arteri coroner diawali dengan adanya rupture plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang
rendah,fibrous cap yang tipis dan konsentrasi factor jaringan yang tinggi.Inti lemak yang cenderung rupture mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan
proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi . Pada lokasi rupture plak dapat dijumpai sel makrofag dan limfosit T yang menunjukkan adanya proses inflamasi
. Sel – sel ini akan mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF α, dan IL -6 .
Selanjutnya IL-6 akan merangsang pengeluaran hsCRP di hati
17
. Manifestasi klinis pada NSTEMI didapati nyeri dada dengan lokasi khas
substernal atau kadangkala di epigastrium dengan ciri – ciri seperti diperas,
perasaan diikat, perasaan terbakar,nyeri tumpul , rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Analisis
berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang memiliki gejala dengan onset baru angina berat memiliki prognosis lebih baik dibandingkan
dengan yang memiliki nyeri pada waktu istirahat. Gambaran elektrokardiogram EKG,secara spesifik berupa deviasi
segmen ST merupakan hal penting yang menentukan resiko pada pasien. Menururt TIMI III Registry, adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV
merupakan predictor outcome yang buruk . Kaul et al menunjukkan peningkatan resiko outcome yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya
depresi segmen ST, dan baik depresi segmen ST maupun perubahan troponinT keduanya memberikan tambahan informasi prognosis pasien dengan NSTEMI
17
.
2.1.7 INFARK MIOKARD AKUT DENGAN ELEVASI ST STEMI
Infark miokard akut dengan elevasi ST STEMI umumnya terjadi jika aliran darah coroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pad aplak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri coroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya
banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika thrombus arteri coroner
Universitas Sumatera Utara
terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskularm dimana injuri ini dicetuskan oleh factor-faktor seperti merokok , hipertensi, dan akumulasi lipid
17
. Pada sebagian besar kasus , infark terjadi jika plak aterosklerosis
mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehningga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang
mengakibatkan oklusi arteri coroner. Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red thrombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga
STEMi memberikan respons terhadap terpai trombolitik. Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis kolagen, ADP, epinefrin, serotonin memicu
aktivasi trombosit ,yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2vasokonstrikstor local yang poten. Selain itu aktivasi trombosit
memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIbIIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam
amino pada protein adhesi yang larut integrin seperti factor von Willebrand dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalent yang dapat mengikat 2
platelet yang berbeda secara simulltan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi .
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin
menjadi thrombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri coroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh thrombus yang terdiri
dari agregat rombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang,STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri coroner yang disebabkan oleh emboli coroner,
abnormalitas kongenital, spasme coroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.
Diagnosis STEMI ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST 2mm, minimal pada 2 sadapan
precordial yang berdampingan atau 1mm pada 2 sadapan ekstremitas.
Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis .
Peningkatan nilai enzim diatas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis jantung infark miokard
a. CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-24 jam b.
cTn : ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10
– 24 jam , dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5 -
10 hari Pemeriksaan enzim Jantung yang lain yaitu :
a. Mioglobin : dideteksi setelah 1 jam terjadi infark dan mencapai
puncak dalam 4-8 jam b.
Creatinin Kinase : Meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10- 36 jam dan kembali
normal dalam 3- 4 hari c.
Lactic dehydrogenase LDH : meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal
dalam 8-14 hari .
2.2 SGOT