Agama Kerangka Teori 1. Negara

kurang dipersiapkan untuk menghadapi peperangan yang datang setiap saat. Inilah letak kelemahan Athena yang membuatnya kalah menghadapi negara Spartan. Kekalahan Athena menimbulkan trauma sejarah dan psikologis serta merupakan event yang paling monumental dilihat dari sudut sejarah pemikiran Barat. Kekalahan itu, Robert Nisbet mencatat: “Lebih dari sekedar kekalahan militer, kekalahan tersebut menandakan akhir suatu demokrasi yang pernah ada di dunia kuno dengan degeradasi etos moral yang menyertainya dan permulaan suatu perubahan radikal dalam bentuk pemikiran dan budaya”. 18 Orang-orang Athena, termasuk Plato meratapi kehancuran negara Athena. Ratapan Plato itu nampak dalam karya-karya pemikiran politik ini. Meskipun demikian, kekalahan Athena di sisi lain justru berdampakm positif. Mirip dengan Jepang yang kalah perang melawan Amerika Serikat dan tentara sekutu di masa Perang Dunia II 1939-1945yang kemudian bangkit menjadi “adi kuasa” di kawasan Asia dewasa ini, Athena menjadi pusat perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat kenegaraan justru sesudah kekalahannya dalam medan perang Peloponnesos. Sabine menulis bahwa kekalahan itu tidaklah otomatis mengikis pengaruh Athena di Yunani dan seluruh peradaban kuno di sekitarnya, karena ternyata lambat laun Athena menjadi pusat pendidikan negara-negara sekitar laut Tengah sejak kekalahannya itu sampai abad-abad sesudah Nabi Isa. 19

1.6.2. Agama

Agama berasal dari bahasa Sankrit, atau pendapat mengatakan bahwa kata itu tersusun dari dua kata, yaitu a = tidak dan gama = pergikacau, jadi arti agama tidak pergi dan tidak kacau, tetap di tempat, diwarisi turun temurun. 20 18 Nisbet. The Social Philosopher, Community and Conflict in Western Thought, New York Washington Square Press, 1983, hal 2-3 19 Sabine, History, Op.cit., hal 36 20 Somad Zawawi, dkk, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Universitas Trisakti, 2004, hal. 19 Agama memang mempunyai sifat yang demikian, selanjutnya dikatakan lagi agama berarti tuntutan. Agama memang mengandung ajaran-ajaran yang menjadi Universitas Sumatera Utara tuntutan hidup bagi penganutnya. Jalauddin Rahmat mengatakan bahwa agama adalah kenyataan terdekat dan sekaligus misteri terjauh. 21 Berdasarkan fenomena kehidupan keagamaan secara umum, dapat dikatakan bahwa agama adalah segala ekvitits hidup manusia dalam usahanya untuk mewujudkan rasa bakti dan mempresentasikan keterhubungan manusia dengan suatu kuasa yang diyakini bersifat supranatural dan mengatasi dirinya transendom. Agama sebagai aktivitas hidup manusia membutuhkan bentuk- bentuk konkret meyakini sesuatu, tetapi bertindak sesuai dengan apa yang diyakinkannya. Aktivitas tersebut dilakukan dalam rangka usaha merealisasikan rasa bakti dan keterhubungan manusia dengan kuasa yang ditambah, sebagai ibadah kepada kuasa yang disembah, agama melibatkan seluruh segi kehidupan peribadatan dan pranata-pranata tertentu, juga terwujud dalam sikap dan tindakan terhadap sesama manusia dan lingkungannya. Salah satu unsur yang menjadi dasar bagi seluruh bangunan adalah keyakinan subjektif yang menjadi landasan kehidupan agama tidak menuntut pembuktian kebenarannya secara akali. Dalam hal ini, agama menjadi sesuatu yang betul-betul pribadi dan tidak mungkin diganggu gugat atau dipaksakan oleh orang lain, termasuk oleh Negara. 22 Selanjutnya dalam bahasa Semit berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, dan kebiasaan. Pengertian ini juga sejalan dengan kandungan agama yang didalamnya terdapat peraturan-peraturan yang merupakan hukum yang harus dipatuhi penganut agama yang bersangkutan. Selanjutnya agama juga menjalankan ajaran-ajaran agama. Agama lebih lanjut membawa utang yang harus dibayar oleh para penganutnya. Paham kewajiban dan kepatuhan ini selanjutnya membaca kepada timbulnya paham balasan. Orang yang menjalankan kewajiban dan patuh kepada perintah agama akan mendapat yang baik dari Tuhan. 21 Jalaluddin Rahmat dalam M. Muksshim, Agama-Agama Baru di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, hal 219 22 Bambang S, Agama dalam Praksis, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2003, hal 7-8 Universitas Sumatera Utara Sedangkan orang yang tidak menjalankan kewajiban dan ingkar terhadap perintah Tuhan akan mendapat penjelasan yang menyedihkan. 23 Asal kata Negara yang mengandung arti mengumpulkan dan membaca. Pengertian kepada Tuhan yang terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Tetapi menurut pendapat lain, kata itu berasal dari kata religare yang berarti mengikat. Ajaran-ajaran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia. Dalam agama selanjutnya terdapat pula ikatan roh manusia dengan Tuhan, dan agama lebih lanjut lagi memang mengikat manusia dengan Tuhan. Dari beberapa definisi tersebut, akhirnya dapat disimpulkan bahwa intisari yang terkandung dalam istilah-istilah di atas ialah ikatan. Agama memang mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan ini mempunyai pengaruh besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Ikatan itu berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia. Adapun pengertian agama dari segi istilah dapat dikemukakan sebagai berikut. Elizabet K. Nittingham dalam bukunya Agama dan masyarakat berpendapat bahwa agama adalah gejala yang begitu sering terdapat dimana-mana sehingga sedikit membantu usaha-usaha kita untuk membuat abstraksi ilmiah. Lebih lanjut Nottingham mengatakan bahwa agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaannya sendiri dan keberadaan alam semesta. Agama telah menimbulkan khayalnya yang paling luas dan juga digunakan untuk membinasakan kekejaman orang yang luar biasa terhadap orang lain. Pengertian agama yang dikutip di atas sudah pasti tidak akan mendapatkan kesepatakan dan hal ini sudah dapat diduga sebelumnya karena sebagaimana dikatakan di atas, bahwa kita sulit sekali bahkan mustahil dapat dijumpai definisi agama yang dapat diterima semua pihak. 23 Dedezj093.Blogspot.Com201310Normal-0-False-False-False-En-Us-X-None.Html diakses tanggal 1 September 2014 Universitas Sumatera Utara

1.6.3. Hukum Alam, Negara, dan Kekuasaan