Prinsip Mudharabah THE DIFFERENCES CARDIOVASCULAR DISEASE RISK FACTORS IN RURAL AND URBAN POPULATION IN DISTRICT PONOROGO - Umpo Repository PROSIDING FE UNMUH

Prosiding Hasil Penelitian PPM 2015 150 Proses transformasi dengan menggunakan ilmu sosial profetik sebagaimana dijelaskan di atas, merupakan serangkaian proses yang terjadi secara berkesinambungan dalam membentuk pola aktivitas transaksi mudharabah yang sinkron antara nilai normatif yang mengaturnya dengan kondisi riil pada praktek akuntansinya. Gambaran dari struktur hirarkisnya adalah sebagai berikut : Gambar 1 Struktur Hirarkis Proses Derivasi Konsep Dasar Teori Akuntansi Syariah PEMBAHASAN Sebagaimana telah dijelaskan di awal bahwa penerapan nilai syariah di dalam sebuah teknis akuntansi harus memperhatikan dua unsur secara seimbang. Pertama, adalah unsur teknis akuntansinya yang benar benar meninggalkan ideologi kapitalis dan berubah bercirikan syariah. Kedua, nilai dasar yang mengkonstruksi keilmuan ini akuntansi syariah supaya benar-benar mampu mewujudkan fitrah diri manusia yang sesungguhnya. Faktor yang pertama tentunya sudah dijalankan dengan adanya transaksi syariah pada lembaga keuangan dan sudah memiliki aturan dalam PSAK maupun dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia DSN-MUI. PSAK yang telah diterbitkan untuk mengatur transaksi syariah adalah PSAK’59 yang kemudian disempurnakan secara lebih spesifik pada setiap transaksinya pada PSAK 101 sampai PSAK 106. Sedangkan faktor yang kedua sangat erat berhubungan dengan tingkat kepatuhan terhadap syariah dalam penyajian informasi akuntansi. Suatu pertanyaan yang akan kita uraikan pembahasannya adalah apakah ketentuan dalam PSAK 105 dan aturan dari DSN-MUI tentang akad transaksi mudharabah dalam pengakuan dan pengukuran, sudah mengimplementasikan nilai-nilai syariah? Hal inilah yang akan dilihat transformasinya dengan menggunakan metode dalam ilmu sosial profetik.

A. Prinsip Mudharabah

Pada Nilai Humanis Dalam tataran praktek, penyajian informasi berdasarkan PSAK 105 dapat dikritisi berdasarkan elemen-elemen pengertian dari transaksi mudharabah. Berdasarkan definisinya ada dua elemen penting yang dilihat yaitu ; 1 kerja sama antara pihak yang bertransaksi shahibul maal dan mudharib. Dasar yang digunakan adalah akad kerja sama, berarti Faith, Knowledge, Action Tauhid Humanis, Emansipatoris, Transendental dan Teleologikal Instrumental Socio Economic Critical Justice All Inclusive Rational Intuitif Ethical Holistic Welfare Praktek Akuntansi Syariah Prosiding Hasil Penelitian PPM 2015 151 selama kontrak akad mudharabah tidak diperbolehkan ada satu pihakpun yang dirugikan. Sehingga pengakuan dan pengukuran kerugian hanya sebagai peringatan atas kelalaian yang dilakukan masing-masing pihak, terutama pengelola dana. 2 Nisbah yang disepakati. Pembagian keuntungan memang dilakukan di awal kerjasama namun yang disepakati merupakan prosentase dari hasil usaha berdasarkan nisbah bagi hasil. Prosentase tersebut baru akan terlihat nilai nominal rupiahnya setelah hasil usaha dilaporkan pada akhir periode. Sistem bagi hasil yang digunakan pada PSAK 105 adalah Net Reveue Sharing NRS dan Profit Sharing. Pada prinsip mudharabah pekerjaan merupakan hak eklusif dari pengelola dana dimana pemilik dana hanya bisa melakukan pengawasan. Sehingga yang melakukan pembagian hasil usaha adalah mudharib Wiroso, 2011. Nilai humanis yang terlihat dalam konsep tersebut, terwujud pada karakter kerjasama yang dilakukan oleh pihak yang bertransaksi. Walaupun masing masing pihak memiliki porsi kewajiban yang berbeda tetapi terdapat unsur keridhoan yang dijadikan dasar kepercayaan satu dengan yang lain. Hal tersebut merupakan wujud konsep dasar instrumental yang berarti ada simbol instrument dalam proses hubungan kerja sama tersebut berupa kepercayaan dari masing-masing pihak. Kepercayaan inilah yang kemudian menguatkan keyakinan dalam bekerja pada bagiannya masing-masing, tanpa ada kondisi memaksakan hasil usaha tanpa melihat keadaan ekonomi dan kerelaan pelaku bisnisnya. Atas dasar keadaan ekonomi yang tidak bisa dipastikan dan unsur kerelaan tersebut yang kemudian mendasari transaksi mudharabah dilihat nilai humanisnya berdasarkan konsep dasar sosial ekonomi. PSAK 105 memperbolehkan terjadinya tawar menawar dalam menentukan nisbah dan mencatat bagi hasilnya berdasarkan prinsip bagi hasil maupun bagi laba PSAK 105 par.11. Aturan tersebut kemudian berkembang meluas pada setiap transaksi dengan prinsip mudharabah di masyarakat. Sehingga ada alternatif yang fleksibel dalam berbagi untuk mewujudkan kerelaan dari pihak yang bertransaksi, dengan menggunakan bagi hasil maupun bagi laba. Selain itu juga dengan adanya alternatif pilihan tersebut dapat mengakomodasi beragamnya transaksi sosial yang ada di masyarakat. Sudut pandang lain dari transaksi dengan prinsip mudharabah yang dapat dilihat dari perspektif nilai humanis adalah pada konsep pembagian keuntungan dan kerugiannya secara bersamaan. Berdasarkan ketentuan yang ada pada PSAK 105 par. 112012, pembagian keuntungan transaksi mudharabah, dapat berdasarkan laba bersih maupun hasil usaha. Sedangkan jika terjadi kerugian, maka pihak yang bertanggungjawab dilihat berdasarkan penyebab terjadinya kerugian. Apabila kerugian terjadi akibat kelalaian pengelola dana, maka beban kerugian ditanggung oleh pihak pengelola. Namun apabila kerugian diakibatkan oleh Prosiding Hasil Penelitian PPM 2015 152 sesuatu yang tidak kita duga sebelumnya maka pemilik dana yang menanggung semua kerugian tersebut. Pengakuan dan pengukuran keuntungan dan kerugian dalam tataran informasi yang dibawanya merupakan instrumen yang bersifat hidup karena terus berkembang seiring pergerakan transaksi. Prinsip instrumental yang tampak pada kondisi tersebut adalah munculnya nilai kebersamaan dalam bekerja sama. Sehingga pengakuan keuntungan sabagai hak bersama dapat dimunculkan berupa materi simbol. Seluruh informasi tentang pelaksanaan usaha sampai dengan laporan hasil keuntungannya yang akan dibagi hasilkan sesuai nisbah, merupakan simbol yang mewakili nilai instrumental dalam prinsip humanis. Sehingga PSAK 105 sudah memiliki nilai humanis yang lebih baik dari pada PSAK’59. Apabila dilihat dari konsep dasar yang lain dari prinsip humanis, yaitu socio- economic, terdapat adanya perbedaan nilai dengan prinsip dasar instrumental. Perbedaan tersebut terjadi mengingat prinsip instrumental memberikan penekanan terhadap simbol materi maupun non materi dalam informasi transaksi mudharabah, sehingga mengarah kepada bentuk. Sedangkan selama bentuk tersebut sudah membawa nilai syariah, berarti ada transformasi nilai yang sudah terjadi. Padahal dalam bentuk instrument tersebut terdapat perbedan dalam mengakui hasil keuntungan yang diperoleh. Prinsip net revenue sharing dan profit sharing, selain sebagai sebuah alternatif pilihan yang fleksibel, bisa menjadiwujud dari perbedaan kepentingan dalam aturan PSAK 105. Padahal pada hakekatnya, prinsip dasar socio-economic memiliki pemahaman bahwa pembiayaan mudharabah tidak terjebak pada suatu kepentingan tertentu atau dibatasi oleh nilai-nilai ekonomis. Demikian pula pada saat menentukan pengakuan dan pengukuran atas kerugian. Dasar dalam menentukan kelalaian menurut PSAK 105 par.18 lebih mengutamakan unsur materi. Sedangkan materi sebenarnya adalah komponen pengukuran pada transaksi berbasis kapitalisme. Materi inilah yang justru mengarahkan transaksi mudharabah meninggalkan nilai amanah yang seharusnya dijaga. Bank akan menyetujui kerjasama mudharabah berdasarkan materi yang akan diterima, bukan sebuah amanah kepercayaan. Berdasarkan pemahaman tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai humanis yang ada dalam PSAK 105 masih belum sepenuhnya terkonstruksi, tetapi sudah lebih baik dari pada konstruksi nilai syariah dalam transaksi mudharabah pada PSAK’59.

B. Prinsip Mudharabah