Hukum Alam, Negara, dan Kekuasaan

1.6.3. Hukum Alam, Negara, dan Kekuasaan

Thomas Aquinas mengatakan hukum alam “tidak lain merupakan partisipasi makhluk rasional dalam hukum abadi enternal law. 24 “Setiap tindakan akal dan kehendak dalam diri didasarkan pada suatu yang sejalan dengan alam...karena setiap tindakan pemikiran berdasarkan prinsip-prinsip yang dikenal secara alami, dan setiap tindakan keinginan mengenai caranya diambil dari keinginan alam sesuai dengan tujuan akhir. Dengan demikian, arah awal tindakan kita dan tujuan akhirnya harus sesuai dengan kebijakan hukum alam. Yang dimaksud dengan makhluk rasional adalah manusia. Di antara semua makhluk ciptaan Tuhan sungai-sungai, galaksi, lautan, hewan, tumbuhan hanya manusialah yang berhak memiliki predikat makhluk rasional sedang yang lainnya adalah makhluk irasional. Hanya manusialah yang dianugrahi Tuhan penalaran Inteligensia dan akal budi Rasio, makhluk lainnya hanya diberikan insting. Hubungan antara akal budi, tindakan manusia dan hukum kodrat natural law dijelaskan Thomas dalam Summar Theologica: 25 Bertitik tolak dari hukum kodrat ini, Thomas berpendapat bahwa eksistensi negara bersumber dari sifat ilmiah manusia. Salah satu sifat alamiah manusia adalah wataknya saja yang bersifat sosial dan politis, Manusia adalah Eternal law adalah kebijaksanaan dan akal budi abadi tuhan. Hukum ini merupakan dasar bagi seluruh hukum sebenarnya true law yang sungguh- sungguh tidak diragukan kebenarannya tetapi tidak bisa diketahui oleh akal pikiran manusia. Hukum ini beroperasi pada alam semesta yang merupakan ciptaan Tuhan. Air mengalir, angin berhembus, gunung meletus, manusia lahir, berkembang, dan kemudian mati, merupakan tanda-tanda beroperasinya hukum abadi Tuhan dalam jagad raya. Maka, tentu saja hukum kodrati yang mengatur, sementara manusia merupakan bagian dari hukum abadi Tuhan. Menurut Thomas tidak mungkin hukum kodrat bertentangan dengan hukum abadi, sebab hukum kodrat mencerminkan hukum abadi Tuhan. 24 Andrew Hacker, Political Theory: Philosophy, Ideology, Science, New York, The Macmillan Company, 1968, hal 147 25 Mc. Donald, Western, Op.cit., hal 142 Universitas Sumatera Utara mahkluk sosial dan politik. Thomas dalam hal ini nampak dipengaruhi Aristotele, Tetapi Thomas memodifikasi konsep binatang politik Aristoteles sehingga cocok denganfilsafat dan doktrin-doktrin Keristiani. Thomas tidak hanya menonjolkan aspek insting hewani sebagaimana Aristoteles melainkan juga menekankan aspek akal budi yang ada dalam diri manusia. Isting dan akal budi merupakan dua esensi kodrati yang menjadi manusia makhluk politik. “Dengan menganugrahkan manusia pikiran dan mengurangi instingnya dan persediaan yang suadah disiapkan yang diperlukan untuk kehidupan, Tuhan menetapkan bahwa manusia harus menjadi binatang politik Sebagai makhluk demikian, nmanusia tergantung pada manusia lain. Tidak mungkin manusia dapay mencapai kebaikan hidup tanpa manusia lain. Dan kebutuhan atau ketergantungan pada manusia lain itu terdapat dalam berbagai sektor pemenuhan kebutuhan hidup. Untuk memenuhi kebutuhan primer sedang pangan misalnya, manusia harus melibatkan manusia lain yang tak terhingga jumlahnya dalam berbagai tingkat kelembagaan. Negara merupakan lembaga sosial manusia yang paling tinggi dan luas yang berfungsi menjamin manusia memenuhi kebutuhan- kebutuhan fisiknya yang melampaui kemampuan sosial lebih kecil seperti desa dan kota. Untuk mengembangkan akal budi dan pemikiran, individu juga membutuhkan komunitas politik, negara. Negara dengan demikian merupakan kebutuhan kodarti manusia. Thomas dalam karyanya De Regimine Principum bahwa negara, karena merupakan bagian integral alam semesta, memiliki sifat dan karakter dasar yang mirip dengan mekanisme kerja alam semesta pula. Negara merupakan suatu sistem tujuan yang memiliki tatanan hierarkis diaman yang berada diatas dan lebih tinggi memerintah, menata, membimbing dan mengatur yang berada di bawah atau lebih rendah, Konsep hierarki menjadi pentinng dalam pemikiran Thomas karena dalam hubungan negara duniawi dengan kekuasaan tuhan harus dipahami dalam konteks hierarkis. Dalam konteks hierarkis, negara dunia kekuasaan raja atau kaisar,penguasa duniawi merupakan subjek dari kekuasaan Tuhan. Ini karena tujuan duniawi hanya bersifat perantara, bukan tujuan akhir dari Universitas Sumatera Utara hidup manusia. Tujuan akhir hidup manusia, yaitu kesenangan, kebajikan bersama Tuhan dan penyelamatan jiwa hanya bisa dicapai melalui kekuasaan Tuhan. Manifestasi dari kekuasaan Tuhan didunia ini adalah para pemuka agama, pelanjut Santo petrus, dan Paus. Di sisi lain Thomas, mengikuti Plato dan Aristoteles, melihat negara sebagai suatu sistem tukar menukar pelayanan demi mencapai kebahagiaan dan kebaikan bersama. Petani bekerja disawah menghasilkan padi untuk orang-orang kota, sedangkan kota menciptakan industri jasa untuk orang desa, pendeta berdoa dan melakukan kebaktian demi keselamatan bersama. Setiap kelas sosial, demikian Thomas, bekerja sesuai dengan profesionalismenya masing-masing. Dan produk kerjanya ditukar dengan produk kerja kelas atau orang lain. Adanya saling menukar mutual exchange merupakan keharusan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, sama seperti keharusan adanya ruh bagi jasad. Ruh dibutuhkan untuk mengatur seluruh kerja tubuh, sebaliknya tubuh dibutuhkan bagi ruh demi eksistensi Fisikal materialnya. Negara, sebagaimana manusia harus tunduk kepada hukum alam. Bila melawan atau menentang hukum alam berarti negara menempatkan dirinya berhadap-hadapan dengan dirinya sendiri yang akan membawanya kepada kehancuran. Sama seperti manusia yang melawan kodratnya sendiri. Hukum kodrat inilah yang mendasari prilaku dan aspirasi manusia membentuk negara. Thomas seperti ditulis Andrew Hacker, mengajukan beberapa argumen mengapa secara ilmiah manusia membutuhkan negara, Thomas sependapat dengan Aristoteles bahwa manusia adalah bagian integral dari alam. Karena itu, manusia tidak hanya tergantung dan membutuhkan manusia lain makhluk sesama jenis melainkan juga berbagai subtansi alam hewan, tumbuhan, mineral, lautan, udara, dan lain-lain yang berada di atas dunia ini. Dalam diri manusia terdapat juga kecenderungan kodarti agar segala sesuatu dapat menjadi bagian dari dirinya menjadi miliknya, sebagaimana hewan pun memiliki karakter kodrati demikian.Juga, terdapat kecendrungan dalam diri manusia untuk menemukan, mencari dan mempertahankan apa yang Universitas Sumatera Utara dianggap baik sesuai dengan akal budinya. Maka tak mengejutkan menuntut Thomas bahwa secara alamiah manusia memiliki keingintahuan prihal kebenaran tentang Tuhan dan ingin hidup bermasyarakat. Itu sebabnya, proses pencarian kebenaran tentang tuhan tidak akan pernah lenyap dari dalam diri manusia. Manusia selalu dirundung cinta kebaikan dan kebenaran. Maka begitu sifat alamiah manusia itu hilang, identitasnya sebagai manusia akan lenyap dengan sendirinya. Bertitik tolak dari pandangan seperti ini Thomas mengklarifikasi manusia menjadi tiga kategori: man-the subtance, man-the animal dan man-the moral agent. Dalam diri man-the substance, manusia memiliki watak ingin memiliki segala sesuatu yang membuatnya bahagia, sedang dalam man-the animal manusia memiliki kecendrungan hewani kejam, bengis, rakus, suka membunuh dan mengkhianati, terhadap sesamanya. Dalam istilah Hobbes, manusia demikian menjadi srigala bagi manusia lainnya Homo homoni lupus. Berbeda dengan keduanya, man-the moral agent memiliki watak cinta kebenaran, kebaikan dan saling mencintai sesama manusia dan isi alam lainnya. Ia memiliki sifat konstruktif dan positif dari segi moralitas, Manusia terakhir inilah yang diyakini Thomas sebagai agen moralitas manusia. Dalam konteks pengaturan ketiga jenis watak kodrati manusia itu, suatu negara yang memiliki kekuasaan, dibutuhkan. Negara diperlukan untuk mengontrol kecendrungan negatif man-the subtance dan man-the animal serta mengembangkan dan memperkuat posisi man-the moral. Kedua, sisi lain watak alamiah manusia adalah manusia bertindak sesuai dengan inteligensianya, karena manusia adalah makhluk yang berpikir. Maka manusia berbuat dan berprilaku dituntun oleh kemampuan daya pikirnya. Tidak sekedar digerakan oleh instingnya seperti dalam prilaku binatang. Pandangan Thomas ini sejalan dengan Augustinus dan merupakan refleksi optimisme doktrin Kristiani. Thomas mengatakan: “Setiap manusia dianugrahkan dengan akal dan dengan cahaya akallah tindakannya ke tujuan akhirnya.” Dengan demikian, apakah Thomas mengakui manusia sebagai makhluk rasional? Universitas Sumatera Utara Thomas berpendapat bahwa manusia memang merupakan makhluk inteligen dan rasional, tetapi juga makhluk sosial. Itu berarti apabila manusia sebagai individu bisa bersifat rasional, tetapi manakala menjadi manusia sosialhidup bermasyarakat maka pengarahan otoritas negara diperlukan agar usaha menegjar tujuan dan kepentingannya tidak menimbulkan konflik sosial. Thomas berpendapat: “Dalam hubungan sosial berbagai kepentingan seorang manusia mengambil dimensi yang irasional ketika kepentingan tersebut diadu dengan kepentingan orang lain. Jika kepentingan yang berlainan tersebut harus diselesaikan secara damai manusia tak memandang seberapa rasionalnya mereka sebagai individu harus menerima kewenangan politik.” Naluri sosial manusia merupakan cikal bakal terbentunya otoritas politik atau negara. Di sini nampak pengaruh Aristoteles pada Thomas, Namun, pemikiran Thomas mengenai konsep otoritas politik atau negara melebihi Aristoteles. Bagi Aristoteles atau tradisi rasional Yunani pada umumnya eksistensi negara sepenuhnya bersifat sekuler,duniawi, kini dan di sini. Kehidupan kenegaraan sepenuhnya merupakan refleksi kehidupan manusia sehingga kebahagiaan yang hendak dicapai melalui pembentukan negara hanyalah kebahagiaan di dunia ini. Ini karena tradisi rasionalitas Aristoteles cendrung menegasi eksistensi kehidupan lain di luar kehidupan dunia. Thomas menegaskan, bahwa kehidupan manusia itu tidak hanya di dunia, kini dan di sini. Ada kehidupan lain yang kekal, abadi yang akan dialami manusia setelah kematiannya di dunia yaitu kehidupan akhirat. Nilai-nilai kebajikan spritual sangat menentukan nasib manusia di alam lain ini. Tanpa menyalahkan konsepsi Aristoteles, Thomas menilai bahwa kehidupan yang baik dan kebahagiaan yang hendak dicapai melalui negara duniawi itu hanyalah satu langkah pendek untuk mencapai satu tujuan akhir kebahagiaan manusia yang kekal, yaitu kebahagiaan bersama Tuhan. Jadi, berbeda pula denga Aristoteles yang menilai kebahagiaan ditentukan dalam diri manusia, Thomas beranggapan kebahagiaan sejati ditemukan dalam diri Tuhan. Universitas Sumatera Utara Ketiga, lazim diterima pendapat bahwa seorang manusia sederajat berhadapan dengan manusia lainnya. Posisi sederajat itu diterima manusia sejak pertama kalinya manusia dilahirkan ke dunia. Kesamaan derajat itu menurut Thomas berkonotasi teologis dalam arti bahwa manusia sederajat di mata Tuhan. Di sisilain manusia jelas memiliki perbedaan. Ada sebagian manusia yang lebih dari manusia jelas memiliki perbedaan. Ada sebagian manusia yang lebih dari manusia lain dalam penguasaan kekayaan material, kekuatan fisik, kemampuan mengetahui kebijakan dan kebenaran serta potensi-potensi pengembangan dirinya. Demikian juga dalam hal keadilan dan pengetahuan. Berdasarkan premis itu, Thomas berkesimpulan bahwa kebanyakan manusia harus menerima kepemimpinan segelintir manusia yang memiliki kelebihan-kelebihan itu dan memiliki keabsahan sebagai penguasa-penguasa politik. Melalui merekalah nilai-nilai kehidupan yang baik dapat ditransmisikan kepada orang-orang kebanyakan. Alam menyeleksi manusia yang patut menjadi penguasa politik itu nampak dari kenyataan bahwa ada segelintir manusia yang diberikan kelebihan dan bakat untuk berkuasa atau menjadi pemimpin. Mereka secara alamiah sejak lahir, telah memiliki watak penguasa dan kepemimpinan. Di lain pihak ada sebagian besar manusia yang ditentukan alam memiliki kemampuan melaksanakan tugas dan kewajiban belaka dan tidak memiliki bakat kepemimpinan. Jadi alam telah menentukan kelas superior dan kelas inferior inilah yang dinamakan Thomas sebagai nature rulers. Mereka adalah kelompok manusia terbaik dimana kekuasaan yang mereka miliki is given by nature. Maka, kemunculan penguasa politik dalam negara ditentukan secara alamiah, dan bukan produk dari rekayasa politik. Gagasan Thomas ini menampakkan pengaruh kuat Plato. Tuhan adalah penguasa alam semesta. Dan karena kekuasaan politik seorang penguasa diberikan kepada golongan manusia terbaik, maka ia merupakan anugerah Tuhan. Semua bentuk kekuasaan apa pun, seperti dikatakan Paulus, datang dan berasal dari Tuhan penguasa alam semesta. Kekuasaan politik Universitas Sumatera Utara tidak lepas dari ketentuan itu maka ia, demikian Thomas, merupakan suatu lembaga yang besifat ketuhanan. Kekuasaan politik bersifat sakral dan karena itu harus dipergunakan sesuai dengan kehendak Tuhan. Menurut Bogingiari, meskipun kekuasaan datang dan berasal dari Tuhan tidaklah berarti bahwa Thomas menganggap kekuasaan sebagai kebijakan hukum Tuhan. Negara, sebagai bentuk simbolik dan akumulasi kekuasaan politik, tetap merupakan suatu organisasi manusia yang terikat pada hukum manusia. Artinya, negara sebagai organisasi manusia bisa semata-mata bersifat sekular. Ia menjadi bagian dari manusia bisa semata-mata bersifat sekular. Ia menjadi bagian dari dunia dan bersifat duniawi semata. Dominium,menurut Thomas, “dikemukakan oleh ius gentium, yang merupakan hukum manusia...’ lebih lanjut Thomas berpendapat: Kekuasaan dari Tuhan tapi berbagai formasi politik yang memungkinkan denganpelaksaan kekuasaan ini merupakan hasil dari hukum alam, karena negara adalah alami. Kekuasaan didunia ini mupun kekuasaan negara datangnya dari Tuhan. Sehingga kepala negara dalam menjalankan kekuasaanya sebagi refleksi dari wakil Tuhan dan bukan menjalankan kekuasaan sendiri ataupun kekuasaan negara, maka dalam menjalankan kekuasaanya itu harus sesuai dengan kehendak Tuhan. Kekuasaan didalam negara merupakan karuniaNya kepada negara untuk dilanjutkan kepada rakyat sesuai dengan kehandakNya yaitu memuliakan Tuhan. Pemerintah suatu negara diberi amanat dan kekuasaan oleh Tuhan, oleh karena itu pemerintah wajib meneruskan kekuasaan itu kepada rakyat sesuai dengan perintah Tuhan. Dalam negara kerajaan, semua titah raja merupakan titah Tuhan yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh rakyat dalam kerajaan tersebut. Menolak titah raja berarti melanggar titah Tuhan. Dalam catatan sejarah banyak rakyat yang sengsara dalam pemerintahan yang menganut kedaulatan Tuhan, karena raja memanfaatkan kesempatan untuk kepentingannya dengan alasan titah Tuhan. Kekuasaan Raja menjadi absolut, tidak lagi memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Rakyat tidak bisa menolak. Universitas Sumatera Utara

1.6.4. Hubungan Agama dan Negara menurut Paham Sekuler dan Paham Teokrasi