Prosiding Hasil Penelitian PPM 2015
146 mengubah
kodrat manusia
sebagai kalifatullah fil ardh Afifudin, 2004.
Bergesernya nilai kodrati manusia disebabkan oleh tidak adanya kesadaran
atas keyakinan diri manusia pada nilai Tauhid. Seharusnya konsepsi inilah yang
menjadi dasar bagi manusia untuk meyakini ajaran agama juga mengatur
tetang muamalah. Islam telah banyak mengajarkan
konsepsi dan
aturan muamalah di dalam Al Qur’an dan Al
Hadist. Tetapi masih dalam bentuk perintah normatif yang perlu penafsiran
dan jembatan untuk bisa dijadikan dasar nilai operasional pada ranah praktek. Oleh
karena itu dibutuhkan metodologi yang mampu menjembatani arus dua arah yang
berasal dari perintah normatif ke dalam dunia praktek secara riil secara lebih
bersinergi dan seimbang balance. Kaitanya dengan transformasi arus
dua arah tersebut, Kuntowijoyo 1998, 288 membuat gagasan ilmu sosial
profetik. Menurut Pribadi dan Haryono 2002, 305-309, pendekatan ilmu sosial
profetik berasal dari enam gagasan besar. Pertama, Islam sebagai agama, ideologi,
tuntunan hidup,
juga memiliki
kepentingan pada pengembangan filsafat dan
perubahan sosial
terhadap masyarakat sesuai dengan visi dan cita-cita
luhurnya. Kedua, transformasi sosial yang dibangun dalam Islam merupakan jawaban
atas pemahaman amar ma’ruf nahi
munkar, yang dijabarkan dalam nilai humanis, emansipatoris dan liberasi.
Ketiga, transformasisosial yang dilakukan dilandasi dengan prinsip dasar Islam,
sehingga menjadi langkah praktis bagi proses realisasi upaya transformatif.
Artinya diperlukan penerjemahan nilai normatif Islam menjadi perangkat ilmu
sosial metodologis,
yang dapat
menjelaskan realitas
sosial secara
sosiologis dan
memberikan jalan
keluarnya. Keempat, sebagai konsekuensi dari
transformasi pada ilmu sosial metodologis, maka proses transformasi sosial harus
diikuti proses intelektual dalam wilayah kognitif umat Islam. Artinya, transformasi
sosial yang dilakukan harus mampu membawa kepada tatanan intelektual
umat Islam menuju pada kesadaran ilmiah. Sehingga diharapkan nantinya mampu
memberikan petunjuk
nyata bagi
perubahan sosial yang lebih baik. Kelima, sebagai
jawaban keilmiahan
dalam transformasi sosial, maka perumusan nilai
sosial yang dilakukan merupakan sinergi dua kekuatan besar normatif-empirik.
Artinya ilmu sosial Islam selain merujuk pada nilai normatif, seharusnya juga
mampu menjelaskan
realitas sosial
empirik masyarakat. Keenam, kesimpulan dari pembahasan tersebut adalah ilmu
sosial Islam haruslah berfungsi profetik. Artinya ilmu sosial Islam benar-benar
secara konkret
berfungsi humanis,
emansipatoris, transendental
dan teleologikal.
B. Ilmu Sosial Profetik; Alat Analisis Transformatif
Kuntowijoyo 1998,
288 memaparkan bahwa yang kita butuhkan
sekarang adalah ilmu sosial profetik, yaitu ilmu yang tidak hanya menjelaskan dan
mengubah fenomena sosial, tetapi juga
Prosiding Hasil Penelitian PPM 2015
147 memberi
petunjuk ke
arah mana
transformasi dilakukan, untuk apa dan oleh siapa. Ilmu sosial profetik tidak saja
mengubah demi
perubahan, tetapi
mengubah berdasarkan
cita-cita perubahan yang diinginkan masyarakat.
Pandangan lain
yang diberikan
Kuntowijoyo 1998, 289 menjelaskan :
Dengan ilmu sosial profetik, kita juga akan melakukan reorientasi terhadap
epistemologi, yaitu orientasi terhadap mode of thoughtdan mode ofinquiry, bahwa
sumber ilmu pengetahuan tidak hanya dari rasio dan empirik, tetapi juga dari wahyu
normatif. Ilmu
sosial profetik
menurut Kuntowijoyo 1998, 288 merupakan
derivasi dari
misi historis
Islam sebagaimana terkandung dalam Al Qur’an
surat Ali Imran ayat 110 : Kamu adalah umat terbaik yang
dilahirkan untuk manusia untuk berbuat ma’ruf dan mencegah dari yang
mungkardan beriman kepada Allah. Sedangkan
perintah untuk
melakukan pencatatan transaksi, yang digunakan sebagai dasar nilai normatif
akuntansi syariah terdapat dalam Al Baqarah 282 :
Wahai orang-orang yang beriman Apabila kamu melakukan utang-piutang
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah
seorang penulis
diantara kamu
menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya
sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya,
maka hendaklah
ia menuliskannya. Dan hendaklah orang yang
berutang itu mendiktekan, dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah, Tuhannya. Dan
janganlah ia mengurangi sedikitpun dari
padanya……….. Humanis ; Wujud dari Fitrah Diri
Kandungan nilai yang terdapat pada ilmu sosial profetik terdiri dari empat
unsur, yaitu
humanis,emansipatoris, transendental dan teleologikal. Pandangan
humanis menganggap
permasalahan teknis
di dunia
transaksi modern
merupakan wujud dominasi nilai-nilai maskulin yang cenderung eksploitatif dan
hyper-ekspansionis Heriyanto,
2003. Sehingga orientasi akhir yang bersifat
materi itu
menjadi virus
yang menyebabkan terjadinya dehumanisasi
dan mengakibatkan
ilmu mengarah
kepada sifat
yang cenderung
reduksionistik. Hal ini dibuktikan dengan cara melihat keberadaan manusia yang
tidak secara komprehensif, tetapi secara parsial. Menurut Triyuwono 2002b, 3,
humanis merupakan
proses dalam
memandang suatu teori akuntansi dalam sifat yang manusiawi, sesuai fitrah
manusia dan dapat digunakan sesuai kapasitas yang dimiliki manusia sebagai
makluk yang berinteraksi antar sesama secara dinamis dalam kehidupan sehari-
hari. Nilai filosofi humanis kemudian
diturunkan dalam dua konsep dasar yaitu ; 1 Instrumental yang dilandasi pemikiran
baha sebuah ilmu pengetahuan akuntansi syariah merupakan instrument yang
dapat dipraktekkan dalam dunia nyata. Sehingga konsep dasar instrumental ini
Prosiding Hasil Penelitian PPM 2015
148 digunakan untuk mengembangkan ilmu
tidak sebatas pada wacana, tetapi dapat dibangun dengan membawa kepada suatu
fase perubahan dengan nilai profetik sebagai landasannya. 2 Social-economic,
diindikasikan bahwa
teori keilmuan
akuntansi syariah tidak membatasi wacana pada transaksi ekonomi saja tetapi
juga harus dilihat dari ilmu sosial atau ilmu yang lain lingkungan dan budaya.
Kondisi tersebut akan mengarahkan ilmu mampu mengakomodasi realitas yang
lebih objektif, karena perumusan teori sosial secara transformatif harus mampu
membaca gejala-gejala aktualdan historis yang munculdalam interaksi masyarakat,
sehingga keterbukaan keilmuan menjadi relevan Haryono dan Priyadi, 2002.
Emansipatoris ;
Kesetaraan yang
Melintas Batas
Prinsip filosofis yang berikutnya adalah emansipatoris. Prinsip filosofis ini
berasal dari pemahaman emansipasi yang berarti pembebasan diri dari perbudakan
Partono dan Al Barry, 2001. Maksud dari perbudakan tersebut adalah bebas dari
nahi munkar atas struktur sosial yang eksploitatif,
menuju pembebasan
penindasan Pribadi dan Haryono, 2002. Menurut Triyuwono 2002b, 3 perubahan
yang terjadi adalah perubahan yang membebaskan diri dari ikatan semu
materi dan pembebasan dari ideologi semu kapitalisme.
Untuk mentransformasikan prinsip filosofis
emansipatoris dalam
teori keilmuan,
Triyuwono 2002b
menurunkan prinsip tersebut dalan dua bentuk konsep dasar. Pertama, critical
yang merupakan turunan dari critical study Habermas. Konsep dasar kritis dalam
pembangunan teori akuntansi berarti adanya
keterbukaan. Artinya
suatu keilmuan
akuntansi syariah
dapat menerima segala masukan yang sesuai
dengan nilai
ideologinya. Sehingga
konstruksi keilmuan yang di bawanya akan berdasar kepada nilai-nilai syariah.
Konsep dasar yang kedua adalah justice keadilan. Konstruksi keilmuan
yang adil berarti tidak mengabaikan hak manusia dan alam. Sehingga terjadilan
sinergi antara manusia dengan alam yang saling
memanfaatkan tanpa
saling merusak.
Transendental; Keterbukaan
yang Bersinergi
Pandangan transendental adalah adanya keterbukaan yang menyeluruh
holistic. Hal tersebut merupakan lawan dari pandangan mekanik, yang melihat
keseluruhan berdasarkan jumlah dari bagian-bagian. Pandangan transendental
secara holistic merupakan cara pandang yang menyeluruh dengan penekanan pada
interelasi, interkoneksi dan interdepedensi entitas nilai-nilai agama dalam sebuah
jaringan Heriyanto, 2003.
Filosofi transendental
menurut Triyuwono
2002b memberikan
gambaran bahwa dalam membentuk teori akuntansi syariah, dapat memperkaya
dirinya dengan mengadopsi disiplin ilmu yang lain. Seperti sosiologi, psikologi,
etnologi, fenomenologi dan sebagainya. Aspek transendental tidak terbatas pada
disiplin ilmu, tetapi juga menyangkut aspek ontologi. Selain itu juga tidak
Prosiding Hasil Penelitian PPM 2015
149 terbatas pada sifat materi ekonomi tetapi
juga aspek non materi mental dan spiritual. Kemudian berlanjut pada aspek
epistemologinya dengan merangkai dari berbagai
pendekatan supaya
teori akuntansi syariah yang dibentuk benar-
benar bersifat emansipatoris.
Supaya prinsip
filosofis transendental dapat masuk pada tataran
teori keilmuan, maka diturunkan menjadi konsep
dasar. Triyuwono
2002b menurunkannya menjadi dua konsep
dasar. Pertama,
all inclusive,
yaitu memberikan dasar pemikiran bahwa
dalam pembentukan teori tidak bisa menutup diri dari teori lain yang sudah
ada sebelumnya. Dengan kata lain, pembentukan konsep dan teori akuntansi
syariah tidak bisa mengesampingkan kemapanan teori akuntansi keuangan
konvensional yang telah digunakan oleh masyarakat bisnis. Sebagai konsekuensi
dari konsep dasar all inclusive dalam membentuk akuntansi syariah, membawa
implikasi pada kemoderatan yang harus dimiliki para akuntan Islam dengan tidak
mengesampingkan makna esensi nilai
yang ada.
Konsep dasar yang kedua adalah rational-intuitif
yang mengindikasikan
bahwa, secara epistemologi konstruksi keilmuan akuntansi syariah memadukan
dua kekuatan rasional dan intuisi manusia Triyuwono, 2002b. Menurut Nasution
2002, akuntansi masuk dalam kategori muamalah, sehingga pendekatan qauliyah
dan kauniyah dapat digunakan bersamaan. Keduanya saling melengkapi dan tidak
bersifat dikotomis. Teleologikal;
Falah yang
Sesungguhnya
Prinsip filosofis ini memberikan suatu dasar penilaian bahwa akuntansi
tidak sekedar memberikan informasi untuk mengambil keputusan ekonomi,
tetapi juga memiliki tujuan transendental sebagai
bentuk pertanggungjawaban
manusia kepada Tuhan, sesama manusia maupun
kepada alam
semesta. Sebagaimana digambarkan dalam nilai
transendental yang menerima segala bentuk nilai-nilai keilmuan; yang salah
satunya adalah nilai agama syariah, telah mengantarkan pemahaman bahwa ilmu
ekonomi dan akuntansi sarat dengan nilai norma. Sehingga dengan sendirinya telah
mengantarkan pada
kodrat manusia
sebagai hamba Tuhan Afifudin, 2004. Untuk sampai pada pembentukan
keilmuan dengan prinsip teleologikal, diturunkan dalam dua konsep dasar, yaitu
secara ethical
dan holistic
welfare Triyuwono, 2002b. Konsep dasar ethical
dilandasi dari pemikiran bahwa akuntansi syariah tidak bebas nilai seperti pada
akuntansi konvensional. Tetapi memiliki nilai nilai etika dan moral sebagai wujud
nilai agama dan intuisi. Etika merupakan tuntunan para akuntan dalam melakukan
kegiatan akuntansi. Konsep dasar yang kedua adalah
holistic welfare, dimana merupakan satu kesatuan yang utuh dalam mengartikan
sebuah kesejahteraan yang dihasilkan oleh suatu
aktivitas transaksi
akuntansi syariah.
Kesejahteraan tidak
hanya diartikan dalam bingkai materi, tetapi juga
non materi.
Prosiding Hasil Penelitian PPM 2015
150 Proses
transformasi dengan
menggunakan ilmu
sosial profetik
sebagaimana dijelaskan
di atas,
merupakan serangkaian proses yang terjadi secara berkesinambungan dalam
membentuk pola aktivitas transaksi mudharabah yang sinkron antara nilai
normatif yang mengaturnya dengan kondisi riil pada praktek akuntansinya.
Gambaran dari struktur hirarkisnya adalah sebagai berikut :
Gambar 1 Struktur Hirarkis Proses Derivasi Konsep
Dasar Teori Akuntansi Syariah
PEMBAHASAN
Sebagaimana telah dijelaskan di awal bahwa penerapan nilai syariah di dalam
sebuah teknis
akuntansi harus
memperhatikan dua unsur secara seimbang. Pertama, adalah unsur teknis akuntansinya
yang benar benar meninggalkan ideologi kapitalis dan berubah bercirikan syariah.
Kedua, nilai dasar yang mengkonstruksi keilmuan ini akuntansi syariah supaya
benar-benar mampu mewujudkan fitrah diri manusia yang sesungguhnya. Faktor yang
pertama tentunya sudah dijalankan dengan adanya transaksi syariah pada lembaga
keuangan dan sudah memiliki aturan dalam PSAK maupun dari Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia DSN-MUI. PSAK yang telah diterbitkan untuk mengatur
transaksi syariah adalah PSAK’59 yang kemudian
disempurnakan secara
lebih spesifik pada setiap transaksinya pada PSAK
101 sampai PSAK 106. Sedangkan faktor yang kedua sangat erat berhubungan dengan
tingkat kepatuhan terhadap syariah dalam penyajian
informasi akuntansi.
Suatu pertanyaan
yang akan
kita uraikan
pembahasannya adalah apakah ketentuan dalam PSAK 105 dan aturan dari DSN-MUI
tentang akad transaksi mudharabah dalam pengakuan
dan pengukuran,
sudah mengimplementasikan nilai-nilai syariah? Hal
inilah yang akan dilihat transformasinya dengan menggunakan metode dalam ilmu
sosial profetik.
A. Prinsip Mudharabah