BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setelah membahas skripsi ini beserta permasalahannya maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Relasi negara dan agama menurut Martin Luther yaitu kekuasaan penguasa
sekuler yang suci memberikan andil bagi munculnya konsepsi hak-hak ketuhanan para penguasa Negara atau raja. Raja dengan hak-hak
ketuhananannya itu kemudian merasa memperoleh pembenaran doktrinal keagamaan untuk memerintah secara semena-mena, tanpa kontrol politik
berarti dari rakyat. Kondisi ini pada akhirnya menjurus pada terbentuknya Negara Kekuasaan Machtstaat. Sebenarnya, Luther tidak bermaksud
mengemukakan sekularisme, tetapi gagasan-gagasannya telah memicu sekularisasi politik. Penyangkalan Luther atas otoritas politik bersampul
agama telah menimbulkan wacana pemisahan Gereja-Negara. Luther acap kali menekankan perlunya kepatuhan kepada kekuasaan pemerintahan sipil yang
sah. Besar kemungkinan, latar belakang pokoknya adalah karena penolakannya atas campur tangan gereja terhadap pemerintahan sipil.
Menurutnya, kekuasaan Paus tidak universal sebab Paus harus mengakui kekuasaan para pangeran atau penguasa sekuler suatu Negara yang memiliki
prinsip-prinsip kenegaraan yang berdasarkan nasionalisme. Luther juga menuntut dibedakannya otoritas politik dengan otoritas agama. Paus dituntut
agar mengakui otoritas politik penguasa Negara dan tidak mencampur- adukannya dengan otoritas agama.
2. Konsep Negara sekuler, relasi agama dan Negara adalah Hubungan antara
agama Negara dalah tidak dapat dipisahkan. Negara menyatu dengan agama, karena pemerintah dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan.
Segala tata kehidupan dalam masyarakat, bangsa dan Negara dilakukan atas titah Tuhan. Norma hukum ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan agama atau firman-firman Tuhan, meskipun mungkin norma- norma tersebut bertentangan dengan norma-norma agama. Kehidupan
manusia, dunia manusia itu sendiri yang kemudian menghasilkan masyarakat Negara. Sedangkan agama dipandang sebagai realisasi fantastis makhluk
manusia, dan agama merupakan keluhan makhluk tertindas. 3.
Tidaklah mudah untuk menggandeng antara agama denga negara. Keduanya, dalam dunia politik, membuat ketegangan dan perdebatan yang rumit. Dari
hubungan keduanya melahirkan Sistem teokrasi. Teo artinya Tuhan. Jadi maksud dari teori ini adalah segala sesuatunya bersandar pada kehendak
Tuhan, yang dalam hal ini diwakilkan oleh prinsip-prinsip dan ketentuan- ketentuan dalam agama, yang akan mengatasi realitas kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Dalam negara agama, kekuasaan politik tidak berdasarkan aturan hukum rule of law sebagaimana yang biasa diapahami
kebanyakan orang. Kekuasaan politik hanya dapat dipahami dan dipandang berdasarakan pada suatu aturan-aturan yang datang dan bersumber dari
hukum-hukum Tuhan. 4.
Agama adalah bersumber pada wahyu Tuhan yang sifatnya mutlak, sedangkan Negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup bersama sebagai
penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Oleh karena itu, sifat dasar kodrat manusia tersebut merupakan sifat
dasar negara. Sehingga negara sebagai manifestasi kodrat manusia secara horizontal dalam hubungan dengan manusia lain untuk mencapai tujuan
bersama.
4.2 Saran