yang disebabkan oleh penyakit renal atau penyebab lain yang dapat diidentifikasi. Hipertensi malignan adalah bentuk hipertensi yang berat, fulminan, dan sering dijumpai pada kedua tipe hipertensi tersebut. Hipertensi merupakan penyebab utama stroke, penyakit jantung, dan gagal ginjal Kowalak Jennifer P, 2011. Hipertensi esensial biasanya dimulai secara berangsur-angsur tanpa keluhan dan gejala sebagai penyakit benigna yang secara perlahan-lahan berlanjut menjadi keadaan yang malignan. Jika tidak diobati, kasus-kasus yang ringan sekalipun dapat menimbulkan komplikasi berat dan kematian. Penanganan hipertensi yang dikelola dengan cermat, yang meliputi modifikasi gaya hidup serta pemakaian obat-obatan akan mempengaruhi prognosis. Apabila tidak ditangani, hipertensi memiliki angka mortalitas yang tinggi. Kenaikan tekanan darah yang berat krisis hipertensi dapat berakibat kematian Kowalak Jennifer P, 2011. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kurang dari 10 penderita hipertansi merupakan sekunder dari penyakit komorbid atau pbat-obatan tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkana hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobatimengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder Depkes RI, 2006. The Seventh Joint National Committee mengklasifikasikan tekanan darah pada orang dewasa seperti yang tertera pada tabel 2.1 Sukandar Elin Yulinah et al, 2009 Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Orang Dewasa Klasifikasi Sistolik mmHg Diastolik mmHg Normal 120 Dan 80 Prehipertensi 120 – 139 atau 80 -89 Tahap 1 hipertensi 140 – 159 atau 90 – 99 Tahap 2 hipertensi ≥160 atau ≥ 100 Dalam sebuah survey yang dilakukan pada tahun 2000, hipertensi didapatkan pada 28 populasi dewasa di Amerika. Berdasarkan studi Framingham mengenai tekanan darah di kalangan paruh baya dan lanjut usia, sekitar 90 individu ras caucasia di Amerika akan mengalami hipertensi pada masa hidupnya. Prevalensi hipertensi tersebut bervariasi dengan umur, ras, pendidikan, dan banyak variabel lainnya Katzung Bertram G, 2010.

2.6.1 Penatalaksanaan Hipertensi

Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah penurunan mortalitas dan morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi. Mortalitas dan morbiditas ini berrhubungan dengan kerusakan organ target. Misal:kejadian kardiovaskular atau serebrovaskular, gagal jantung, dan penyakit ginjal. Mengurangi resiko merupakan tujuan utama terapi hipertensi, dan pilihan obat dipengaruhi secara bermakna oleh bukti yang menunjukkan pengurangan resiko Depkes RI, 2006. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta The Eight Joint National Committee memberikan 9 rekomendasi terbaru terkait dengan target tekanan darah dan golongan obat hipertensi yang direkomendasikan. Rekomendasi yang diusulkan adalah sebagai berikut JNC, 2013: Rekomendasi 1 Pada populasi umum yang berumur ≥ 60 tahun, terapi farmakologi dimulai ketika tekanan darah sistolik ≥ 150 mmHg dan diastolik ≥ 90 mmHg. Target terapi adalah menurunkan tekanan darah sistolik menjadi 150 mmHg dan diastolik menjadi 90 mmHg. Rekomendasi kuat, tingkat rekomendasi A. Pada populasi umum yang berumur ≥ 60 tahun, bila terapi farmakologi menghasilkan penurunan tekanan darah sitolik yang lebih rendah dari target misalnya 140 mmHg dan pasien dapat mentoleransi dengan baik, tanpa efek samping terhadap kesehatan dan kualitas hidup, maka terapi tersebut tidak perlu disesuaikan lagi Opini ahli, tingkat rekomendasi E. Rekomendasi 2 Pada populasi umum berumur 60 tahun, terapi farmakologi dimulai ketika tekanan darah diastoliknya ≥ 90 mmHg. Target penurunan tekanan darahnya adalah 90 mmHg. Untuk umur 30 – 59 tahun, rekomendasi kuat, tingkat rekomendasi A Untuk umur 18 – 29 tahun, opini ahli, tingkat rekomendasi E. Rekomendasi 3 Pada populasi umum berumur 60 tahun, terapi farmakologi dimulai ketika tekanan darah sistoliknya ≥ 140 mmHg. Target terapi adalah menurunkan tekanan darah sistolik menjadi 140 mmHg Opini ahli, rekomendasi E. Rekomendasi 4 Pada populasi berumur ≥ 18 tahun yang menderita penyakit ginjal kronik, terapi farmakologi dimulai ketika tekanan darah sistoliknya ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastoliknya ≥ 90 mmHg. Target terapi adalah menurunkan tekanan darah sistolik menjadi 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg. Opini ahli, tingkat rekomendasi E.