Latar Belakang Masalah Pemikiran Politik Martin Luther Tentang Relasi Agama Dan Negara

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Salah satu tokoh yang memiliki peran penting dalam bidang historiografi abad pertengahan di Eropa ialah Martin Luther, seorang reformis dari gereja katolik yang sangat berpengaruh. Hingga saat ini pengaruh pemikiran dari Martin Luther dapat dirasakan, yaitu munculnya gereja protestan di berbagai belahan penjuru dunia. 1 Martin Luther merupakan seorang yang sangat berpengaruh pada Zaman pertengahan di Eropa. Hasil pemikirannya yang berupa reformasi dalam Gereja Katolik Roma, telah menimbulkan suatau kegoncangan yang luar biasa hebat pada masyarakat Eropa pada masa itu. Ajaran yang ditawarkan Martin Luther akhirnya menyebabkan perpecahan dalam tubuh gereja Katolik Roma, sehingga muncullah sekte Kristen yang baru, yang disebut Kristen Protestan. Martin Luther lahir dari pasangan Hans Luder dan Margerethe. Ia lahir di Eisleben, Jerman, pada tanggal 10 November 1483. Kemudian keesokan harinya ia dibaptis bertepatan dengan hari Santo Martin. Ayahnya ialah seorang pekerja tambang, sedangkan ibunya seorang pedagang. Martin Luther juga mempunyai beberapa saudara laki-laki dan perempuan. Setelah menjadi biarawan Martin Luther mengabdikan dirinya sepenuhnya untuk mendekatkan dirinya kepada Tuhan. Ia pun melakukan berbagai macam perbuatan baik, seperti puasa, berdoa selama berjam-jam, menolong orang, menyiksa dirinyam, mengakui semua dosa-dosanya dan mengunjungi makam para santo. Semakin ia berusaha dekat dengan Tuhannya, maka ia merasa semakin mengetahui akan keberadaannya yang penuh dosa. Kekuatiran Martin yang terlalu berlebihan membuat atasannya menyuruh Martin untuk mengembangkan karirnya sebagai akademisi. 1 Ilmusejarah2010.Blogspot.Com201205Joko-Iswanto-1001-1030-1005-Martin.Html , diakses tanggal 1 September 2014 Universitas Sumatera Utara Pandangan yang berkembang hingga dewasa ini bahwa lahirnya pemikiran di Barat berupa filsafat, ilmu pengetahuan, kebudayaan hingga berkembangnya peradaban Barat pada dasarnya berasal dari proses interaksi peradaban besar yang telah ada sebelumnya. 2 Peradaban itu terdiri atas: Yunani-Romawi, Judeo- Kristiani, dan Islam. Setelah runtuhnya tiga peradaban besar itu, memberi pupuk penyuburan untuk tumbuhnya suatu peradaban baru bagi bangsa-bangsa di Barat. Tentu bukan datang begitu saja, sejarah telah membuktikan, bahwa bangsa-bangsa di Barat mengalami masa the dark ages abad kegelapan yang panjang, dan kemudian mereka belajar dari kemajuan serta keunggulan peradaban sebelumnya. Sebagaimana yang dikemukakan Arnold Toynbee, bahwa peradaban Barat lahir dari kehancuran peradaban Yunani-Romawi. With disingtegration, menurutnya, Comes Rebirth. 3 Pada abad XV, Konstantinopel jatuh ke tangan umat Islam, di bawah kekhalifahan Usmaniyah, dan Islam mulai menguasai Eropa Timur dan Tengah. Sebelumnya di abad VII-VIII Islam telah menaklukan provinsi-provinsi Bizantiumnya di Syiria, Tanah Suci Jerusalem, Mesir, Afrika Utara, Spanyol, dan Sisilia. 4 2 Blum Camerun dan Barness, A History of Western World, Boston, Toronto, Little Brown and Company, 1966, hal 1 3 Arnold Toynbee, Civilzation on Trial, dalam Somervell ed, Western Civilization, Nottingham: International University Society, ad, hal 5 4 Albert Hourani, Islam dalam Pandangan Eropa terj, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998, hal 9 Saat itu Islam mulai mengambil alih kebesaran Imperium Romawi yang telah lama berjaya sebagai kekuatan peradaban penakluk, kemudian berada di dalam genggaman peradaban Islam yang datang membawa lentera ilmu mistikisme dan mitiologi telah diutamakan melalui doktrin keagamaan yang dengan kehendak yang mutlak dari Gereja mengatur segala aspek kehidupan, menyebabkan Eropa buta dalam keagamaan dan lumpuh dalam Islam, Betrans Russel, seorang filsuf Inggris menulis: The supremacy of the east was not only military, science, philosophy,poetry, and the arts, all floursed..in the Muhammadan world at a time when Erope that it this period The dark ages: but is Universitas Sumatera Utara was only in Erope that is was dark-indeed only in Cristian Erope, for spain, which was Muhammedan, had a briliant culture.” 5 Namun seiring pasang surut atau hukum “pergaulan” sejarah, kemajuan satu peradaban bergulir kepada peradaban yang lain, bagai “roda” penggerak perubahan sekaligus penghancuran yang bermula dari puncak bangunan sejarah kelompok masyarakat kepada peredupan, penghancuran, bahkan hilangnya sebuah pelaku peradaban kecuali puing-puing kebudayaan. Ini semua fakta dari adanya hukum “pergiliran” sejarah kebudayaan dan peradaban umat manusia. Toynbee berasumsi bahwa suatu peradaban bagaikan mahluk organis; lahir, berkembang, matang dan pada akhirnya mengalami proses pembusukan. Kemudian dari pembusukan atau puing-puing itu memungkinkan akan terjadi kelahiran kembali peradaban yang baru, ini dimungkinkan karena terdapat minority creative yang mampu menjawab tantangan. Inilah yang oleh Toynbee dinamakan teori tantangan jawaban challange-response theory”. 6 Mengenai kelahiran peradaban Barat itu, Roger Graudy menyebut tiga pilar peradaban Barat, yakni Yunani-Romawi, Jude-Kristiani, dan Islam.Menurutnya Barat suatu kebetulan. Kebudayaannya suatu hal yang tidak wajar, karena tidak memiliki dimensi yang asli. Peradaban Barat; pemikiran politik Barat menjadi bagian di dalamnya yang kini serta mempengaruhi keberlangsungan peradaban dan pemikiran politik modern hingga saat ini, adalah bentuk yang tidak datang dan terjadi dengan sendirinya. Melainkan suatu proses panjang orang-orang di daratan Eropa. Melalui kelompok kecil yang kretif minority creative meminjam istilah Ibnu Khaldun, ini telah membuka, dari kemajuan kebudayaan yang terdahulu, hadir disekitarnya dan telah datang ke hadapan mereka. Dapat dijelaskan apa dan bagaimana warisan intelektual ketiga peradaban besar itu terhadap pembentukan tradisi keilmuan, kebudayaan juga pemikiran politik Barat itu sendiri, dengan melihatnya melalui fase sejarah, filsafat dan perkembangan interaksi serta pengaruhnya kemudian ke belahan dunia lainnya. 5 Abul A’la Al Maududi, Towards Understanding Islam, IIPSO, Lahore, 1960, hal 69 6 Cooper dalam Perel and Keith, Western Civilization, 1992, hal 60 Universitas Sumatera Utara “Reformasi” adalah suatu gerakan untuk mengadakan pembaharuan dalam kekristenan barat yang dimulai sejak abad ke-14 hingga abad ke-17. Sebenarnya, reformasi merupakan gerakan yang hendak mengembalikan kekristenan kepada otoritas Alkitab, dengan iman kepercayaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Wahyu Allah. Reformasi meletus di abad ke-16 dan letusannya terjadi di beberapa tempat yang berbeda. Pertama-tama terjadi di Jerman dengan Martin Luther sebagai pelopornya. Setelah itu Zwingli memimpin reformasi di Swiss, kemudian Johanes Calvin yang mempelopori reformasi di Perancis, serta di Jenewa dan Swiss. Selain itu, reformasi juga terjadi di tempat lain seperti di Inggris . Gerakan ini boleh dikatakan dimulai oleh munculnya golongan Lollard, Waldens, dan Hussit pada masa sebelum abad ke-16. Pada awal abad ke-16 tampak jelas bahwa gereja di Eropa Barat berada dalam keadaan yang sangat memerlukan pembaharuan secara menyeluruh. Darah kehidupan gereja telah berhenti mengalir melalui pembuluh-pembuluhnya. Tata gereja yang resmi benar-benar membutuhkan pembongkaran yang menyeluruh. Birokrasi gereja menjadi tidak efisien dan penuh korupsi. Moral para rohaniwan sering tampak lemah dan menjadi sumber skandal bagi jemaat. Sedangkan jabatan gereja yang tinggi di peroleh melalui cara-cara yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Umumnya jabatan itu diperoleh dengan dasar hubungan keluarga, status politik, atau status keuangan, bukannya atas kualitas kerohanian mereka. Bagi banyak orang, jeritan pembaharuan itu merupakan permohonan untuk melakukan reformasi gereja dalam bidang administratif, moral dan hukum. Penyalahgunaan dan imoralitas harus disingkirkan, Paus harus mengurangi perhatiannya terhadap masalah- masalah duniawi, administrasi gereja disederhanakan dan dibersihkan dari korupsi. Selain itu, ada beberapa orang yang menambahkan tuntutan lain, yakni tuntutan akan perlunya reformasi atas ajaran, teologi, dan paham-paham keagamaan Kristen. Bagi Martin Luther dan Johanes Calvin, gereja telah kehilangan visi. Sebuah penyelewengan dari paham-paham utama dan khas dalam iman Kristen, serta kegagalan dalam menangkap makna sebenarnya dari kekristenan. Sudah saatnya bagi gereja untuk “memutar haluan”, meninggalkan Universitas Sumatera Utara karya abad pertengahan dan kembali kepada kekristenan yang murni dan segar. Kekristenan tidak dapat diperbarui tanpa suatu pemahaman akan arti sebenarnya dari kekristenan itu. Reformasi menekankan untuk kembali kepada gereja mula- mula. Martin Luther mengecam keburukan-keburukan yang ada di dalam gereja katolik, terutama penyelewengan surat penghapusan siksa dan sistem kepausan. Luther menyerang ajaran substansiasi pemahaman tentang hakekat Perjamuan Kudus yang dianut oleh Gereja Katolik Roma, kehidupan selibat para klerus klerus adalah istilah bagi para pejabat gereja, dan menuntut penghapusan kuasa Paus atas Jerman. Gerakan reformasi protestan yang di pelopori Martin berdampak luas terhadap sejarah pemikiran sosial, keagamaan , politik di zaman tersebut. Gerakan ini pada awalnya adalah sebuah pemrotestan dari kaum bangsawan dan penguasa jerman terhadap kekuasaan imperium katolik Roma. Akan tetapi pada perkembangan berikutnya, gerkakan ini memiliki konotasi lain, yaitu dianggap dengan identik dengan semua gerakan dan organisasi yang menetang kekuasaan paus di Roma. Di Roma, Luther melihat keburukan- keburukan yang luar biasa. Para klerus hidup seenaknya saja. Nilai-nilai kekristenan sangat merosot di kota suci ini. Dalam kekecewaannya, Luther berkata: Jika seandainya ada neraka, maka Roma telah dibangun di dalam neraka. Luther telah mempunyai kesan bahwa dahulu Roma adalah kota yang tersuci di dunia, maka kini adalah yang terburuk. Roma dibandingkannya dengan Yerusalem pada jaman nabi-nabi. Sekalipun demikian kepercayaan Luther terhadap Gereja Katolik Roma tidak tergugat, dalam pergumulannya ini Luther pun memulai kisah Gereakan Reformasinya yang telah menghasilkan ajaran- ajaran baru, berdasarkan uraian di atas maka penulis merasa tertarik memilih judul Pemikiran Politik Martin Luther Tentang Relasi Agama dan Negara.

1.2. Perumusan Masalah