Tindak Pidana Terkait Impor Narkotika

Narkotika yang dimuat dalam kapalnya kepada kepala kantor pabean setempat; 4 Pembongkaran muatan Narkotika dilakukan dalam kesempatan pertama oleh nahkoda dengan disaksikan oleh pejabat bea dan cukai; 5 Nahkoda yang mengetahui adanya narkotika tanpa dokumen atau Surat Persetujuan Ekspor atau Surat Persetujuan Impor di dalam kapal wajib membuat berita acara, melakukan tindakan pengamanan, dan pada persinggahan pelabuhan pertama segera melaporkan dan menyerahkan narkotika tersebut kepada pihak yang berwenang. Pasal 28 : Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 berlaku pula bagi kapten penerbang untuk pengangkutan udara. Sebagaimana telah dikemukakan di muka sebelumnya, narkotika bisa digunakan untuk kepentingan pengobatan dan tujuan ilmu pengetahuan, namun di sisi lain dapat menimbulkan efek negatif ketagihan dan ketergantungan bila tanpa pengawasan dan pengendalian yang saksama. Oleh karena itu, narkotika perlu diawasi secara internasional dan nasional. Bahan baku untuk narkotika masih harus diimpor dari beberapa negara antara lain Jerman, Amerika Serikat, India, Cina, dan lainnya. Oleh karena itu pemberian surat Persetujuan Impor Narkotika untuk kepentingan pengobatan dan tujuan ilmu pengetahuan serta merupakan salah satu alat pengawasan dan pengendalian narkotika jalur legal.

2. Tindak Pidana Terkait Impor Narkotika

Perumusan ketentuan pidana yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika telah dirumuskan sedemikan rupa dengan harapan akan efektif serta mencapai tujuan yang dikehendaki, oleh karena itu penerapan ketentuan pidana Undang- undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika haruslah pula dilakukan secara ekstra hati-hati. Pemahaman yang benar Universitas Sumatera Utara atas setiap ketentuan pidana yang telah dirumuskan akan menghindari kesalahan dalam praktik. Ketentuan pidana tentang impor natkotika secara tanpa hak atau melawan hukum dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika diatur dalam Pasal 113 untuk Natkotika Golongan I, 118 untuk Golongan II dan 123 untuk Narkotika Golongan III. Pasal 113 berbunyi : 1 Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,- satu miliar rupiah dan paling banyak Rp 10.000.000.000,- sepuluh miliar rupiah. 2 Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 satu kilogram atau melebihi 5 lima batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 lima gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditambah 13 sepertiga. Unsur-unsur tindak pidana dalam ketentuan Pasal 113 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ini adalah : a Setiap orang; b Tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan. c Narkotika Golongan I. Universitas Sumatera Utara a. Setiap Orang Setiap orang dalam undang-undang ini adalah subjek tindak pidana sebagai orang yang diajukan dipersidangan adalah benar sebagaimana disebutkan identitasnya dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Selanjutnya setiap orang adalah siapa saja tanpa terkecuali dan oleh karena itu tentulah sejajar dengan yang dimaksud dengan istilah barang siapa sebagaimana beberapa rumusan tindak pidana dalam KUHP. Berkaitan dengan barang siapa saja, ada beberapa pendapat menyangkut barang siapa, ada yang berpendapat apabila tegas-tegas disebutkan dalam rumusan tindak pidana, maka unsur barang siapa haruslah dibuktikan terlebih dahulu, di sisi lain ada yang berpendapat meskipun tidak secara tegas dalam rumusan tindak pidana unsur barang siapa tetap harus dibuktikan. Terlepas dari kedua pendapat tersebut, dalam praktik yang berlaku selama ini “barang siapa” diuraikan dalam setiap putusan, oleh karena itu setiap orang di sini haruslah pula dipertimbangkan sebagai unsur. b. Tanpa Hak atau Melawan Hukum Memproduksi, Mengimpor, Mengekspor, atau Menyalurkan Maksud dari unsur ini adalah dalam memproduksi, mengimpor, mengekspor atau menyalurkan haruslah dilakukan secara tanpa hak atau melawan hukum. Oleh karena itu bagi yang berhak atau tidak melawan hukum tentulah diperbolehkan memproduksi, mengimpor, mengekspor atau menyalurkan. “Memproduksi” merupakan kegiatan melakukan produksi 48 , sedangkan produksi adalah kegiatan atau proses menyiapkan, mengolah, membuat, dan menghasilkan 48 Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia Universitas Sumatera Utara narkotika secara langsung atau tidak langsung melalui ekstraksi atau nonekstrasi dari sumber alami atau sintesis kimia atau gabungannya, termasuk mengemas danatau mengubah bentuk narkotika Pasal 1 angka 4 49 . “Mengimpor” adalah melakukan kegiatan impor. Impor sendiri berarti kegiatan memasukkan narkotika dan prekursor narkotika ke dalam Daerah Pabean Pasal 1 angka 5 “Mengekspor” berarti melakukan kegiatan ekspor 50 . Sedangkan ekspor dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah mengeluarkan narkotika dan prekursor narkotika dari daerah Pabean. “Menyalurkan” merupakan bagian dari kegiatan peredaran narkotika dapat dalam rangka perdagangan atau bukan perdagangan. Sebagaimana telah dikemukakan dalam memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan haruslah dilakukan tanpa hak atau melawan hukum. Karena rumusan yang dipakai adalah atau, maka dengan demikian pembahasan tanpa hak atau melawan hukum dapat pula dipisahkan sebagai berikut : a Tanpa hak memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan , dan b Melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan. Kedua rumusan baik huruf a maupun b di atas bersifat alternatif dalam arti dengan terbuktinya “ tanpa hak memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan” tentulah sudah cukup terpenuhi meskipun kenyataannya unsur “melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor atau menyalurkan” jika 49 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika 50 Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia Universitas Sumatera Utara dibuktikan akan terbukti pula. Tidak masalah apakah salah salah satu saja yang terbukti atau dua-duanya. Ad.a. Tanpa Hak Memproduksi, Mengimpor, Mengekspor, atau Menyalurkan Hak untuk memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika hanya diberikan baik kepada lembaga negara maupun lembaga swasta tertentu yang telah ditentukan pemerintah. 51 Salah satu kegiatan memenuhi kebutuhan narkotika dalam negeri diperoleh dari impor dan juga produksi dalam negeri. Kebutuhan ini dituangkan dalam rencana kebutuhan tahunan narkotika untuk ketersediaan narkotika yang berguna bagi kepentingan pelayanan pelayanan kesehatan danatau untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 52 Untuk dapat memproduksi haruslah ada izin khusus dari Menteri di mana izin ini hanya diberikan kepada Industri Farmasi, yang selanjutnya Menteri melakukan pengendalian terhadap produksi narkotika sesuai dengan rencana kebutuhan tahunan sedangkan badan Pengawas Obat dan Makanan melakukan pengawasan terhadap bahan baku, proses produksi, dan hasil akhir dari produksi narkotika. Jadi jelas hak untuk memproduksi hanya diberikan kepada Industri Farmasi. Jika hak memproduksi diberikan kepada industri farmasi yang memperoleh izin khusus dari Menteri, yang berarti izin dapat diberikan kepada lembaga swasta, tidak demikian dengan “mengimpor”. Izin impor narkotika yang diberikan Menteri hanya diberikan kepada 1 satu perusahaan besar farmasi milik negara 51 Hak produksi narkotika diatur dalam Pasal 11 dan 12, hak untuk melakukan impor dan ekspor narkotika diatur dalam Pasal 15 dan 18, hak untuk menyalurkan narkotika diatur dalam Pasal 39 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 52 Pasal 9 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Universitas Sumatera Utara yang telah memiliki izin sebagai importir sesuai dengan ketentuaan peraturan perundang- undangan Pasal 15 ayat2. “Dalam keadaan tertentu” ini yang dimaksudkan adalah apabila perusahaan besar farmasi milik negara dimaksud tidak dapat melaksanakan fungsinya dalam melakukan impor narkotika karena bencana alam, kebakaran dan lain-lain. Jika impor hanya diberikan hanya kepada 1 satu saja perusahaan besar fa rmasi milk negara, ketentuan ini juga berlaku untuk “ekspor” narkotika. Izin ekspor narkotika hanya diberikan kepada 1 satu perusahaan pedagang besar farmasi milik negara yang telah memiliki izin sebagai eksportir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 53 Dalam keadaan tertentu menteri dapat memberikan izin kepada perusahaan lain dari perusahaan milik negara yang memiliki izin sebagai eksportir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan Passal 15 ayat 2. “Dalam keadaan tertent u” ini tidak dijelaskan, tetapi tentulah tidak lain dan tidak bukan apabila perusahaan besar farmasi milik negara dimaksud tidak dapat melaksanakan fungsinya dalam melakukan ekspor narkotika karena bencana alam, kebakaran dan lain- lain. 54 Untuk melakukan ekspor masih perlu dilakukan lagi Surat Persetujuan Ekspor dari Menteri dan agar dapat memperoleh Persetujuan Ekspor Narkotika harus melampirkan surat persetujuan dari negara pengimpor. 55 Oleh karena itu, dapat diketahui di Indonesia hanya ada 1 satu saja yang berhak melakukan ekspor narkotika yaitu perusahaan besar farmasi milik negara 53 Pasal 18 ayat1 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika 54 Penjelasan Pasal 15 ayat 2 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika 55 Pasal 19 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Universitas Sumatera Utara yang telah mendapatkan izin khusus oleh menteri untuk melakukan ekspor dimana tiap kali ekspor harus memiliki Surar Petsetujuan Ekspor yang dapat diperoleh apabila melampirkan persetujuan dari negar pengimpor. Selanjutnya berkaitan dengan “penyaluran” narkotika, hak menyalurkan ini hanya diberikan kepada Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sesuai dalam ketentuan undang-undang, di mana kepada industri farmasi pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah harus memiliki izin khusus penyaluran narkotika yang dikeluarkan oleh Menteri, 56 serta wajib dilengkapi dengan dokumen yang sah yang berarti bahwa setiap peredaran narkotika ke luar kawasan panen ke gudang importir, eksportir, industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter atau apotik yang berupa Surap Persetujuan ImporEkspor, faktur , surat angkut, surat penyerahan barang, resep dokter atau salinan resep dokter, yang merupakan bagaian yang tidak terpisahkan dari narkotika yang bersangkutn. 57 Oleh karena itu, dapat disimpulkan hak untuk “memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan” hanya diberikan kepada lembaga pemerintah dan lembaga swasta sebagaiman tersebut di atas, dan tidak mungkin orang-perorangan secara pribadi mendapatkan hak ini, dan apabila orang-perorangan melakukan kegiatan ‘memproduksi, mengimpor, mengekspor atau menyalurkan” pastilah dilakukan tanpa hak. 56 Pasal 39 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika 57 Pasal 38 dan Penjelasan Pasal 38 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Universitas Sumatera Utara Ad.b. Melawan Hukum Memproduksi, Mengimpor, Mengekspor, atau Menyalurkan Setiap tindak pidana tentulah terkandung sifat melawan hukum wederrechtelijkheid, karena di dalam hukum pidana sifat melawan hukum adalah unsur mutlak, meskipun dalam perumusan tindak pidana acapkali tidak disebutkan. Perumusan ketentuan Pasal 113, ternyata secara tegas mencantumkan kata “melawan hukum” , sehingga anak kalimat di sini bukanlah merupakan sifat lagi, tetapi sudah merupakan bagian dari unsur tindak pidana, hal ini mempunyai konsekuensi sebagai unsur haruslah dibuktikan di persidangan. Selanjutnya, apakah melawan hukum formil atau melawan hukum materiil yang dimaksudkan dalam ketentuan ini. Melawan hukum formil berarti bertentangan dengan hukum tertulis dan melawan hukum materiil berarti tidak hanya bertentangan dengan hukum tertulis, tetapi bertentangan pula dengan hukum tidak tertulis. Dalam ajaran sifat melawan hukum materiil dikenal adanya 2 dua fungsi ajaran. 58 1. Ajaran sifat melawan hukum materiil dalam fungsinya yang positif di mana meskipun suatu perbuatan tidak dirumuskan dalam undang-undang sebagai perbuatan yang dilarang, tetapi apabila masyarakat memandang bahwa perbuatan tersebut sebagai perbuatan yang tercela serta dianggap melawan hukum maka perbuatan tersebut dianggap bersifat melawan hukum. 58 AR.Sujono,Op.cit., h. 234 Universitas Sumatera Utara Dalam fungsinya yang positif menurut Komariah Emong Supardjaja hanyalah berlaku khusus dalam hukum pidana Indonesia mengingat masih berlakunya hukum adat Soepomo, dikuatkan oleh Moeljatno, tetapi itu terbatas sepanjang tidak ada padanannya dalam KUHP Pasal 5 Undang- undang No.1 Drt Tahun1951 . 2. Ajaran sifat melawan hukum materiil dalam fungssinya yang negatif meskipun suatu perbuatan telah dirumuskan dalam ketentuan undang-undang sebagai perbuatan melawan hukum, akan tetapi apabila masyarakat memandang perbuatan tersebut tidak tercela dan dipandang bukan sebagai melawan hukum maka perbuatan tersebut tidaklah dikatakan bersifat melawan hukum. Sifat melawan hukum materiil telah diterima sebagai berperan negatif, sehingga menjadi alasan penghapus pidana alasan pembenar . Melawan hukum di sini haruslah dibaca dan diartikan sebagai melawan hukum dalam arti formil. Memproduksi, mengimpor, mengekspor atau menyalurkan narkotika tentulah diperbolehkan apabila dilakukan sesuai dengan koridor hukum, dan sebaliknya yang dilarang adalah apabila memproduksi, mengimpor, mengekspor atau meenyalurkan dilakukan dengan cara melawan hukum. Setiap tindakan terhadap memproduksi, mengimpor, mengekspor atau menyalurkan narkotika bagi yang tidak berhak jelas merupakan bagian dari tindakan melawan hukum, kalau demikian dalam hal-hal apa lagi memproduksi, mengimpor, mengekspor atau menyalurkan narkotika dianggap telah dilakukan dengan melawan hukum. Universitas Sumatera Utara Melawan hukum berarti ada ketentuan yang dilanggar, berkaitan dengan hal tersebut maka segala tata cara memproduksi, mengimpor, mengekspor atau menyalurkan narkotika dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika telah diatur secara lengkap, sehingga terhadap tindakan memproduksi, mengimpor, mengekspor atau menyalurkan narkotika yang tidak sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika serta peraturan pelaksanaannnya jelas telah dilakukan dengan melawan hukum. c. Narkotika Golongan I Jika Pasal 111 dan Pasal 112 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, membedakan secara tegas pelanggaran perbuatan pidana terhadap Narkotika Golonan I dalam bentuk tanaman dan narkotika bukan tanaman, maka ketentuan Pasal 113 di sini hanya menyebut Narkotika Golongan I saja. Hal ini berarti pelanggaran perbuatan pidana sebagaimana Pasal 113 berlaku untuk Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman sekaligus pula Narkotika Golongan I bukan tanaman. Ancaman pidana atas perbuatan yang dilakukan karena melanggar Pasal 113 ayat 1 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,- satu miliar rupiah dan paling banyak Rp 10.000.000.000,- sepuluh miliar rupaih. Sedangkan apabila perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor atau menyalurkan Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 satu kilogram atau melebihi 5 lima batang Universitas Sumatera Utara pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 lima gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 lima tahun daan paling lama 20 dua puluh tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditambah 13 sepertiga Sehingga ada 3 pilihan pidana yang dapat dijatuhkan yaitu : a. Pidana mati; b. Pidana penjara seumur hidup c. Pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan denda. Rumusan Pasal 113 ayat 1 dengan jelas menggunakan kata “ dan” yang berarti hanya dimungkinkan penjatuhan pidana secara kumulatif. Artinya, jika terbukti bersalah maka pelaku haruslah dijatuhi pidana penjara dan denda yang merupakan 2 dua jenis pidana pokok. Khusus mengenai pidana denda, Undang- undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika telah membuat aturan sendiri yang dengan aturan peemidanaan khususnya untuk pidana denda sebagaimana diatur dalam KUHP. Pidana denda yang dibayar menurut Pasal 30 KUHP maka pidana denda tersebut diganti dengan pidana kurungan sekurang-kurangnya satu hari dan selama-lamanya 6 enam bulan dan apabila ada gabungan tindak pidana, mengulangi kejahatan atau karena ketentuan Pasal 52 dan 52 a maka pidana kurungan pengganti dapat dijatuhkan selaama-lamanya 8 delapan bulan. Universitas Sumatera Utara Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika berkaitan dengan pidana denda telah ditentukan sebagaimana bunyi Pasal 148 sebagai berikut : Apabila putusan pidana denda sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini tidak dapt dibayar oleh pelaku tindak pidana Narkotika dan tindak pidan Prekursor Narkotika. Pelaku dijatuhi pidana penjara paling lama 2dua tahun sebagaiman pengganti pidana yang tidak dapat dibayar. Bentuk kumulatif sanksi sebagaimana ditunjukkan dengan kata “dan” di sini tidak dapat disimpangi dengan menjatuhkan salah satu bentuk pidana misalnya penjara atau pidana denda saja. Tidak dijatuhkannya kedua jenis pidana tersebut padahal telah nyata ketentuan pid ana secaraa tegas menyatakan adanya kata “dan” mengakibatkan putusan dibatalkan, demikian Yurisprudensi MARI No, 13KMIL2001, yang mengemukakan, “bahwa oleh karena Mahkamah Tinggi Milier I Medan tidak menjatuhkan hukuman denda terhadap terdakwa, sedangkan hukuman dalam perkara Psikotropika bersifat kumulatif, maka Putusan Mahkamah Militer Tinggi I Medan harus dibatalkan”. Rumusan ancaman pidana Pasal 113 ayat 2 ini pertama berbentuk alternatif ditandai dengan kata “atau”, sehingga hakim mempunyai pilihan apakah akan menjatuhkan pidana mati, pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditambah 13 sepertiga, dengan konsekuen apabila hakim menjatuhkan pidana mati dan pidana seumur hidup berarti pidana denda tidak boleh dijatuhkan. Pidana denda baru bisa dijatuhkan apabila pidana yang dijatuhkan berupa pidana penjara paling singkat 5 Universitas Sumatera Utara lima tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun karena alternatif dari bentuk pidana yang dijatuhkan ke dua menggunakan kata “dan”. Khusus mengenai denda ancaman maksimum denda diperberat dengan ditambah 13 sepertiga, secara logika penafsiran yang dikehendaki undang- undang ini pidana denda dapat dijatuhkan yaitu denda Rp 1.000.000.000,- satu miliar rupiah sampai dengan Rp 10.000.000.000,- sepuluh miliar rupiah ditambah 13 sepertiga. Pasal 118 berbunyi : 1 Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi , mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana p[enjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 12 dua belas tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 800.000.000,- delapan ratus juta rupiah dan paling banyak Rp 8.000.000.000,- delapan miliar rupiah 2 Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II sebagaiman dimaksud pada ayat1 beratnya melebihi 5 lima gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditambah 13 sepertiga. Unsur-unsur tindak pidana dalam ketentuan Pasal 118 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ini adalah : a Setiap orang; b Tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan. c Narkotika Golongan II. a. Setiap orang Setiap orang adalah subjek tindak pidana sebagai orang yang di ajukan dipersidangan adalah benar sebagaimana disebutkan identitasnya dalam dakwaan Universitas Sumatera Utara Jaksa Penuntut Umum. 59 Setiap orang adalah orang perorangan atau korporasi yang melakukan tindak pidana narkotika. b. Tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan. Maksud dari unsur ini adalah dalam memproduksi, mengimpor, mengekspor atau menyalurkan haruslah dilakukan secara tanpa hak atau melawan hukum. c. Narkotika Golongan II Sebagaimana diketahui Narkotika Golongan I hanya dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnotik serta reagensia dalam jumlah terbatas, sedangkan Narkotika Golongan II disamping dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan juga merupakan pilihan terakhir dalam pengobatan serta dapat digunakan untuk terapi. 60 Pasal 123 berbunyi : 1 Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3tiga tahun dan paling lama 10 sepuluh tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 600.000.000,- enam ratus juta rupiah dan paling banyak Rp. 6.000.000.000,- enam miliar rupiah 2 Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor , mengekspor atau menyalurkan Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat 1 beratnya melebihi 5 lima gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditambah 13 sepertiga. 59 AR.Sujono dan Bony Daniel,Op.Cit., h. 227. 60 Lampiran Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Universitas Sumatera Utara Unsur-unsur tindak pidana dalam ketentuan Pasal 118 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ini adalah : a Setiap orang; b Tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan. c Narkotika Golongan III. a. Setiap orang Setiap orang adalah subjek tindak pidana sebagai orang yang diajukan di persidangan adalah benar sebagaimana disebutkan identitasnya dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum. 61 Setiap orang adalah orang perorangan atau korporasi yang melakukan tindak pidana narkotika. b. Tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan. Maksud dari unsur ini adalah dalam memproduksi, mengimpor, mengekspor atau menyalurkan haruslah dilakukan secara tanpa hak atau melawan hukum. c. Narkotika Golongan III Sebagaimana diketahui Narkotika Golongan I hanya dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnotik serta reagensia dalam jumlah terbatas, kemudian Narkotika Golongan II disamping dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan juga merupakan pilihan terakhir dalam pengobatan serta dapat 61 A.R. Sujono dan Bony Daniel,Op.Cit., h. 227. Universitas Sumatera Utara digunakan untuk terapi. Narkotika Golongan III adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi danatau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. 62 Tabel 1. 63 Ancaman Pidana terhadap Tindak Pidana Produksi, Impor, Ekspor, atau Menyalurkan Narkotika Jenis Narkotika Perbuatan Melawan Hukum Jumlah Ancaman Pidana Ancaman Denda Golongan I Pasal 113 Ayat 1 Pasal 113 Ayat 2 Memproduksi, mengimpor, mengekspor, menyalurkan Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 satu kilogram atau melebihi 5 lima batang pohon Dalam bentuk bukan tananam beratnya melebihi 5 lima gram Pidana Penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 15 tahun Pidana mati, pidana penjara seumur hidup, penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun Pidana denda paling sedikit 1 satu miliar rupiah dan paling banyak 10 sepuluh miliar rupiah Pidana denda maksimum sebagaimana dalam Ayat 1 ditambah dengan 13 sepertiga Golongan II Pasal 118 Ayat 1 Memproduksi, mengimpor, mengekspor, menyalurkan Pidana Penjara paling singkat 4 empat tahun Pidana denda paling sedikit 800 juta rupiah dan 62 Jenis Narkotika Golongan III dapat dilihat pada Lampiran Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 63 A.R. Sujono dan Bony Daniel, Op.Cit.,h. 224 Universitas Sumatera Utara Pasal 118 Ayat 2 Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Beratnya melebihi 5 lima gram dan paling lama 12 tahun Pidana mati, pidana penjara seumur hidup, penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun paling banyak 8 delapan miliar rupiah Pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dditambah 13 sepertiga Golongan III Pasal 123 Ayat 1 Pasal 123 Ayat 2 Memproduksi, mengimpor, mengekspor, menyalurkan, Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Beratnya melebihi 5 lima gram Pidana penjara paling singkat 3tiga tahun dan paling lama 10 tahun Pidana penjaraa paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 15 tahun Pidana denda paling sedikit 600 juta rupiah dan paling banyak 5 lima miliar rupiah Pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 ditambah 13 sepertiga 3. Instansi yang Berperan Dalam Memberantas Impor Narkotika Secara Tanpa Hak atau Melawan Hukum Pengawasan impor narkotika maupun pemberantasan tindak pidana impor narkotika tentunya dilakukan oleh instansi-instansi atau lembaga-lembaga yang diberi tugas oleh undang-undang, dimana instansi-instansi tersebut mempunyai peran yang sangat penting dalam pengawasan peredaran, impor dan ekspor narkotika. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika pada Bab VI Pasal 48 disebutkan bahwa Menteri, kementerian, Universitas Sumatera Utara danatau lembaga terkait secara terkoordinasi melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan narkotika. Instansi-instansi yang berperan dalam pengawasan dan memberantas impor narkotika secara tanpa hak atau melawan hukum tersebut antara lain Menteri, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Polri, BNN, dan masyarakat. a Menteri Menteri dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. 64 Menteri sangat berperan dalam pengawasan impor narkotika karena menteri yang mempunyai wewenang memberikan izin impor kepada importir narkotika. Seperti yang termuat dalam Pasal 15 sampai Pasal 34 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dapat kita ketahui bersama bahwa Menteri memberikan izin kepada satu perusahaan pedagang besar farmasi milik negara yang telah memeliki izin importir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk melaksanankan impor narkotika. Menteri hanya memberikan izin pada satu perusahan pedagang besar farmasi baik sebagai importir maupun eksportir, hal ini dikarenakan agar mempermudah pengawasan impor dan ekspor narkotika. Dengan kewenangan yang berada di tangan Menteri, itu artinya sangat besar peran Menteri dalam impor narkotika sehingga sangat berperan dalam pencegahan impor narkotika yang dilakukan tanpa hak atau melawan hukum. 64 Termuat dalam Pasal 1 angka 22 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Universitas Sumatera Utara Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika disebutkan bahwa : Pasal 49 : 1 Pembinaan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 dilakukan oleh Menteri. 2 Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi upaya : a. memenuhi ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelaayanan kesehatan danatau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; b. mencegah penyalahgunaan narkotika; c. mencegah generasi muda dan anak usia sekolah dalam penyalahgunaan narkotika; d. mendorong dan menunjang kegiatan penelitian danatau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan; dan e. meningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi medis bagi pecandu narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat. Pasal 50 : 1 pembinaan dalam rangka memenuhi ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan danatau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat 2 huruf a dilaksanakan dengan : a. menyusun rencana kebutuhan narkotika yang tepat dan akurat berdasarkaan data pencatatan dan pelaporan rencana dan realisaasi produk tahunan; b. membuat pedoman pengadaan, penyimpanan, pendistribusian atau penyaluran, pengendalian dan pengawasan narkotika secara nassional; c. melakssanakan pengendalian terhadap produksi narkotika sesuai rencana kebutuhan tahunan; dan d. menjamin peredaran narkotika pada sarana distribusi yang sah dan sesuai dengan ketentuan peraturan pernundang-undangan. 2 Pemenuhan ketersediaan narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan Menteri. Menteri mempunyai peran yang sangan penting dalam hal pembinaan, pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan narkotika, Universitas Sumatera Utara oleh karena itu segala peran dan tugas Menteri dalam hal ini perlu dilakukan dengan maksimal mengingat bahaya yang ditimbulkan atas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. b Badan Pengawas Obat dan Makanan Badan Pengawasan Obat dan Makanan melakukan pengawasan terhadap segala kegiatan narkotika sebagaimana yang termuat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu : Pasal 55 : 1 Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan melakukan pengawasan terhadap segala kegiatan narkotika 2 Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi pengawasan terhadap: a. narkotika dan prekursor narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan danatau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; b. alat-alat potensian yang dapat disalahgunakan untuk melakukan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika; c. evaluasi keamanan, khasiat, dan mutu produk sebelum diedarkan; d. produksi; e. impor dan ekspor; f. peredaran; g. pelabelan; h. informasi; dan i. penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pasal 57 : 1 pengawasan terhadap segala kegiatan yang berkaitan dengan narkotika dan prekursor narkotika sebagaiman dimaksud dalam Pasal 55 ayat 2 huruf b, huruf d, guruf e, huruf f, dan huruf i dilakukan melalui : a. audit; b. monitoring; dan c. evaluasi. Berdasarkan isi dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Universitas Sumatera Utara tentang Narkotika di atas maka dapat kita ketahui bahwa Badan Pengawasan Obat dan Makanan mempunyai peran dalam pengawasan impor dan ekspor narkotika. c Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai merupakan suatu instansi dari pemerintah yang sangat menunjang dalam kelancaran arus lalu lintas ekspor dan impor barang di daerah pabean. Berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan Nomor 17 Tahun 2006 yang merupakan pengganti atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995, bea dan cukai mempunyai wewenang dalam memeriksa barang dalam perdagangan nasional dan internasional. Pemeriksaan barang meliputi kelengkapan surat dokumen tentang asal usul barang, pemilik asal barang dan tujuan pemilik baru atas barang. Bea dan cukai sebagai pengawas lalu lintas barang sangat erat kaitannya dengan pelaksana dalam memberantas penyelundupan baik barang yang berasal dari luar maupun dalam negeri. Berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan Nomor 17 Tahun 2006, bea dan cukai mempunyai wewenang untuk menangkap pelaku penyelundupan, menyita barang selundupan sebagai barang bukti untuk diserahkan kepada pihak yang berwajib seperti kepolisian untuk ditindak lanjuti sebagai tindak pidana. 65 Indonesia sebagai daerah yang sering dijadikan target dari penyelundupan dari pasar internasional menjadikan tugas bea dan cukai dalam memberantas penyelundupan begitu penting agar melindungi produksi dalam negeri dan juga sebagai penghasil devisa negara dari pemungutan bea masuk dan bea keluar. Bea 65 http:ferryjr.blogspot.com201204share-peranan-bea-dan-cukai-dalam.html diakses pada tanggal 21 Juli 2015 Pukul 21.00 wib Universitas Sumatera Utara dan cukai sebagai garda terdepan dalam mencegah terjadinya penyelundupan barang yang masuk dan keluar Indonesia mempunyai tugas yang vital. Bea dan Cukai yang sangat erat kaitannya dengan pelaksana dalam pemberantasan penyelundupan baik barang dari luar maupun dalam negeri itu artinya sangat besar peran Bea dan Cukai dalam memberantas impor narkotika yang dilakaukan tanpa hak atau melawan hukum. c. Polri Sebagai aparat penegak hukum yang ditempatkan paling depan untuk menindak kasus pidana termaksud narkotika, polisi berkewajiban untuk memberikan jaminan dan perlindungan bagi masyarakat agar terhindar dari penyalahgunaan zat atau obat-obatan terlarang tersebut. Hal ini dapat tumbuh melalui standar profesi yang tinggi dan tugas sebagai panutan sadar hukum perilaku sesuai dengan hukum. Kehadiran polisi sebenarnya juga dapat dilihat dari upaya orisinil masyarakat guna secara sistematis bertahan terhadap kemungkinan munculnya kekacauan atau ketidaktertiban. 66 Polisi sebagai bagian dari warga Negara Republik Indonesia yang merupakan ujung tombak dari penegakan hukum tidak lepas dari kewajiban tugas tersebut. Kewajiban Polisi pada hakekatnya dapat dibedakan atas 2dua macam, antara lain : a. Kewajiban preventif ialah kewajiban yang melaksanakan segala usaha, kegiatan dan pekerjaaan dalam rangka penyelenggaraan melindungi Negara beserta badan hukumnya, kesejahteraan, kesentausaan, keamanan, ketertiban 66 Adrianus Meliala, Mengkritis Polisi, Yogyakarta:Kanisius,2001, h . 111. Universitas Sumatera Utara umum, orang-orang dan harta bendanya dengan jalan mencegah terjadinya tindak pidana. b. Kewajiban refresif ialah kewajiban yang melakukan segala usaha, kegiatan dan pekerjaan untuk membantu tugas kehakiman guna memberantas segala tindak pidana yang telah dilakukan dengan cara menyidik, menahan, memeriksa, menggeledah, dan membuat berita acara pemeriksaan pendahuluan serta mengajukan kepada kejaksaan untuk diadakan penuntutan pidana dimuka hakim yang berwajib. Dalam membahas fungsi Polisi mengacu pada Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, yaitu : “Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan Negara Republik Indonesia di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat” Berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, tugas pokok kepolisian adalah : a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. Menegakkan hukum; dan c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Mengacu pada tugas pokok kepolisian sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, terlihat jelas bahwa tugas yang diemban polisi tidaklah ringan, terutama tugas yang menyangkut memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Hal ini disebabkan karena semakin kritis dan berkembangnya keterbukaan pada pergaulan di dalam masyarakat, yang pada akhirnya menimbulkan berbagai macam persoalan dan permasalahan. Universitas Sumatera Utara Di dalam kaitannya dengan tugas pokok Polri, maka menurut Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas : a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patrol terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan; c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan; d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional; e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum; f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa; g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya; h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboraturium forensic dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian; i. Melindungi keselamatan jiwa, raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan atau bencana termaksud memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia; Universitas Sumatera Utara j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi danatau pihak yang berwenang; k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dari tugas dan fungsi Polri tersebut di atas maka sangat besar peran Polri yang bisa dilakukan untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan, dan peredaran gelap narkotika. d. Badan Narkotika Nasional Badan Narkotika Nasional sebagai lembaga yang menangani persoalan bahaya narkotika tentu harus dikelola secara profesional. Sebab persoalan narkotika menyangkut kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Pasal 71 Undang-undang No. 35 Tahun 2009 mengatur bahwa dalam melaksanakan tugas pemberantasan penyaalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika, Badan Narkotika Nasional berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan presekutor narkotika. Lebih spesifiknya, menurut Pasal 70 Undang-undang Nomr 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Badan Narkotika Nasional memiliki tugas yaitu : 1. Menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; Universitas Sumatera Utara 2. Mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; 3. Berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia; 4. Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu narkotika, baik yang diselenggarakan oleh permerintah maupun masyarakat; 5. Memberdayakan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; 6. Memantau, mengarahkan, dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; 7. Melakukan kerjasam bilateral dan multilateral, baik regional maupun internasional, guna mencegah dan memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; 8. Mengembangkan laboratorium narkotika dan prekursor narkotika ; 9. Melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara penyalahgunaan dan peredaraan gelap narkotika dan prekursor narkotika; 10. Membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang; Mengenai kewenangan Badan Narkotika Nasional yang meliputi administrasi penyelidikan dan penyidikan, maka hal ini berbicara tentang segala hal yang mencakup tertib hukum formil dan materiil yang harus dipatuhi dalam proses penanganan perkara penyalahgunaan narkotika dan prekursor narkotika dan tata cara serta praktik menurut hukum acara yang berlaku di Republik Universitas Sumatera Utara Indonesia untuk proses penyelidikan dan penyidikan. Hukum formil yang tentu saja Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Badan Narkotika Nasional BNN leluasa dalam menyidik kasus narkotika dan prekursor narkotika bahkan BNN bisa melakukan penyidikan ke pabrik bahan baku narkotika. Hal ini merupakan suatu kemajuan karena sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Narkotika, kewenangan BNN hanya memberikan informasi ke institusi terkait seperti Kepolisian dan Bea Cukai. 67 Badan Narkotika Nasional pusat harus besinergi dengan Badan Narkotika Provinsi sampai ke Badan Narkotika Nasional tingkat Kabupaten. BNN Pusat menindak jaringan yang bertaraf nasional dan internasional, sementara untuk tingkat BNN Provinsi melakukan penindakan terhadaap jaringan di tingkat Provinsi dan untuk tingkat BNN Kabupaten hanya melakukan analisis jaringan yang bergerak yang berhubungan dengan narkotika. Dalam Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, pengaturan tentang Badan Narkotika Nasional diatur dalam Pasal 64 sampai dengan 72. Tentang masing-masing Deputi di Badan Narkotika Nasional, tugasnya masing – masing ada dalam ketentuan Pasal 11 sampai dengan Pasal 25 Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional. Tugas Deputi Bidang Pemberantasan memiliki tugas untuk melaksanakan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk 67 AR.Sujono, Bony Daniel.,Op.Cit.,h.133 Universitas Sumatera Utara tembakau dan alkohol P4GN di bidang pemberantasan dengan melakukan fungsi: 68 a. Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan nasional dan kebijakan teknis P4GN di bidang pemberantasan; b. Penyusunan dan perumusan norma, standart, kriteria, dan prosedur kegiatan intelijen, penyelidikan dan penyidikan, interdiksi, penindakan dan pengejaran, pengawasan tahanan, penyimpanan, pengawasan dan pemusnahan barang bukti serta penyitaan aset; c. Pelaksanaan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi dengan instansi pemerintahan terkait dalam pemberantasan dan pemutusan jaringan kejahatan terorganisasi penyalahgunaan dan peredaraan gelap narkotika, psikotropika, perkursor, dan bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol; d. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol; e. Pelaksanaan pemutusan jaringan kejahatan terorganisasi di bidang narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol; f. Pembinaan teknis kegiatan intelijen, penyelidikan dan penyidikan, interdiksi, penindakan dan pengejaran, pengawasan tahanan, 68 Ibid.,h. 135 Universitas Sumatera Utara penyimpanan, pengawasan dan pemusnahan barang bukti serta penyitaan aset kepada instansi vertikal di lingkungan BNN; g. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksaan kebijakan nasional P4GN di bidang pemberantasan. Pasal 71 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika memuat yaitu : “Dalam melaksanakan tugas pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, BNN berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaraan gelap Narkotika dan prekursor Narkotika” e. Masyarakat Peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika diatur dalam Bab XIII Pasal 104 sampai dengan Pasal 108 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pasal 104 : Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta membantu pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika. Pasal 105 : Masyarakat mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika. Dari isi Pasal 104 dan 105 dapat kita ketahui bersama bahwa masyarakat mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya pencegahan dan Universitas Sumatera Utara pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan juga prekursor narkotika. Pasal 106 : Hak masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaraan gelap narkotika dan prekursor narkotika diwujudkan dalam bentuk : a. Mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana narkotika dan perkursor narkotika; b. Memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana narkotika kepada penegak hukum atau BNN yang menangani perkara tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika; c. Menyampaikan saran dan pendapat serta bertanggungjawab kepada penegak hukmum atau BNN yang menangani perkara tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika ; d. Memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak hukum atau BNN; e. Memperoleh perlindungan hukum pada saat yang bersangkutan melaksanakan haknya atau diminta hadir dalam proses peradilan. Pasal 107 : Masyarakat dapat melaporkan kepada pejabat yang berwenang atau BNN jika mengetahui adanya penyalahgunaan atau peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotik. Pasal 108 : 1 Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104, 105, dan 106 dapat dibentuk dalam suatu wadah yang dikoordinasi oleh BNN; 2 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan peraturan Kepala BNN. Pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika adalah tanggung jawab kita bersama, setiap instansi-instansi tersebut di atas sama-sama melakukan tugasnya dengan maksimal dan saling bahu-membahu begitu juga dengan masyarakat untuk lebih Universitas Sumatera Utara peka dan peduli terhadap peristiwa atau gejala-gejala mencurigakan yang terjadi di lingkungan sekitar kita, agar pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika dapat kita jalankan dengan maksimal. B. Modus Operandi Impor Narkotika Secara Tanpa Hak atau Melawan Hukum Dalam kegiatan impor narkotika secara tanpa hak atau melawan hukum, hampir semua kegiatannya itu dilakukan dengan modus-modus yang rapi dan biasanya disembunyikan atau diselipkan di dalam benda-benda yang mempunyai rongga untuk mengelabui petugas. Modus operandi impor dan ekspor secara tanpa hak atau melawan hukum semakin lama semakin canggih dan terkadang tak disangka-sangka. Banyak modus- modus baru yang dibuat oleh para “penjahat” narkotika transional. Modus operandi sindikat peredaran narkotika dengan mudah dapat menembus batas-batas negara di dunia melalui jaringan manajemen yang rapi dan teknologi yang canggih. Berikut beberapa modus-modus operandi yang dilakukan oleh para importir tanpa hak atau melawan hukum yang berhasil digagalkan : 1. Disembunyikan dalam traveling bag Pada tanggal 21 Februari 1994, tiga orang yaitu Saelow, Namsong dan Ayodya yang tiba di Indonesia dengan menggunakan penerbangan M1-132 Singapore tertangkap oleh petugas Bea dan Cukai di Bandara Internasional Polonia Universitas Sumatera Utara Medan dengan jumlah barang bukti 12.190 gram Heroin dengan modus operandi heroin tersebut disembunyikan dalam traveling bag. 69 2. Disembunyikan dalam tabung televisi Pada tanggal 30 Mei 1998, seorang Warga Negara Asing yaitu Kayode Idow Sholake dari Togolaise dengan penerbangan TG-413 dari Bangkok tertangkap di Bandara Internasional Soekarno Hatta dengan barang bukti 8.600 gram Heroin yang disembunyikan dalam tabung televisi. 3. Disembunyikan dalam rongga patung yang terbuat dari fibre glass. Pada tanggal 01 Maret 1999, paket Pos dari Cina yang tiba di Bandar Internasional Soekarno Hatta ternyata berisi 25 Kg Shabu yang disembunyikan di dalam rongga patung yang terbuat dari fibre glass. 70 4. Disembunyikan di dalam rongga batu nisan Pada tanggal 02 November 2000, paket dari Hongkong yang tiba di Bandara Internasional Soekarno Hatta dibritahukan sebagai batu nisan dari Hongkong, tetapi setelah di periksa ternyata di dalam rongga batu nisan tersebut disembunyikan 40 kg shabu-shabu dengan pelaku bernama Mr. Robert. 71 5. Swallower ditelan Pada tanggal 20 Januari 2001, Indra Bahadur Tamang di Bandara Internasional Soekarno Hatta tertangkap oleh petugas karena membawa 900 gram Heroin 105 kapsul dengan modus operandi swallower atau ditelan. 72 69 Direktorat Pencegahan dan Penyidikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Pengawasan Narkotika dan Psikotropika, Jakarta:Direktorat Pencegahan dan Penyidikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,2002 , h. 48. 70 Ibid., h. 49-50. 71 Ibid., h. 53 72 Ibid., h. 54. Universitas Sumatera Utara 6. Mengikatmelakban di bagian tubuh Pada tanggal 17 April 2005 sembilan warga Australia ditangkap di Bandara Ngurah Rai, Bali, dengan tuduhan berupaya menyelundupkan lebih dari 8 kilogram heroin keluar dari Indonesia. Martin Stephens, Renae Lawrence, Scott Rush, dan Michael Czuga ditangkap di bandara dengan mengikat paket heroin ke tubuh mereka. Sementara itu, tiga lainnya, Si Yi Chen, Tan Duc Thanh Nguyen, dan Matthew Norman ditangkap di Hotel Maslati, dekat Pantai Kuta, dengan kepemilikan 300 gram heroin. Andrew Chan dan Myuran Sukumaran ditangkap di bandara karena dianggap terkait dengan tujuh warga yang ditangkap. 73 7. Dibawa di dalam kontainer Freddy Budiman yang notabene masih berada di dalam jeruji besi berhasil melakukan pengkordiniran untuk mendatangkan pil ekstasi dalam jumlah besar dari China. Ia masih bisa mengorganisasi penyelundupan 1.412.475 pil ekstasi dari China. Datangnya sebuah kontainer pada 8 Mei 2012 ternyata berisi jutaan pil ekstasi, kontainer bernomor TGHU 0683898 itu diangkut kapal YM Instruction Voyage 93 S, berangkat dari Pelabuhan Lianyungan, Shenzhen, China, tujuan Jakarta. 74 8. Melalui jalur pengiriman barang via pos dan paket ekspedisi Kali ini modus operandi penyelundupan barang terlarang ditemukan melalui jalur barang kiriman yakni via pos. SK, AQ, dan AR merupakan penerima 73 http:regional.kompas.comread2015042906330021Ini.Kronologi.Kasus.Narkoba.K elompok.Bali.Nine diakses pada tanggal 28 Juni 2015 pukul 15.00 Wib. 74 http:megapolitan.kompas.comread201307271145459Freddy.Budiman.Bandar.Nar kotika.sejak.2009 . diakses pada tanggal 28 Juni 2015 Pukul 22.00 Wib. Universitas Sumatera Utara barang kiriman berupa alat pijat kaki dan alat pijat punggung elektronik yang dikirim melalui Kantor Tukar Pos Udara KTPU Bandara Soekarno Hatta. Pengiriman barang tersebut dilakukan 2 dua kali dan sampai di Kantor Tukar Pos Udara KTPU Bandara Soekarno Hatta pada tanggal 2022014 dan 2122014 dengan penerima yang sama. Berdasarkan hasil analisa intelijen, Tim Customs Tactical Unit CTU Bea dan Cukai Soekarno Hatta melakukan pemeriksaan mendalam terhadap paket kiriman dari Hongkong tersebut dan mendapatkan total 3.266 gram kristal bening yang diduga metamphetamine di dalam alat-alat tersebut. 75 Tidak sedikit juga kasus impor narkotika yang dilakukan para pelaku tindak pidana impor narkotika yang menggunakan modus jasa paket ekspedisi, seperti kasus yang diungkap oleh Direktorat Tindak Pidana Narkoba dan Reserse Kriminal Bareskrim Polri, dimana berhasil menangkap pelaku tindak pidana impor narkotika yaitu 4 tersangka dimana 2 tersangka warga negara Taiwan, 1 tersangaka warga negara Nigeria dan 1 tersangka waarga negara Indonesia dengan barang bukti seberat 12,1 Kg narkotika jenis sabu yang dikirim dari China melalui jalur laut dengan menggunakan jasa ekspedisi. Dari kasus ini juga Bareskrim dapat mengungkap penyelundupan yang akan tiba beberapa hari kemudian, dimana tiba sebuah paket sabu yang disamarkan dalam ikan asin dan bumbu dapur. 76 75 http:www.bcsoetta.netv2articlejalur-barang-kiriman-kali-ini-menjadi-modus- operandi-penyelundupan-narkotika-ke-indonesia . diakses pada tanggal 09 Juli 2015 , pukul 19.00 Wib. 76 http:www.merdeka.comperistiwanarkoba-dari-luar-negeri-masuk-indonesia-dikemas- paket-ikan-asin.html, diakses pada tanggal 25 April 2016 pukul 08.00 Wib Universitas Sumatera Utara 9. Disembunyikan di dalam kotak cokelat Satuan Narkoba Polres Jakarta Barat menggagalkan penyelundupan narkoba seberat 13 kilogram dari Tiongkok. Sabu diselundupkan dan disamarkan dalam kotak cokelat. Kapolres Metro Jakarta Barat Kompol Rudy Heriyanto Adi Nugroho mengatakan, kepolisian Tanah Air bekerja sama dengan kepolisian Tiongkok menangkap pengirim sabu dalam kotak cokelat tersebut. Ada dua peti kayu berisi enam dus dengan 44 set kotak cokelat dan berisi sabu seberat 13 kilogram yang dikirimkan dari Tiongkok. Rudy mengatakan, dari alamat paket itu, tertera koperasi sebuah universitas swasta ternama di Jakarta Barat. Namun, pengurus koperasi menyatakan tidak tahu- menahu. Dalam menyelundupkan narkoba itu, pelaku mencoba mengelabui petugas dengan cara membungkusnya melalui alumunium foil, layaknya kue coklat. Kami telah memusnahkannya, total nilai sabu-sabu ini Rp 25 miliar lebih, tutur Rudy. 77 10. Disembunyikan di bagian tubuh yang susah dijangkau oleh orang lain Petugas aviation security Avsec Bandara Kualanamu Deliserdang, Sumatera Utara, mengamankan seorang calon penumpang pesawat tujuan Balikpapan. Ia diamankan karena kedapatan membawa narkoba jenis sabu dan ekstasi dalam jumlah besar. Humas Bandara Kualanamu Wisnu Budi Setianto mengatakan, wanita yang diamankan tersebut bernama Hajah Isdiani 54. Saat diamankan, petugas menemukan 1.500 butir ekstasi dan 1 ons sabu. Ia menyimpan barang haram 77 http:news.liputan6.comread2484728sabu-13-kg-dari-tiongkok-diselundupkan-dalam- kotak-cokelat diakses pada tanggal 24 April 2016, pukul 16.00 Wib Universitas Sumatera Utara itu di payudara, Minggu, 722016. Penangkapan berawal dari profiling yang dilakukan petugas Avsec. Kemudian pemeriksaan di security check point, setelah dilakukan body searching petugas Avsec menemukan narkoba itu disimpan di bagian dada pelaku. Setelah diamankan, pelaku kemudian diserahkan ke Polres Deliserdang. Lain di Kuala Namu Internasional Airport lain juga di Bandara Sultan Syarif Kasim II, seorang warga asal Aceh, Muhammad Irfan diamankan petugas bea cukai Bandara Sultan Syarif Kasim SSK II karena kedapatan membawa 236 gram sabu yang disembunyikan di dalam anusnya. Pria 21 tahun yang baru saja dari Malaysia itu diserahkan petugas bea cukai ke Satuan Reserse Narkoba Polresta Pekanbaru untuk pengusutan lebih lanjut, pada Selasa 922016 petang. 78 Beberapa kasus dengan modus operandi seperti yang telah diuraikan di atas adalah masih sebagian kecil dari kasus-kasus yang dilakukan oleh para pelaku tindak pidana impor narkotika. Dari uraian di atas dapat kita ketahui bahwa modus-modus operandi para pelaku tindak pidana impor narkotika sudah dilakukan dari puluhan tahun lalu, dan semakin tahun ke tahun modusnya semakin beragam dan semakin berkembang. Segala cara dan segala usaha digunakan para pelaku tindak pidana narkotika untuk “mengelabui” para petugas demi memasukkan baarang-barang perusak bangsa tersebut ke negeri ini. 78 http:regional.liputan6.comread2432740simpan-sabu-di-anus-warga-aceh-dibekuk , diakses pada tanggal 24 April 2016, pukul 16.20 Wib Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang