BAB V PEMBAHASAN
5.1 Hubungan Pengalaman Bekerja dengan Safety Driving
Berdasarkan hasil analisis, jumlah responden yang memiliki pengalaman bekerja tinggi
≥ 8 tahun lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah responden yang memiliki pengalaman bekerja rendah 8 tahun.
Menurut teori Max Webber yang dikemukakan oleh Ritzer menyatakan bahwa setiap individu akan melakukan suatu tindakan berdasarkan lama kerjanya
atau pengalamannya. Jadi semakin lama seseorang melakukan suatu aktivitas maka seseorang tersebut akan semakin mengetahui aktivitas tersebut Rizky, 2009.
Menurut penelitian Jenkin dalam Saputra 2008, menyatakan bahwa meningkatnya kecelakaan lalu lintas yang melibatkan pengemudi pemula berusia
muda terjadi karena sedikitnya pengalaman mereka dalam mengemudi. Berdasarkan teori-teori yang ada, menyatakan bahwa pengalaman bekerja
seseorang mempengaruhi perilaku orang tersebut. Namun dari hasil analisis yang diperoleh, pengalaman bekerja tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan
safety driving. Dalam hal ini, pekerjaan mengemudi adalah pekerjaan yang bersifat khusus yang menuntut keterampilan, kewaspadaan serta konsentrasi sesorang dalam
mengemudikan kendaraannya pada kondisi apapun, sehingga pengalaman seseorang tidak dapat menjadi ukuran seseorang untuk mampu bertindak aman dalam
berkendara. Oleh karena itu, perlu diadakan pelatihan safety driving secara menyeluruh kepada seluruh pengemudi untuk meningkatkan keterampilan serta
Universitas Sumatera Utara
kemampuan pengemudi dalam berkendara, sehingga dalam melaksanakan pekerjaannya pengemudi sudah siap untuk menghadapi kondisi apapun di jalan.
5.2 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Safety Driving
Berdasarkan hasil analisis, jumlah responden yang memiliki tingkat pendidikan tinggi SMAsederajat dan Akademiperguruan tinggi lebih besar bila
dibandingkan dengan jumlah responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah SD dan SMP.
Menurut Green dalam Rizky 2009, tingkat pendidikan merupakan faktor predisposisi seseorang berperilaku, sehingga latar belakang pendidikan merupakan
faktor yang mendasar untuk memotivasi terhadap suatu perilaku. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin tinggi pula tingkat
pengetahuannya, sehingga akan mudah untuk menerima dan mengembangkan pengetahuan serta teknologi. Seseorang yang memiliki pendidikan yang tinggi
diasumsikan akan semakin bijak dalam mengambil keputusan. Dalam hal ini, pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan formal yang
diperoleh di sekolah. Notoatmodjo 1993 menyatakan bahwa kedewasaan mempunyai ciri mental, fisik, sosial, moral, emosional.
Jadi tingkat pendidikan seseorang menentukan luasnya pengetahuan serta bagaimana seseorang tersebut bersikap dan berperilaku. Seseorang yang
berpendidikan rendah akan susah untuk menyerap suatu inovasi baru sehingga akan mempersulit dalam mencapai perubahan seperti yang diharapkan.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan teori yang ada, dapat disimpulkan bahwa lebih tinggi tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi perilaku seseorang untuk lebih baik dan
lebih bijak dalam bertindak. Dari hasil penelitian yang didapatkan, variabel tingkat pendidikan tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dengan safety
driving. Pengemudi yang tingkat pendidikannya lebih tinggi belum tentu selamanya bertindak aman dalam berkendara. Hal ini bisa juga disebabkan karena pelatihan
safety driving yang belum menyeluruh pada pengemudi, Oleh karena itu perlu diadakan pelatihan safety driving secara menyeluruh kepada seluruh pengemudi
untuk meningkatkan keterampilan serta kemampuan pengemudi dalam berkendara, sehingga dalam melaksanakan pekerjaannya pengemudi sudah siap untuk
menghadapi kondisi apapun di jalan. Mengemudi bukanlah pekerjaan yang hanya menuntut seseorang untuk memiliki pengetahuan tentang bagaimana semestinya
mengemudi, melainkan lebih kepada kesadaran dari pengemudi tersebut untuk selalu waspada dalam menghadapi kondisi yang terjadi di jalan raya.
5.3 Hubungan Status Pengemudi dengan Safety Driving