Prosiding Hasil Penelitian PPM 2015
134 Table 2. Nilai Rata-rata Kinerja Karyawan
Universitas Muhammadiyah Ponorogo 2013 N = 40 No
Pertanyaan tentang Kepemimpinan Mean
Mean Skala 100
1. Kehadiran karyawan menyesuaikan jam kerja 3.6000
72 2. Tugas pokok dan fungsi dapat dilaksanakan dengan baik
3.4750 69.5
3. Karyawan mengerjakan tugasnya dengan sungguh-sungguh 3.5750
71.5 4. Karyawan menyelesaikan tugas secara tepat waktu
3.4750 69.5
5. Karyawan melakukan pekerjaannya dengan aman 3.6000
72
6. Karyawan mematuhi peraturan kerja 3.5000
70 7. Karyawan melakukan evaluasi diri
3.6750 73.5
8. Hasil pekerjaan Karyawan sudah sesuai harapan 3.5750
71.5 9. Karyawan menguasai peralatan pendukung pekerjaan
3.4000 68
10. Karyawan mau belajar hal-hal baru 3.4750
69.5 11. Karyawan bertanggung jawab atas pekerjaan
3.5250 70.5
12. Karyawan menyusun jadwal pekerjaan 3.6250
72.5 13. Karyawan mengarsipkan semua surat dan mencatatnya
3.6500 73
14. Karyawan berperan aktif dalam kegiatan 3.5500
71 15. Karyawan melaporkan semua kegiatan kepada atasan
3.6250 72.5
C. Pencerminanan Gaya Kepemimpinan Transformasional pejabat struktural
Universitas Muhammadiyah Ponorogo
Untuk mengetahui bagaimana gaya kepemimpinan
pejabat struktural
Universitas Muhammadiyah
Ponorogo tercermin dalam gaya kepemimpinan
transformasional, dapat terdiskripsi dalam table 3.
Tabel 3. Hasil Analisis Gaya Kepemimpinan Transformasional Pejabat Struktural Universitas Muhammadiyah Ponorogo 2013 N = 40
N Min
Max Mean
Std. Deviation
Kepemimpinan transformasional
40 25
46 37.0250
5.71766 Nilai mean gaya kepemimpinan
transformasional sebagaimana dalam table 4.2. adalah 37.025 nilai tersebut berada
pada interval µ-0,5 mean ≤ µ+0,5,
maka digolongkandikategorikan
sedang .
Berdasarkan hasil tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa
gaya kepemimpinan
pejabat struktural
Universitas Muhammadiyah Ponorogo bila dicerminkan dalam gaya kepemimpinan
transformasional mempunyai
pencerminan yang sedang 37.025.
D. Pencerminan Kinerja Karyawan Universitas Muhammadiyah Ponorogo
Pencerminan Kinerja
Karyawan Universitas
Muhammadiyah Ponorogo
sebagaimana dalam table 4.
Prosiding Hasil Penelitian PPM 2015
135
Tabel 4. Hasil Analisis Kinerja Karyawan Universitas Muhammadiyah Ponorogo 2013 N = 40
N Min
Max Mean
Std. Deviation
Kinerja Karyawan 40
41 61
52.7750 5.03571
Nilai mean
kinerja karyawan
sebagaimana dalam table 4.4. adalah 52.7750, nilai tersebut berada pada
interval µ+0,5 mean ≤ µ+ ,5, maka
digolongkandikategorikan tinggi .
Berdasarkan hasil tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa
kinerja karyawan
Universitas Muhammadiyah
Ponorogo adalah tinggi 52.7750.
E. Pengaruh Gaya kepemimpinan Transformasional pejabat struktural
terhadap kinerja karyawan.
Pengaruh gaya
kepemimpinan transformasional
pejabat structural
variable bebas
terhadap kinerja
karyawan variable
y Universitas
Muhammadiyah Ponorogo
dianalisis dengan menggunakan regresi linear,
dengan persamaan regresinya sebagai Y = a + bX. Hasil analisis regresi linear dengan
menggunakan program spss, sebagaimana dalam table 5.
Tabel 5. Hasil Analisis regresi Linear Variable x dan variable y 2013 N = 40
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
Sig. B
Std. Error Beta
1 Constant
27.475 3.376
.000 x
.683 .090
.776 .000
Tabel 5. dapat dijelaskan sebagai berikut; Konstanta sebesar 27.475; artinya
jika gaya kepemimpinan transformasional pejabat
structural Universitas
Muhammadiyah Ponorogo X nilainya adalah
0, maka
kinerja karyawan
Universitas Muhammadiyah Ponorogo Y nilainya positif yaitu sebesar 27.475.
Koefisien regresi variabel harga X sebesar
0.683; artinya
jika gaya
kepemimpinan transformasional pejabat structural
Universitas Muhammadiyah
Ponorogo X mengalami kenaikan 1, maka kinerja
karyawan Universitas
Muhammadiyah Ponorogo
Y akan
mengalami peningkatan sebesar 0.683. Koefisien bernilai positif artinya terjadi
hubungan positif
antara gaya
kepemimpinan transformasional pejabat structural dengan kinerja karyawan di
Universitas Muhammadiyah Ponorogo, semakin
naik gaya
kepemimpinan
Prosiding Hasil Penelitian PPM 2015
136 transformasional
pejabat structural
semakin meningkatkan kinerja karyawan. Persamaan regresi dari hasil analisis
adalah sebagai berikut; Y = 27.475 + 0.683X.
Tingkat signifikasi hasil analisis menunjukkan nilai 0.000, hal ini berarti
bahwa Gaya
kepemimpinan Transformasional
pejabat struktural
berpengaruh terhadap kinerja karyawan di Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian
yang telah
dilakukan maka dapat disimpulkan: 1. Gaya kepemimpinan transformasional
mempunyai peran yang signifikan terhadap
peningkatan kinerja
karyawan. 2. Gaya kepemimpinan transformasional
pejabat structural
di Universitas
Muhammadiyah Ponorogo termasuk sedang mendekati tinggi, pencerminan
nilai tersebut
lebih dikarenakan
interaksi antara pejabat structural dengan
karyawan lebih
bersifat koordinatif bukan instruksional, hal ini
dikarenakan tugas pokok dan fungsi masing-masing
sudah terjabarkan
dalam statuta, buku pedoman tata kelola, surat keputusan, dan dasar
hukum Universitas Muhammadiyah Ponorogo secara jelas, dan bisa
dipahami oleh semua pihak. 3. Sistem kerja karyawan di Universitas
Muhammadiyah Ponorogo
lebih berorientasi pada proses dan hasil,
sehingga keberadaan pemimpin tidak mutlak
diperlukan ketika
proses pekerjaan
berlangsung, karena
sebagaian besar karyawan berinteraksi secara langsung dengan stake holder
mahasiswa, pihak luar, dan antar personal karyawan. hanya pada proses
pengesahan, dan proses legalitas, karyawan berinterasi langsung dengan
atasan pada jenis pekerjaan rutinitas, dan ada jenis pekerjaan pengembangan
karyawan sangat
membutuhkan keberadaan
atasan sebagai
penanggungjawab, dan persetujuan. 4. Kinerja
karyawan Universitas
Muhammadiyah Ponorogo mempunyai tingkat yang tinggi, hal ini lebih
disebabkan pada sumber daya manusia yang dimiliki oleh karyawan yang rata-
rata mempunyai
latar belakang
pendidikan sarjana,
dan SMA
setingkatnya.
2. Saran
Saran lebih
menitikberatkan pada
penelitian lanjutan
yang disarankan
peneliti adalah; 1. Meneliti pada pajabat structural di
masing-masing tingkatan secara utuh, dengan waktu yang relative lama agar
mampu mencerminkan hasil yang sesungguhnya.
2. Perlunya meneliti pada perguruan tinggi yang lain, sehingga bisa di
generalisasi hasil penelitian sejenis. 3. Perlunya meneliti pencerminan pada
gaya kepemiminan yang lain, selaian gaya kepemimpinan transformasional,
misalnya gaya
kepemimpinan transaksional,
sehingga dapat
Prosiding Hasil Penelitian PPM 2015
137
disimpulkan bahwa
gaya kepemimpinan yang ada di Perguruan
tinggi lebih
cenderung pada
kepemimpinan transformasional atau kepemimpinana transaksional.
4. Perlunya meneliti pengaruh sumber daya manusia karyawan pada sebuah
perguruan tinggi terhadap kinerja karyawan yang moderasi dengan gaya
kepemimpinan transformasional. hal ini
untuk memberikan
gambaran tentang
apakah tingkat
SDM mempengaruhi
kinerja disebabkan
karena adanya gaya kepemimpinan transformasional pejabat diatasnya.
5. Perlunya penelitian tentang perbedaan antara pengaruh gaya kepemimpinan
transformasional terhadap
jenis pekerjaan rutinitas, dan pengaruh gaya
kepemimpinan transformasional
terhadap jenis
pekerjaan pengembangan
pada karyawan
perguruan tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Bass, BM. 1985. Leadership and Performance Beyond Expectations. New York: Free
Press. Burns, A. 1992. Kharisma and Leadership in
Organization. London: Sage. Bycio, P., Hackett, R.D., and Allen, J.S. 1995.
Further Assessments of Bass’s 985. Conceptualization of Transactional and
Transformational Leadership. Journal of Applied Psychology, 80 4: 468-478.
Donald R Copper, C William Emory, Metode Penelitian Bisnis Jilid 2, PT. Gelora
Akasara Pratama, Erlangga, 1998 Djarwanto, P.S., Statistik Nonparametrik, Edisi
Ketiga, Yogyakarta, BPFE, 1995. Dubinsky, Alan J., Francis J. Yammarino,
Marvin A. Jolson, An Examination of Linkages
Between Personal
Characteristic and
Dimension of
Transformational Leadership, Human Science Press, Inc., 1995, hal. 315-334.
Dunphy, D. and Stace, D. 1990. Under New Management. Reseville:McGraw-Hill.
Eisenbach, R., Watson, K., and Pillai, R. 1999. Transformational Leadership in The
Context of Organizational Change. Journal
of Organizational
Change Management, 12 2: 80-88.
Fullan, M.G. 1991. The New Meaning of Educational
Change. New
York: Teachers College Press.
Gay, L.R.
1996. Educational
Research: competencies
for analysis
and application. Prentice Hall, Ohio.
Gering Supriyadi, MM, Drs. Tri Guno, LLM, Budaya Kerja Organisasi Pemerintah,
2003 Hani Handoko Fandy Tjiptono. 1996.
Kepemimpinan transfor-masional dan pemberdayaan”. JEBI. Vol.11, 1: 23-33
Hartanto, Frans M., Peran Kepemimpinan Transformasional
dalam Upaya
Peningkatan Produktivitas
Tenaga Kerja di Indonesia, makalah Seminar
Departemen Tenaga Kerja, Jakarta, 1991.
Howell, J.M., and Hall-Merenda, K.E. 1999. The Ties That Bind: The Impact of Leader-
Member Exchange, Transformational and Transactional Leadership, and
Distance on
Predicting Follower
Performance. Journal
of Applied
Psychology, 84 5: 395-401. Hughes, R.L., Ginnett, R.L., Curphy. 1993.
Leadership: enhanching the lessons of experience. Irwin, Boston.
Leithwood, K.A. 1992. The Move toward Transformational
Leadership. Educational Leadership, 495, 9-18.
Management Role
of the
Principal. Educational Administration Quarterley,
301, 77-96. Mustopadidjaja AR. Prof .Dr. , Dimensi dan
Dinamika Kepemimpinan Abad 21, 2006 Pidekso,
Yulius Suryo,
Hubungan Kepemimpinan Transformasional dan
Karakteristik Personal
Pemimpin, skripsi yang tidak dipublikasikan, 2000.
Prosiding Hasil Penelitian PPM 2015
138 Rakhmat, J., Psikologi Komunikasi, Edisi
Revisi, Bandung,
PT Remaja
Rosdakarya, 1996. Saifuddin Azwar, MA, Penyusunan skala
psikologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002
Salamoen Soeharyo, Drs, MPA, Nasri Effendy, M.Sc,
Sistem Penyelenggaraan
Pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, 2003
Santosa, Singgih, SPSS Mengolah Data Statistik Secara Profesional, Jakarta, Elex Media
Komputindo, 1999. Shaskin, M. and Kiser, K. 1992. Total Quality
Management. Seabrook, MD: Docochon Press.
Sri Nastiti A, Dicky Wisnu UR, Statistika Bisnis, UMM, 2004
Stephen P,
Mary, Robbins
Coulter, Management edisi bahasa Indonesia, PT.
Prenhallindo, Jakarta, 1999 Sutanto Priyo Hastomo, Basic Data Analisys for
Healt Research, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia,
2006 Tjiptono, Fandy, dan Akhmad Syakhroza,
Kepemimpinan Transformasional,
Manajemen dan Usahawan Indonesia, No. 9, Thn. XXVIII September 1999, hal.
5-13.
Widayat, SE,
MM, Metode
Penelitian Pemasaran, UMM, Malang, 2004
Yulk, G., Leadership In Organization, Third Edition, New Jersey, Prentice-Hall, Inc.,
1981.
Prosiding Hasil Penelitian PPM 2015
139
PENGAKUAN DAN PENGUKURAN TRANSAKSI MUDHARABAH; Kajian PSAK 105 dalam Bingkai Ilmu Sosial Profetik
Oleh:
ARIF HARTONO UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
ABSTRAK
Penelitian ini berorientasi kepada pembahasan atas konstruksi nilai normatif syariah yang terdapat pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan PSAK Nomor 105 dari aspek pengakuan
dan pengukuran transaksi kerjasamanya. Metodologi yang diterapkan pada penelitian kualitatif ini adalah ilmu sosial profetik. Prinsip filosofis yang diturunkan dari metodologi tersebut adalah nilai
humanis emansipatoris, transendental dan teleologikal. Supaya dapat lebih dekat dengan unsur teknisnya, masing-masing prinsip filosofis tersebut diturunkan menjadi konsep dasar instrumental,
socio-economic, critical, justice, all inclusive, rational-intuitif, ethical dan holistic welfare. Hasil penelitian ini dapat terlihat dari transformasi nilai syariah dalam PSAK 105 yang meletakkan
standar ukurannya pada sebuah keseimbangan atas keberadaan nilai normatif dengan unsur teknis dalam pengakuan dan pengukuran transaksinya. Berdasarkan prinsip filosofis humanis, PSAK 105
masih belum sepenuhnya memiliki keseimbangan nilai karena nilai kebersamaan dalam kerjasamanya masih tereduksi oleh proses bagi hasil yang berbeda. Prinsip filosofis emansipatoris
dalam PSAK 105 masih menemukan adanya proses bagi hasil yang belum seimbang dengan bagi rugi yang dapat meruduksi nilai keadilan, karena lebih cenderung pada materi. Prinsip filosofis
transendental melihat konstruksi keilmuan yang mendasari PSAK 105 cenderung besifat rekonstruktif dari akuntansi konvensional yang empirik, dan belum diimbangi dengan aplikasi
aspek non empirik. Sedangkan prinsip filosofis teleologikal memandang akuntabilitas yang terjadi atas kerjasama dalam PSAK 105 lebih dominan pada aspek hubungan antar manusia, dan belum
seimbang dengan pertanggungjawabannya sebagai hamba kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kata Kunci : Tranformasi, humanis, emansipatoris, transendental, teleologikal
PENDAHULUAN
Munculnya kesadaran
umat atas
transaksiyang tidak lagi sekedar berorientasi profit secara materi, menyebabkan adanya
pergeseran paradigma dalam bertransaksi. Sehingga menyebabkan para pelaku bisnis
perbankan kemudian menyesuaikan prinsip- prinsip
operasional perbankan
dengan membuka divisi syariah. Adanya bank syariah,
tidak berarti serta merta terjadi pergeseran sosial dalam masyarakat secara cepat dalam
mengubah karakter transaksinya. Tetapi merupakan proses panjang yang dilakukan
individu maupun institusional dalam proses transformasi
menuju kesadaran
fiqih muamalahnya.
Perkembangan konsep
syariah berikutnya
tentu masih
membutuhkan dukungan
dari banyak
pihak. Karena
keberadaan lembaga perbankan syariah yang ada msih membutuhkan seperangkat aturan,
kebijakan dan sistem yang baku. Semua perangkat tersebut bersumber dari dari dua
pihak yang berbeda namun harus bersinergi. Pertama, adalah pemerintah sebagai pihak
yang berwenang secara legalitas hukum formalnya. Sedangkan yang kedua adalah
pelaku transaksinya yang harus konsisten menjaga
keberlangsungan prinsip
kemanusiaan dalam mengembangkan nilai’ syariah menuju pada fitrah dirinya’ yang
Prosiding Hasil Penelitian PPM 2015
140 sesuai dengan ajaran normatif dalam Al
Qur’an dan Al Hadist. Pemerintah memberikan dukungan
dengan diterbitkannya
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan, yang
salah satu bagian di dalamnya berhubungan dengan prinsip bagi hasil. UU ini masih belum
sepenuhnya dapat digunakan sebagai dasar acuan. Karena ada beberapa kerancuan,
seperti banyaknya jenis jasa bank syariah yang tidak dapat dilakukan oleh ban
konvensional, dilarangnya
bank umum
melakukan penyertaan modal kecuali pada unit usaha keuangan, dilarangnya bank
konvensional dalam transaksi jual beli barang, dan sebagainya. Keterbatasan dari ketentuan
pemerintah tersebut kemudian disikapi positif oleh Ikatan Akuntan Indonesia IAI, dengan
mengupayakan membuat standar khusus tentang
akuntansi berdasarkan
prinsip syariah untuk mengatur penyajian laporan
keuangan bank syariah. Harapannya adalah munculnya transaksi yang berbeda antara
bank konvensional dengan bank syariah. Hal tersebut sejalan dengan pemahaman system
ekonomi Islam yang tidak mengedepankan output, tetapi lebih mengutamakan proses
yang ada secara berkesinambungan, mulai dari input, process, output. Yusanto dan
Wijayakusuma 2002, 17-24. IAI kemudian mengesahkan Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan PSAK Nomor 59 sebagai wujud komitmennya dalam
memberikan kontribusi
terhadap perkembangan akuntansi syariah. Dengan
disahkannya PSAK’59, maka lembaga-lembaga keuangan
syariah wajib
menjalankan operasionalisasinya berdasarkan PSAK’59
tersebut. Tetapi di dalam penerapan PSAK’59 juga masih terdapat kelemahan mendasar
yang bersumber dari kebijakan teknisnya. Beberapa diantaranya adalah pada tahapan
perlakukan akuntansi mengenai pengakuan dan pengukuran. Sebagai contoh, munculnya
perbedaan pemahaman terhadap pengakuan pendapatan pada transaksi bank syariah,
yaitu pembiayaan
profit sharing
mudharabah. Masih terdapat perbedaan penafsiran dalam pengakuannya, antara
menggunakan accrual basis atau cash basis. Selain itu juga disebabkan oleh kompleknya
system transaksi yang terus berkembang seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Hal
tersebut dapat menjadi faktor pengganggu atas konsistensi nilai syariah di dalam
akuntansi. Sebenarnya hal tersebut tidaklah berlebihan, mengingat akuntansi syariah
memang dikembangankan
berdasarkan akuntansi
kapitalis Triyuwono,
2001, Harahap, 2001 dan 2003.
Triyuwono 2002c, melakukan kajian PSAK’59 dengan melihat konsep teori yang
dijadikan pijakan dalam pengembangannya. Berdasarkan kajian yang dilakukan, ternyata
konsep teori yang membentuk PSAK’59 masih mengedepankan
unsur-unsur teori
kapitalisme. Hal itu terlihat dari aspek dasar teori yang masih memakai teori entitas entity
theory. Konsep entity theorymerupakan pengakuan atas kepemilikan yang dianut oleh
prinsip kapitalisme. Harahap 2001, 2003 juga melakukan kajian atas PSAK’59 dengan
temuan yang sama, yaitu adanya entity theory dalam konsep kepemilikan dan distribusi
income. Ratmono 2004, melihat PSAK’59
dari konsep pengungkapan. Hasil analisisnya menjelaskan
bahwa ;
1 konsep
pengungkapan PSAK’59 dari sisi Islamic value
Prosiding Hasil Penelitian PPM 2015
141 masih terbatas pada direct stakeholders dan
belum terakomodasinya item item yang mengarah pada sosial lingkungan. 2 perlu
adanya dekonstruksi atas PSAK ’59 supaya
sifat syariah yang ada di dalamnya tidak terbatas pada persoalan materi informasi,
tetapi juga memiliki sifat akuntabilitas. Akuntansi syariah semestinya dikembangkan
menjadi konsep hidup, sosial, ekonomi, dan akhirnya masuk dalam konsep bisnis dan
akuntansi secara nyata. Triyuwono 2003, menjelaskan
bahwa untuk
melakukan pembenahan diperlukan pikiran yang bersifat
breakthrough dalam mengubah akuntansi menjadi lebih humanis dan emansipatoris.
Pandangan singkat yang dilakukan Triyuwono 2003 tersebut mengantarkan
kita pada suatu perenungan atas proses pengembangan ilmu. Pada prinsipnya ilmu
diciptakan untuk digunakan oleh manusia sebagai makluk sosial yang hidup di alam.
Oleh karena itu, manusia semestinya harus peka terhadap hukum-hukum alam. Merujuk
pada teori Imanuel Kant dalam Salim 2001, manusia memiliki dua dunia sekaligus, yaitu
fenomena dan noumena. Fenomena diartikan sebagai keterkaitan manusia dengan hukum
alam. Sedangkan dalam kontek noumena, manusia memiliki jiwa yang bersifat free will.
Walaupun manusia
dikendalikan dan
dikonseptualisasikan sebagai makluk pasif karena di dorong dan dibentuk oleh kekuatan
di luar kendalinya lingkungan makro dan mikro, tetapi manusia juga bisa sebagai
makluk aktif kerena kemampuannya dalam melaksanakan fungsi kontrol, membentuk dan
bertindak secara bebas Salim, 2001. Berdasarkan konseptualisasi tersebut
tentunya kita
tidak bisa
mensikapi perkembangan dunia hanya berdasarkan
lingkungan yang membentuknya saja, tetapi harus
diseimbangkan dengan
nilai-nilai kodrati manusia pada posisi yang semestinya.
Kodrat manusia menurut Islam adalah sebagai seorang khalifatullah fil ardh. Artinya, adanya
manusia karena memiliki tugas sebagai seorang pemimpin yang mampu memberikan
kesejahteraan, keadilan, dan keseimbangan masyarakat
dengan alam
semesta. Transformasi nilai-nilai Islam dalam tataran
kehidupan masyarakat sebagai makluk sosial menjadi sangat penting dan relevan untuk
menjadi bukti Islam sebagai rahmatan lil alamin.Afifudin, 2004.
Penjelasan tersebut menunjukkan persoalan pada ilmu sosial ekonomi dan
akuntansi yang semestinya juga mampu menjembatani persoalan tersebut di atas
dengan menitik beratkan pada sinergi beberapa
nilai-nilai dasarnya.
Dalam pandangan Islam, nilai-nilai dasar yang
d imaksud adalah ajaran dalam Al Qur’an dan
Al Hadist. Sedangkan sinerginya adalah dengan praktek di dunia ekonomi dan
akuntansi. Sehingga dalam hubungan kedua elemen tersebut, harus dibentuk sebuah
jembatan” yang mampu menghubungkan antara perintah normatif dengan praktek di
dunia secara riil. Proses transformasi tersebut harus selalu terjadi supaya ilmu sosial yang
ada tidak terjerumus kepada arah yang salah. Dalam
kaitannya dengan
transformasi ilmu sosial, Kuntowijoyo 1998 menawarkan konsep Ilmu Sosial Profetik.
Ilmu sosial profetik menurut Kuntowijoyo 998 merupakan manifestasi dari Al Qur’an
pada surat Ali Imran ayat 110 dan Al Baqarah 282. Adapun nilai yang tergambar dalam ilmu
Prosiding Hasil Penelitian PPM 2015
142 sosial profetik ada empat hal pokok, yaitu;
humanis, emansipatoris, transendental dan teleologikal.
Penelitian ini
bermaksud untuk
melakukan sinergi berfikir dalam upaya mengembangkan pendekatan pengakuan dan
pengukuran prinsip bagi hasil pada transaksi mudharabah. Transaksi ini sudah diatur
secara teknis di dalam PSAK’59. Akan tetapi karena
adanya beberapa
permasalahan mendasar pada parakteknya, maka penulis
bermaksud untuk melihat pengakuan dan pengukuran prinsip bagi hasil dengan
menggunakan PSAK’ 05. Supaya proses penerapannya lebih mendasar dan sesuai
dengan fitrah diri” manusia, maka dilakukan proses transformatif antara kontek riil pada
ranah praktek akuntansi mudharabah dalam PSAK’ 05, dengan dimansi kodrat manusia
sebagai seoarang khalifatullah fil ardh. Transformasi
sosial tersebut
dilakukan dengan konsep Ilmu Sosial Profetik.
TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum PSAK 105
PSAK 105 merupakan aturan untuk transaksi mudharabah secara khusus yang
diterbitkan sebagai pengganti aturan yang telah dibuat dalam PSAK’59. Hal ini
dilakukan mengingat masih terdapat selisih pemahaman dalam penafsiran
PSAK’59 pada perlakuan akuntansi mengenai
pengakuan recognition,
pengukuran measurement,
penyajian presentation
dan pengungkapan
disclosure. Selisih pemahaman tersebut terjadi karena masih banyak kepentingan
yang harus diakomodasi oleh PSAK tersebut,
tetapi terkendala
dengan perumusan
prinsip syariah
secara normatif. Artinya, terdapat perbedaan
mendasar antara konsep normatif dari nilai syariah, dengan proses aplikasi yang
sudah terjadi
pada kondisi
riil. Berdasarkan kondisi tersebut maka dalam
upaya untuk menyusun suatu aturan, hendaknya dilakukan pembahasan secara
terpisah antara nilai dasar aturannya dengan praktek riil yang sesungguhnya.
Oleh karena itu, PSAK’59 dipandang perlu ada penyesuaian kembali, baik secara nilai
normatifnya maupun dalam kondisi teknis pada standar akuntansinya.
Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan secara umum memiliki tujuan
untuk mengatur regulasi perlakuan akuntansi yang berlaku umum. Demikian
juga dengan PSAK 105, yang memiliki tujuan secara lebih spesifik mengatur
tentang transaksi mudharabah. Hal ini terlihat pada PSAK 105 par.1 :
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur
pengakuan, pengukuran,
penyajian dan pengungkapan transaksi mudharabah.
Berdasarkan pernyataan tersebut terlihat bahwa PSAK 105 memiliki maksud
untuk mengatur
seluruh komponen
transaksi mudharabah pada bank syariah. Namun ada transaksi mudharabah yang
dikecualikan dalam aturan PSAK 105, sebagaimana terlihat pada paragraf 3 :
Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas
obligasi syariah
sukuk yang
menggunakan akad mudharabah.
Prosiding Hasil Penelitian PPM 2015
143 Walaupun ada akad yang dikecualikan
aturannya oleh PSAK 105, akan tetapi pada prinsipnya asumsi yang digunakan
tetap berorientasi pada prinsip going concern, sebagaimana terlihat pada
Kerangka Dasar Penyajian dan Pelaporan Laporan Keuangan paragraf 4 :
Asumsi dasar konsep akuntansi bank syariah sama dengan asumsi dasar
konsep akuntansi keuangan secara umum, yaitu konsep kelangsungan usaha
going concern dan dasar akrual. Pendapatan untuk tujuan penghitungan
bagi hasil menggunakan dasar kas. Proses bisnis berdasarkan prinsip
going concern tersebut memang harus selalu berjalan dari waktu ke waktu. Hal
itu pula
yang menyebabkan
pertumbuhan transaksi dalam kondisi riil selalu berkembang. Oleh karena itu,
standar akuntansi yang mendukung juga harus
mengikuti perkembangannya.
Munculnya PSAK 105 sebagai pengganti PSAK’59 PSAK 05 par.42, merupakan
contoh dari proses pergeseran kebijakan akuntansi. Standar akuntansi harus
mampu mengakomodasi
beragam kondisi yang terjadi pada dunia praktek.
Menurut Adnan 2002, perkembangan standar akuntansi syariah dilandasi oleh
tiga hal utama. Pertama, kondisi riil faktual yang terus berjalan harus
diiringi dengan perubahan regulasi dalam bidang perbankan. Kedua, bank
syariah harus melakukan transaksi dengan prinsip-prinsip syariah yang
benar-benar mengandung nilai syariah. Ketiga, bisnis perbankan syariah tidak
hanya bertumpu pada salah satu proses system, transaksi, pembukuan, tetapi
menjadi satu kesatuan yang terikat dalam bingkai nilai-nilai syariah yang
bersifat utuh.
B. Pengakuan dan Pengukuran PSAK 105 Pada Tingkat Struktur