Pengakuan dan Pengukuran PSAK 105 Pada Tingkat Struktur

Prosiding Hasil Penelitian PPM 2015 143 Walaupun ada akad yang dikecualikan aturannya oleh PSAK 105, akan tetapi pada prinsipnya asumsi yang digunakan tetap berorientasi pada prinsip going concern, sebagaimana terlihat pada Kerangka Dasar Penyajian dan Pelaporan Laporan Keuangan paragraf 4 : Asumsi dasar konsep akuntansi bank syariah sama dengan asumsi dasar konsep akuntansi keuangan secara umum, yaitu konsep kelangsungan usaha going concern dan dasar akrual. Pendapatan untuk tujuan penghitungan bagi hasil menggunakan dasar kas. Proses bisnis berdasarkan prinsip going concern tersebut memang harus selalu berjalan dari waktu ke waktu. Hal itu pula yang menyebabkan pertumbuhan transaksi dalam kondisi riil selalu berkembang. Oleh karena itu, standar akuntansi yang mendukung juga harus mengikuti perkembangannya. Munculnya PSAK 105 sebagai pengganti PSAK’59 PSAK 05 par.42, merupakan contoh dari proses pergeseran kebijakan akuntansi. Standar akuntansi harus mampu mengakomodasi beragam kondisi yang terjadi pada dunia praktek. Menurut Adnan 2002, perkembangan standar akuntansi syariah dilandasi oleh tiga hal utama. Pertama, kondisi riil faktual yang terus berjalan harus diiringi dengan perubahan regulasi dalam bidang perbankan. Kedua, bank syariah harus melakukan transaksi dengan prinsip-prinsip syariah yang benar-benar mengandung nilai syariah. Ketiga, bisnis perbankan syariah tidak hanya bertumpu pada salah satu proses system, transaksi, pembukuan, tetapi menjadi satu kesatuan yang terikat dalam bingkai nilai-nilai syariah yang bersifat utuh.

B. Pengakuan dan Pengukuran PSAK 105 Pada Tingkat Struktur

PSAK 105 memberikan pedoman dalam pengelolaan pembukuan untuk perbankan syariah dengan prinsip mudharabah. Pengertian mudharabah menurut PSAK 105 par. 4 : Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama pemilik dana meyediakan seluruh dana, sedangkan pihak ke dua pengelola dana bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi diantara mereka sesuai dengan kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana. Dalam transaksi mudharabah lebih ditekankan pada aspek kerja sama yaitu antara pemilik modal shahibul maal dan pengelola dana mudharib dengan hasil keuntungan nisbah bagi hasil diukur berdasarkan nilai profit profit sharing yang disepakati di muka. Posisi shahibul maal dan mudharib tergantung pada jenis kesepakatannya. Mudharabah menurut PSAK 105 dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu mudharabah mutlaqah investasi tidak terikat, mudharabah muqayadah investasi terikat dan mudharabah musytarakah investasi bersama. Pengakuan dan pengukuran transaksi mudharabah secara garis besar di bagi dalam dua bagian yaitu pada saat bank bertindak sebagai shahibul maal atau sebagai mudharib. Sehingga pengakuan Prosiding Hasil Penelitian PPM 2015 144 dan pengukuran pada tingkat struktur dapat dipahami dari dua pendekatan. Pertama, sebagai shahibul maal, dimana dana yang akan digunakan untuk pembiayaan sepenuhnya berasal dari bank. Sedangkan nasabah mudharib hanya memiliki keahlian dalam mengelola dana tersebut. Pada kontek pengakuan dan pengukuran, pencatatan akuntansinya dibedakan menjadi dua yaitu akuntansi untuk pemilik dana dan akuntansi untuk pengelola dana. Pengakuan dan pengukuran pada posisi entitas selaku pemilik dana mencatat dana syirkah temporer yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan asset non kas. Sedangkan pengukuran investasi mudharabahnya yang berbentuk kas diukur sebesar jumlah yang diberikan saat pembayaran, sedangkan yang non kas diukur sebesar nilai wajar asset non kas saat penyerahan. Pengakuan penghasilan usaha mudharabah dilihat berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi penghasilan usaha dari pengelola dana. Apabila entitasbertindak selaku pengelola dana, maka pada saat dana diterima diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar asset non kas yang diterima. Pada akhir periode, dana syirkah temporer diukur sebesar nilai tercatat. Jika entitas menyalurkan dana syirkah temporer mutlaqah yang diterima, maka diakui sebagai asset. Jika entitas menyalurkan dana syirkah temporer muqayadah yang diterima, maka entitas tidak mengakui sebagai asset, karena entitas tidak memiliki hak untuk menggunakan asset atau melepas asset tersebut, kecuali dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemilik dana. Apabila ada hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diumumkan tetapi belum dibagikan, maka dana diakui sebagai kewajiban sebesar bagi hasil yang menjadi hak pemilik dana. Sedangkan jika terjadi kerugian karena kelalaian pengelola, maka diakui sebagai beban pengelola dana. Dalam prinsip mudharabah, pekerjaan merupakan hak eksklusif dari pengelola dana. Pemilik dana hanya diperkenankan untuk melakukan pengawasan, sehingga yang melakukan pembagian hasil usaha adalah mudharib Wiroso, 2011: 350. Secara konsep, nisbah yang umumnya disepakati dalam bentuk prosentase, harus disepakati oleh kedua pihak yang sama-sama ridho. Dengan demikian, tidak diijinkan salah satu pihak memaksa pihak kedua untuk menyetujui nisbah yang dibuat tanpa landasaan kerelaan keduanya. Sangat dianjurkan dalam penentuan kesepakatan nisbah untuk melakukan tawar-menawar. Selain itu dalam prinsip bagi hasilnya, PSAK 105 memperbolehkan menggunakan prinsip bagi hasil atau bagi laba. Berdasarkan PSAK 105 par. 11 menyatakan, pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil atau bagi laba. Sumber lain yang mendukung diperbolehkannya kedua prinsip pencatatan tersebut adalah DSN MUI no.15DSN-MUIIX2000. Prosiding Hasil Penelitian PPM 2015 145 Lebih lanjut diungkapkan dalam PSAK 105 par.10 bahwa Jika dari pengelolaan dana mudharabah menghasilkan keuntungan, maka porsi jumlah bagi hasil untuk pemilik dana dan pengelola dana ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil usaha yang diperoleh selama periode akad. Jika dari pengelolaan dana mudharabah menimbulkan kerugian, maka kerugian finansial menjadi tanggungan pemilik dana. Padaparagraph 11 juga menyampaikan prinsip pembagian hasil usaha.Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil atau bagi laba. Jika berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto gross profit bukan total pendapatan usaha omset. Sedangkan jika berdasarkan prinsip bagi laba, dasar pembagian adalah laba neto net profit yaitu laba bruto dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah.

C. Konsep Interpretif Pada Pembiayaan Mudharabah