Peranan komisi penyiaran Indonesia (KPI) pusat terhadap tayangan infotaimen di Televisi

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Disusun oleh:

DEVI RAHAYU NIM: 106051001798

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/2010 M


(2)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk memenuhi Persyaratan memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

DEVI RAHAYU NIM: 106051001798

Pembimbing:

Drs. Sunandar, MA NIP: 196206261994031002

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/2010 M


(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil asli karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 19 Agustus 2010

Devi Rahayu Nim : 106051001798


(4)

106051001798

Peranan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Terhadap Tayangan Infotainmen di Televisi

Televisi telah memberikan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. Berbagai program ditayangkan oleh stasiun-satsiun televisi, salah satu program yang ditayangkan adalah program infotainmen. Melihat perkembangannya infotainmen saat ini cenderung berisi informasi yang tidak penting untuk diketahui oleh masyarakat. Perdebatan tentang infotainmen menjadi perhatian berbagai kalangan. Di samping itu, terdapat suatu lembaga independen bernama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang memiliki peran dan wewenang terhadap batasan program siaran di televisi Indonesia.

Dalam penelitian ini yang menjadi objek adalah peranan KPI terhadap tayangan infotainmen di televisi dan yang menjadi subjek adalah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah Apa saja kegiatan KPI dalam mengawasi tayangan infotainmen di televisi?dan Bagaimana langkah-langkah KPI dalam menindaklanjuti pelanggaran tayangan infotainmen di televisi?.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori peran atau (Role Theory) adalah teori yang merupakan perpaduan berbagai teori, orientasi, maupun disiplin ilmu. Selain dari psikologi, teori peran berawal dari dan masih tetap digunakan dalam sosiologi dan antropologi.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif analisis.Penelitian ini dipergunakan untuk menggambarkan peranan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terhadap tayangan infotainmen di televisi

Dari penelitian yang telah dilakukan, hasilnya adalah KPI telah melakukan penerimaan aduan dari masyarakat khususnya program infotainmen dan mengkaji lebih dalam dengan menganalisis tayangan infotainmen di televisi. KPI juga telah memberikan sanksi terhadap pelanggaran infotainmen berupa teguran dan peringatan. KPI bersama Komisi I DPR dan Dewan Pers telah menyepakati infotainmen sebagai program non-faktual. Terkait hal tersebut maka dilakukan revisi terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang telah ditetapkan.


(5)

Puja dan puji selalu penulis panjatkan atas kehadirat dan kuasa Tuhan semesta alam Allah SWT, yang atas Rahman dan Rahiem-Nya serta pemberian kecerdasan dan ilmu pengetahuan oleh-Nya, penulis dapat menyusun dan menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada manusia sempurna dan manusia paling berpengaruh untuk kehidupan ummat manusia, Nabi Muhammad SAW, juga kepada keluarganya, para sahabatnya, dan untuk semua para pengikutnya. Amien.

Sebagai seorang manusia yang merupakan mahluk sosial, penulis tidak mungkin mengerjakan suatu pekerjaan tanpa bantuan dari manusia lainnya. Dalam menyusun tugas akhir perkuliahan ini, banyak pihak-pihak yang memberikan bantuan, kontribusi, bimbingan, inspirasi, pengalaman, ilmu dan support kepada penulis. Karena itu di sini penulis ingin mengucapkan terima kasih, kepada:

1. Bapak Prof. DR. Komarudin Hidayat, sebagai Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak DR. Arief Subhan, MA, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Bapak Drs. Wahidin Saputra MA, sebagai Pembantu Dekan Bid. Akademik, Bapak Drs. Mahmud Jalal, MA, sebagai Pembantu Dekan Bid. Administrasi Umum dan Keuangan, dan Drs. Study Rizal, LK, MA, sebagai Pembantu Dekan Bid. Kemahasiswaan.


(6)

4. Bapak Prof. Dr. Daud Efendy, AM sebagai Penasehat Akademik KPI B Aka 2006.

5. Ibu Umi Musyarafah, MA, sebagai Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), yang telah membantu dalam memberikan informasi akademik dan penyusunan transkrip nilai.

6. Bapak Drs. Sunandar, MA, sebagai Dosen Pembimbing dalam penyusunan skripsi ini, yang telah memberikan waktu, inspirasi, pengalaman, ilmu dan support kepada penulis.

7. Bapak dan Ibu seluruh dosen, staf dan karyawan di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu, pengalaman dan kontribusi selama penulis menimba ilmu di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. 8. Bapak Dadang Rahmat Hidayat sebagai Ketua Komisi Penyiaran Indonesia

dan Bapak Bimo Nugroho Sekundatmo, Msi sebagai Komisioner Bidang Infotainmen KPI, yang telah bersedia diwawancara dalam rangka mengumpulkan data-data untuk penyusunan skripsi ini.

9. Teristimewa kepada Ibunda Atun dan Ayahanda Abdul Wachid tercinta, yang selalu tulus dan ikhlas untuk mendoakan, membimbing, mendidik, dan membesarkan penulis hingga menjadi seperti sekarang. Dan keluarga besar, kalian adalah cahaya, inspirasi, dan teladan bagi penulis. Semoga kalian selalu dalam keridhoan Allah SWT.

10. Keluarga Ibu Ellysabeth di Bimbel Ora Et Labora yang memberikan support.


(7)

iv

12. Sahabatku Dini Utami, Erza Handayani, dan Nadya Ramayani yang memberi support dan selalu berbagi senang dan sedih selama masa kuliah. Hayustiro, Renal, dan Aga Raditya yang juga memberikan support dan saran-saran kepada penulis.

13. Kawan-kawan mahasiswa seperjuangan KPI angkatan 2006, khususnya KPI B yang telah memberikan banyak cerita, pengalaman dan inspirasi untuk penulis, bersama kalianlah 4 tahun penulis menuntut ilmu dan mendapat pengalaman di UIN,dan kawan-kawan KKN (Densus 61).

Jakarta, 19 Agustus 2010

Devi Rahayu NIM: 106051001798


(8)

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... v

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Metode Penelitian ... 7

E. Tinjauan Pustaka ... 9

F. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II TINJAUAN TEORITIS... 11

A. Teori Peran ... 11

B. Komunikasi Massa ... 17

C. Televisi sebagai Media Pers... 21

D. Infotainmen ... 23

BAB III GAMBARAN UMUM... 27

A. Dasar Pembentukan KPI ... 27

B. Sejarah KPI ... 30

C. Visi dan Misi KPI ... 31

D. Kelembagaan Organisasi KPI ... 32

E. Gambaran Tayangan Infotainmen di Indonesia ... 43


(9)

vi

B. Pelanggaran Infotainmen di Televisi ... 67

C. Aktivitas KPI Terhadap Tayangan Infotainmen ... 69

D. Langkah KPI dalam Menindaklanjuti Pelanggaran Infotainmen ... 75

BAB V PENUTUP... 79

A. Kesimpulan ... 79

B. Saran-saran... 80

DAFTAR PUSTAKA... 81


(10)

A. Latar Belakang Masalah

Era globalisasi yang telah berkembang membuat informasi menjadi sesuatu yang vital. Kemampuan dan kecepatan seseorang mengakses dan menganalisis informasi menjadi langkah awal untuk memenangkan persaingan hidup yang makin kompetitif. Kemajuan teknologi satu sisi telah berhasil mengatasi keterbatasan jarak, dan waktu yang cepat, tetapi di sisi lain mempertajam ketidakseimbangan arus informasi.1

Kemajuan teknologi dapat dinikmati melalui media massa. Media massa sangat berperan penting dalam menginformasikan serta mensosialisasikan suatu informasi juga produk yang baru kepada khalayak. Kita dapat menerangkan berbagai informasi produk itu berdasarkan analisis untuk merangsang khalayak itu berada pada tahap membutuhkan, berminat, mengevaluasi, uji coba atau tinggal mengambil keputusan.2

Komunikasi massa merupakan proses penyampaian dari suatu sumber kepada khalayak yang berjumlah besar, dengan menggunakan saluran media massa. Seperti yang dikutip Blake dan Haroldsen (1975) membagi lima unsur

1

Bakri Abbas.Komunikasi Internasional Peran dan Permasalahnnya.(Jakarta:Yayasan Kampus Tercinta IISIP.2003), cet Ke-1, h.23

2

Alo Lilweri. Memahami Peran Komunikasi Massa dalam

Masyarakat.(Bandung:PT.Citra Aditya Bakti,1991), h.143


(11)

yang terdapat dalam komunikasi massa, yaitu komunikator, khalayak, saluran, dan efek.3

Pengaruh yang diserap manusia melalui media komunikasi baik elektronik maupun cetak menghadirkan sisi positif dan negatif. Salah satu sumber informasi saat ini adalah melalui televisi. Televisi merupakan salah satu media komunikasi elektronik, selain radio dan yang lainnya. Televisi merupakan salah satu penyampaian pesan dan informasi kepada masyarakat.

Televisi memberikan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. Menurut Prof. Dr. R. Mar’at dari Unpad, acara televisi pada umumnya mempengaruhi sikap, pandangan, dan perasaan para penonton.4 Televisi sebagai media sosialisasi informasi dan hiburan, bersifat terbuka dan terarah.

Kehadiran televisi maupun pesan-pesan yang disampaikannya mempengaruhi kognisi, afeksi dan psikomotor masyarakat. Televisi juga mempunyai peran yang sangat efektif dalam memberikan informasi, mendidik, menghibur dan mempengaruhi bagi pemirsanya. Keberadaan stasiun-stasiun televisi swasta hadir dengan menyajikan berbagai siaran-siaran baik berupa informasi, pendidikan dan hiburan yang beraneka ragam. Televisi sudah menarik perhatian semua kalangan masyarakat baik dari golongan orang dewasa, remaja dan anak-anak.

3

Zulkarimein Nasution. Sosiologi Komunikasi Massa.(Jakarta: Universitas Terbuka,1993),cet. Ke-1, h.6

4

Onong Uchjana Effendy. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. (Bandung:Remaja Rosdakarya,2006) ,h.41


(12)

Dalam abad saat ini, televisi telah mengubah cara hidup kita. Televisi mempengaruhi sifat dasar pendidikan dan mengurangi seni percakapan langsung. Walaupun demikian, yang dapat kita lakukan hanyalah duduk di hadapan televisi dan menyaksikan sesuatu yang ditayangkannya. Belum banyak masyarakat yang mampu menilai dan mengambil aksi untuk memilah acara yang layak di tonton dan pendamping saat menonton bersama.

Penyiaran televisi adalah media komunikasi massa dengar pandang, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar secara umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang teratur dan berkesinambungan.5

Salah satu program yang di tayangkan televisi adalah tayangan infotainmen. Infotainmen sudah pasti tidak asing lagi bagi kita. Yang terlintas dalam benak saat mendengar kata infotainmen pasti tentang selebritis. Infotainmen adalah salah satu jenis penggelembungan bahasa yang kemudian menjadi istilah populer untuk berita ringan yang menghibur atau informasi hiburan. Merupakan kependekan dari istilah Inggris information-entertainment. Infotainmen di Indonesia identik dengan acara televisi yang menyajikan berita selebritis dan memiliki ciri khas penyampaian yang unik.6

Sayangnya tayangan saat ini dikuasai oleh orang-orang yang mencari keuntungan dan kekuasaan. Infotainmen di Indonesia pada saat ini cenderung negatif dan tidak mengindahkan norma-norma yang baik dalam jurnalisme. Awak televisi serta Production House (PH) sudah tidak lagi memikirkan

5

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).UU Tentang Penyiaran no.32 Tahun 2002.h,5 6


(13)

pengaruh apa yang akan diakibatkan oleh tayangan yang mereka sajikan, akan tetapi hanya memikirkan rating serta keuntungan yang akan diperoleh. Padahal suatu tayangan wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga kesatuan dan persatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.

Dalam infotainmen, semua informasi tentang para selebritis tanah air penting atau tidak pentingnya tetap merupakan informasi yang perlu diketahui para penonton. Para pekerja infotainmenpun akhirnya melakukan pencarian berita tanpa mengindahkan etika jurnalistik. Akibatnya beberapa selebritis meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) agar melarang atau membatasi tayangan infotainmen, sampai akhirnya Nahdatul Ulama memvonis haram bagi yang menonton, menayangkan dan para pekerja infotainmen.7

Fatwa ini lahir tidak terlepas dari muatan tayangan infotainmen yang cukup meresahkan. Menjadikan gosip, gunjingan, serta membicarakan keburukan seseorang menjadi sebuah komoditas tontonan. Kita bisa menyaksikan tayangan-tayangan itu sepanjang hari di stasiun televisi swasta kita. Akibatnya persoalan gosip menggosip dan membicarakan keburukan orang lain menjadi hal-hal yang biasa.

Mencermati kondisi yang demikian kebijakan fatwa haram NU ini tepat dan sesuai dengan ajaran Islam. Harapannya agar masyarakat tidak menjadikan gosip, gunjingan, dan membicarakan keburukan orang lain

7


(14)

menjadi budaya keseharian. Memang, fatwa ini tidak mengikat dan belum bisa dijadikan dasar untuk menghentikan tayangan-tayangan tersebut. Tapi, setidaknya memberikan spirit bagi perbaikan tayangan yang ada. Sekaligus menjadi otokritik bagi stasiun televisi untuk mengkaji kembali tayangan infotainmen yang di produksinya.

Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol, dan perekat sosial. Dalam menjalankan fungsi penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan untuk itu KPI sebagai lembaga penyiaran menginginkan agar semua fungsi televisi tercapai secara utuh.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) adalah lembaga Negara yang bersifat independen yang ada di pusat maupun daerah yang tugas dan wewenangnya diatur dalam Undang-undang ini sebagai wujud peran serta masyarakat di bidang penyiaran.

KPI melakukan peran-perannya sebagai wujud peran serta masyarakat yang berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran. Dalam menjalankan fungsinya, KPI juga mempunyai beberapa wewenang yaitu:

1. Menetapkan standar program siaran

2. Menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran.

3. Mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran.


(15)

4. Memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran.

5. Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan pemerintah, lembaga penyiaran dan masyarakat.8

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut peneliti perlu membuat batasan masalah. Adapun Batasan Permasalahan yaitu hanya pada peran KPI terhadap tayangan infotainmen di televisi tahun 2009-2010.

Adapun Rumusan Masalahnya sebagai berikut:

1. Apa saja kegiatan KPI dalam mengawasi tayangan infotainmen di televisi? 2. Bagaimana langkah-langkah KPI dalam menindaklanjuti pelanggaran

tayangan infotainmen di televisi?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sedangkan tujuan penelitian ini terbagi menjadi tujuan secara umum dan khusus yaitu:

1. Secara umum ingin memberikan kontribusi kepada khalayak berupa tulisan dan teori mengenai KPI Pusat. Serta mengetahui peranan Komisi Penyiaran Indonesia Pusat terhadap tayangan televisi.

2. Secara khusus, peneliti ingin memperoleh wawasan dan pengetahuan mengenai Komisi Penyiaran Indonesia (Pusat) yang merupakan lembaga

8


(16)

independen dan mengetahui ketentuan yang ditentukan KPI dalam memberikan batasan terhadap suatu tayangan.

Adapun manfaat penelitian ini antara lain:

1. Secara akademis yaitu, untuk memberikan kontribusi penelitian mengenai peranan KPI dan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan serta memberikan gambaran tentang tayangan-tayangan yang layak dan kurang layak ditayangkan di televisi.

2. Secara praktis yaitu, diharapkan dapat bermanfaat bagi peminat studi penyiaran sebagai bahan bacaan ketika menjawab pemasalahan penyiaran televisi.

D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan analisis deskriptif , yaitu dengan menggambarkan peranan KPI Pusat terhadap tayangan infotaiment di televisi. Menurut Bodgan dan Taylor metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.9

2. Subjek dan Objek Penelitian

9

Lexy. J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif.(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.2001),cet ke 15,h.3


(17)

Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, sedangkan yang menjadi objek adalah peranan KPI terhadap tayangan Infotainmen di televisi.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Wawancara terstruktur peneliti mengadakan wawancara dengan pihak Komisi Penyiaran Indonesia mengenai peranan KPI terhadap tayangan infotainmen, yaitu kepada Bapak Bimo Nugroho Sekundatmo (Komisioner Bidang Infotainmen). Guna mendapatkan informasi yang lengkap dan aktual.

b. Observasi

Mengadakan penelitian langsung ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat untuk memperoleh data yang diperlukan, beralamat di Jl. Gajah Mada No.8, Jakarta. Dilakukan sebanyak lima kali (5x) ke KPI Pusat.

c. Dokumentasi

Metode ini digunakan untuk memperoleh data-data yang tidak diperoleh dengan cara interview. Peneliti menelaah dan mengkaji buku-buku pegangan dalam menentukan dasar-dasar teoritis yang erat kaitannya dengan sasaran pembahasan atau masalah yang dikaji.

4. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif. Yaitu cara melaporkan data dengan menerangkan, memberi


(18)

gambaran dan mengklasifikasikan serta menginterpretasikan data yang terkumpul secara apa adanya dan kemudian menyimpulkannya, kemudian diterangkan secara luas.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini, peneliti juga mengadakan tinjauan perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah dan perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi.

Peneliti juga mencari skripsi yang ada di perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah guna memastikan apakah ada judul atau tema yang sama dengan skripsi ini.

Berdasarkan hasil penelusuran peneliti, ada satu skripsi serupa namun berbeda yang membahas tentang peranan Komisi Penyiaran Indonesia tayangan mistik di televisi, skripsi ini berjudul Peran Komisi Penyiaran Indonesia dalam Mengawasi Tayangan Mistik di Televisi, yang disusun oleh Minfitratillah mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah, konsentrasi Jurnalistik jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam pada tahun 2008.

Skripsi ini menyimpulkan, bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memiliki beberapa kegiatan dalam mengawasi tayangan mistik di televisi. KPI melakukan beberapa kegiatan yakni melakukan kajian, menerima aduan masyarakat, serta mengadakan pengawasan langsung. Jika ditemukan tindak pelanggaran, langkah pertama yang dilakukan KPI adalah memberikan sanksi administratif berupa teguran tertulis, KPI memberikan hak jawab terhadap


(19)

pelaku. Namun bila tidak ada perbaikan maka akan dilanjutkan dengan sanksi yang selanjutnya yang sudah ditentukan oleh Undang-undang.

F. Sistematika Penulisan

Penelitian ini disusun secara sistematis dan terdiri dari lima bab yakni sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, batasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Berisi tentang pengertian dan teori peranan, teori komunikasi massa, televisi sebagai media pers, sejarah infotainmen dan definisi infotainmen

BAB III GAMBARAN UMUM. Mengenai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, dasar pembentukan KPI, sejarah berdirinya KPI, visi dan misi KPI dan kelembagaan organisasi KPI serta gambaran tayangan infotaiment di televisi Indonesia.

BAB IV TEMUAN DAN HASIL. Berisi Analisis peranan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat terhadap tayangan infotaiment di televisi dan hasil analisis sesuai dengan teori-teori yang terkait.


(20)

A. Teori Peran

Teori peran atau (Role Theory) adalah teori yang merupakan perpaduan berbagai teori, orientasi, maupun disiplin ilmu. Selain dari psikologi, teori peran berawal dari dan masih tetap digunakan dalam sosiologi dan antropologi.1

Peran pertama kali diambil dari dunia teater. Dalam teater, seorang aktor harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dan dalam posisinya sebagai tokoh itu ia diharapkan untuk berperilaku secara tertentu.

Peran adalah konsep sentral dari teori peran. Meskipun begitu, definisi peran adalah yang paling tidak jelas. Dalam literatur ditemukan lebih dari 100 definisi tentang peran.

Peranan adalah dari kata dasar “peran” yang ditambahkan akhiran “an”. Peran memiliki arti seperangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. Sedangkan peran adalah bagian dari tugas utama yang dilaksanakan. 2

Menurut Grass Masson, sebagaimana yang pernah dikutip oleh David Berry peranan ialah seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu, dan harapan tersebut

1

Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada 2005), Cet-10 h.224

2

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia

(Jakarta:Balai Pustaka,1996) edisi ke-2, h.751


(21)

merupakan imbangan dari norma-norma yang dalam masyarakat norma tersebut dapat diartikan sebagi kewajiban seseorang untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat di dalam pekerjaannya dan dalam pekerjaan-pekerjaan lainnya.

Dalam perspektif ilmu psikologi sosial, peranan didefinisikan dengan suatu perilaku atau tindakan yang diharapkan oleh orang lain dari seseorang yang memiliki suatu status di dalam kelompok tertentu.3

Peran merupakan fungsi yang bisa terwujud jika seseorang berada di dalam satu kelompok sosial tertentu. Peran merupakan sebuah perilaku yang memiliki suatu status dan bisa terjadi dengan atau tanpa adanya batasan-batasan job description bagi para pelakunya.4

Pengertian peran menurut Jenping (1944), peran yaitu cara berinteraksi yang melibatkan tingkah laku oleh dan untuk individu, yang pada akhirnya ada proses penempatan seseorang dalam keluarga organisasi, masyarakat dan lain sebagainya.5

Menurut Biddle dan Thomas, kebanyakan definisi itu menyatakan bahwa peran adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, peran adalah beberapa tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dimasyarakat dan harus dilaksanakan.6

3

W.A Gerungan, Psikologi Sosial(Bandung: PT.Eresso,1998),h.135 4

W.A Gerungan, Psikologi Sosial, h.135 5

Pengertian peran. www.google.com 6

Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), h. 667.


(22)

Peran tidak dapat dipisahkan dari status (kedudukan), walaupun keduanya berbeda, akan tetapi saling berhubungan erat antara satu dengan yang lainnya. karena yang satu tergantung pada yang lainnya dan sebaliknya, maka peran diibaratkan seperti dua sisi mata uang yang berbeda akan tetapi kelekatannya sangat terasa sekali, seseorang dikatakan memiliki peranan karena orang tersebut mempunyai status dalam masyarakat, walaupun kedudukan ini berbeda antara satu orang dengan orang lain, akan tetapi masing-masing dirinya berbeda sesuai dengan statusnya.

Gross, Mason dan A.W.MC. Eachern, sebagaimana dikutip oleh David Barry mendefinisikan peran sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu-individu yang menempati kedudukan sosial tertentu.7

Harapan-harapan tersebut masih menurut David Barry, merupakan imbangan dari norma-norma dimasyarakat. Artinya, seseorang diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan dalam pekerjaannya, dan dalam pekerjaan-pekerjaan lainnya.

Sarlito Wirawan Sarwono juga mengemukakan hal yang sama bahwa harapan tentang prilaku-prilaku yang pantas, yang seyogyanya ditentukan oleh seseorang yang mempunyai peranan tertentu. Peranan adalah keikutsertaan seseorang dalam suatu kegiatan bersama-sama dengan orang lain untuk mencapai beberapa tujuan tertentu.8

7

N, Gross W.S. Masson and AW. Mc. Eachern, Explorationin Role Analysis, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), cet-3, h. 99

8

Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikoligi sosial, (Jakarta: CV Rajawali, 1984), cet, ke-1 h.135


(23)

Dalam teorinya Biddle dan Thomas membagi peristilahan dalam teori peran dalam empat golongan, yaitu istilah-istilah yang menyangkut:9

1. Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial 2. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut

3. Kedudukan orang-orang dalam perilaku 4. Kaitan antara orang dan perilaku.

Sedangkan menurut Anton M Moeliono (1990 : 667) peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan. Namun menurut Soerjono peranan adalah merupakan aspek dinamis dari kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya.10

Dengan demikian yang dimaksud dengan peran merupakan kewajiban-kewajiban dan keharusan yang dilakukan oleh seseorang karena kedudukannya di dalam status tertentu dalam suatu masyarakat atau lingkungan dimana dia berada.

Tinjauan Sosiologis Tentang Peran

Proses sosialisasi sebagian besar tahapannya terjadi melalui belajar berperan, suatu peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang untuk menduduki suatu status tertentu, dan seseorang dapat menerima beberapa perangkat peran pada waktu yang bersamaan, serta memangku berbagai macam peran yang memungkinkan munculnya stress atau kepuasan dan prestasi.

9

Sarlito Wirawan Sarwono. h.215 10


(24)

Karena perilaku peran itu adalah perilaku aktual seseorang yang memerankan suatu peran, dan yang dipengaruhi oleh perjanjian peran yang dramatis, dimana orang itu bertindak dengan suatu usaha yang disengaja untuk menyajikan citra yang diinginkan bagi orang lain.

Harapan tentang peran adalah harapan-harapan orang lain (pada umumnya) tentang prilaku yang pantas, yang seyogianya ditunjukkan oleh seseorang yang mempunyai peran tertentu. sebagai mana dikatakan oleh David Bery terdapat dua macam harapan, yaitu harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peranan dan harapan-harapan yang dimiliki oleh pemegang peranan terhadap masyarakat.

Peran tidak hanya sebatas harapan-harapan, peran diwujudkan dalam perilaku oleh aktor, seorang guru adalah aktor, dan perannya diwujudkan dalam bentuk perilaku bahwa guru adalah sebagai pengajar dan pendidik, begitu juga halnya dengan seorang kiai ia sebagai aktor, dan perannya diwujudkan dalam bentuk perilaku bahwa kiai adalah seorang tokoh dan panutan serta contoh bagi umat (masyarakat), maka hendaknya ia menjadi pembimbing bagi umat.11

Stean (1971) dan Davis (1986) menekankan pandangan sosiologi dan sosial psikologis pada pekerjaan sosial, sementara Perlman (1986) menyatakan peranan sosial adalah konsep yang berguna untuk memahami relasi dan kepribadian yang menjadi kepentingan pekerjaan sosial.

11

Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi social, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), Cet-10, h.218


(25)

Munson dan Balgopal, menganggap bahwa orang menduduki posisi dalam struktur sosial dan setiap posisi memiliki peranan. Peranan adalah sekumpulan harapan atau prilaku yang berhubungan dengan posisi dalam strukur sosial, dan gagasan ini menyatakan peranan selalu dipertimbangkan dalam konteks relasi karena hanya dalam relasi peranan dapat dikenali.

Peranan berasal dari harapan terhadap orang lain. Peranan mugkin ascribed (misal menjadi wanita atau kulit hitam, cacat) dicapai melalui sesuatu yang dilakukan (misalnya menjadi penulis atau anggota parlemen). Kumpulan peranan adalah kumpulan peranan yang bersamaan dalam posisi sosial tertentu. Complementarity (saling mengisi) peranan ada jika peranan, perilaku dan harapan sesuai dengan harapan dari orang-orang yang ada di sekeliling. Konflik peranan ada jika satu peranan tidak sesuai dengan peranan lain.

Konflik inter-peranan terjadi jika peranan-peranan yang saling berbeda yang dipegang seseorang tidak sesuai. Konflik inter-peranan terjadi jika harapan dari orang yang berbeda yang peranannya sama tidak sesuai.

Goffman memperlihatkan cara lainnya untuk melihat adanya peranan. Dalam interaksi sosial orang mengetahui tentang orang lain melalui cara menangkap tanda-tanda dari prilaku orang lain. kita dapat mempengaruhi cara pandang orang lain dengan cara mengatur informasi, kita melakukan perbuatan yang dirancang agar kesannya tepat. Peranan dalam pandangan ini adalah perbuatan yang dilakukan karena adanya harapan sosial yang terkait dengan status sosial. Penampilan kita biasanya di idealkan dan didalamnya


(26)

tercukup harapan sosial. Beberapa aspek peranan sangat ditekankan sedangkan aspek lain disembunyikan.

Orang seringkali diberi stigma memberikan kesan pada orang lain tentang aspek-aspek diri mereka yang tidak disetujui secara sosial.

Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagi suatu proses. Jadi seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan. Peranan mencakup tiga hal, yaitu:

1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat.

2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

3. Peranan juga dapat dikatakan sebagi prilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.12

Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spectrum frekuensi radio melauli udara, kabel, dan atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.13

B. Komunikasi Massa

1. Difusi Inovasi

12

Soekanto, Soejono. Sosiologi suatu pengantar(Jakarta: Raja Grafindo

Persada.2003),cet ke-36 h.244 13


(27)

Muncul pada artikel yang berjudul The People’s Choice tahun 1944 yang ditulis oleh Paul Lazarsfeld, Benard Bereleson, dan H. Gaudet. Mereka mengatakan bahwa komunikator yang mendapatkan pesan dari media massa sangat kuat untuk mempengaruhi orang-orang. Dengan kata lain, ketika ada informasi baru dan inovatif, lalu disebarkan (difusi) melalui media massa, maka akan sangat kuat mempengaruhi massa untuk mengikutinya. 14

Everett M. Rogers mendefinisikan difusi sebagai proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu di antara para anggota suatu sistem sosial. Difusi adalah suatu jenis komunikasi yang berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan sebagai ide baru. Inovasi adalah suatu ide, karya atau objek yang dianggap baru oleh seseorang.15

Everett M. Rogers (1983:165) mengatakan, merumuskan kembali teori ini dengan memberikan asumsi bahwa sedikitnya ada 5 tahap dalam suatu proses difusi inovasi, yaitu Pertama, Pengetahuan: kesadaran individu tentang adanya inovasi dan pemahaman tertentu tentang bagaimana inovasi tersebut berfungsi. Kedua, Persuasi:individu membentuk/memiliki sifat yang menyetujui atau tidak menyetujui inovasi tersebut. Ketiga, Keputusan:individu terlibat dalam aktivitas yang membawa pada suatu pilihan untuk mengadopsi inovasi tersebut. Keempat, Pelaksanaan: individu melaksanakan keputusannya itu sesuai dengan

14

Nurudin.Komunikasi Massa.(Malang: Cespur,2003),h.177 15

Elvinaro Ardianto,dkk.Komunikasi Massa.Suatu Pengantar Edisi Revisi.(Jakarta: Simbiosa Rekatama Media,2007), cet-1,h.64


(28)

pilihannya. Kelima, Konfirmasi: individu akan mencari pendapat yang menguatkan keputusan yang telah diambilnya, namun dia dapat berubah dari keputusan yang telah diambil sebelumnya jika pesan-pesan mengenai inovasi yang diterimanya berlawanan satu dengan yang lainnya. 16

Pada teori difusi inovasi pengaruh media juga dipandang tak secara langsung mengenai individu, tetapi terdapat sumber non-media yang turut mempengaruhi efektivitas pesan media. Hanya saja dalam teori ini, pengaruh non-media tidak merujuk pada opinion leader, tapi kepada siapa saja yang bisa memengaruhi, seperti tetangga atau teman. Karenanya, difusi melibatkan pengetahuan, persuasi, keputusan, pelaksanaan dan konfirmasi.17 Bila dilihat dari cara pengelolaan penyiaran sebagai medium komunikasi massa, maka terdapat tiga paradigma yaitu otoritarianisme, liberal dan tanggung jawab sosial. Salah satunya dalam paradigma tanggung jawab sosial, bahwa penyiaran harus dilepaskan dari intervensi pemerintah, tetap dipertahankan. Namun, muncul sensibilitas besar terhadap dampak buruk penyiaran liberal, yakni kepemilikan media yang monopolistic dan dampak-dampaknya terhadap potensi manipulasi informasi oleh kekuatan modal.18

2. Agenda Setting

Teori ini diperkenalkan oleh Mc Combs dan DL Shaw dalam Public Opinion Quarterly tahun 1972, berjudul The Agenda Setting Function of

16

Burhan Bungin.Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat,(Jakarta: Kencana, 2006), Ed.1,cet-1, h.277-278

17

Muhammad Mufid,. Komunikasi dan Regulasi Penyiaran,(Jakarta: Kencana,2007) cet ke-2,h.23

18


(29)

Mass Media. Asumsi dasarnya adalah bahwa jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan memengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Jadi, apa yang dianggap penting bagi media, maka penting juga bagi masyarakat.19

Peran media massa cukup besar untuk memengaruhi pikiran khalayak melalui penekanan berita yang disampaikan. Media massa digunakan sebagai alat untuk mengonstruksi area kognitif audiensnya sehingga mereka mau mengubah pandangan-pandangan yang dianut ataupun perspektif-perspektif baru.

3. Gatekeeper (Penjaga Gawang)

Dalam proses perjalanan sebuah pesan dari sumber media massa kepada penerimanya, gatekeepers ikut terlibat didalamnya. Istilah gatekeepers pertama kali digunakan oleh Kurt Lewin dalam bukunya Human Relations (1974). Istilah ini mengacu pada proses : suatu pesan berjalan melalui berbagai pintu, selain juga pada orang atau kelompok yang memungkinkan pesan lewat (Joseph A Devito, 1996). Ada semacam pengawas atau gatekeepers yang mengawasi siapa orang yang berhak menggunakan alat komunikasi massa dan materi apa yang hendak disampaikan. Gatekeepers ini bersifat professional seperti redaktur, produser, editor, wartawan. 20 Fungsi utama gatekeepers adalah menyaring pesan yang diterima seseorang. Ketika menyampaikan pesan tersebut,

19

Burhan Bungin. Sosiologi Komunikasi, h.27 20

Hari Hiryawan, .Dasar-dasar Hukum Media.(Yogyakarta: Pustaka Pelajar.2007),cet ke-1,h.47


(30)

gatekeepers mungkin memodifikasi dengan berbagai cara dan berbagai alasan, gatekeepers membatasi pesan yang diterima komunikan.21

C. Televisi sebagai Media Pers

Sebagaimana radio siaran, penemuan televisi telah melalui berbagai eksperimen yang dilakukan oleh para ilmuwan akhir abad 19 dengan dasar penelitian yang dilakukan oleh James Clark Maxwell dan Heinrich Hertz, serta penemuan Marconi pada tahun 1890. Paul Nipkow dan William Jenkins melalui eksperimennya menemukan metode pengiriman gambar melalui kabel. 22

Kata televisi terdiri dari kata ‘tele’ yang berarti jarak dalam bahasa Yunani dan kata ‘visi’ yang berarti citra atau gambar dalam bahasa latin. Jadi kata televisi berarti suatu sistem penyajian gambar berikut suara dari suatu tempat yang berjarak jauh.23

Kegiatan penyiaran melalui media televisi di Indonesia dimulai pada tanggal 24 Agustus 1962, bertepatan dengan dilangsungkannya pembukaan Pesta Olahraga se-Asia IV atau Asean Games di Senayan.

21

Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar ,(Bandung: Simbiosa Rekatama Media,2007), cet ke-3,h.42-43

22

Elvinaro Ardianto,dkk.Komunikasi Massa:Suatu Pengantar,Edisi Revisi. (Bandung: Simbiosa Rekatama Media,2007),Cet ke-1,h.135

23

Sutisno P.C.S .Pedoman Praktis Penulisan Skenario Televisi dan Radio,(Jakarta: Grasindo,1993),h.1


(31)

Televisi yang pertama muncul adalah TVRI dengan jam siar antara 30-60 menit sehari. Tujuh tahun setelah TVRI diresmikan (1969), jumlah pesawat televisi di Jakarta meningkat menjadi 65.000 buah.24

Media televisi sebagai sarana tayang realitas sosial menjadi penting artinya bagi manusia untuk memantau diri manusia dalam kehidupan sosialnya. Tergantung dari bagaimana kesiapan manusianya untuk menghadapi informasi televisi.25

Media televisi menyediakan informasi dan kebutuhan manusia keseluruhan, seperti berita, informasi financial, berbagai macam produksi barang, dsb. Pemirsa akan selalu terdorong mencari sesuatu yang tidak diketahui melalui media televisi. Kemampuan televisi dalam menarik perhatian massa menunjukan bahwa media tersebut telah menguasai jarak secara geografis dan sosiologis.

Posisi dan peran media massa televisi dalam operasionalisasinya di masyarakat, tidak berbeda dengan cetak dan radio. Robert K.Avery dalam bukunya “Communication and The Media” dan Sanford B. Weinberg dalam “Messages-A Rreader in Human Communication”, Random House, New York 1980, mengungkapkan 3 fungsi media yaitu:

1. The surveillance of the environment, yaitu mengamati lingkungan,

2. The correlation of the part of society in responding to the environment, yaitu mengadakan korelasi antara informasi data yang diperoleh dengan

24

Wawan Kuswandi.Komunikasi Massa,Sebuah Analisis Media Televisi.(Jakarta: PT.Rineka Cipta),cet-1,h.34

25


(32)

kebutuhan khalayak sasaran, karena komunikator lebih menekankan pada seleksi evaluasi dan interpretasi,

3. The transmission of the sosial heritage from one generation to the next, ialah menyalurkan nilai-nilai budaya dari suatu generasi ke generasi berikutnya.

Ketiga fungsi diatas pada dasarnya memberikan satu penilaian pada media massa sebagai alat atau sarana yang secara sosiologis menjadi perantara untuk menyambung atau menyampaikan nilai-nilai tertentu pada masyarakat.26

1. Sejarah

Rogers, merumuskan berbagai metode penyampaian pesan-pesan kesehatan

D. Infotainmen

Awal Infotainmen

Konsep infotainmen mulanya dipopulerkan oleh para penggiat di Jhon Hopkins University (JHU), Baltimore, AS. Universitas yang terkenal dengan berbagai riset kedokterannya tersebut memiliki jaringan organisasi nirlaba Internasional yang bergerak dalam misi kemanusiaan meningkatkan kesejahteraan manusia melalui berbagai aspek kesehatan. Misi mereka didukung oleh Center of Communication Program (CCP) yang bertugas mengomunikasikan pesan-pesan kesehatan guna mengubah perilaku kesehatan masyarakat. Para pakar komunikasi di CPP termasuk Evertt M.

26


(33)

yang secara efektif dapat mengubah prilaku positif. Salah satu konsep pesan yang dihasilkan adalah infotainmen.27

Formula neologisme yang menggabungkan information dan entertainment. Basis utamanya adalah informasi, adapun hiburan disisipkan sebagai pancingan untuk memalingkan perhatian khalayak.

Dengan demikian porsi terbesarnya tentu saja adalah informasi itu sendiri bukan hiburannya. Saat infotainmen diadopsi dalam kerja media massa, terjadi salah kaprah. Dimana infotainmen dimaknai sebagai informasi tentang hiburan. Sehingga, hiburan menjadi focus dan kerapkali makna subtantif dari sebuah informasi direduksi. Misalnya dengan dramatisasi fakta, dugaan berlebihan, penggiringan opini, liputan yang sepihak serta sejumlah standar etika lainnya yang telah diabaikan secara sadar. Faktanya, hingga saat ini kecenderungan tayangan infotainmen makin meningkat. Bahkan, bagi stasiun-stasiun televisi seolah menjadi bagian utuh dari the logic of accumulaition and exclusion. Ini merupakan tesis pemikiran Douglas Kellner dalam bukunya Television and the Crisis of Democracy (1990) yang menyatakan bahwa ada kecenderungan siaran televisi lebih banyak diatur “konstitusi” rezim kediktatoran pasar yang menonjolkan kompetisi dan hak akumulasi modal sebebas-bebasnya.28 2. Definisi Infotainmen

Adalah salah satu jenis penggelembungan bahasa yang kemudian menjadi istilah populer untuk berita ringan yang menghibur atau informasi

27

Iswandi Syahputra. Jurnalistik Infotainment: Kancah Baru Jurnalistik dalam Industri Televisi,h.65

28


(34)

hiburan. Merupakan kependekan dari istilah Inggris information-entertainment. Infotainmen di Indonesia identik dengan acara televisi yang menyajikan berita selebritis dan memiliki ciri khas penyampaian yang unik.29

Infotainmen adalah hiburan ringan dan aktual seputar dunia selebritis dan orang-orang terkenal dalam bentuk hiburan, contohnya profil selebritis. Dalam bukunya yang berjudul “Infotainmen” juga menuturkan : Terlepas dari akar kelahirannya di barat, dimana infotainmen sebagai ‘informasi yang disajikan sebagai hiburan’. Di Indonesia istilah tersebut menjadi informasi mengenai dunia hiburan, yang kemudian lebih menjadi informasi mengenai kehidupan pribadi para artis di dunia hiburan.30

Infotainmen pada dasarnya adalah jenis soft journalism atau soft news yang berkembang di Amerika Serikat. Kategori ini bukan hanya menampilkan informasi dunia hiburan semata tapi beraneka ragam berita dari olahraga, politik, sosial budaya, dan kriminal, yang dikemas menjadi lebih lunak dan menghibur.31

Maraknya tayangan televisi dengan acara-acara sinetron, dan reality show sangat membutuhkan infotainmen, begitu pula sebaliknya dimana infotainmen menjadi bagian tidak terpisahkan dari tayangan televisi. 32 Carpini dan Williams (2001) menyebut beberapa alasan penyebab

29

http://wikipedia.org/wiki/infotainment/Januari,2003 30

Bima Nugroho, Teguh Imawan, dkk. Infotainment. (Jakarta: KPI,2005),cet-1,h.6 31

Iswandi Syahputra. Jurnalistik Infotainment: Kancah Baru Jurnalistik dalam Industri Televisi.(Yogyakarta: Pilar Media,2006),h. 11

32

Bimo Nugroho, Teguh Imawan,dkk.Infotainment.(Jakarta:Komisi Penyiaran Indonesia,2007)cet ke-1,h.10


(35)

maraknya infotainmen, antara lain: perubahan struktural industri telekomunikasi, integral vertical dan horizontal industri mengenai pencapaian ekonomi, munculnya pekerja media yang hanya memiliki pengetahuan minim pada kode etik jurnalistik dan cara pandang bahwa jurnalisme dan hiburan itu sama saja.33

Sebagian kalangan beranggapan infotainmen telah menjadi pribadi para artis yang menjadi objek berita. Di pihak lain, infotainmen beralasan artis merupakan public figure yang perlu untuk memenuhi rasa ingin tahu penonton. Tapi pertumbuhan infotainmen sangat sulit untuk ditahan. Infotainmen merupakan acara yang menguntungkan. Biaya informasinya murah, artis yang menjadi objek tidak dibayar, jumlah penonton banyak, dan rumah produksi dapat dengan mudah membuat tayangan infotainmen dengan kemasan yang bervariasi.

33


(36)

A. Dasar Pembentukan KPI

Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 merupakan dasar utama bagi pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Semangatnya adalah pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik harus dikelola oleh sebuah badan independen yang bebas dari campur tangan pemodal maupun kepentingan kekuasaan. Berbeda dengan semangat dalam Undang-undang penyiaran sebelumnya, yaitu Undang-undang No.24 Tahun 1997 yang berbunyi “ Penyiaran dikuasai oleh negara yang pembinaan dan pengendaliannya dilakukan oleh pemerintah”, menunjukkan bahwa penyiaran pada masa itu merupakan bagian dari instrumen kekuasaan yang digunakan untuk semata-mata bagi kepentingan pemerintah.

Proses demokratisasi di Indonesia menempatkan publik sebagai pemilik dan pengendali utama ranah penyiaran. Karena frekuensi adalah milik publik dan sifatnya terbatas, maka penggunaannya harus sebesar-besarnya bagi kepentingan publik. Sebesar-besarnya bagi kepentingan publik artinya adalah media penyiaran harus menjalankan fungsi pelayanan informasi publik yang sehat. Informasi terdiri dari bermacam-macam bentuk, mulai dari berita, hiburan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain. Dasar dari fungsi pelayanan informasi yang sehat adalah seperti yang tertuang dalam Undang-undang

Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yaitu Diversity of Content (prinsip


(37)

keberagaman isi) dan Diversity of Ownwership (prinsip keberagaman kepemilikan).

Kedua prinsip tersebut menjadi landasan bagi setiap kebijakan yang

dirumuskan KPI. Pelayanan yang sehat berdasarkan Diversity of Content

adalah tersedianya informasi yang beragam bagi publikbaik berdasarkan jenis

program maupun isi program. Sedangkan Diversity of Ownership adalah

jaminan bahwa kepemilikan media massa yang ada di Indonesia tidak terpusat dan dimonopoli oleh segelintir orang atau lembaga saja, dan menjamin iklim persaingan yang sehat antara pengelola media massa dalam dunia penyiaran di Indonesia.

Apabila ditelaah secara mendalam, Undang-undang No. 32 Tahun 2002 tentang penyiaran lahir dengan dua semangat utama, pertama pengelolaan sistem penyiaran harus bebas dari berbagai kepentingan karena penyiaran merupakan ranah publik dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik. Kedua adalah semangat untuk menguatkan entitas lokal dalam semangat otonomi daerah dengan pemberlakuan sistem siaran berjaringan.

Maka sejak disahkannya UU No 32 Tahun 2002 terjadi perubahan fundamental dalam pengelolaan sistem penyiaran di Indonesia. Perubahan paling mendasar dalam semangat UU tersebut adalah adanya limited transfer of authority dari pengelolaan penyiaran yang selam ini merupakan hak ekslusif pemerintah kepada sebuah badan pengatur independen (Independent regulatory body) bernama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Independen dimaksudkan untuk mempertegas bahwa pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan


(38)

ranah publik harus dikelola oleh sebuah badan yang bebas dari intervensi modal maupun kepentingan kekuasaan.

Belajar dari pengalaman masa lalu dimana pengelolaan sistem penyiaran masih berada di tangan pemerintah (pada waktu rezim orde baru), sistem penyiaran sebagai alat strategis tidak luput dari kooptasi Negara yang dominan dan digunakan untuk melanggengkan kepentingan kekuasaan. Sistem penyiaran pada waktu itu tidak hanya digunakan untuk mendukung hegemoni rejim terhadap publik dalam penguasaan wacana strategis, tapi juga digunakan untuk mengambil keuntungan dalam kolaborasi antara segelintir elit penguasa dan pengusaha.

Terjemahan semangat yang kedua dalam pelaksanaan sistem siaran berjaringan adalah, setiap lembaga penyiaran yang ingin menyelenggarakan siarannya di suatu daerah harus memiliki stasiun lokal atau berjaringan dengan lembaga penyiaran lokal yang ada di daerah tersebut. Hal ini untuk menjamin tidak terjadinya sentralisasi dan monopoli informasi seperti yang terjadi sekarang. Selain itu, pemberlakuan sistem siaran berjaringan juga dimaksudkan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi daerah dan menjamin hak sosial-budaya masyarakat lokal.

Selama ini sentralisasi lembaga penyiaran berakibat pada diabaikannya hak sosial-budaya masyarakat lokal dan minoritas. Padahal masyarakat lokal juga berhak untuk memperoleh informasi yang sesuai dengan kebutuhan politik, sosial dan budayanya. Disamping itu keberadaan lembaga penyiaran sentralistis yang telah mapan dan berskala nasional semakin


(39)

menghimpit keberadaan lembaga-lembaga penyiaran lokal untuk dapat mengembangkan potensinya secara lebih maksimal. Undang-undang No.32 Tahun 2002 dalam semangatnya melindungi hak masyarakat secara lebih merata.

B. Sejarah KPI

Lembaga penyiaran adalah penyelenggaraan penyiaran, baik lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Komisi Penyiaran Indonesia adalah lembaga Negara yang bersifat independen yang ada dipusat dan di daerah yang tugas dan wewenangnya diatur dalam Undang-undang ini sebagai wujud peran serta masyarakat di bidang penyiaran.1

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), yang lahir atas amanat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002, terdiri atas KPI Pusat dan KPI Daerah (tingkat provinsi). Anggota KPI Pusat (9 orang) dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan KPI Daerah (7 orang) dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Selain itu, anggaran program kerja KPI Pusat dibiayai oleh APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) dan KPI Daerah dibiayai oleh APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah). Dalam pelaksanaan tugasnya, KPI dibantu oleh

1

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) .UU tentang penyiaran No.32 Tahun 2002.(Jakarta: 2010), h.7


(40)

sekretariat tingkat eselon II yang stafnya terdiri dari staf pegawai negeri sipil serta staf profesional non PNS. KPI merupakan wujud peran serta masyarakat berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran harus mengembangkan program-program kerja hingga akhir kerja dengan selalu memperhatikan tujuan yang diamanatkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 Pasal 3:

"Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertaqwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil, dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.”

Untuk mencapai tujuan tersebut organisasi KPI dibagi menjadi tiga bidang, yaitu bidang kelembagaan, struktur penyiaran dan pengawasan isi siaran. Bidang kelembagaan menangani persoalan hubungan antar kelembagaan KPI, koordinasi KPID serta pengembangan kelembagaan KPI. Bidang struktur penyiaran bertugas menangani perizinan, industri dan bisnis penyiaran. Sedangkan bidang pengawasan isi siaran menangani pemantauan isi siaran, pengaduan masyarakat, advokasi dan literasi media.

C. Visi dan Misi KPI

1. Visi Komisi Penyiaran Indonesia

Terwujudnya sistem penyiaran nasional yang berkeadilan dan bermartabat untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat.


(41)

2. Misi Komisi Penyiaran Indonesia

Membangun dan memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata dan seimbang. Membantu mewujudkan infrastruktur bidang penyiaran yang tertib dan teratur, serta arus informasi yang harmonis antara pusat dan daerah, antarwilayah Indonesia, juga antara Indonesia dan dunia internasional. Membangun iklim persaingan usaha di bidang penyiaran yang sehat dan bermartabat. Mewujudkan program siaran yang sehat, cerdas, dan berkualitas untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan bangsa, persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai dan budaya Indonesia. Menetapkan perencanaan dan pengaturan serta pengembangan SDM yang menjamin profesionalitas penyiaran.

D. Kelembagaan Organisasi KPI

1. Wewenang, Tugas, dan Kewajiban KPI

KPI melakukan peran-perannya sebagai wujud peran serta masyarakat yang berfungsi mewadahi inspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran. Dalam menjalankan fungsinya, KPI juga mempunyai beberapa wewenang yaitu:

a. Menetapkan standar program penyiaran

b. Menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran

c. Mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran


(42)

d. Memberi sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran

e. Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan pemerintah, lembaga

penyiaran dan masyarakat. KPI mempunyai tugas yaitu:

a. Menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan

benar sesuai dengan hak asasi manusia,

b. Ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran,

c. Ikut membangun iklim persaingan yang sehat antarlembaga penyiaran

dan industri terkait,

d. Memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan

seimbang,

e. Menampung, meneliti dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta

kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaran penyiaran,

f. Menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang

menjamin profesionalitas di bidang penyiaran.

Undang-undang No.32 tahun 2002 tentang penyiaran dan P3SPS menjadi rujukan untuk melihat kualitas penyelenggaraan di Indonesia. Dalam arti, kualitas tersebut apakah penyelenggaraan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada dan tercantum di dalamnya.

KPI juga memiliki kewajiban sebagai berikut:

a. KPI wajib mengawasi pelaksanaan pedoman perilaku penyiaran,

b. KPI wajib menerima aduan dari setiap orang atau kelompok yang


(43)

c. KPI wajib menindaklanjuti aduan resmi mengenai hal-hal yang bersifat mendasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf e,

d. KPI wajib meneruskan aduan kepada lembaga penyiaran yang

bersangkutan dan memberikan kesempatan hak jawab,

e. KPI wajib menyampaikan secara tertulis hasil evaluasi dan penilaian kepada pihak yang mengajukan aduan dan Lembaga Penyiaran yang terkait.

Adapun Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia, juga diatur dalam Pasal 17 Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01 Tahun 2007 tentang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia. Dalam pasal itu disebutkan bahwa:

(1) Sekretariat KPI merupakan bagian perangkat kelembagaan pemerintah baik di pusat maupun di daerah.

(2) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, KPI dibantu oleh sekretariat yang dipimpin oleh seorang sekretaris yang dibiayai oleh APBN untuk KPI Pusat dan APBD untuk KPI Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Struktur organisasi sekretariat KPI yang diatur dalam Peraturan KPI ditetapkan melalui Keputusan Menteri untuk KPI Pusat dan Peraturan Gubernur dan atau Peraturan Daerah untuk KPI Daerah.

Dalam pasal 18 disebutkan pula bahwa:

(1) Sekretaris KPI Pusat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pejabat yang diusulkan oleh KPI Pusat dan ditetapkan oleh Menteri.


(44)

(2) Sekretaris KPI Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pejabat yang diusulkan oleh KPI Daerah dan ditetapkan oleh Gubernur.

(3) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Sekretaris bertanggung

jawab kepada Ketua KPI dan mematuhi setiap keputusan pleno. Pejabat Sekretariat KPI Pusat/KPI Daerah adalah pejabat struktural disesuaikan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

2. Aturan-aturan dalam Tubuh KPI

Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, control dan perekat social. Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan. Maka dari itu Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai lembaga penyiaran memiliki aturan-aturan tertentu yang telah ditetapkan contohnya saja dalam hal perizinan penayangan suatu tayangan. KPI akan memberikan izin siaran apabila:

a. Izin penyelenggaraan penyiaran diberikan sebagai berikut:

1) Izin penyelenggaraan penyiaran radio diberikan untuk jangka

waktu 5 (lima) tahun

2) Izin penyelenggaraan penyiaran televisi diberikan untuk jangka

waktu 10 (sepuluh) tahun.

b. Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b masing-masing dapat diperpanjang.


(45)

c. Sebelum memperoleh izin tetap penyelenggaraan penyiaran, lembaga radio wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 6 (enam) bulan dan untuk lembaga penyiaran televisi wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 1 (satu) tahun.

d. Izin penyelenggaraan penyiaran dilarang dipindahtangankan kepada

pihak lain,

e. Izin penyelenggaraan penyiaran dicabut karena :

1) Tidak lulus masa uji coba siaran yang telah ditetapkan

2) Melanggar penggunaan spektrum frekuensi radio dan/atau wilayah

jangkauan siaran yang ditetapkan

3) Tidak melakukan kegiatan siaran lebih dari 3 (tiga) bulan tanpa

pemberitahuan KPI

4) Dipindahtangankan kepada pihak lain

5) Melanggar ketentuan rencana dasar teknik penyiaran dan

persyaratan teknis perangkat penyiaran,atau

6) Melanggar ketentuan mengenai standar program siaran setelah

adanya putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap,

7) Izin penyelenggaraan penyiaran dinyatakan berakhir karena habis

masa izin dan tidak diperpanjang kembali.

Selain itu Komisi Penyiaran Indonesia juga menetapkan pedoman perilaku penyiaran yang harus ditaati oleh para stasiun televisi ataupun rumah produksi, antara lain:


(46)

a. Pedoman perilaku penyiaran bagi penyelenggara stasiun ditetapkan oleh KPI

b. Pedoman perilaku penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

disusun dan bersumber pada:

1) Nilai-nilai agama, moral dan peraturan perundang-undangan yang

berlaku,

2) Norma-norma lain yang berlaku dan diterima oleh masyarakat

umum dan lembaga penyiaran.

c. KPI wajib menerbitkan dan mensosialisasikan pedoman perilaku

penyiaran kepada lembaga penyiaran dan masyarakat umum,

d. Pedoman perilaku penyiaran menentukan standar isi siaran yang

sekurang-kurangnya berkaitan dengan:

1) Rasa hormat terhadap pandangan keagamaan

2) Rasa hormat terhadap hal pribadi

3) Kesopanan dan kesusilaan

4) Pembatasan adegan seks,kekerasan, dan sadisme

5) Perlindungan terhadap anak-anak, remaja, dan perempuan

6) Penggolongan program dilakukan menurut usia khalayak

7) Penyiaran program dalam bahasa asing

8) Ketetapan dan kenetralan program berita 9) Siaran langsung dan,

10)Siaran iklan


(47)

Bagi televisi yang melanggar aturan yang telah ditentukan oleh KPI akan mendapatkan sanksi administratif oleh KPI yaitu:

a. Teguran tertulis

b. Penghentian sementara mata acara yang bermasalah setelah melalui

tahap tertentu

c. Pembatasan durasi dan waktu siaran d. Denda administratif

e. Pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu

f. Tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran g. Pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran

3. Struktur Organisasi Pengurus KPI

KPI Pusat periode kedua ini ditetapkan melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 20/P Tahun 2007 tertanggal 31 Maret 2007, dan KPI Pusat efektif bekerja awal Juni 2007. Sedangkan penetapan Ketua dan Wakil Ketua KPI Pusat dilaksanakan pada 16 April 2007 dengan menetapkan struktur keanggotaan sebagaimana tersebut.

Komisioner Periode 2007-2010:

Ketua : Prof. Sasa Djuarsa Sendjaja, PhD

Wakil Ketua : Fetty Fajriati Miftach, MA

Bidang Kelembagaan : Dr.S. Sinansari Ecip, Mochamad Riyanto,M.Si

Bidang Pengawasan : Yazirwan Uyun


(48)

Bidang Perizinan : Izzul Muslimin,SIP, Dr. Amar Achmad,M.Si dan Bimo Nugroho Sekundatmo,M.Si

Komisioner Periode 2010-2013:

Ketua : Dadang Rahmat Hidayat Wakil Ketua : Nina Mutmainnah

Anggota : Ezki Tri Rezeki Widianti, Mochamad Riyanto, Azimah, Idy Muzayyad, Iswandi Syahputra, Judhariksawan dan Yazirwan Uyun.

Dalam menjalankan tugasnya-tugasnya, KPI Pusat dibantu oleh tenaga ahli sebagaimana amanat UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran pasal 9 ayat 4: “KPI dibantu oleh sebuah sekretariat yang dibiayai oleh APBN.” Dan ayat 5: “Dalam melaksanakan tugasnya, KPI dapat dibantu oleh tenaga ahli sesuai dengan kebutuhan.”

Susunan Sekretariat KPI Pusat sebagai berikut:

Sekretaris KPI Pusat Ir. Oemar Edi Prabowo, MM

Kepala Bagian Perencanaan dan Hukum Kepala Subbag Perencanaan

Kepala Subbag Perancangan Peraturan Kepala Subbag Pengaduan

Deki Santosa, SE Imam Waluyu, S.Sos Surahmawati, SH Dra. Sinar Ria Bellawati Kepala Bagian Administrasi Perizinan

Kepala Subbag Fasilitas Proses Perizinan Kepala Subbag Fasilitas Kajian Teknologi

Drs. Ismet Imawan, MM Heryadi Purnama, S.Sos Alfrida Berlini

Kepala Bagian Komunikasi

Kepala Subbag Humas Antar Lembaga Kepala Subbag Fasilitas Monitoring

Budi Taruna Wijanarko, SE

Drs. Bambang Siswanto, M.Si Kepala Bagian Umum

Kepala Subbag Tata Usaha dan Kepegawaian Kepala Subbag Keuangan

Kepala Subbag Dokumentasi dan Kepustakaan

Drs. Henry A.R. Patandianan Sudaryadi. B.Sc

Imam Romersono, SE H.Sardjono, SH


(49)

Kelompok jabatan Fungsional

Asisten Ahli: Agatha Lily, M.Si

Ria Aprianti Tris Finalia

Intantri Kusmawarni, M.Si Rizky Riyadu Taufik Joaquim Rohi

Hariqo Wibawa Satria Arie Andyka

Fera Ariefah

Pengelola Website

Redaktur Pelaksana Sofyan Herbowo, SIP

Redaktur Rianzi Gautama, S.Sos

Aditya Nur Fahmi, MM Shuci Trisna Permata, S.Kom

4. Program Kerja KPI

a. Penyusunan dan sosialisasi peraturan perundang-undangan berupa

peraturan kelembagaan KPI dan P3SPS.

KPI telah mengeluarkan Peraturan KPI nomor 01 Tahun 2007 tentang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia yang mengatur keanggotaan, struktur kelembagaan, kesekretariatan, rapat kelembagaan, tata hubungan KPI Pusat dan KPID, Kerjasama, Honorarium dan Tunjangan. Pada 2009, peraturan tersebut digantikan oleh Peraturan KPI nomor 01 Tahun 2009 sebagai output dari hasil Sidang Tim Penyusunan dan Penyempurnaan Peraturan KPI Bidang Kelembagaan yang pernah diadakan di Bogor, 2-4 JuIi 2009. Peraturan tersebut direvisi untuk lebih memperjelas eksistensi lembaga negara yang bersifat independen ini.


(50)

Penyusunan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) adalah produk KPI yang mengandung ketentuan-ketentuan mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dalam proses pembuatan program siaran. Penyusunan Standar Program Siaran (SPS) adalah produk KPI yang mengandung ketentuan-ketentuan mengenai apa yang boleh dan tidak boleh ter-saji dalam isi siaran. P3 dan SPS yang berlaku saat ini adalah Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02 Tahun 2009 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran; Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 03 Tahun 2009 tentang Standar Program Siaran. Dalam peraturan terbaru ini, aturan-aturan mengenai Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran dijelaskan secara lebih rinci.

b. Rapat-rapat Koordinasi seperti Rakornas (Rapat Koordinasi Nasional), Rapim (Rapat Pimpinan), Raker (Rapat Kerja) dan Rapat Pleno.

Sementara itu untuk penguatan kelembagaan dan koordinasi kegiatan program, seperti yang terdapat pada BAB V Peraturan KPI Nomor 01 tahun 2009 tentang kelembagaan, bahwa yang termasuk dalam rapat-rapat kelembagaan KPI adalah Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas), Rapat Pimpinan (Rapim), Rapat Kerja (Raker) dan Rapat Pleno.

- Rapat pimpinan bertujuan untuk melakukan konsolidasi

kelembagaan secara menyeluruh dalam upaya meningkatkan kinerja dalam melaksanakan pengaturan, pengawasan dan pengembangan dalam bidang penyiaran sebagaimana diamanatkan oleh UU Penyiaran.


(51)

- Rakornas ini sesuai dengan Peraturan KPI No. 01 Tahun 2009 tentang Kelembagaan KPI pasal 33 ayat (1) yang berbunyi: Rapat Koordinasi Nasional merupakan forum tingkat nasional yang berfungsi untuk menetapkan peraturan dan keputusan berkenaan dengan wewenang, tugas, kewajiban dan fungsi KPI.

- Rapat Kerja adalah rapat yang diselenggarakan oleh KPI, baik di

tingkat Pusat (Rakernas) dan di tingkat Daerah (Rakerda), dan diikuti oleh koordinator bidang dari seluruh KPI Daerah.

- Rapat Pleno adalah rapat yang diselenggarakan secara berkala dan

merupakan forum tertinggi dalam pengambilan keputusan di masing-masing KPI Pusat dan KPI Daerah.

c. Programpembinaan dan koordinasi dengan KPID

d. Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR RI

e. Kerjasama antarlembaga seperti dengan Pemda, KPID dan lembaga

lainnya.

Komisi Penyiaran Indonesia Pusat melakukan kerjasama dengan berbagai pihak dalam menjalankan amanat UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Kerjasama ini dilakukan untuk meningkatkan komunikasi dan mendukung terlaksananya tugas-tugas KPI. Seperti bekerjasama dengan Kepolisian Republik Indonesia, Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI), Dewan Pers, Yayasan 28, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komnas Anak, Universitas


(52)

Atmajaya Yogyakarta, Universitas Veteran Yogya-karta, Universitas Muhammadiyah Malang, dll. Bentuk kerjasama yang dilakukan KPI dengan lembaga-lembaga penyiaran atau lembaga lain-nya yang terkait penyiaran pada umumnya berupa kerjasama yang menitikberatkan pada literasi media dan pengawasan isi siaran. Selain menjalin hubungan kerjasama dalam negeri, KPI mempunyai program untuk melakukan kunjungan ke beberapa negara yang dipan-dang maju dalam hal penyiaran, dalam rangka menjalin kerjasama internasional. Beberapa Negara yang telah dikunjungi KPI adalah China, Hongkong, Malaysia, Singapore, Inggris, Amerika Serikat.

f. Penandatanganan MoU (Memorandum of Understanding)/Nota

Kesepahaman.

E. Gambaran Tayangan Infotainmen di Indonesia

1. Infotainmen dalam Jurnalisme

Infotainmen merupakan jenis tayangan televisi yang popular dewasa ini. Tingginya popularitas jenis tayangan ini bisa dibuktikan dengan semakin beragamnya nama tayangan infotainmen yang menemui pemirsa. Walaupun semakin beragamnya nama tayangan infotainmen, namun keberagaman nama ini tidak diikuti oleh keberagaman format acara infotainmen. Anehnya ditengah kualitas infotainmen yang begitu-begitu saja, infotainmen tetap


(53)

digandrungi para pemirsa. Pada waktu prime-time2 infotainmen juga tidak terlewat ikut meramaikan kompetisi perebutan rating tinggi.

Arti sesungguhnya dari infotainmen, yaitu informasi yang dikemas dalam balutan entertainment, maka seharusnya porsi informasi lebih banyak daripada porsi hiburan. Faktanya, kini infotainmen lebih mengutamakan unsur hiburan daripada unsur informasi. Ini terkait dengan kandungan informasi misalnya bobot informasi atau penting tidaknya informasi tersebut disampaikan kepada publik.

Mengacu pada theory agenda setting, maka sebenarnya medialah

yang telah mengonstruksi pikiran publik sehingga informasi yang sebenarnya tidak penting menjadi penting. Dalam teori yang dikemukan oleh M.E.Mc.Combs and D.L. Shaw tersebut dikatakan bahwa jika media memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Mereka menjelaskan bahwa ada korelasi positif yang cukup signifikan antara penekanan berita dan penilaian berita oleh khalayak.3

Dengan kata lain, media membuat sesuatu yang tidak penting menjadi penting, misalnya penekanan dengan porsi penayangan berita yang besar. Seperti wartawan infotainmen mencari berita mengenai perceraian artis , cara berpacaran artis, gaya hedonisme mereka, pernikahan terselubung, pisah ranjang hingga perselingkuhan mereka. Kenapa kehidupan “ranjang” artis

2

Prime-time adalah waktu terbaik untuk menyuguhkan program siaran yang top, mengingat waktu tersebut ditonton oleh sebagian besar penonton.Lihat RM Soenarto. Programa Televisi Dari Penyusunan Sampai Pengaruh Siaran. ( Jakarta:FFTV-IKJ Press,2007), h.66

3

Burhan Bungin,.Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. (Jakarta: Kencana, 2006) cet ke- 1,h. 280


(54)

mesti dipublikasikan? Yang membuatnya menjadi penting adalah penekanan pada unsur artis/figure yang ditampilkan serta frekuensi penayangan informasi tersebut. Terlepas dari unsur pentingnya informasi, hal yang demikian juga telah melanggar ruang privasi artis.

Diffusion of Innovation theory semakin mempercepat persebaran informasi. Teori ini menunjukan bahwa media massa semakin mempercepat jalannya arus informasi hingga mencapai khalayak dalam jumlah yang besar. Pada tayangan infotainmen, adopsi inovasi dari gaya hidup para selebritas akan berpengaruh pada khalayak karena diperolehnya pengetahuan tersebut akan dipengaruhi pula oleh karakteristik sosial.

Menurut Val E. Limburg dalam bukunya Electronic Media Ethics

(1994: 125), gambar (visual) lebih mampu berbicara banyak daripada bahasa lisan maupun tertulis, karena itu persoalan etika menjadi semakin penting. Dalam tayangan berita di televisi, termasuk juga infotainmen, menurutnya ada dua gatekeepers yang berperan dalam persoalan etika yang berkaiatan dengan visualisasi di layar televisi, yaitu kamerawan yang mengarahkan kameranya pada sumber berita dan editor yang berkuasa untuk memilih visualisasi yang layak disiarkan atau tidak.4

Dilihat dari kaidah jurnalistik, infotainmen dapat dikategorikan sebuah karya jurnalistik. Para wartawan infotainmen melakukan reportase di lapangan, mewawancarai narasumber, mengedit, kemudian menyiarkannya untuk khalayak ramai. Namun dilihat dari standar dan prosedur jurnalistik

4


(55)

tersebut, infotainmen yang ada secara umum merupakan produk jurnalistik yang buruk kualitasnya.

Selama ini yang menjadi keluhan para selebritis terhadap infotainmen adalah dimasukinya wilayah privat mereka oleh para kru infotainmen. Berbagai perseteruan selebritis dengan kru infotainmen seperti tersebut di atas menjadi penanda dari pereseturuan ini. Walaupun demikian konsep wilayah privat sendiri perlu dirumuskan kembali karena bukankan selebritis adalah

public figure yang kemanapun melangkah pasti selalu menarik minat khalayak

untuk mengetahuinya (public right to know). Yang lebih mendesak untuk

segera diperhatikan adalah kesadaran penerapan etika jurnalisme saat meliput berita yang akan dijadikan konsumsi infotainmen.

Pada kenyataannya, kondisi yang terjadi berkebalikan dan semakin ironis karena etika jurnalisme yang semakin tidak dipedulikan dalam infotainmen, sehingga wajar saja jika kemudian berkembang wacana bahwa infotainmen sekedar “berita sampah” yang hanya berorientasi kepada segi entertainment untuk mereguk keuntungan dengan mengorbankan hak-hak dan kepentingan sumber berita.

Yons Achmad, seorang pemerhati media dan aktivis Communicare Institute (CoIn) Jakarta memiliki beberapa catatan tentang kelemahan dari produksi sampai program terkait tayangan infotainmen yang ditayangkan ke publik yaitu: Pertama, di dalam dunia jurnalistik pertama kali yang harus dibangun adalah sumber berita berdasarkan fakta. Sementara di dalam acara infotainmen kerap sekali berita hanya berdasarkan gosip dan informasi yang


(56)

simpang siur. Kedua, dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya, wartawan infotainmen kerap memaksa nara sumber (artis) untuk angkat bicara. Bahkan, sampai menginap di sekitar rumah para artis. Fenomena ini kerap menjadikan trauma tersendiri di kalangan artis. Maka wajar jika ada penilaian bahwa pekerja infotainmen itu bukan wartawan. Ketiga, wartawan infotainmen kerap berdalih bahwa apa yang mereka lakukan itu sah-sah saja. Mencegat nara sumber dan seenaknya memaksa nara sumber untuk menjawab pertanyaan yang diajukan. Ketika tidak berhasil sering terjadi pemaksaan disertai ancaman bahwa menghalang-halangi kerja peliputan bisa berurusan dengan hukum atas

nama UU Pers No 40 1999. Keempat, berkenaan dengan status kewartawanan

banyak yang masih mempertanyakan apakah awak infotainmen layak disebut wartawan. Karena, mereka tidak semua bekerja pada stasiun televisi tetapi

karyawan sebuah production house. Kelima, terkait dengan muatan berita

yang buruk dan layak dikategorikan sebagai berita sampah (junk news), misalnya terkesan asal tayang dan menyiarkan wawancara nara sumber yang tidak kompeten untuk berbicara di ranah publik.5

Program infotainmen di stasiun-stasiun televisi bukan merupakan karya jurnalistik, demikian menurut disertasi Doktor Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia (UI), Mulharnetti Syas yang berjudul Relasi Kekuasaan dalam Budaya Industrti Televisi di Indonesia (Studi Budaya Televisi pada Program Infotainmen).

5


(57)

Beliau mengatakan, hasil disertasinya menyimpulkan bahwa tayangan infotainmen banyak melanggar kode etik jurnalistik, karena menampilkan gossip atau isu bukan fakta yang ada. Tayangan infotainmen hanya sebagai hiburan semata bagi pemirsa televisi, sehingga kurang bermanfaat bagi masyarakat. Ia juga menilai bahwa pekerja infotainmen bukan wartawan, karena hasil kerjanya bukan produk jurnalistik.6

Lain halnya dengan pandangan Pakar Komunikasi Universitas Indonesia Dr. Effendy Ghozali, MA menilai, karakter infotainmen di

Indonesia adalah over explosive, over simplified dan over claim. Over

explosive karena tayangan infotainmen sudah terlalu banyak, semua stasiun televisi di Indonesia memiliki program acara serupa. Akibatnya, infotainmen justru menjadi sarana sinisme bukannya menjadi media informasi yang

mencerdaskan masyarakat. Sementara over simplified, ditunjukkan dengan

cara kerja para jurnalis infotainmen yang terlalu mudah menyederhanakan dan

menyimpulkan sebuah persoalan. Sedangkan over claim, media infotainmen

selalu mengklaim demi kepentingan publik. seolah-olah publik harus mengetahui segala sesuatu yang terjadi pada artis.7

Antropolog Universitas Negeri Semarang, Nugroho Trisnu Brata menilai tayangan infotainmen berakar pada budaya masyarakat yang bermula dari kebiasaan “ngerumpi”. Kebiasaan tersebut ternyata mengikuti perkembangan zaman yang mulai mengenal media komunikasi yang lebih canggih, yakni televisi hingga akhirnya ada tayangan infotainmen. Ia

6

Depok (Antara News), Selasa 13 Juli 2010

7


(58)

mengatakan kebiasaan “ngerumpi” sudah menjadi budaya sebagian masyrakat sehingga menjadi bebas nilai dan tidak dapat dinilai salah atau benar, sebab kebudayaan adalah sesuatu yang bebas nilai. Tayangan infotainmen tak akan pernah sepi dari iklan yang mengindikasikan hal itu merupakan peluang untuk meraih pendapatan besar di dunia pertelevisian.8

Pihak yang mengkritik tayangan infotainmen umumnya berkeberatan terhadap isi yang melulu pada gossip ataupun fakta yang tidak berbobot dan tidak sehat. Tayangan-tayangan di televisi seyogyanya berisi informasi yang membawa masyarakat kepada proses pembelajaran yang mendidik dan bertumpu pada nilai etika, kesopanan, maupun kecakapan dalam ilmu dan teknologi.

2. Pandangan Ormas Islam Terhadap Infotainmen

Di selenggarakannya Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU di Surabaya akhir Juli 2006 lalu akhirnya merekomendasikan bahwa NU mengeluarkan fatwa haram tentang infotainmen karena memasuki wilayah ghibah alias gunjingan bahkan fitnah yang tak terbukti kebenarannya atas persoalan-persolan pribadi yang diberitakannya.

Ketua PBNU Prof Dr. KH Said Aqil Siradj menyatakan, langkah NU mengeluarkan fatwa haram bagi infotainmen yang cenderung membuka aib seseorang semata untuk mengajak umat pada kebaikan dan meninggalkan keburukan, namun NU tak akan memaksa masyarakat untuk mengikuti fatwa

8


(59)

tersebut. Beliau menjamin fatwa yang dihasilkan dari proses Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU di Surabaya akhir Juli lalu itu tidak akan diikuti dengan aksi sweeping terhadap orang-orang yang tidak mengikuti fatwa tersebut.9

Pada Juli 2010, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram untuk tayangan infotainmen, baik bagi televisi yang menayangkannya maupun masyarakat yang menontonnya. Fatwa tersebut disahkan dalam rapat pleno Komisi C Bidang Fatwa Musyawarah Nasional (Munas) VIII MUI di Jakarta. Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi Fatwa MUI KH. Ma’ruf Amin.

Bagi pihak yang menayangkan dan menyiarkan atau mengambil keuntungan dari berita yang berisi tentang aib, kejelekan, gossip dan hal-hal lain sejenis terkait juga dinyatakan haram oleh MUI. Sementara status haram itu bisa batal dengan beberapa alasan yang dibenarka secara syar’i, yakni tayangan infotainmen tersebut untuk kepentingan penegak hokum, memberantas kemungkaran, memberi peringatan, menyampaikan pengaduan, meminta pertolongan atau meminta fatwa hukum.

MUI merekomendasikan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk meregulasi tayangan infotainmen untuk menjamin hak masyarakat memperoleh tayangan yang bermutu serta melindungi dari hak-hak negatif. Lembaga Sensor Film (LSF) juga diminta mengambil langkah proaktif untuk

9


(1)

11. Apakah seluruh infotainment saat ini banyak melakukan pelanggaran kode etik?

Jawab :Selama tahun 2009, terdapat pelanggaran dengan kategori perilaku tak patut ditiru, kategori seksualitas dan sensualitas serta yang paling banyak dilakukan adalah pelanggaran dengan kategori pengabaian hak-hak nara sumber.

12. Apa saja stasiun TV yang melakukan pelanggaran khususnya saat program tayangan infotainment?

Jawab :Tahun 2009, yang melakukan pelanggaran adalah SCTV, Trans 7, RCTI, dan Global TV. Tahun 2010, yaitu SCTV, Trans TV, Indosiar, Trans 7, RCTI, ANTV, dan Global TV.

13. Bagaimana dengan infotainment yang mengkliam sebagai jurnalisme dan diakui oleh salah satu organisasi profesi wartawan?

Jawab :Dalam P3SPS memang saat ini infotainment masih tergolong dalam kategori tayangan faktual. Apabila termasuk dalam bagian dari tayangan faktual maka harus mengikuti Kode Etik Jurnalistik yang disepakati oleh Dewan Pers. Ada kemungkinan untuk nantinya mengganti status infotainment dilihat dari isi siaran tayangan infotainment sekarang yang malanggar norma-norma, etika moral, Kode Etik Jurnalistik, maupun P3SPS.

14. Bagaimana KPI mengetahui ada atau tidaknya tayangan yang layak atau tidak layak di televisi?

Jawab :Kontent tentang layak dan tidak layak tidak hanya terkait dengan masalah kekerasan, seks, pornografi namun konten siaran itu harus memuat isi yang cerdas, sehat, dan berkualitas. Cerdas disini maksudnya sesuai proporsi waktu penayangannya. KPI mengetahui adanya tindak pelanggaran melalui kegiatan pengkajian yang dilakukan terhadap tayangan. Selain itu KPI juga menerima aduan dari masyarakat. Dari


(2)

aduan tersebutlah KPI mengetahui adanya tindakan pelanggaran. Yang terakhir melalui kegiatan montoring yang dilakukan 24 jam. KPI Pusat memperkerjakan 4 orang analis yang memantau rata-rata 3-4 jam per hari. 15. Siapa yang mendapat teguran bila ada penyimpangan dengan peraturan

KPI dari suatu tayangan, PH atau stasiun TV?

Jawab :Yang mendapatkan teguran atas adanya dugaan pelanggaran adalah lembaga penyiaran atau stasiun televisinya. Karena mereka adalah yang menentukan tayangan apa saja yang akan disiarkan pada stasiunnya, sedangkan PH hanya menawarkan saja.

16. Jika ditemukan hal-hal yang menyimpang dengan peraturan KPI dalam suatu tayangan, apa sanksi yang diberikan kepada PH atau stasiun TV tersebut?

Jawab :Langkah pertama yang dilakukan KPI adalah memberikan sanksi administrative berupa teguran tertulis. KPI memberikan hak jawab terhadap pelaku. Namun apabila tidak ada perbaikan maka akan dilanjutkan dengan sanksi yang selanjutnya, yang sudah ditentukan oleh undang-undang no 32/2002.

17. Sudah ada standar baku yang ditetapkan, yaitu P3SPS, Bagaimana menurut Anda dengan hal itu dan Bagaimana KPI harusnya berperan? Jawab: Sesuai Undang-undang No 32 tahun 2002, KPI menyusun P3SPS. P3SPS yang berlaku adalah peraturan KPI no.2/2009 tentang pedoman perilaku penyiaran dan no.3/2009 tentang Standar Program Siaran. Menurut pasal 48 dan 53 UU no 32/2002 jelas P3SPS melibatkan peran serta masyarakat melalui Permendagri juga menguatkan peran KPI.

18. Bagaimana harapan Anda terhadap apa yang telah dilakukan KPI sendiri? Jawab :Saya hanya berharap masyrakat puas dengan apa yang telah dilakukan oleh KPI, KPI juga berharap agar lembaga penyiaran


(3)

memberikan tayangan yang baik kepada pemirsanya. Dengan begitu KPI tidak perlu memberi sanksi-sanksi. Masyarakatlah yang kembali menilai. 19. Bagaimana harapan Anda terhadap tayangan-tayangan infotainment di

televisi?

Jawab :Program infotainment diharapakan tetap dapat menyampaikan inti berita dengan tetap mengindahkan ketentuan dan peraturan yang berlaku. Jika memang infotainment merasa perlu menyertakan adegan atau gambar yang mengandung sensualitas dan seksualitas untuk mendukung pemberitaan, akan lebih baik jika dilakukan teknik blur dan memindahkan jam tayangnya menjadi di atas pukul 22:00 hingga 03:00 seperti tertera dalam SPS.

20. Apakan peran KPI sudah sesuai dengan kapasitasnya, bagaimana menurut Anda?

Jawab :KPI Pusat memegang peran penting untuk meminimalisasi dampak yang tidak pas dari media penyiaran yang melenakan khususnya terhadap anak, remaja dan masyarakat. Disinilah tugas utama KPI untuk mendorong pengelola media menciptakan media sebagai ruang publik. Sesuai UU no 32/2002 pasal 53 KPI bertanggung jawab kepada Presiden dan menyampaikan laporan kepada DPR. Hanya saja kapasitas pemantauan KPI sebenarnya tergolong rendah, karena hanya mampu memantau 20% dari total siaran-siaran stasiun televisi.

Jakarta, 3 Mei 2010


(4)

Komisioner KPI Periode 2010-2013:

Dadang Rahmat Hidayat (Ketua)

Dipercaya menjabat ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah Jawa Barat sejak 2004, Dadang memotori gerakan Gerakan Media Sehat dna Pemirsa Cerdas (GEMAS PEDAS) sebagai gerakan unggulan KPI Daerah Jawa Barat. Popularitas dan kapasitasnya yang tidak diragukan lagi oleh kalangan rekan-rekan KPI Daerah membawa ayah dua anak ini dipilih oleh DPR sebagai Anggota KPI Pusat periode 2010-2013. Pengalamannya yang mumpuni sebagai pengajar di Universitas Padjajaran membuatnya dipilih sejawatnya sebagai Ketua KPI Pusat periode 2010-2013.

Nina Mutmainnah (Wakil Ketua)

Pengajar tetap Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UI ini memang sudah tidak asing lagi di dunia media dan penyiaran. Akademisi yang aktif menulis di berbagai kolom ini sejak lama memiliki perhatian terhadap isu-isu media dan anak, dampak media., dan literasi media. Untuk itu, DPR tidak ragu memilih pendiri dan aktivis Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA) ini sebagai Anggota KPI Pusat periode 2010-2013. Ibu dua anak yang juga kandidat doktor dari Universitas Indonesia ini juga dikenal sebagai salah satu penggagas pendidikan media di sekolah. Karena rekam jejaknya yang sangat baik tersebut, Nina dipercaya rekan-rekannya menjadi Wakil Ketua KPI Pusat periode 2010-2013.

Mochamad Riyanto

Dosen tetap fakultas hukum Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag) Semarang ini, terbilang sangat aktif di beberapa lembaga swadaya masyarakat untuk pengawasan beberapa program sektor pertanian dan perkebunan di lingkup wilayah Jawa Tengah. Khusus dibidang penyiaran, suami dari Retno Winarni ini pernah menjabat sebagai ketua KPID Jawa Tengah dan pembina student media watch (SMW). Ayah dua anak ini juga aktif menerbitkan beberapa karya ilmiah tentang penyiaran seperti peran media dalam politik lokal, urgensi radio komunitas, spektrum hukum lembaga penyiaran dan karya-karya ilmiah lainnya. Selain itu, Riyanto juga merupakan salahsatu anggota KPI Pusat dari periode sebelumnya yang terpilih kembali menjabat di periode 2010-2013.


(5)

Ezki Tri Rezeki Widianti

Pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ini dipilih DPR RI sebagai anggota KPI Pusat periode 2010-2013 mewakili organisasi wartawan karena dianggap sebagai aktivis media yang mumpuni. Peraih Master International Develepmont Studies dari Ohio State University, AS ini telah menekuni dunia jurnalistik sejak 1990 dan bekerja di berbagai media cetak maupun elektronik. Selain itu, pengalamannya juga dipenuhi aktivitas penelitian dan pelatihan baik di yang diselenggarakan berbagai organisasi lokal dan internasional baik di dalam maupun luar negeri.

Azimah

Aktif di berbagai lembaga swadaya masyarakat, ibu tiga anak ini kritis menyuarakan agar tayangan TV di Indonesia menjadi sehat. Ketua Masyarakat Tolak Pornografi ini juga aktif melakukan penyuluhan literasi media kapada masyarakat. Karena aktivitasnya ini, Azima yang juga pernah menjadi Analis di The Habibie Center dan KPI Pusat ini dipercaya DPR menjadi salahsatu dari tiga perempuan yang menjadi anggota KPI Pusat periode 2010-2013.

Idy Muzayyad

Mengawali karir di dunia pers dan mulai bersentuhan dengan dunia komunikasi dengan menjadi wartawan Surat Kabar Harian Bernas Yogyakarta (2000-2003). Sebelumnya aktif di pers kampus di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Mendalami ilmu komunikasi di Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia (2004-2007), dan menjadi pengajar pada Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana (UMB) Jakarta (2009-sekarang). Aktif berorganisasi semenjak mahasiswa baik intra maupun ekstra kampus. Menapaki karir organisasi di lingkungan NU dari bawah sebelum akhirnya menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama/IPNU (2006-2009). Bersama aktifis muda lintas agama mendirikan dan mengetuai Dewan Muda Lintas Agama/DMLA (2009-sekarang)

Iswandi Syahputra

Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah Yogyakarta yang juga staf pengajar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta sejak 2004 ini sudah malang melintang di dunia media sejak lama. Sederet pengalaman di berbagai lembaga media sudah dienyamnya. Iswandi yang merupakan Kandidat Doktor kajian budaya dan media Universitas Gajah Mada pernah bekerja di Pan Asia Research & Communication Service, Radio Elshinta News & Talk, dan Indonesia Syndicate serta masih aktif sampai sekarang di Media Literacy Circle Yogyakarta sebagai Public Affair Director. Meninggalkan Yogya, ayah dua anak ini sekarang kerap di Jakarta karena menjabat Anggota KPI Pusat periode 2010-2013.


(6)

Judhariksawan

Pakar hukum telekomunikasi dan informatika ini sudah sejak lama berkecimpung di dunia radio lokal di Makassar. Berbagai posisi di radio pernah diembannya hingga terakhir menjadi Direktur Radio Prambors pada 1999. Setelah itu, Doktor Ilmu Hukum ini secara penuh waktu mengajar di Universitas Hasanuddin sambil mengikuti beberapa kursus dan pelatihan yang salahsatunya di Utrecht University dan Bosewell Institute Utrecht, Belanda dan . Akhirnya, hingga 2013 ini dipercaya DPR menjadi Anggota KPI Pusat sejak 2010.

Yazirwan Uyun

Lama berkarir di TVRI, Pria kelahiran Bukittinggi ini sempat menduduki jabatan Direktur Utama TVRI (Persero) pada 2004-2006. Semasa di TVRI, Uyun yang juga lulusan Publistik Universitas Padjajaran tahun 1981 aktif mengikuti berbagai pelatihan baik di dalam maupun di luar negeri. Uyun juga sempat mendapatkan berbagai penghargaan, diantaranya dari CNN dan Sekretaris Presiden. Pengalamannya di TVRI dan KPI Pusat periode 2007-2010 ini membuatnya kembali dipercaya DPR untuk menjadi anggota KPI Pusat periode 2010-2013.