74
dukungan bagi individu ketika menghadapi masalah dan mencari seseorang untuk membantu membicarakan jalan keluar permasalahan yang dialaminya.
Bentuk dukungan sosial bisa berupa kesempatan untuk bercerita, meminta pertimbangan, bantuan, nasehat, tersedianya rasa nyaman, atau bahkan tempat berkeluh kesah.
5.2.2 Kecemasan Istri Menghadapi Masa Menopause
Dari hasil penelitian di dapat hasil bahwa mayoritas responden 84,6 memiliki tingkat kecemasan ringan, dan hanya 15,4 berada pada cemas sedang, sedangkan untuk cemas berat
dan panik tidak ada. Kecemasan sangat dipengaruhi oleh dukungan sosial yang baik, tingkat pendidikan, pekerjaan dan juga jumlah keluarga yang tinggal dengan responden. Dimana
semakin tinggi pendidikan responden, maka akan semakin mudah untuk mengalihkan kecemasannya, begitu juga dengan pekerjaan dan jumlah anggota keluarga yang tinggal dengan
responden. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Purwoastuti 2008 bahwa
menopause sebagai salah satu bagian perubahan kehidupan dari seseorang wanita dapat menyebabkan kecemasan. Kasdu 2002 juga menjelaskan bahwa seorang wanita pada umumnya
akan mengalami ketidakstabilan emosi seiring dengan berakhirnya masa haidnya, dan hal ini bisa menimbulkan kecemasan bagi mereka.
Pendapat lain menjabarkan bahwa kecemasan dapat timbul pada wanita menopause dimana hal tersebut dikarenakan oleh pengaruh berkurangnya hormon estrogen dan progesteron
sesuai dengan pertambahan usia yang membawa perubahan drastis pada penampilan fisik wanita. Tidak hanya itu, perubahan tersebut dapat menganggu kestabilan emosi dan dapat mempengaruhi
keadaan psikologis wanita dengan timbulnya kecemasan Yatim, 2001; Harlock, 1999.
Universitas Sumatera Utara
75
Jika di lihat dari aspek pendidikan, mayoritas responden mempunyai pendidikan yang cukup baik. Dengan tingkat pendidikan tersebut, wanita akan mempunyai pandangan hidup yang
matang, dan mempunyai peluang kerja yang lebih besar. Purwita 2003 menyatakan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan terhadap keluhan-keluhan psikologis pada masa menopause.
Yang banyak mengalami keluhan psikologis adalah wanita dengan tingkat pendidikan sedang 68, yang mempunyai keluhan berat adalah wanita dengan tingkat pendidikan rendah 60,
tingkat pendidikan tinggi mengalami keluhan ringan 50, dan 30 tidak mengalami keluhan. Status bekerja atau tidak bekerja juga akan mempengaruhi cara wanita dalam mengatasi
masalah yang terkait perubahan fisik dan psikologis selama menjalani masa menopause. Dengan bekerja, wanita akan dapat mengaktualisasikan diri untuk meningkatkan harga dirinya,
mempunyai kesempatan untuk berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas, mempunyai banyak teman untuk saling berbagi, terutama dalam menghadapi masalah, memiliki dukungan
sosial yang cukup dari lingkungannya sehingga beban hidup dan kecemasan akan berkurang Hutapea, 2005.
Asumsi peneliti, cemas ringan dan sedang yang dialami mayoritas responden disebabkan oleh adanya perubahan pada diri mereka seperti rasa sensitif, wajah serta kulit mulai keriput serta
nyeri pada sendi-sendi. Hal ini dapat di lihat dari usia yang menunjukkan bahwa terjadinya menopause masih dialami responden sampai sekarang , hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Purwita 2003 bahwa telah lamanya mengalami menopause mempunyai pengaruh terhadap keluhan-keluhan psikologis pada masa menopause. Semakin lama wanita
telah mengalami menopause, maka semakin berkurang keluhan-keluhan psikologisnya karena sudah dapat menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi.
Universitas Sumatera Utara
76
Tingkat kecemasan sedang yang dialami oleh responden menurut Stuart 2001 berhubungan dengan ketegangan yang dialami dalam kehidupan sehari-hari sebagai dampak dari
penurunan fungsi-fungsi tubuh pada masa menopause. Kecemasan ini meningkatkan lapangan persepsi, dapat memotivasi belajar, dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.
Menjadi cemas pada tingkat tertentu dapat dianggap sebagai bagian dari respon normal untuk mengatasi masalah sehari-hari. Bila kecemasan ini berlebihan dan tidak sebanding dengan
suatu situasi, hal itu dianggap sebagai hambatan dan dikenal sebagai masalah klinis Anwar, 2007.
Hasil penelitian Addy 2009 yang dilakukan di Kabupaten Pasuruan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kecemasan menghadapi menopause pada wanita
bekerja dengan kecemasan menghadapi menopause pada wanita tidak bekerja, dimana wanita bekerja kecemasannya lebih rendah rata-rata 71,024 dari pada wanita tidak bekerja rata-rata
103,585. Juga di Kabupaten Sidoardjo ditemukan, sebagian besar wanita tidak bekerja mengalami kecemasan ringan 36,2 dan wanita bekerja tidak mengalami kecemasan 37,3.
Penelitian ini menunjukkan bahwa wanita bekerja tidak mudah mengalami kecemasan menghadapi masa menopasue, karena wanita bekerja lebih mempunyai kesibukan yang dapat
mengalihkan keluhan-keluhan yang dirasakannya menjelang menopause, sehingga kecemasannya lebih rendah daripada wanita tidak bekerja, ini sejalan dengan penelitian. Jika
dilihat hasil distribusi frekuensi pada data demografi, sebesar n=19;36,5 respoden bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Kehidupan dengan pernikahan dan keluarga yang bahagia adalah faktor pendukung yang penting bagi wanita dalam menghadapi menopause. Kepuasan dalam menjalani peran sebagai
seorang istri dan ibu bagi anak-anaknya merupakan kekuatan tersendiri dalam menghadapi
Universitas Sumatera Utara
77
menopause dan masalah-masalahnya. Dukungan sosial keluarga atau suami ditemukan sebagai faktor eksternal paling ampuh dalam membantu perempuan untuk melalui masa menopause
tanpa kecemasan berlebih Lianawati, 2008. Sehingga wanita dapat beradaptasi dan menghadapi menopause dengan bijaksana, seiring dengan bertambahmatangnya usia dan meningkatnya
kehidupan religius dan spiritual Kasdu, 2002; Hutapea, 2005. Latar belakang pendidikan, usia, status pekerjaan, adaptasi akan mendukung perubahan-
perubahan dalam menghadapi masa menopause. Ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa responden yang mempunyai kategori kecemasan sedang adalah mayoritas dialami oleh
responden dengan taraf demografi seperti: tingkat pendidikan tinggi SMU atau Perguruan Tinggi. Sesuai dengan penelitian Hastutik 2009 mengemukakan bahwa wanita yang sudah
memahami tentang menopause, serta dapat menerima hal-hal yang berhubungan dengan menopause secara wajar, mereka akan menerapkan hidup sehat dengan tidak mencemaskan
datangnya menopause karena menopause adalah hal yang alami yang akan dialami oleh wanita. Tetapi berbeda dengan wanita yang belum mengerti tentang menopause serta informasi yang
didapat kurang mengenai menopause, individu akan menganggap menopause sebagai sesuatu yang harus ditutupi atau dihindari. Wanita yang takut akan datangnya menopause dan
memandang menopause sebagai suatu ancaman bagi mereka.
5.2.3 Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Kecemasan Istri Saat Menghadapi Masa Menopause di Kelurahan Harjosari I Medan Amplas
Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap 52 orang yang telah saat ini mengalami menopause yang berada di Kelurahan Harjosari I Medan Amplas di dapatkan nilai kekuatan
korelasi r = -0,513 dengan kekuatan sedang, nilai signifikansi p 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh negatif - yang sangat signifikan antara dukungan sosial keluarga terhadap
Universitas Sumatera Utara
78
kecemasan istri saat menghadapi masa menopause, yang berarti semakin tinggi dukungan sosial yang diberikan keluarga maka semakin rendah kecemasan yang dialami istri saat menghadapi
masa menopause. Begitu juga sebaliknya, semangkin rendah dukungan yang diberikan oleh keluarga maka semangkin tinggi kecemasan istri saat menghadapi masa menopause. Sedangkan
nilai p 0,000 yang berarti adanya pengaruh antara dukungan sosial keluarga terhadap kecemasan istri saat menghadapi menopause. Maka hipotesis peneliti ini diterima terdapat
pengaruh dengan kekuatan sedang yang signifikan antara dukungan sosial keluarga terhadap kecemasan istri saat menghadapi masa menopause di Kelurahan Harjosari I Medan Amplas.
Hasil penelitian juga menunjukkan secara deskriptif dan dapat dianalisa bahwa pada responden dengan kategori kecemasan ringan mempunyai dukungan sosial keluarga yang baik,
sedangkan pada kategori kecemasan sedang, dukungan sosial keluarga yang diterima dalam kategori cukup.
Dukungan sosial keluarga membantu individu selama menghadapi kecemasan karena dukungan memberikan situasi aman, kepercayaan diri, perasaan bahwa dirinyamendapat
dukungan. Hasil analisa korelasi diatas sesuai dengan pendapat Indie 2009 bahwa dukungan sosial
mempengaruhi kesehatan dengan cara melindungi individu dari efek negatif kecemasan sehingga menimbulkan ketenangan batin, perasaan senang dalam diri, dicintai, diperhatikan, nyaman
sehingga dapat mengurangi kecemasan. Pendapat Kuntjoro 2002 juga menguatkan pendapat ini, bahwa pihak keluarga terutama suami harus dapat merespon secara tepat dengan membantu
memahami berbagai gejala fisik maupun psikologis yang dialami wanita menopause.
Universitas Sumatera Utara
79
Pengaruh dukungan sosial keluarga terhadap kecemasan istri saat menghadapi masa menopause sebenarnya juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti pendidikan, sosial
ekonomi, budaya, pekerjaan, ajaran agama, lingkungan dan pengetahuan tentang menopause Ibrahim, 2002; Kasdu, 2002. Perubahan dalam lingkungan juga dapat menyebabkan kecemasan
walaupun perubahan tersebut menyenangkan, faktor pikiran dan perasaan seseorang juga turut berperan dalam kecemasan yang dialami responden penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat
Addy 2009 berdasarkan pendekatan kognitif, dalam ilmu psikologis, pada dasarnya gangguan emosi takut, cemas, stres yang dialami manusia sangat di tentukan oleh bagaimana individu
menilai, peristiwa yang dialaminya. Namun faktor-faktor tersebut diatas tidak diteliti dalam penelitian ini.
Kecemasan pada wanita menopause umumnya bersifat relatif, artinya ada orang yang cemas dan dapat tenang kembali setelah mendapat semangatdukungan dari orang-orang di
sekitarnya. Namun ada juga yang terus-menerus cemas, meskipun orang-orang di sekitarnya telah memberikan dukungan. Akan tetapi banyak juga wanita menopause yang tidak mengalami
perubahan yang berarti dalam kehidupannya Kuntjoro, 2002.
5.3 Keterbatasan Peneliti