Hubungan antara dukungan sosial suami terhadap tingkat kecemasan istri dalam menghadapi masa menopause.
vii
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL SUAMI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ISTRI DALAM MENGHADAPI
MASA MENOPAUSE Alice MS. Takdare
019114175
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan suami dengan kecemasan menghadapi menopause pada wanita. Penelitian ini mengajukan hipotesis sebagai berikut, ada hubungan yang negatif antara dukungan suami dengan kecemasan menghadapi menopause, semakin tinggi dukungan yang diberikan suami maka akan rendah tingkat kecemasan dalam menghadapi menopause dan sebaliknya.
Subyek penelitian ini adalah 80 wanita yang berdomisili di kawasan Perumnas Condongcatur, Desa Condongcatur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan metode skala. Dukungan sosial suami diungkap melalui skala dukungan sosial yang disusun berdasarkan aspek-aspek dukungan sosial yang dikemukakan oleh House (Cohen & Syme, 1985), yaitu aspek emosional, aspek penghargaan, aspek informatif dan aspek instrumental yang diterima dari suami. Kecemasan menghadapi menopause dalam penelitian diukur menggunakan Skala Kecemasan Menghadapi Menopause berdasarkan aspek-aspek kecemasan yang dikemukakan oleh Martaniah (1984) yang meliputi aspek kognitif, somatik, emosi dan perilaku. Uji kesahihan butir pada skala dukungan suami terdiri dari 32 aitem valid dengan reliabilitas sebesar = 0,957, sedangkan uji kesahihan butir skala kecemasan menghadapi menopause dari 48 item ada 5 item gugur dengan koefisien reliabilitas sebesar = 0,972.
Untuk mengetahui hubungan antara dukungan suami dan kecemasan menghadapi menopause digunakan metode analisis dengan teknik product moment menunjukkan korelasi negatif antara dukungan suami dengan kecemasan menghadapi menopause, dengan r = -0,654, p<0,01. Semakin tinggi dukungan sosial yang diterima dari suami maka semakin rendah tingkat kecemasan dalam menghadapi menopause yang dirasakan dan semakin rendah dukungan sosial yang diterima dari suami maka semakin tinggi tingkat kecemasan dalam menghadapi menopause yang dirasakan.
(2)
viii
THE RELATION BETWEEN HUSBANDS SOCIAL SUPPORT TO WIFE’S LEVEL OF ANXIETY ENCOUNTER OF THE MENOPAUSE
Alice MS. Takdare 019114175
ABSTRACT
The objective of this research was to know the relation between husbands social support to wife’s level of anxiety encounter of the menopause. The hypothesize proposed in this reserach was, there a negative corelation between husbands social support and anxiety dealing menopause period on women. The higher social support given by husband, the lower anxiety experienced by woman during menopause period, vice versa.
Subjects of this research was 80 women lived in Perumnas Condongcatur area, Condongcatur Village, Depok Subvillage, Slamen District, DIY Province. Data was collected by scale method. Husband social support was measured by Husband social support scale using social support facets from House (Cohen & Syme, 1985), which were emotional facet, affirmation facet, informatif facet and instrument facet given by husband. Anxiety dealing with menopause period in this research measured by anxiety dealing with menopause scale using anxiety symptoms from Martaniah (1984) which were cognitif aspect, somatic aspect, emotional aspect and behavioral aspect. Validation test on husband social support scale consist of 32 aitems were valid with reliability score = 0,957, and validation test on anxiety dealing with menopause scale consist of 43 aitems valid with reliability score = 0,972.
To know the relation between husbands social support and anxiety dealing menopause period on women, data was analyzed using corelation method with product moment technique by Pearson. The result showed a significant corelation between husbands social support and anxiety dealing menopause period on women, with r = -0,654, p<0,01. The higher social support given by husband, the lower anxiety experienced by woman during menopause period and vice versa. Keywords: Anxiety dealing with menopause period; husband social support
(3)
i
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL SUAMI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ISTRI DALAM MENGHADAPI
MASA MENOPAUSE
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh: Alice M S Takdare
019114175
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(4)
(5)
(6)
iv
M O T T O
(7)
v
Halaman Persembahan
Skripsi ini kupersembahkan untuk Bapak dan Ibu Takdare
tersayang, keluarga dan seluruh insan yang dengan tulus dan
ikhlasnya memberikan kasih sayang kepadaku.
Terima Kasih atas segala dukungannya
(8)
(9)
vii
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL SUAMI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ISTRI DALAM MENGHADAPI
MASA MENOPAUSE Alice MS. Takdare
019114175
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan suami dengan kecemasan menghadapi menopause pada wanita. Penelitian ini mengajukan hipotesis sebagai berikut, ada hubungan yang negatif antara dukungan suami dengan kecemasan menghadapi menopause, semakin tinggi dukungan yang diberikan suami maka akan rendah tingkat kecemasan dalam menghadapi menopause dan sebaliknya.
Subyek penelitian ini adalah 80 wanita yang berdomisili di kawasan Perumnas Condongcatur, Desa Condongcatur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan metode skala. Dukungan sosial suami diungkap melalui skala dukungan sosial yang disusun berdasarkan aspek-aspek dukungan sosial yang dikemukakan oleh House (Cohen & Syme, 1985), yaitu aspek emosional, aspek penghargaan, aspek informatif dan aspek instrumental yang diterima dari suami. Kecemasan menghadapi menopause dalam penelitian diukur menggunakan Skala Kecemasan Menghadapi Menopause berdasarkan aspek-aspek kecemasan yang dikemukakan oleh Martaniah (1984) yang meliputi aspek kognitif, somatik, emosi dan perilaku. Uji kesahihan butir pada skala dukungan suami terdiri dari 32 aitem valid dengan reliabilitas sebesar = 0,957, sedangkan uji kesahihan butir skala kecemasan menghadapi menopause dari 48 item ada 5 item gugur dengan koefisien reliabilitas sebesar = 0,972.
Untuk mengetahui hubungan antara dukungan suami dan kecemasan menghadapi menopause digunakan metode analisis dengan teknik product moment menunjukkan korelasi negatif antara dukungan suami dengan kecemasan menghadapi menopause, dengan r = -0,654, p<0,01. Semakin tinggi dukungan sosial yang diterima dari suami maka semakin rendah tingkat kecemasan dalam menghadapi menopause yang dirasakan dan semakin rendah dukungan sosial yang diterima dari suami maka semakin tinggi tingkat kecemasan dalam menghadapi menopause yang dirasakan.
(10)
viii
THE RELATION BETWEEN HUSBANDS SOCIAL SUPPORT TO WIFE’S LEVEL OF ANXIETY ENCOUNTER OF THE MENOPAUSE
Alice MS. Takdare 019114175
ABSTRACT
The objective of this research was to know the relation between husbands social support to wife’s level of anxiety encounter of the menopause. The hypothesize proposed in this reserach was, there a negative corelation between husbands social support and anxiety dealing menopause period on women. The higher social support given by husband, the lower anxiety experienced by woman during menopause period, vice versa.
Subjects of this research was 80 women lived in Perumnas Condongcatur area, Condongcatur Village, Depok Subvillage, Slamen District, DIY Province. Data was collected by scale method. Husband social support was measured by Husband social support scale using social support facets from House (Cohen & Syme, 1985), which were emotional facet, affirmation facet, informatif facet and instrument facet given by husband. Anxiety dealing with menopause period in this research measured by anxiety dealing with menopause scale using anxiety symptoms from Martaniah (1984) which were cognitif aspect, somatic aspect, emotional aspect and behavioral aspect. Validation test on husband social support scale consist of 32 aitems were valid with reliability score = 0,957, and validation test on anxiety dealing with menopause scale consist of 43 aitems valid with reliability score = 0,972.
To know the relation between husbands social support and anxiety dealing menopause period on women, data was analyzed using corelation method with product moment technique by Pearson. The result showed a significant corelation between husbands social support and anxiety dealing menopause period on women, with r = -0,654, p<0,01. The higher social support given by husband, the lower anxiety experienced by woman during menopause period and vice versa.
(11)
(12)
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yesus Kriestus atas
berkat dan karuniaNya sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan
judul “Hubungan Antara Dukungan Sosial Suami Terhadap Tingkat Kecemasan
Istri Dalam Menghadapi Masa Menopause”.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana
dalam Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan dan dorongan
dari semua pihak, maka dalam hal ini penulis mengucapkan terima kasih
sedalam-dalamnya kepada :
1. Ibu Sylvia Carolina MYM, S.Psi., M.Si , selaku Dosen Pembimbing.
Terima Kasih atas waktu, dukungan, serta pengarahan yang diberikan
pada saya.
2. Ibu Agnes Indar E,. S.Psi., Psi., M.Si., selaku Dosen Pembimbing II,
yang dengan penuh kesabaran senantiasa meluangkan waktu untuk
menuntun dan membimbing untuk mencapai hasil yang maksimal.
Terima kasih atas bimbingan dan dukungannya, Bu.
3. Bapak Y. Heri Widodo, M.Psi., selaku Dosen Pembimbing III, yang
dengan penuh kesabaran meluangkan waktu untuk menuntun dan
mengajarkan saya untuk mencapai hasil yang maksimal. Terima kasih
atas bimbingan dan dukungannya.
4. Seluruh dosen dan staf psikologi yang telah berkenan memberikan
(13)
xi
5. Papa dan mama tersayang. Terima kasih atas doa dan ketulusannya.
6. Kak Nona, Kak Denny, Ethan, Bang Andre, Mba Hani, Kak Apin,
terimaksih atas doa dan dukungan kalian.
7. Andre Fabian, terimakasih atas doa, dukungan, waktu dan
pengertiannya selama ini.
8. AB 3851 EF “Ijoku “ Tanpamu aku tidak bisa apa-apa...
9. Rosyana Putri “Utied”, banyak-banyak terimakasih buat kau...
Pokoknya udah ga bisa keucap dengan kata-kata...
10. Oniek ma Lani (walopun udah ga dijogja), Ebonz, Bagus, Dali, Gatot,
Ria (Adek), Deden, Dika, semua keluarga besar GAYAM... Tempat
berbagi suka dan duka terutama “atap” aku akan selalu merindukan
kalian semua...
11. Teman-teman seperjuanganku, Dion, Dessy, Vemby, Jelly, Silva, Seto,
Anas, Yus, Mira, Rini, Roma, Justinus, Ory, Angga, Rini, Psikolgi
angkatan 2001, semangat-menyemangati kita selama ini ga sia-sia.
12. GARUDA 157B (Mba Helen, Sri, Icha, Dian, Bha, Nisa, Lina, Corry,
Anie, Krista, Kriman, Pak Marjono, Mobie, Bapak Soto, Kamar
11-ku). Mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi, suka dan dukaku, ini
memang tempat yang menyenangkan, miss u guys..
13. Mba fety dan Wawan, kalian memang pahlawanku..
14. Bayu, Nanda, Mando, Robert “Shiro”, Vero, temen-temen KKN 2006
15. Teman-teman yang bisa aku sebutin satu per satu, terimakasih atas
(14)
xii
Penulis berharap, semoga karya yang masih jauh dari sempurna ini dapat
bemanfaat dan memberi masukan untuk pihak-pihak yang memerlukan.
Yogyakarta, Oktober 2009
Penulis
(15)
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI PENELITI ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... BAB I PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Permasalahan ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
1. Manfaat Teoritis ... 8
2. Manfaat Praktis ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
(16)
xiv
1. Pengertian Kecemasan dalam Menghadapi Menopause ... 9
a. Pengertian kecemasan ... 9
b. Pengertian Menopause ... 11
c. Pengertian Kecemasan dalam Menghadapi Menopause ... 15
2. Tahap-Tahap Masa Menopause ... 16
3. Aspek-aspek Kecemasan dalam Menghadapi Menopause... 18
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan dalam Menghadapi Menopause ... 21
B. Dukungan Sosial ... 24
1. Pengertian Dukungan Sosial ... 24
2. Sumber-sumber Dukungan Sosial ... 25
3. Aspek-aspek Dukungan Sosial ... 26
C. Hubungan Antara Dukungan Sosial Suami dengan Kecemasan dalam Menghadapi Menopause Pada Wanita ... 27
D.Hipotesa ... 31
BAB III METODE PENELITIAN ... 32
A. Identifikasi Variabel ... 32
B.Definifi Operasional Variabel ... 32
1. Kecemasan dalam Menghadapi Menopause ... 32
2. Dukungan Sosial ... 33
C. Subjek Penelitian ... 34
D. Metode Pengumpulan Data ... 34
(17)
xv
2. Skala Dukungan Sosial ... 36
E. Validitas, seleksi aitem dan Reliabilitas ... 38
1. Validitas ... 38
2. Seleksi Aitem ... 38
3. Reliabilitas ... 39
F. Metode Analisis Data ... 39
BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 40
A. Persiapan Penelitian ... 40
1. Orientasi Kancah ... 40
2. Uji Coba Alat ukur ... 41
a. Skala Kecemasan Menghadapi Menopause ... 41
b. Skala Dukungan Sosial Suami ... 42
B. Pelaksanaan Penelitian ... 43
C. Hasil Penelitian ... 44
1. Deskripsi data ... 44
a. Kecemasan Menghadapi Menopause ... 45
b. Dukungan Sosial Suami ... 46
2. Uji Prasyarat ... 48
a. Uji Normalitas ... 48
b. Uji Linearitas ... 48
3. Uji Korelasi ... 49
(18)
xvi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 54
A. Kesimpulan ... 54
B. Saran-saran ... 54
1. Saran Teoritis... 54
2. Saran Praktis ... 55
DAFTAR PUSTAKA ... 56
(19)
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Distribusi Aitem Skala Kecemasan Menghadapi Menoopause
Sebelum Uji Coba ... 36
Tabel 2 : Blue Print Aitem Skala Dukungan Sosial Sebelum Uji Coba ... 37
Tabel 3 : Distribusi Aitem Skala Kecemasan Menghadapi Menopause setelah Uji Coba ... 41
Tabel 4 : Distribusi Aitem Skala Dukungan Sosial setelah Uji Coba ... 42
Tabel 5 : Deskripsi Subjek Penelitian ... 44
Tabel 6 : Deskripsi Data Penelitian ... 44
Tabel 7 : Kategorisasi Skor Kecemasan Menghadapi Menopause ... 46
(20)
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang Masalah
Pada setiap tahap perkembangan tentunya mengandung perubahan-perubahan
baik secara fisik maupun psikologis, tidak terkecuali pada tahap perkembangan usia
lanjut (Daradjat, dalam Nurliawati, 2006). Salah satunya adalah perubahan fisiologis
yang dialami oleh wanita, yaitu menopause. Menopause merupakan suatu gejala dalam
kehidupan wanita yang ditandai dengan berhentinya siklus menstruasi. Menopause adalah
fase alami dalam kehidupan setiap wanita yang menandai berakhirnya masa subur.
Menopause seperti halnya menarche dan kehamilan dianggap sebagai peristiwa yang
sangat berarti bagi kehidupan wanita. Menarche
pada remaja wanita, menunjukkan mulai
diproduksinya hormon estrogen, sedang menopause terjadi karena ovarium tidak
menghasilkan atau tidak memproduksi hormon estrogen (Noor, 2001).
Menopause merupakan suatu tahap dimana wanita tidak lagi mendapatkan siklus
menstruasi yang menunjukkan berakhirnya kemampuan wanita untuk bereproduksi.
Secara normal wanita akan mengalami menopause antara usia 40 tahun sampai 50 tahun.
Pada saat menopause, wanita akan mengalami perubahan-perubahan di dalam organ
tubuhnya yang disebabkan oleh bertambahnya usia (Kuntjoro, 2002). Sejalan dengan
pendapat tersebut Noor (2001) mengemukakan bahwa sejalan dengan proses ketuaan
yang pasti dialami setiap orang, terjadi pula kemunduran fungsi organ-organ tubuh
(21)
termasuk salah satu organ reproduksi wanita, yaitu
ovarium. Terganggunya fungsi
ovarium menyebabkan berkurangnya produksi hormon estrogen, dan ini akan
menimbulkan beberapa penurunan atau gangguan pada aspek fisik, biologis, dan seksual.
Pada sebagian wanita, munculnya gejala atau gangguan fisik sebagai akibat dari
berhentinya produksi hormon estrogen, juga akan berpengaruh pada kondisi psikologis,
dan sosialnya.
Beberapa gejala fisik yang biasanya dialami oleh wanita menjelang menopause
antara lain adalah ketidakteraturan siklus haid, gejolak rasa panas pada sekitar dada, leher
dan wajah, adanya ketidak-elastisan dan kekeringan pada sekitar vagina. Hal ini ditandai
dengan adanya rasa pusing, gangguan tidur
(insomnia),
cepat lelah, berat badan
meningkat, kulit kering, rambut rontok gangguan proses sensori dan
osteoporosis
(pegeroposan tulang) (Zuccolo, 2006). Kuntjoro (2002) menggambarkan gejala-gejala
fisik yang dialami wanita menjelang menopause seperti ketidaknyamanan seperti rasa
kaku dan linu yang dapat terjadi secara tiba-tiba di sekujur tubuh, misalnya pada kepala,
leher dan dada bagian atas. Kadang-kadang rasa kaku ini dapat diikuti dengan rasa panas
atau dingin, pening, kelelahan, jengkel, resah, cepat marah, dan berdebar-debar (Hurlock,
1992).
Sejalan dengan perubahan-perubahan fisiologis terutama pada fungsi-fungsi
reproduksi, masa premenopause juga ditandai dengan adanya gejala psikologis seperti
frustrasi yang berlebihan (Zuccolo, 2006). Hal ini dikuatkan oleh beberapa hasil
penelitian seperti penelitian O’Neill (1996) yang menyatakan bahwa tiga tahun sebelum
menstruasi benar-benar berhenti, wanita pada umumnya mengeluhkan gangguan emosi
(22)
seperti menurunnya gairah, sulit berkonsentrasi, mudah tersinggung, agresif, mudah lelah
dan gugup, tegang, depresi atau menarik diri, merasa kesepian yang tidak beralasan dan
kecemasan yang berlebihan. Penelitian lain oleh Rostiana (2007) secara kualitatif
mendeskripsikan bahwa wanita yang memasuki masa menopause mengalami
kekhawatiran terhadap suatu situasi yang tidak jelas. Kekhawatiran yang berlebihan ini
menjadi kecemasan yang muncul dalam rasa tegang, ketakutan, emosi yang sulit
dikendalikan, sulit tidur dan sebagainya.
Fenomena kecemasan dalam menghadapi menopause juga nampak dalam
wawancara awal peneliti terhadap dua orang ibu yang berusia antara 40 – 55 tahun, yang
berdomisili di Perumnas Condongcatur, Ibu A (45 tahun) mengaku sudah mengalami
gejala menopause sejak sekitar satu tahun ini. Subjek mengaku bahwa haidnya mulai
tidak teratur, terkadang terlambat antara dua sampai tiga minggu dan frekuensinya
sedikit, tapi terkadang frekuensinya sangat banyak. Subjek juga mengatakan bahwa ia
tidak lagi menikmati dalam hubungan intim karena seringkali merasa sakit. Subjek
merasa mudah lelah dan mudah uring-uringan, kadang ia merasakan kesemutan, dan
pegal-pegal. Subjek juga mengaku mengalami kecemasan dalam menghadapi menopause.
Kecemasan yang dialami lebih pada ketakutan akan kehilangan cinta dari suami. Subjek
merasa takut jika suami akan menyeleweng karena ia merasa tak lagi mampu melayani
kebutuhan biologis suami. Apalagi menurut subjek, suami dalam masa ”puber kedua” dan
sedang berada dalam gejolak seksual yang tinggi, sehingga kecemasan yang dialami
menjadi semakin besar.
(23)
Hasil wawancara dan uraian di atas menunjukkan bahwa semua wanita pasti
mengalami menopause, tetapi beberapa wanita tidak mampu menerima kenyataan
tersebut dengan baik sehingga mengalami kecemasan yang berlebihan dalam menghadapi
masa menopause. Kecemasan merupakan suatu kondisi yang pernah dialami oleh hampir
semua orang, hanya tingkatannya yang berbeda. Caplin (2000) berpendapat bahwa
kecemasan adalah perasaan campuran antara ketakutan dan keprihatinan mengenai masa
mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut. Kecemasan merupakan
manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, tetapi ketika orang sedang
mengalami tekanan perasaan dan pertentangan batin atau konflik. Menurut Nadesul
(2003), kecemasan adalah suatu keadaan emosional yang tidak menyenangkan, yang
memiliki sumber yang kurang jelas. Perasaan yang tidak menyenangkan ini umumnya
menimbulkan gejala-gejala fisiologis (seperti gemetar, berkeringat, detak jantung
meningkat, dan lain-lain) dan gejala-gejala psikologis (seperti panik, tegang, bingung, tak
dapat berkonsentrasi, dan sebagainya).
Wanita yang tidak siap menghadapi masa menopause akan mengalami gejala
kecemasan berlebihan yang dapat mengakibatkan gangguan psikologis dan berdampak
pada keharmonisan rumah tangga. Pada wanita memasuki masa menopause, kecemasan
terutama berhubungan dengan ketakutan tidak dapat lagi menjalankan fungsi
kewanitaannya, seperti melahirkan atau melayani suami dalam berhubungan intim.
Merujuk pada teori
Buffering Hipothesis
yang berpandangan bahwa dukungan sosial
mempengaruhi kesehatan dengan cara melindungi individu dari efek negatif stress. Hal
senada dikemukakan oleh Maspaitella (2006) bahwa apabila sesesorang tidak siap mental
menghadapi fase menopausenya dan lingkungan psikososialnya tidak memberikan
(24)
dukungan moril yang positif, seringkali ia menjadi kurang percaya diri, merasa tidak
diperhatikan, tidak dihargai, merasa stres dan rasa prihatin yang berlebihan tentang
perubahan fisiknya yang tidak seindah dan sesehat ketika ia berusia muda, sehingga dapat
menimbulkan gejala psikologik seperti perasaan gelisah, cemas, perasaan takut, mudah
tersinggung, mudah marah, merasa tertekan, mudah merasa sedih, rasa hampa, rasa
bersalah, merasa kesepian saat berada ditengah orang ramai dan lain-lain.
Pendapat di atas menunjukkan bahwa pada wanita yang mengalami kecemasan
dalam menghadapi masa menopause membutuhkan adanya dukungan yang positif dari
keluarga. Dukungan keluarga terutama dukungan yang didapatkan dari suami akan
menimbulkan ketenangan batin dan perasaan senang dalam diri isteri (Dugan, 2006). Hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gallo, dkk. (2003), bahwa relasi suami
isteri adalah sumber dukungan sosial yang paling berpengaruh pada usia dewasa. Lebih
lanjut dikemukakan bahwa dukungan sosial dari pasangan dapat memiliki pengaruh
positif terhadap kesehatan, yaitu berupa penurunan tingkat kecemasan dan dorongan
untuk hidup lebih sehat.
Pada kenyataannya tidak semua suami dapat memahami dan memberikan
dukungan sosial yang dibutuhkan oleh isteri dalam menghadapi masa menopausenya
(Daradjat, 1994). Banyak suami yang bingung menghadapi perubahan-perubahan pada
isteri menjelang menopause, seperti mudah marah, mudah tersinggung dan menjadi
murung. Hal ini membuat suami juga tidak dapat memberikan dukungan sosial yang
dibutuhkan. Terutama ketika isteri juga tidak terbuka mengenai kebutuhan psikologisnya.
(25)
Sarafino (1994) berpendapat bahwa dukungan sosial dapat diartikan sebagai
perasaan nyaman, perhatian dan penghargaan, ataupun bantuan yang diterima oleh
individu dari orang lain. Individu yang memiliki dukungan sosial yang tinggi akan
memiliki pandangan optimis terhadap kehidupannya. Sebaliknya individu yang tidak
memiliki dukungan sosial akan merasa tidak puas dengan kehidupannya, tidak memiliki
keyakinan dan kemampuan untuk mengendalikan situasi dalam menghadapi
permasalahan (Sarason, dkk., 1983). Lebih lanjut, Sue, Sue & Sue (1986) mengatakan
bahwa dukungan sosial yang didapat individu mampu meningkatkan kepercayaan diri.
Wortman dan Conway (1985) menyebutkan beberapa sumber dukungan sosial
antara lain dari keluarga dan pasangan. Sedangkan Johnson dan Johnson (1991)
mengatakan bahwa dukungan sosial bersumber dari orang-orang yang dekat dengan
individu (significant others).
Cohen dan Syme (1985) mengatakan bahwa efektivitas dari
dukungan sosial dipengaruhi oleh faktor pemberi dukungan, faktor jenis dukungan, faktor
penerima dukungan dan faktor permasalahan yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan
penelitian Taylor (1995) yang menyatakan bahwa dukungan sosial dari orang yang
memiliki arti bagi individu seperti keluarga terdekat dapat mengurangi tekanan
psikologis, sehingga individu lebih mampu menghadapi permasalahannya dengan tenang.
Wanita yang memasuki masa menopause merasa tidak percaya diri dan
mengalami ketidakstabilan emosi karena perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya.
Takut kehilangan suami karena merasa tidak bisa melayani suami membuat wanita
mengalami kecemasan. Wanita yang mengalami kecemasan membutuhkan dukungan dari
keluarga, orang terdekat dalam keluarga adalah suami.
(26)
Hal inilah yang menarik minat peneliti, menurut asumsi peneliti kecemasan
terhadap menopause timbul karena banyak wanita yang kurang memahami masalah
menopause dan mempunyai tanggapan yang keliru mengenai masalah menopause selain
itu kurangnya dukungan suami dapat mempengaruhi keadaan psikis mereka, sehingga
selalu diliputi perasaan cemas dan takut menjelang masa menopause. Belum adanya
penelitian yang meneliti tentang hubungan dukungan suami dan kecemasan istri dalam
menghdapi masa menopause membuat peneliti memutuskan untuk mengambil topik
tersebut.
B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti mengajukan
rumusan permasalahan sebagai berikut: ”apakah ada hubungan antara dukungan suami
terhadap tingkat kecemasan istri dalam menghadapi masa menopause.”
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan yang diajukan maka tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menguji secara empiris hubungan antara dukungan suami terhadap tingkat
kecemasan istri dalam menghadapi masa menopause.
(27)
D. Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu psikologi,
khususnya di bidang Psikologi Klinis dan Perkembangan untuk melihat hubungan antara
dukungan suami dengan tingkat kecemasan istri dalam menghadapi menopause.
2.
Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi para isteri yang sedang
menghadapi masa menopause maupun para suami agar dapat memperoleh gambaran
yang lengkap mengenai pengaruh dukungan suami pada istri yang sedang menghadapi
masa menopause dan dapat memberikan dukungan sosial yang dibutuhkan sehingga para
isteri tidak mengalami kecemasan yang berlebihan dan dapat menghadapi masa
menopause dengan baik.
(28)
9 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecemasan Dalam Menghadapi Menopause 1. Pengertian Kecemasan dalam Menghadapi Menopause a. Pengertian Kecemasan
Kecemasan adalah suatu perasaan negatif yang pasti pernah dialami oleh semua orang. Kecemasan sampai pada batas tertentu merupakan hal yang normal bagi setiap orang. Akan tetapi makin lama kecemasan berlangsung dan makin tinggi intensitasnya maka makin abnormal kondisi orang tersebut dalam menghadapi keadaan yang akan muncul. Kecemasan dalam taraf normal dapat berfungsi sebagai sistem alarm yang memberikan tanda-tanda bahaya bagi seseorang yang mengalaminya untuk dapat lebih siap menghadapinya. Kecemasan merupakan semacam kegelisahan, kekhawatiran dan ketakutan terhadap sesuatu yang tidak jelas, difus/baur dan mempunyai ciri yang mengazab pada seseorang (Kartini, 2002).
Walgito (2002) mendefinisikan kecemasan secara umum sebagai suatu keadaan psikologis pada diri individu yang terus-menerus berada dalam perasaan khawatir yang ditimbulkan oleh adanya konflik di dalam diri individu itu sendiri. Kekhawatiran ini dialami sebagai suatu ketidaktentraman yang kabur/perasaan lain seperti takut, gelisah, mudah tersinggung, dan tertekan. Sedangkan menurut Darajad (1994), kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang
(29)
bercampur baur, yang terjadi ketika seseorang mengalami tekanan perasaan dan bertentangan dengan batin.
Pendapat lain dikemukakan oleh Hurlock (1992), kecemasan digambarkan sebagai suatu kekhawatiran umum mengenai suatu peristiwa yang tidak jelas dan tidak pasti terhadap peristiwa yang akan datang. Kecemasan muncul ketika menghadapi atau berfikir terhadap suatu peristiwa yang akan datang, dimana masih merupakan suatu bayangan yang belum pasti. Hal senada juga diungkapkan oleh Kaplan dan Sadock (1997) bahwa kecemasan merupakan suatu rasa khawatir/ketakutan yang berasal dari pikiran atau harapan yang direpres. Individu yang terlalu banyak merepres kekhawatiran dan ketakutan yang berasal dari pikiran sendiri kemungkinan besar akan mengalami kecemasan.
Pendapat lain dari Hawari (1997), mengemukakan bahwa kecemasan merupakan reaksi psikis terhadap kondisi mental individu yang tertekan. Apabila orang menyadari bahwa hal-hal yang tidak bisa berjalan dengan baik pada situasi tertentu akan berakhir tidak enak maka mereka akan cemas. Kondisi-kondisi atau situasi yang menekan akan memunculkan kecemasan. Davidoff (1991) mengemukakan bahwa kecemasan adalah suatu emosi yang ditandai oleh perasaan akan adanya bahaya yang diantisipasikan, termasuk juga ketegangan dan stress yang menghadang dan oleh bangkitnya syaraf simpatetik.
Definisi lain dari Calhoun dan Acocella (1995) menjelaskan kecemasan sebagai perasaan ketakutan (baik realistis maupun tidak) yang disertai dengan peningkatan reaksi kejiwaan. Hal ini sejalan dengan pendapat Hall dan Lindzey
(30)
(2001) yang mengemukakan kecemasan sebagai ketegangan yang dihasilkan dari ancaman-ancaman terhadap keamanan baik secara nyata maupun imajiner.
Chaplin (2000) secara lebih jelas mendefinisikan kecemasan sebagai suatu perasaan ketakutan dan keprihatinan terhadap sesuatu yang tidak jelas dan terkadang tidak dapat dimengerti, atau perasaan ketakutan dalam menghadapi suatu keadaan atau masa yang akan datang. Menurut teori psikoanalisa, kecemasan timbul apabila ego menghadapi suatu impuls yang dianggap sebagai ancaman dan tidak dapat dikendalikan (Atkinson, 1996)
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kecemasan merupakan suatu kondisi psikologis atau perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan yang mengancam diri individu sedangkan objek penyebab kecemasan itu tidak jelas sehingga menyebabkan individu tersebut merasa takut, khawatir, was-was, dan tidak tahu apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Kecemasan juga dapat berupa keadaan emosionil yang dialami seseorang, dengan disertai rasa tegang tanpa sebab yang nyata dan dapat memberikan pengaruh yang tidak menyenangkan serta mengakibatkan perubahan-perubahan pada tubuh, baik somatik maupun psikologis.
b. Pengertian Menopause
Mappiare (1983), mengemukakan menopause sebagai akibat adanya perubahan fisik dan psikis yang ditandai dengan berhentinya produksi sel telur dan hilangnya kemampuan untuk melahirkan anak yang juga ditandai berhentinya menstruasi. Menopause merupakan suatu gejala dalam kehidupan wanita yang
(31)
ditandai dengan berhentinya siklus menstruasi. Menopause adalah fase alami dalam kehidupan setiap wanita yang menandai berakhirnya masa subur. Menopause seperti halnya menarche dan kehamilan dianggap sebagai peristiwa yang sangat berarti bagi kehidupan wanita. Menarche pada remaja wanita, menunjukkan mulai diproduksinya hormon estrogen, sedang menopause terjadi karena ovarium tidak menghasilkan atau tidak memproduksi hormon estrogen (Noor, 2001).
Menopause merupakan suatu tahap dimana wanita tidak lagi mendapatkan siklus menstruasi yang menunjukkan berakhirnya kemampuan wanita untuk bereproduksi. Secara normal wanita mulai mengalami masa menopause antara usia 40 tahun sampai 50 tahun. Pada saat menopause, wanita akan mengalami perubahan-perubahan di dalam organ tubuhnya yang disebabkan oleh bertambahnya usia (Kuntjoro, 2002). Secara singkat dapat dikatakan bahwa menopause merupakan suatu proses peralihan dari masa produktif menuju perubahan secara perlahan-lahan ke masa non produktif yang disebabkan oleh berkurangnya hormon estrogen dan progesteron seiring dengan bertambahnya usia. Sehubungan dengan terjadinya menopause pada wanita usia lanjut maka biasanya hal itu diikuti dengan berbagai gejolak atau perubahan yang meliputi aspek fisik maupun psikologis yang dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan individu tersebut.
Istilah menopause merujuk pada masa transisi bagi seorang wanita dari penghentian fungsi reproduksinya, hingga saat terakhir menstruasi. Hal ini
(32)
ditandai dengan berhentinya fungsi ovarium menghasilkan sel telur dan mengeluarkan hormon estrogen dan progesteron (Becker, dkk., 2001).
Menopause sering dianggap sebagai krisis dalam hidup, karena dalam periode ini banyak terjadi perubahan pada tubuh wanita disebabkan oleh aktivitas hormonal. Perubahan ini disebut perubahan fisiologis. Perubahan fisiologis ini misalnya penurunan produksi hormon perangsang folikel (Folicle Stimulating Hormones) dan hormon Luteum (Luteinizing Hormones), sehingga terjadi ketidakteraturan menstruasi sampai kemudian siklus haid mati atau berhenti secara total (Spencer, 1991).
Facteu (2002) mengemukakan beberapa gejala yang biasa dialami oleh wanita selama masa menopause antara lain, menstruasi yang mulai tidak teratur dan dalam jumlah yang sangat banyak hingga berkurang sedikit demi sedikit, kulit menjadi kering, hot flash(serangan rasa panas di sekitar wajah dan leher), vagina menjadi kering, mudah pusing, pengeroposan tulang, penurunan memori hingga penurunan gairah seksual yang dapat menyebabkan terjadinya gejolak emosi, depresi, mudah tersinggung, dan sulit tidur.
Jin (1998) juga mengungkapkan bahwa beberapa gejala yang umumnya dirasakan wanita seiring dengan penurunan produksi estrogen antara lain gejala vasomotor, payudara dan rahim mengecil, rasa sakit dan nyeri ketika berhubungan intim akibat kekeringan pada vagina, sehingga gejala-gejala ini menimbulkan berbagai gejolak emosi seperti kecewa, kecemasan, depresi, sulit tidur dan menurunnya gairah seksual.
(33)
Sindrom menopause pada wanita ditandai dengan berhentinya menstruasi secara mendadak atau arus menstruasi secara berangsur berkurang, siklus menjadi lebih pendek dengan arus pendarahan yang lancar dan deras. Seiring dengan pertambahan usia dimana sistem reproduksi menurun dan berhenti, penampilan kewanitaanpun menurun, karena hormon–hormon estrogen diovariumnya berkurang sehingga lekuk tubuh menjadi rata, tubuh menjadi gemuk, payudara tidak kencang, bulu pubis menjadi lebih tipis, bibir dan kulit menjadi kering, kurang halus dan kelenturannya berkurang, rambut beruban menipis dan mudah rontok, selaput bening mata menjadi lebih kering (Maspaitella, 2006).
Berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan pengertian menopause sebagai suatu masa dimana wanita secara bertahap tidak lagi mendapatkan siklus menstruasi yang menunjukkan berakhirnya kemampuan wanita untuk bereproduksi. Hal ini ditandai dengan menurunnya fungsi ovarium dalam menghasilkan sel telur dan penurunan produksi hormon estrogen dan progresteron pada seorang wanita. Pada umumnya masa menopause dialami oleh wanita paruh baya berusia sekitar 40 – 50 tahun dan dalam rentang waktu antara 3 – 9 tahun hingga menstruasi benar-benar berhenti. Menopause merupakan suatu peristiwa yang wajar dan akan dialami oleh setiap wanita, namun gejala-gejala menopause yang dialami seperti kekeringan dan nyeri pada vagina, kulit menjadi kering dan keriput, hot flash, keringat berlebihan dan pengeroposan tulang dapat menimbulkan kecemasan dalam diri wanita yang mengalami menopause yang dapat mengancam egonya sebagai wanita.
(34)
c. Pengertian Kecemasan dalam Menghadapi Menopause
Masa menopause biasanya dimulai saat memasuki usia 48 tahun dan berakhir pada usia sekitar 52 tahun (biasanya sekitar 3-9 tahun) dan bervariasi pada setiap wanita (Becker, dkk., 2001). Masa ini banyak disebut sebagai masa kritis, karena perubahan hormonal tersebut menimbulkan pengaruh psikologis pada wanita yang mengalaminya (Ibrahim, 2002). Gejala – gejala menopause yang dialami selama masa menopause dapat berdampak pada kualitas hidup dan psikologis seseorang. Gejala menopause yang dialami wanita seringkali menimbulkan depresi dan sikap negatif terhadap menopause (Chouzi, dkk., 1995). Kondisi atau gejala-gejala yang dialami tersebut membuat munculnya konflik dalam diri wanita dalam mempertahankan fungsi kewanitaannya, hingga terjadinya stagnasi pada organ reproduksinya. Wanita dalam masa menopause mengalami semacam pertentangan antara ketakutan akan hilangnya fungsi kewanitaannya hingga berusaha melakukan berbagai cara untuk menunda periode menopause, usaha-usaha ini terkadang mengancam egonya sebagai wanita sehingga menimbulkan kecemasan yang berlebihan (Ibrahim, 2002) .
Sebagaimana telah diuraikan di atas bahawa kecemasan merupakan suatu kondisi psikologis atau perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan yang mengancam individu. Objek penyebab kecemasan tidak jelas dan dapat menyebabkan gangguan pada tubuh baik somatik maupun psikologis. Dalam penelitian ini, wanita paruh baya menganggap menopause sebagai ancaman terhadap fungsi kewanitaannya sehingga menimbulkan kecemasan yang berlebihan.
(35)
Berdasarkan pengertian tentang kecemasan dan pengertian tentang menopause, disimpulkan bahwa kecemasan dalam menghadapi menopause dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi psikologis atau perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan yang mengancam diri wanita yang sedang mengalami masa menopause, yakni suatu masa dimana wanita secara bertahap tidak lagi mendapatkan siklus menstruasi yang menunjukkan berakhirnya kemampuan wanita untuk bereproduksi.
2. Tahap - Tahap Masa Menopause
Santrock (2007) menjelaskan bahwa ada tiga tahap yang dilalui wanita pada masa menopause sebelum menstruasi benar-benar berhenti. Ketiga tahap tersebut adalah:
a. Tahap perimenopause atau biasa disebut juga tahap klimakterium, yaitu merupakan masa peralihaan anatara masa reproduksi dan masa senium. Biasanya periode ini berlangsung sekitar 10 tahun dan ditandai dengan haid yang mulai tidak teratur baik waktu dan jumlahnya.
b. Tahap menopause, adalah saat haid terakhir, dimana wanita tidak mendapatkan haid sama sekali selama satu tahun penuh.
c. Tahap pasca menopause atau tahap senium, adalah periode sesudah menopause, yaitu ketika individu telah mampu menyesuaikan dengan kondisinya, sehingga tidak mengalami gangguan fisik dan psikologis
Noor (2001) menjelaskan bahwa pada masa klimakterium fungsi reproduksi mulai menurun dan produksi estrogen juga berkurang. Pada wanita
(36)
yang menghadapi periode menopause, munculnya simtom-simtom psikologis sangat dipengaruhi oleh adanya perubahan pada aspek fisiologis sebagai akibat dari berkurang dan berhentinya produksi hormon estrogen. Pada perempuan yang mengalami menopause keluhan yang sering dirasakan antara lain: merasa cemas, takut, lekas marah, mudah tersinggung, suli konsentrasi, gugup, merasa tidak berguna - tidak berharga, stres dan bahkan ada yang mengalami depresi. Pada umumnya, gejala psikologis ini muncul pada tahap perimenopause, jika wanita tersebut mampu mengatasi tahap perimenopausenya dengan baik, maka sedikit demi sedikit akan mampu menerima kenyataan kondisi fisiknya dengan baik sehingga gejala psikologis seperti kecemasan, stres dan depresi akan hilang dengan sendirinya ketika sudah memasuki tahap pasaca menopause.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa masa menopause terdiri dari tiga tahapan yaitu perimenopause atau klimakterium, menopause dan pasca menopause atau senium. Gejala kecemasan pada wanita yang menghadapi menopause biasanya muncul pada tahap perimenopause dan akan hilang ketika sudah memasuki tahap pasca menopause dimana wanita tersebut telah dapat menyesuaikan diri sehingga tidak lagi mengalami gangguan fisik dan psikologis. Berdasarkan uraian tersebut, maka pada penelitian ini lebih difokuskan pada subjek yang sedang berada pada tahap perimenopause.
(37)
3. Aspek-aspek Kecemasan dalam menghadapi Menopause
Zuccolo (2006), mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan kecemasan pada wanita dalam menghadapi masa menopause. Faktor-faktor tersebut umumnya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Kecemasan berkaitan dengan perubahan fisik yang dialami. Seiring dengan menurunnya hormon estrogen, pada sebagian wanita akan mengalami kegemukan, bentuk tubuh yang berubah seperti payudara yang mengendur, bokong menurun dan perut gemuk. Hal ini menimbulkan kecemasan yang berlebihan bagi wanita yang mengutamakan penampilan. Perubahan bentuk tubuh dirasakan sebagai ancaman yang membuat dirinya kehilangan daya tarik. Bagi wanita seperti ini, cermin menjadi musuh terbesarnya (Mishra & Kuh, dalam Zuccolo, 2006).
b. Kecemasan yang berkaitan dengan gejala-gejala menopause. Sebagian wanita merasa cemas dan bingung ketika mengalami suasana hati yang berubah, mudah tersinggung dan depresi sejalan dengan perubahan hormonal yang terjadi. Gejala-gejala menopause seperti hot flashes, insomnia dan menstruasi yang tidak teratur juga menimbulkan kecemasan tersendiri bagi sebagian wanita. Terutama gejala menurunnya gairah sexual, sebaigan besar wanita mengalami kecemasan bahwa dirinya tidak lagi bisa membahagiakan dan melayani suami dengan baik (Mc Carthy, dalam Zuccolo, 2006)
c. Kecemasan yang berkaitan dengan penyakit usia lanjut. Berkurangnya produksi hormon estrogen dapat menimbulkan gangguan penyakit, yang paling umum adalah penyakit cardiovascular dan osteoporosis. Hal ini
(38)
menimbulkan kecemasan bagi para wanita usia paruh baya yang sedang mengalami masa menopause (Zuccolo, 2006).
Kaplan dan Sadock (1997) menyatakan bahwa kecemasan mempunyai dua komponen, yaitu:
a. Kesadaran akan adanya sensasi fisiologis. Apabila seseorang mengalami kecemasan maka akan muncul sensasi-sensasi fisiologis; seperti jantung berdebar-debar dan berkeringat.
b. Kesadaran sedang gugup/sedang mengalami ketakutan. Kecemasan akan lebih berat apabila individu merasa malu saat ada orang yang tahu bahwa ia mengalami ketakutan.
Adapun gejala-gejala psikologis adanya kecemasan bila ditinjau dari beberapa aspek, menurut Blackburn dan Davidson (dalam Kuntjoro, 2002) adalah sebagai berikut :
d. Suasana hati yaitu keadaan yang menunjukkan ketidaktenangan psikis, seperti: mudah marah, perasaan sangat tegang.
e. Pikiran yaitu keadaan pikiran yang tidak menentu, seperti: khawatir, sukar konsentrasi, pikiran kosong, membesar-besarkan ancaman, memandang diri sebagai sangat sensitif, merasa tidak berdaya.
f. Motivasi yaitu dorongan untuk mencapai sesuatu, sepert : menghindari situasi, ketergantungan yang tinggi, ingin melarikan diri, lari dari kenyataan.
g. Perilaku gelisah yaitu keadaan diri yang tidak terkendali seperti : gugup, kewaspadaan yang berlebihan, sangat sensitif dan agitasi.
(39)
pusing, berdebar-debar, mual, mulut kering.
Gangguan kecemasan dianggap berasal dari suatu mekanisme pertahanan diri yang dipilih secara alamiah oleh makhluk hidup bila menghadapi sesuatu yang mengancam dan berbahaya. Kecemasan yang dialami dalam situasi semacam itu memberi isyarat kepada makhluk hidup agar melakukan tindakan mempertahankan diri untuk menghindari atau mengurangi bahaya atau ancaman.
Martaniah (1984) dalam penelitiannya mengatakan bahwa kecemasan mempunyai empat elemen yang digunakan sebagai aspek dari kecemasan, yaitu : a. Respon Kognitif.
Respon kognitif yaitu respon terhadap kecemasan dalam pikiran manusia, ketidakmampuan berkonsentrasi atau membuat keputusan, susah tidur dan putus asa.
b. Respon Somatik
Respon somatik yaitu reaksi tubuh terhadap bahaya, misalnya tangan dan kaki dingin, diare, keringat berlebihan, dan sebagainya.
c. Respon Emosi
Respon emosi yaitu perasaan manusia dimana individu secara terus menerus khawatir, merasa takut terhadap bahaya yang mengancam.
d. Respon Perilaku
Respon perilaku yaitu reaksi dalam bentuk perilaku manusia terhadap ancaman, misalnya gelisah, gugup dan bingung.
Berdasarkan uraian di atas, kecemasan dalam menghadapi menopause ditimbulkan dari tiga faktor yaitu perubahan bentuk fisik yang dialami, gejala
(40)
menopause yang dirasakan dan penyakit yang mungkin timbul. Kecemasan sendiri dapat dilihat dari aspek psikologis dan fisiologis. Aspek psikologis merupakan gejala-gejala atau reaksi-reaksi kecemasan secara psikologis seperti sulit konsentrasi, gugup, takut dan sebagainya. Aspek fisiologis merupakan rekasi-rekasi fisik ketika mengalami kecemasan seperti gemetar, keringat dingin dan sebagainya. Kecemasan dalam menghadapi menopause adalah kecemasan yang bersumber dari datangnya masa menopause yang dianggap sebagai ancaman oleh sebagian wanita, sehingga pada dasarnya memiliki aspek yang sama dengan kecemasan pada umumnya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan aspek-aspek menurut Martaniah (1984) untuk mengetahui atau mengukur tingkat kecemasan seseorang khususnya wanita dalam menghadapi masa menopause.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan dalam Menghadapi Menopause
Menurut Horney (1997) kecemasan secara umum dipengaruhi oleh dua faktor yaitu :
a. Faktor Internal
Kecemasan yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri. Kecemasan ini dapat timbul karena individu mengalami hambatan untuk mendapatkan kebutuhan-kebutuhan, sehingga individu merasa bahwa dirinya tidak mampu, tidak percaya diri, merasa bersalah dan rendah diri. Dalam hal ini faktor internal yang mempengaruhi kecemasan seorang wanita dalam menghadapi menopause antara lain yaitu adanya rasa tidak percaya diri dalam menghadapi
(41)
penurunan fungsi reproduksinya, rasa takut akan perubahan fisik yang dialami selama masa menopause dapat mengganggu keberadaannya sebagai wanita dan sebagainya.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari lingkungan sosialnya. Kecemasan timbul karena lingkungan sosial tidak memberikan kebutuhan yang diharapkan individu seperti kehangatan, penghargaan serta berakibat timbulnya penolakan sosial, kritikan orang lain/hal-hal lain yang mengancam. Faktor eksternal yang berhubungan dengan kecemasan wanita dalam menghadapi menopause, biasanya datang dari mitos-mitos yang berkembang seperti bahwa wanita yang mengalami menopause sudah tua, tidak lagi menraik dan sebagainya yang dapat mempengaruhi kesiapan individu dalam menghadapi masa menopause, selain itu faktor eksternal seperti ada atau tidaknya dukungan sosial dari sekitarnya juga berpengaruh terhadap tingkat kecemasan individu.
Maspaitella (2006) mengatakan bahwa mudah tidaknya seseorang mengalami gangguan emosional sehubungan dengan terjadinya perubahan fisik yang dialaminya antara lain tergantung dari kepribadiannya, gaya hidupnya, kondisi kesehatan mental dan fisiknya secara menyeluruh, masalah-masalah pribadi yang dialaminya, dan kondisi lingkungan psikososialnya yang menimbulkan stress. Pada perempuan, penyesuaian diri terhadap perubahan fisik dan mental yang disertai menopause sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalunya. Faktor budaya pada sebagian masyarakat yang menilai perempuan
(42)
menurut penampilan lahiriahnya lebih dari apapun juga. Penekanannya diletakkan pada kecantikan, mode, bentuk tubuh, dan kemudaan yang dapat dimanfaatkan untuk menarik perhatian kaum pria untuk meningkatkan rasa penghargaan terhadap diri sendiri. Hal tersebut menyulitkan bagi beberapa perempuan untuk menilai diri sendiri setelah mereka mencapai usia Madya (40–50 tahunan), karena bagi mereka akan merupakan bencana kalau suami atau kekasihnya meninggalkannya untuk mendapatkan teman hidup yang lebih muda, yang kadang-kadang terjadi dalam usia Madya/separuh baya.
Apabila sesesorang tidak siap mental menghadapi periode klimakteriknya ataupun fase Menopausenya dan lingkungan psikososialnya tidak memberikan dukungan moril yang positif, seringkali ia menjadi kurang percaya diri, merasa tidak diperhatikan, tidak dihargai, merasa stres dan rasa prihatin yang berlebihan tentang perubahan fisiknya yang tidak seindah dan sesehat ketika ia berusia muda, sehingga dapat menimbulkan gejala psikologik seperti perasaan gelisah, cemas, perasaan takut, mudah tersinggung, mudah marah, merasa tertekan, mudah merasa sedih, rasa hampa, rasa bersalah, merasa kesepian saat berada ditengah orang ramai dan sebagainya (Maspaitella, 2006).
Berdasarkan penjelasan di atas, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan wanita dalam menghadapi menopause dapat dijabarkan dari menjadi faktor internal, yaitu faktor dalam diri wanita itu sendiri seperti kesiapan mental, tipe kebripadian, status pekerjaan, kesehatan dan sebagainya. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar seperti mitos seputar menopause, budaya dan dukungan dari lingkungan sosialnya. Dalam penelitian ini secara lebih
(43)
fokus melihat faktor dukungan sosial dari suami sebagai faktor yang berpengaruh terhadap kecemasan dalam menghadapi menopause pada wanita
B. Dukungan Sosial Suami 1. Pengertian Dukungan Sosial
Lin, Woefel dan Light (1985) mengatakan bahwa dukungan sosial merupakan kebutuhan seperti persetujuan, penghargaan dan pertolongan yang diperoleh dari orang-orang yang mempunyai arti bagi individu. Dukungan sosial menurut House (dalam Cohen & Syme, 1985) diartikan sebagai bentuk hubungan yang bersifat menolong.
Sarason, Levine & Basham (1983) mendefinisikan dukungan sosial sebagai adanya pemberian informasi dan bantuan melalui hubungan sosial yang akrab yang membuat seseorang merasa diperhatikan, bernilai dan dicintai. Sedangkan Sarafino (1994) berpendapat bahwa dukungan sosial dapat diartikan sebagai perasaan nyaman, perhatian, penghargaan ataupun bantuan yang diterima individu dari orang lain.
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial merupakan bantuan yang diberikan dalam suatu hubungan sosial yang akrab bagi seseorang dari orang lain yang mempunyai arti dalam hidupnya sehingga merasa diperhatikan, bernilai dan dicintai.
(44)
2. Sumber-sumber Dukungan Sosial
Cohen dan Syme (1985) menyatakan bahwa suatu sumber dukungan sosial mungkin berarti bagi seseorang tetapi tidak bagi orang lain. Peran yang dipegang oleh pemberi dan penerima, norma yang dianut, persamaan antara pemberi dan penerima dukungan akan sangat menentukan keberhasilan dukungan sosial yang diberikan. Misalnya, seseorang yang mengalami masalah di tempat kerja, maka dukungan sosial dari atasan dan rekan kerja akan lebih efektif dibandingkan dukungan sosial dari keluarga atau teman dekat.
Wortman dan Conway (1985) menyebutkan beberapa sumber dukungan sosial antara lain pasangan, keluarga, teman, rekan kerja dan atasan. Johnson dan Johnson (1991) mengatakan bahwa dukungan sosial bersumber dari orang-orang yang dekat dengan individu (significant others) yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Seseorang yang bersedia bekerja bersama dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi individu yang membutuhkan bantuan.
b. Seseorang yang mampu menyediakan kebutuhan-kebutuhan individu untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi (uang, alat, keahlian, informasi, nasehat, cinta, perhatian dan sebagainya).
c. Seseorang yang dapat membantu individu untuk mengerahkan kemampuan atau sumber-sumber psikologis yang dimilikinya agar dapat digunakan dalam menghadapi masalah.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial dapat diterima individu dari orang terdekat (significant others) yang memiliki arti dalam
(45)
hidup individu seperti pasangan, keluarga, teman, rekan kerja maupun atasan. Menurut Cohen dan Syme (1985) efektivitas dari dukungan sosial dipengaruhi oleh faktor pemberi dukungan, faktor jenis dukungan, faktor penerima dukungan dan faktor permasalahan yang dihadapi. Dalam penelitian ini, berdasarkan permasalahan kecemasan dalam menghadapi menopause pada wanita, diasumsikan bahwa yang lebih dibutuhkan adalah dukungan sosial dari pasangan, yaitu suami. Maka pada penelitian ini lebih difokuskan pada dukungan sosial suami.
3. Aspek-aspek Dukungan Sosial
House (dalam Cohen dan Syme, 1985) membagi dukungan sosial atas empat aspek, yaitu:
a. Dukungan emosional, merupakan dukungan yang berupa empati, kepedulian dan perhatian. Penelitian Mc Loyd dan Smith (2002) mengemukakan bahwa semakin tinggi dukungan emosional yang diterima, semakin rendah perilaku negatif yang muncul.
b. Dukungan penghargaan, berupa ungkapan hormat secara positif, dorongan untuk maju atau persetujuan terhadap sikap dan perasaan individu. Rini (2001) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa individu yang mendapat dukungan penghargaan yang cukup lebih mampu menghadapi masa pensiunnya dengan baik.
c. Dukungan informatif, berupa pemberian nasehat, saran, petunjuk dan umpan balik. Semakin banyak informasi, nasehat, saran yang didapat individu dari
(46)
orang-orang terdekatnya cenderung membuat individu semakin dapat mengambil keputusan lebih baik dalam mengatasi masalahnya.
d. Dukungan instrumental, merupakan bentuk dukungan secara langsung seperti bantuan alat, pekerjaan ataupun keuangan yang memudahkan individu dalam menyelesaikan permasalahannya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya, aspek-aspek yang terdapat dalam dukungan sosial terdiri dari aspek emosional, aspek penghargaan, aspek informatif dan aspek instrumental. Dalam penelitian ini keempat aspek dari House (Cohen & Syme, 1985) tersebut digunakan untuk mengungkapkan dukungan sosial suami.
C. Hubungan Antara Dukungan Sosial Suami dengan Kecemasan dalam Menghadapi Menopause pada Wanita
Menopause merupakan suatu tahap dimana wanita tidak lagi mendapatkan siklus menstruasi yang menunjukkan berakhirnya kemampuan wanita untuk bereproduksi. Secara normal wanita mulai mengalami masa menopause antara usia 40 tahun sampai 50 tahun. Pada saat menopause, wanita akan mengalami perubahan-perubahan di dalam organ tubuhnya yang disebabkan oleh bertambahnya usia (Kuntjoro, 2002).
Sindrom menopause pada wanita ditandai dengan berhentinya menstruasi secara mendadak atau arus menstruasi secara berangsur berkurang, siklus menjadi lebih pendek dengan arus pendarahan yang lancar dan deras. Seiring dengan pertambahan usia dimana sistem reproduksi menurun dan berhenti, penampilan
(47)
kewanitaanpun menurun, karena hormon–hormon estrogen diovariumnya berkurang sehingga lekuk tubuh menjadi rata, tubuh menjadi gemuk, payudara tidak kencang, bulu pubis menjadi lebih tipis, bibir dan kulit menjadi kering, kurang halus dan kelenturannya berkurang, rambut beruban menipis dan mudah rontok, selaput bening mata menjadi lebih kering (Maspaitella, 2006).
Sejalan dengan perubahan-perubahan fisiologis terutama pada fungsi-fungsi reproduksi, masa premenopause juga ditandai dengan adanya gejala psikologis seperti yang dikemukakan oleh Zuccolo (2006) bahwa gejala menopause dapat menimbulkan frustrasi yang berlebihan pada wanita akibat perubahan yang dialami. Hal ini dikuatkan oleh beberapa hasil penelitian seperti penelitian O’Neill (1996) yang menyatakan bahwa tiga tahun sebelum menstruasi benar-benar berhenti, wanita pada umumnya mengeluhkan gangguan emosi seperti menurunnya gairah, sulit berkonsentrasi, mudah tersinggung, agresif, mudah lelah dan gugup, tegang, depresi atau menarik diri, merasa kesepian yang tidak beralasan dan kecemasan yang berlebihan.
Ibrahim (2002) mengatakan bahwa wanita dalam masa menopause mengalami semacam pertentangan antara ketakutan akan hilangnya fungsi kewanitaannya hingga berusaha melakukan berbagai cara untuk menunda periode menopause, usaha-usaha ini terkadang mengancam egonya sebagai wanita sehingga menimbulkan kecemasan yang berlebihan. Lebih jauh dikatakan Maspaitella (2001), apabila sesesorang tidak siap mental menghadapi periode klimakteriknya ataupun fase Menopausenya dan lingkungan psikososialnya tidak memberikan dukungan moril yang positif, seringkali ia menjadi kurang percaya
(48)
diri, merasa tidak diperhatikan, tidak dihargai, merasa stres dan rasa prihatin yang berlebihan tentang perubahan fisiknya yang tidak seindah dan sesehat ketika ia berusia muda, sehingga dapat menimbulkan gejala psikologik seperti perasaan gelisah, cemas, perasaan takut, mudah tersinggung, mudah marah, merasa tertekan, mudah merasa sedih, rasa hampa, rasa bersalah, merasa kesepian saat berada ditengah orang ramai dan sebagainya. Sejalan dengan pendapat tersebut, Soares, dkk. (dalam Zuccolo, 2006) mengemukakan bahwa wanita yang mengalami masa menopause membutuhkan pengharapan, penerimaan dan toleransi dari lingkungan sosial terdekatnya, dalam hal ini adalah keluarga. Wanita yang mendapatkan penerimaan dan dukungan sosial diharapkan dapat menghadapi masa menopausenya dengan lebih baik.
Kualitas perkawinan berpengaruh terhadap kesehatan wanita telah dibuktikan dalam berbagai penelitian. Meskipun menopause adalah suatu tahap perkembangan dan bukanlah suatu penyakit, namun sangat berhubungan dengan kesehatan terutama fungsi reproduksi wanita, terbukti dalam penelitian bahwa wanita yang perkawinannya tidak bahagia menderita lebih banyak gejala-gejala menopause seperti sulit tidur, kecemasan dan depresi dibandingkan dengan wanita yang perkawinannya bahagia (Kurpius dkk., 2001). Aspek lain adalah yang berkaitan dengan kepuasan seksual, Mansfield, Koch, dan Voda (1998) membuktikan bahwa kesulitan seksual selama masa menopause dapat lebih sering dialami oleh wanita yang perkawinannya tidak bahagia, 60 % wanita yang perkawinannya bahagia terbukti tidak mengalami masalah seksual selama masa menopause.
(49)
Berbagai penjelasan bahwa wanita yang menghadapi masa menopause seringkali mengalami kecemasan akibat adanya berbagai perubahan baik fisik maupun psikologis akibat menurunnya fungsi reproduksinya dan berhentinya menstruasi. Pada wanita yang mengalami kecemasan dalam menghadapi menopause membutuhkan adanya dukungan sosial, khususnya dari suami sebagai pasangan hidupnya. Dukungan sosial dari suami, seperti halnya perhatian emosi, informasi, instrumental, penyediaan sarana dan penilaian positif diharapkan dapat membantu mengatasi problem-problem yang dihadapi wanita pada masa menopause. Suami mempunyai peranan penting untuk mengarahkan dalam pemahaman tentang menopause terhadap istrinya, misalnya memberi perhatian emosi saat istri sedang cemas menghadapi kehidupan tua, memberi informasi pada saat merasa kehilangan daya tarik seksual. Memberi instrumen dan penilaian positif pada saat merasa mulai kehilangan peranan sebagai isri bagi suami dan ibu bagi anak-anaknya dan bukan saja karena keterdekatan fisik, tetapi juga untuk melakukan aktivitas bersama memecahkan problem, mencapai cita-cita, menikmati kegembiraan dan kemesraan di usia senja dan saling menerima diri yang utuh. Hubungan dan penerimaan yang baik oleh suami diharapkan memberikan rasa percaya diri pada istri bahwa dirinya sesuai dan berarti bagi suami dan keluarganya meskipun tidak lagi produktif sebagai wanita.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial yang diberikan suami, baik itu yang berupa penerimaan, pemberian motivasi, perhatian diharapkan berpengaruh positif terhadap berkurangnya kecemasan yang dialami dalam menghadapi menopause. Melalui berbagai bentuk dukungan yang diberikan
(50)
suami sebagai lingkungan sosial terdekat, diharapkan istri sebagai wanita dapat melakukan penyesuaian diri yang lebih baik pada waktu mengalami menopause. Dengan demikian adanya dukungan dari suami diharapkan dapat mengurangi kecemasannya dalam menghadapi masa menopause. Dengan kata lain, wanita dengan dukungan sosial yang tinggi dari suami akan memiliki tingkat kecemasan yang rendah dalam menghadapi masa menopause dan sebaliknya, wanita yang tidak mendapatkan dukungan sosial dari suami akan mengalami tingkat kecemasan yang tinggi dalam menghadapi menopause.
D. Hipotesa
Uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesa sebagai berikut: ada korelasi negatif antara dukungan suami dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi menopause pada wanita. Semakin tinggi dukungan sosial yang diterima dari suami maka semakin rendah tingkat kecemasan dalam menghadapi menopause yang dirasakan dan semakin rendah dukungan sosial yang diterima dari suami maka semakin tinggi pula tingkat kecemasan dalam menghadapi menopause yang dirasakan.
(51)
32 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel
Variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel Tergantung : Kecemasan dalam Menghadapi Menopause 2. Variabel Bebas : Dukungan Sosial Suami
B. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Kecemasan dalam Menghadapi Menopause
Kecemasan dalam menghadapi menopause didefinisikan sebagai suatu kondisi psikologis atau perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan yang mengancam diri wanita yang sedang mengalami masa menopause, yakni suatu masa dimana wanita secara bertahap tidak lagi mendapatkan siklus menstruasi yang menunjukkan berakhirnya kemampuan wanita untuk bereproduksi.
Kecemasan menghadapi menopause dalam penelitian ini akan diukur menggunakan Skala Kecemasan Menghadapi Menopause berdasarkan aspek-aspek kecemasan yang dikemukakan oleh Martaniah (1984) yang meliputi aspek-aspek kognitif, somatik, emosi dan perilaku. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek maka semakin tinggi tingkat kecemasan dialami oleh subjek dalam menghadapi
(52)
menopause dan semakin rendah skor yang diperoleh subjek maka semakin rendah pula tingkat kecemasan yang dialami oleh subjek dalam menhadapi menopause.
2. Dukungan Sosial
Dukungan sosial merupakan bantuan yang diberikan dalam suatu hubungan sosial yang akrab bagi seseorang dari orang lain yang mempunyai arti dalam hidupnya sehingga merasa diperhatikan, bernilai dan dicintai. Dalam penelitian ini, berdasarkan permasalahan kecemasan dalam menghadapi menopause pada wanita, diasumsikan bahwa yang lebih dibutuhkan adalah dukungan sosial dari pasangan, yaitu suami. Maka pada penelitian ini lebih difokuskan pada dukungan sosial suami.
Pada penelitian ini yang menjadi subjek adalah wanita yang sedang mengalami masa menopause, sehingga dukungan sosial suami akan dilihat dari persepsi subjek terhadap dukungan sosial yang diterima dari suami. Dukungan sosial suami diungkap melalui skala persepsi terhadap dukungan sosial suami yang disusun berdasarkan aspek-aspek dukungan sosial yang dikemukakan oleh House (Cohen & Syme, 1985), yaitu aspek emosional, aspek penghargaan, aspek informatif dan aspek instrumental yang diterima dari suami. Semakin tinggi skor berarti semakin tinggi dukungan sosial yang diterima dan sebaliknya semakin rendah skor berarti semakin rendah dukungan sosial yang diterima.
(53)
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah wanita usia dewasa madya yang sedang memasuki masa menopause. Jumlah subjek adalah sebanyak 80 responden. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yaitu pemilihan terhadap sampel yang sesuai dengan kriteria atau tujuan penelitian (Hadi, 2000). Kriteria yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Wanita berusia 40 -55 tahun 2. Menikah
3. Sedang memasuki masa menopause (perimenopause)
Penetapan kriteria di atas didasarkan pada pendapat O’Neill (1996) bahwa bahwa tiga tahun sebelum menstruasi benar-benar berhenti, wanita pada umumnya mengeluhkan gangguan emosi. Pendapat tersebut diperkuat oleh Chowta & Chowta (2008) dalam penelitiannya yang menemukan bahwa wanita pada tahap perimenopause mengalami gejala kecemasan yang lebih besar dibandingkan wanita yang sudah berada dalam tahap post menopause.
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode skala yaitu serangkaian pernyataan yang akan direspon oleh responden (Azwar, 2003). Hal ini dilakukan mengingat responden adalah orang yang paling tahu mengenai dirinya (Azwar, 2003). Ada dua macam skala yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu skala kecemasan dalam menghadapi menopause dan skala dukungan sosial suami.
(54)
1. Skala Kecemasan dalam Menghadapi Menopause.
Skala Kecemasan Menghadapi Menopause disusun sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada aspek-aspek kecemasan yang dikemukakan oleh Martaniah (1984), meliputi :
a. Respon Kognitif.
Respon kognitif yaitu respon terhadap kecemasan dalam pikiran manusia, ketidakmampuan berkonsentrasi atau membuat keputusan, berpikiran negatif, dan sebagainya.
b. Respon Somatik
Respon somatik yaitu reaksi tubuh terhadap bahaya, misalnya tangan dan kaki dingin, diare, keringat berlebihan, dan sebagainya.
c. Respon Emosi
Respon emosi yaitu perasaan manusia dimana individu secara terus menerus khawatir, merasa takut, mudah tersinggung, dan sebagainya.
d. Respon Perilaku
Respon perilaku yaitu reaksi dalam bentuk perilaku manusia terhadap ancaman, misalnya agresif, diam, sulit tidur, dan sebagainya.
Skala ini menggunakan aitem-aitem yang bersifat favorable dan unfavorable yang dibuat dalam format model Likert dengan 4 alternatif jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skor terhadap pernyataan favorable (mendukung pernyataan) untuk jawaban SS = 4, S = 3, TS = 2, STS = 1. Sebaliknya untuk pernyataan unfavorable (pernyataan yang tidak mendukung) untuk jawaban SS = 1, S = 2, TS
(55)
= 3, STS = 4. Jumlah skor yang tinggi menunjukkan tingginya tingkat kecemasan dalam menghadapi menopause yang dialami oleh subjek dan skor yang rendah menunjukan rendahnya tingkat kecemasan dalam menghadapi menopause yang dialami oleh subjek. Adapun sebaran aitem Skala Kecemasan Menghadapi Menopause sebelum uji coba dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1
Distribusi Aitem Skala Kecemasan Menghadapi Menopause Sebelum Uji Coba
No Aspek No aitem Jumlah
Favorabel Unfavorebel
1 Kognitif 1, 9, 17, 25 5, 13, 21, 29 8
2 Somatik 2, 10, 18, 26 6, 14 22, 30 8
3 Emosi 3, 11, 19, 27 7, 15 23, 31 8
4 Perilaku 4, 12, 20, 28 8, 16, 24, 32 8
Jumlah 16 16 32
2. Skala Dukungan Sosial.
Skala dukungan sosial suami disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek dukungan sosial yang dikemukakan oleh House (dalam Cohen dan Syme, 1985), yaitu:
a. Dukungan emosional, merupakan dukungan yang berupa empati, kepedulian dan perhatian.
b. Dukungan penghargaan, berupa ungkapan hormat secara positif, dorongan untuk maju atau persetujuan terhadap sikap dan perasaan individu.
(56)
c. Dukungan informatif, berupa pemberian nasehat, saran, petunjuk dan umpan balik. Semakin banyak informasi, nasehat, saran yang didapat individu dari orang-orang terdekatnya cenderung membuat individu semakin dapat mengambil keputusan lebih baik dalam mengatasi masalahnya.
d. Dukungan instrumental, merupakan bentuk dukungan secara langsung seperti bantuan alat, pekerjaan ataupun keuangan yang memudahkan individu dalam menyelesaikan permasalahannya.
Skala ini terdiri dari 32 aitem dengan empat alternatif jawaban Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Penilaian jawaban bergerak dari angka 1 sampai 4. Cara penilaian untuk pernyataan favorable dan unfavorable sama dengan cara penilaian pada skala kecemasan dalam menghadapi menopause.. Sebaran aitem skala dukungan sosial dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 2.
Blue Print Item Skala Dukungan Sosial Sebelum Uji Coba
No Aspek Favorable Unfavorable Jumlah Bobot
1. Dukungan Emosional
1, 9, 17, 25 5, 13, 21, 29 8 25%
2. Dukungan Penghargaan
2, 10, 18, 26 6, 14, 22, 30 8 25%
3. Dukungan Informatif
3, 11, 19, 27 7, 15, 23, 31 8 25%
4. Dukungan Instrumental
4, 12, 20, 28 8, 16, 24, 32 8 25%
(57)
E. Validitas dan Reliabilitas
Suatu alat ukur yang baik harus memenuhi syarat validitas dan reliabilitas untuk mencapai standar yang dapat memberikan hasil yang akurat dan dapat diterima secara ilmiah (Hadi, 2000).
1. Validitas
Validitas adalah ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Alat ukur yang memiliki validitas yang tinggi apabila alat ukur tersebut memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran (Azwar, 1992). Validitas yang digunakan pada penelitian ini adalah validitas isi (content validity) yaitu validitas yang menunjukkan sejauh mana aitem-aitem tes mewakili aspek-aspek yang yang hendak diukur (Azwar, 1992).
2. Seleksi Aitem
Dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor tiap aitem dengan skor totalnya. Teknik yang digunakan untuk menghitung besarnya korelasi tersebut adalah teknik korelasi product moment dengan rumus angka kasar dari Pearson (Hadi, 1991). Proses seleksi aitem dilakukan dengan cara memilih aitem-aitem yang memiliki koefisien korelasi aitem-total (rbt) minimal ≥ 0,300, sedangkan aitem dengan rbt dibawah 0,300 akan digugurkan. Hal ini sesuai dengan kriteria validitas butir minimal yang dikemukakan oleh Azwar (1992).
(58)
3. Reliabilitas
Reliabilitas suatu alat ukur adalah konsistensi hasil pengukuran terhadap subjek yang sama dalam waktu penyajian yang berbeda (Azwar, 1992). Uji reliabilitas dilakukan pada aitem-aitem yang telah terpilih. Teknik reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah formulasi koefisien Alpha dari Cronbach. Pedoman yang digunakan adalah apabila angka rα (koefisien alpha) semakin mendekati angka 1,00 berarti skala tersebut semakin reliabel untuk digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian, sebaliknya koefisien yang semakin mendekati angka 0,00 menunjukkan semakin rendahnya reliabilitas skala tersebut (Azwar, 2001).
Pengujian validitas dan reliabilitas kedua skala dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan program SPSS 11.0 for Windows.
F. Metode Analisis Data
Data dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi Product Momentdari Pearson. Analisis ini digunakan untuk menguji hipotesis, yaitu ada hubungan antara dukungan sosial suami dengan kecemasan dalam menghadapi menopause . Analisis data dilakukan dengan bantuan program SPSS 11.0 for Windows.
(59)
40 BAB IV
PELAKSANAAN PENELITIAN, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian 1. Orientasi Kancah
Penelitian ini dilakukan di Perumnas Condongcatur, Desa Condongcatur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa Condongcatur berbatasan dengan kelurahan Minomartani (utara), Kelurahan Caturtunggal (selatan), kelurahan Sinduadi (barat) dan kelurahan Maguwoharjo (timur). Luas wilayah keseluruhan adalah 950 Ha, dengan luas pemukiman sekitar 540 Ha. Jumlah penduduk secara keseluruhan adalah 34.903 orang dengan kepala keluarga sebanyak 10.039 orang.
Perumnas Condongcatur merupakan kompleks perumahan yang ada di desa Condongcatur. Luas wilayah perumahan 21 Ha dengan jumlah penduduk 900 KK. Mayoritas penduduk di Perumnas Condongcatur adalah pensiunan yang berusia di atas 45 tahun dengan jumlah total 753 orang yang terdiri dari 443 pria dan 313 wanita. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti kecemasan dalam menghadapi menopause di daerah perumnas Condongcatur.
(60)
2. Uji Coba Alat Ukur
Persiapan penelitian meliputi uji coba pada kedua skala untuk mengetahui validitas dan reliabilitasnya. Uji coba dilakukan pada tanggal 12 – 20 Mei 2009 terhadap 40 ibu berusia 40 – 55 tahun yang tinggal di Perumahan Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan skala dalam pertemuan ibu-ibu Gereja. Peneliti meminta ibu-ibu untuk mengisi skala di tempat dan dikumpulkan kembali sesuai dengan jumlah yang dibagikan.
Berikut hasil validitas dan reliabilitas skala kecemasan menghadapi menopause dan skala dukungan suami:
a. Skala Kecemasan Menghadapi Menopause
Skala ini berjumlah 32 aitem dan diujicobakan terhadap 40 orang subjek, dari uji validitas tersebut peneliti melakukan proses seleksi item dengan memilih 30 aitem yang memiliki koefisien validitas 0,450≤ rbt ≤ 0,906 (hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran). Aitem - aitem yang digugurkan adalah nomor 8 dan 20, karena memiliki nilai koefisien validitas (rbt) < 0,300 (Azwar, 1992).
Tabel 3
Distribusi Aitem Skala Kecemasan Menghadapi Menopause Setelah Uji Coba
No Aspek No aitem Jumlah
Favorabel Unfavorebel
1 Kognitif 1, 8, 16, 23 5, 12, 19, 27 8
2 Somatik 2, 9, 17, 24 6, 13, 20, 28 8
3 Emosi 3, 10, 18, 25 7, 14, 21, 29 8
4 Perilaku 4, 11, 26 15, 22, 30 6
(61)
Hasil pengujian terhadap reliabilitas skala kecemasan menghadapi menopause pada aitem yang valid menunjukkan koefisien reliabilitas yang diperoleh setelah proses seleksi item adalah = 0,972 (hasil dapat dilihat pada lampiran). Hal ini berarti angka koefisien reliabilitas skala kecemasan menghadapi menopause tersebut cukup tinggi sehingga dapat dikatakan reliabel dan layak untuk digunakan.
b. Skala Dukungan Suami
Skala ini berjumlah 32 aitem yang diujicobakan pada 40 orang subjek yang sama dengan skala kecemasan menghadapi menopause, dari uji validitas tersebut peneliti melakukan proses seleksi item dengan memilih 26 aitem yang memiliki koefisien validitas 0,370≤ rxy ≤ 0,843 (hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran). Aitem-aitem yang digugurkan adalah nomor 1, 8, 12, 14, 16 dan 17, karena memiliki nilai koefisien validitas (rbt) < 0,300 (Azwar, 1992).
Tabel 4.
Distribusi Item Skala Dukungan Sosial Setelah Uji Coba No Aspek Favorable Unfavorable Jumlah 1. Dukungan
Emosional
7, 19 4, 10, 15, 23 6 2. Dukungan
Penghargaan
1, 8, 12, 20 5, 16, 24 7 3. Dukungan
Informatif
2, 9, 13, 21 6, 11, 17, 25 8 4. Dukungan
Instrumental
3, 14, 22 18, 26 5
(62)
Hasil pengujian terhadap reliabilitas skala dukungan suami menunjukkan koefisien reliabilitas yang diperoleh setelah proses seleksi item adalah = 0,957 (hasil dapat dilihat dalam lampiran). Hal ini berarti angka koefisien reliabilitas skala dukungan suami tersebut cukup tinggi sehingga dapat dikatakan reliabel dan layak untuk digunakan.
B. Pelaksanaan Penelitian
Sebelum mengadakan penelitian, peneliti terlebih dahulu meminta surat ijin penelitian dari Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan nomor 799/D/KP/Psi/USD/VI/2009. Setelah mendapatkan surat ijin penelitian, peneliti mendatangi Ketua RW 04 untuk meminta ijin melaksanakan penelitian. Dengan bantuan dari Ibu RW yang kebetulan juga sebagai ketua arisan RW, maka peneliti diberi waktu untuk menyebarkan skala pada waktu arisan bulanan, yaitu tanggal 07 Juni 2009. Karena data yang dibutuhkan masih kurang, peneliti diberi waktu kembali dalam pertemuan ibu-ibu Gereja pada tanggal 15 Juni 2009. Seluruh skala yang dibagikan langsung diisi di tempat dan dikembalikan pada peneliti.
Skala yang disebar sejumlah 100 eksemplar, tetapi yang kembali hanya 95 eksemplar dan dari jumlah tersebut hanya 80 eksemplar yang dapat dianalisis. Sebanyak 5 eksemplar skala ternyata tidak dikumpulkan kembali dan 15 eksemplar skala dari jumlah 95 yang kembali tidak diikutsertakan dalam analisis karena tidak diisi secara lengkap. Berikut deskripsi subjek peneltian.
(63)
Tabel 5
Deskripsi Subjek Penelitian (N=80) No Karakteristik Jumlah Persentase
1 Usia: 40 – 45 46 – 50 51 – 55
17 16 23 21,25 % 20 % 58,75 % 2 Usia Pernikahan:
15 – 20 tahun 21 – 25 tahun > 25 tahun
13 25 42 16,25 % 31,25 % 52,50 % 3 Fase Gejala Menopause:
1 – 5 tahun 6 – 10 tahun > 10 tahun
22 28 30 27,50 % 35 % 37,50 %
C. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Data
Berdasarkan data yang diperolah kemudian dilakukan analisis data yang digunakan sebagai dasar pengujian hipotesis. Deskripsi data tentang kecemasan dalam menghadapi menopause dan dukungan sosial suami dapat dilihat pada Tabel 6 sebagai berikut:
Tabel 6.
Deskripsi Data Penelitian N = 80
Variabel
Data Hipotetik Data Empirik
M Skor SD M Skor SD
Max Min Max Min
Kecemasan
Menopause 75 120 30 15 67,21 89 33 13,698 Dukungan
(1)
Descriptives
Descriptive Statistics
Kecemasan Menghadapi
Menopause Dukungan Suami Valid N (listwise)
N 80 80 80
Minimum 33 56
Maximum 89 98
Sum 5377 5900
Mean 67,21 73,75
Std. Deviation 13,698 8,528
Frequencies
Statistics
Kecemasan Menghadapi Menopause
Dukungan Suami
N Valid 80 80
(2)
Frequency Table
Kecemasan Menghadapi Menopause
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 33 1 1,3 1,3 1,3
34 1 1,3 1,3 2,5
36 1 1,3 1,3 3,8
39 2 2,5 2,5 6,3
40 1 1,3 1,3 7,5
48 1 1,3 1,3 8,8
50 3 3,8 3,8 12,5
53 1 1,3 1,3 13,8
54 3 3,8 3,8 17,5
56 4 5,0 5,0 22,5
57 2 2,5 2,5 25,0
58 1 1,3 1,3 26,3
60 1 1,3 1,3 27,5
61 5 6,3 6,3 33,8
62 1 1,3 1,3 35,0
64 3 3,8 3,8 38,8
65 1 1,3 1,3 40,0
66 3 3,8 3,8 43,8
68 1 1,3 1,3 45,0
69 4 5,0 5,0 50,0
70 3 3,8 3,8 53,8
71 4 5,0 5,0 58,8
72 5 6,3 6,3 65,0
73 5 6,3 6,3 71,3
77 1 1,3 1,3 72,5
78 1 1,3 1,3 73,8
79 1 1,3 1,3 75,0
80 5 6,3 6,3 81,3
81 2 2,5 2,5 83,8
82 3 3,8 3,8 87,5
83 1 1,3 1,3 88,8
84 3 3,8 3,8 92,5
86 1 1,3 1,3 93,8
87 2 2,5 2,5 96,3
88 2 2,5 2,5 98,8
89 1 1,3 1,3 100,0
(3)
Dukungan Suami
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 56 2 2,5 2,5 2,5
61 1 1,3 1,3 3,8
62 2 2,5 2,5 6,3
63 1 1,3 1,3 7,5
64 5 6,3 6,3 13,8
65 5 6,3 6,3 20,0
66 4 5,0 5,0 25,0
67 3 3,8 3,8 28,8
68 3 3,8 3,8 32,5
69 4 5,0 5,0 37,5
70 1 1,3 1,3 38,8
71 1 1,3 1,3 40,0
72 3 3,8 3,8 43,8
73 4 5,0 5,0 48,8
74 4 5,0 5,0 53,8
75 4 5,0 5,0 58,8
76 4 5,0 5,0 63,8
77 2 2,5 2,5 66,3
78 9 11,3 11,3 77,5
79 1 1,3 1,3 78,8
82 1 1,3 1,3 80,0
83 2 2,5 2,5 82,5
84 2 2,5 2,5 85,0
85 5 6,3 6,3 91,3
86 1 1,3 1,3 92,5
88 4 5,0 5,0 97,5
89 1 1,3 1,3 98,8
98 1 1,3 1,3 100,0
(4)
Histogram
90 80 70 60 50 40 30Kecemasan Menghadapi Menopause 20 15 10 5 0 F re q u e n c y
Mean = 67.21 Std. Dev. = 13.698 N = 80
Kecemasan Menghadapi Menopause
100 90 80 70 60 50 Dukungan Suami 14 12 10 8 6 4 2 0 F re q u e n c y
Mean = 73.75 Std. Dev. = 8.528 N = 80 Dukungan Suami
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Kecemasan Menghadapi Menopause
Dukungan Suami
N 80 80
Normal Parameters(a,b) Mean 67,21 73,75
Std. Deviation 13,698 8,528
Most Extreme Differences
Absolute ,102 ,086
Positive ,056 ,086
Negative -,102 -,061
Kolmogorov-Smirnov Z ,912 ,771
Asymp. Sig. (2-tailed) ,377 ,591
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
(5)
ANOVA Table
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Kecemasan Menghadapi Menopause * Dukungan Suami
Between Groups
(Combined)
9398.232 27 348.083 3.336 .000
Linearity 6334.913 1 6334.913 60.720 .000
Deviation from Linearity 3063.319 26 117.820 1.129 .346
Within Groups 5425.156 52 104.330
Total 14823.388 79
T-Test
One-Sample Statistics
N Mean Std. Deviation
Std. Error Mean Kecemasan Menghadapi
Menopause 80 67,21 13,698 1,531
One-Sample Test
Test Value = 75
t df Sig. (2-tailed)
Mean Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Kecemasan Menghadapi
Menopause -5,085 79 ,000 -7,788 -10,84 -4,74
T-Test
One-Sample Statistics
N Mean Std. Deviation
Std. Error Mean
Dukungan Suami 80 73,75 8,528 ,953
One-Sample Test
Test Value = 65
t df Sig. (2-tailed)
Mean Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
(6)
Correlations
Correlations
Kecemasan Menghadapi Menopause
Dukungan Suami Kecemasan Menghadapi
Menopause
Pearson Correlation
1 -,654(**)
Sig. (1-tailed) ,000
N 80 80
Dukungan Suami Pearson Correlation -,654(**) 1
Sig. (1-tailed) ,000
N 80 80