sedangkan metode kurungan membran mencakup perumusan liposom dan mikrokapsul [31].
2.4.1 Metode Adsorpsi
Adsorpsi fisik seperti pada gambar 2.6 dianggap sebagai metode yang paling sederhana untuk imobilisasi enzim. Fiksasi enzim dilakukan melalui ikatan
hidrogen, hubungan garam, dan gaya Van der Waal. Proses ini dilakukan dalam kondisi ringan, tanpa atau dengan dukungan aktivasi minimal dan aplikasi
prosedur bersih, dan tidak adanya reagen tambahan. Dengan demikian adsorpsi merupakan metode ekonomis dan memungkinkan untuk menjaga aktivitas dan
spesifisitas enzim. Komposisi kimia pembawa, rasio molar hidrofilik terhadap kelompok hidrofobik, serta ukuran partikel dan luas permukaan yang menentukan
jumlah enzim terikat dan perilaku enzim setelah imobilisasi [33].
Gambar 2.6 Imobilisasi Enzim dengan Metode Adsorpsi [34] Pada gambar 2.6 dapat dilihat enzim teradsorp pada permukaan partikel
pembawa melalui ikatan hidrogen, hubungan garam, dan gaya Van der Waal antara enzim dan partikel pembawa.
2.4.2 Metode Penjeratan dan Pengkapsulan
Penjeratan melibatkan penangkapan enzim dalam matriks polimer, meskipun penjeratan enzim mengacu pada pembentukan membran seperti
penghalang fisik sekitar enzim. Matriks biasanya terbentuk selama proses imobilisasi, dimana matriks yang terbentuk tidak memiliki muatan yang dapat
mempengaruhi larutan dalam reaksi yang berlangsung. Enzim terperangkap dalam matriks gel seperti pada gambar 2.7 sehingga terkapsulasi. Kedua proses
membutuhkan peralatan sederhana dan reagen yang relatif murah. Hal ini menyatakan bahwa enzim amobil dengan jeratan dan atau enkapsulasi lebih
stabil daripada metode adsorpsi fisik. Pada saat yang sama enzim amobil mempertahankan aktivitas dan stabilitasnya. Banyak bahan dan teknik telah
13
Universitas Sumatera Utara
digunakan untuk menjerat dan atau pengkapsulan lipase seperti k-carrageenan, silika gel, silika aerogel dll [33].
Gambar 2.7 Imobilisasi Enzim dengan Metode Penjeratan dan Pengkapsulan [34] Pada gambar 2.7 dapat dilihat enzim terperangkap dalam matriks sehingga
enzim menjadi amobil. Enzim yang terperangkap tidak sepenuhnya tertutup oleh matriks, namun masih terdapat celah-celah yang menjadi sisi aktif untuk kerja
enzim terhadap substrat.
2.4.3 Metode Covalent Attachment
Covalen Attachment merupakan hasil dari reaksi kimia antara residu asam amino aktif diluar katalitik aktif dan bagian pengikat dari enzim, dan fungsi aktif
dari pembawa. Meskipun rumit dan dipengaruhi kuat oleh sifat pembawanya, covalen attachment seperti pada gambar 2.8 merupakan teknik yang paling efisien
untuk imobilisasi enzim. Beberapa pembawa yang digunakan untuk metode covalent attachment ini seperti resin, chitosan, silika, polimer dll [33].
Gambar 2.8 Imobilisasi Enzim dengan Metode Covalent Attachment [34]
Pada gambar 2.8 dapat dilihat enzim terikat pada pembawanya. Enzim dapat terikat pada pembawa nya akibat hasil dari reaksi kimia antara residu asam amino
aktif pembawa dan bagian pengikat pada enzim.
2.5 POTENSI EKONOMI BIODIESEL DARI CPO
Indonesia merupakan salah satu produsen CPO terbesar di dunia dengan kapasitas produksi terakhir tahun 2013 sebesar 6.584.732 ton. Produksi CPO di
Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. CPO memiliki potensi yang cukup besar untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Karena
14
Universitas Sumatera Utara
memiliki potensi yang cukup besar, CPO diharapkan dapat menjadi sumber bahan baku utama untuk pembuatan biodiesel guna mencukupi kebutuhan bahan bakar
dalam negeri yang semakin tinggi. Adapun peluang untuk mengembangkan potensi biodiesel sendiri di Indonesia cukup besar terutama untuk substitusi
minyak solar mengingat saat ini penggunaan minyak solar mencapai sekitar 40 dari total penggunaan BBM untuk sektor transportasi. Sementara penggunaan
solar pada industri dan PLTD adalah sebesar 74 dari total penggunaan BBM pada kedua sektor tersebut.
Untuk itu, perlu dilakukan kajian potensi ekonomi biodiesel dari CPO. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi ekonomi secara sederhana.
Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang digunakan dalam produksi dan harga jual biodiesel. Dalam hal ini, harga biodiesel
mengacu pada harga komersial CPO dan biodiesel. Harga CPO
= Rp 7500 liter [35] Harga Biodiesel
= Rp 8400 liter [35] Dapat dilihat bahwa, harga jual CPO sebagai bahan baku hampir sama
dengan harga jual biodiesel sebagai produk dimana biaya produksi belum termasuk dalam perhitungan. Tentu hal ini tidak membawa nilai ekonomis dalam
pembuatan biodiesel dari CPO. Namun, adanya kebijakan dari pemerintah mengenai penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar yaitu pemberlakuan
Peraturan Menteri ESDM Nomor 252013 sejak Agustus 2013 dimana memberikan dampak yang signifikan terhadap konsumsi biodiesel dalam negeri.
Kementerian ESDM mengungkapkan bahwa konsumsi biodiesel dalam negeri meningkat hingga 101. Pada Agustus 2013 lalu, konsumsi nabati fatty acid
methyl ester FAME yang dicampurkan ke dalam solar sehingga menjadi biodiesel, masih 57.871 kiloliter. Sementara itu, bulan Oktober 2013 ini konsumsi
telah mencapai 116.261 kiloliter.Mulai September 2013, perusahaan di sektor transportasi, industri, komersial, dan pembangkit listrik diwajibkan memakai
FAME fatty acid methyl ester minimal 10 dalam campuran solar. Hal ini sesuai yang tercantum dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 252013 tentang
Penyediaan, Pemanfaatan, dan tata Niaga Bahan Bakar Nabati Biofuel Sebagai
15
Universitas Sumatera Utara
Bahan Bakar Lain. Biodiesel yang digunakan dalam campuran solar juga diwajibkan merupakan produk lokal, bukan produk impor.
Dengan adanya kebijakan pemerintah yang ditetapkan oleh peraturan menteri ESDM, penetapan harga jual biodiesel sendiri bisa fleksibel mengikuti
harga bahan baku serta biaya produksi saat ini yang ditutupi dengan subsidi, sehingga produksi biodiesel menggunakan bahan baku CPO dapat tetap
menguntungkan dan berpotensi untuk menjadi industri yang berkembang ke depannya menjadikan Indonesia sebagai penghasil terbesar biodiesel dan pelaku
ekspor biodiesel di dunia.
16
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini
dilakukan selama lebih kurang 6 bulan.
3.2 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 Bahan Penelitian
Pada penelitian ini bahan yang digunakan antara lain: 1.
Crude Palm Oil CPO 2.
Metil Asetat 3.
Lipozyme 4.
Aquadest H
2
O 5.
Natrium Hidroksida NaOH 6.
Etanol C
2
H
5
OH 7.
Phenolftalein C
20
H
14
O
4
8. Poly Vinyl Alcohol PVA Teknis
3.2.2 Peralatan Penelitian
Pada penelitian ini peralatan yang digunakan antara lain: 1.
Erlenmeyer 2.
Magnetic Stirrer 3.
Pemanas 4.
Hot Plate 5.
Shaker 6.
Beaker Glass 7.
Gelas Ukur 8.
Neraca Digital 9.
Batang Pengaduk 10.
Termometer 17
Universitas Sumatera Utara
11. Corong Gelas
12. Pipet Tetes
13. Statif dan Klem
14. Stopwatch
15. Piknometer
16. Viskosimeter Ostwald
17. Karet Penghisap
18. Buret
3.3 RANCANGAN PERCOBAAN
Penelitian ini dilakukan dengan mengulangi sebanyak 2 kali variabel acak dalam rancangan percobaan Melina. Adapun kombinasi perlakuan penelitian
dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut: Tabel 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian
No. Run Kondisi Reaksi
Jumlah Pemakaian
Suhu
o
C Rasio
Molar Reaktan
Jumlah Biokatalis
bb
1 45
1:4 26
1 2
3
2 45
1:8 14
1 2
3
3 45
1:8 26
1 2
3
4 50
1:6 10
1 2
3
5 50
1:6 30
1 2
3
18
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian Lanjutan
6 50
1:9 20
1 2
3
7 60
1:6 20
1 2
3
3.4 PROSEDUR PENELITIAN
3.4.1 Prosedur Degumming CPO
Proses degumming CPO yang dilakukan diadopsi dari penelitian Hermanto Sihotang 2013 [36] dengan prosedur sebagai berikut:
1. CPO sebanyak
300 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan dipanaskan dalam hot water bath dimana temperatur air dan minyak
dijaga konstan pada 60
o
C. 2.
Asam fosfat H
3
PO
4
sebanyak 0,6 bb CPO ditambahkan ke dalam erlenmeyer
3. Campuran diaduk homogen pada kecepatan 400 rpm selama 15 menit
hingga kandungan CPO itu terlihat semi-transparan, cokelat gelap. 4.
Campuran hasil reaksi disaring dengan kertas saring.
3.4.2 Prosedur Utama
1. Crude Palm Oil CPO dan metil asetat dengan rasio mol tertentu
dimasukkan ke dalam erlenmeyer. 2.
Lipozyme sebanyak jumlah tertentu dari berat total CPO dan metil asetat dimasukkan ke dalam campuran.
3. Campuran dipanaskan dengan pemanas hingga mencapai suhu reaksi
tertentu kemudian dihomogenkan campuran menggunakan shaker dengan kecepatan 150 rpm selama 10 jam
4. Pemanas dan shaker dimatikan kemudian campuran reaksi dikeluarkan
dari erlenmeyer setelah tercapai waktu reaksi kemudian campuran disaring pada erlenmeyer lain dan Lipozyme disimpan pada suhu 20
o
C. 5.
Campuran yang telah disaring kemudian didestilasi dengan suhu 65
o
C.
19
Universitas Sumatera Utara
6. Campuran yang telah didestilasi kemudian dimasukkan ke dalam botol
penyimpanan untuk dianalisis 7.
Prosedur di atas diulangi dengan menggunakan ulang biokatalis
Lipozyme tersebut sebanyak 3 kali.
3.4.3 Prosedur Analisis 3.4.3.1 Analisis Aktivitas Enzim Lipase dengan Metode Hidrolisis