Pengetahuan yang salah satu fungsinya melakukan kegiatan percobaan, penelitian, dan pengembangan narkotika harus dengan izin Menteri Kesehatan dapat
memperoleh, menanam, menyimpan dan menggunakan narkotika.
28
4. Pengertian Tindak Pidana Narkotika
a. Pengertian Tindak Pidana
Tidak ditemukan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit di dalam KUHP maupun di luar KUHP, oleh karena itu para ahli hukum
berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu, yang sampai saat ini belum ada keseragaman pendapat. Pengertian tindak pidana penting dipahami untuk
mengetahui unsur-unsur yang terkandung di dalamnya. Unsur-unsur tindak pidana ini dapat menjadi patokan dalam upaya menentukan apakah perbuatan seseorang
itu merupakan tindak pidana atau tidak.
29
Istilah yang pernah digunakan, baik dalam perundang-undangan yang ada maupun dalam berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah strafbaar
feit adalah sebagai berikut:
30
a. Tindak pidana, dapat dikatakan berupa istilah yang sering ditemukan dalam
perundang-undangan kita. Hampir seluruh peraturan perundangundangan menggunakan istilah tindak pidana misalnya UU No. 6 Tahun 1882 tentang
Hak Cipta, diganti dengan UU No. 19 Tahun 2002, dan perundang- undangan lainnya. Ahli yang menggunakan istilah ini seperti Prof. Dr.
Wirjono Prodjodikoro, SH.
28
Gatot supramono, Hukum Narkoba Indonesia, Jakarta:Djambatan, 2009, h. 160.
29
Mohammad Ekaputra, Dasar-dasar Hukum Pidana Edisi 2, Medan:USU Press, 2013, h. 74.
30
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, Jakarta:Rajawali Pers, 2013, h. 67.
Universitas Sumatera Utara
b. Peristiwa pidana, digunakan oleh beberapa ahli hukum misalnya Mr. Tresna
dalam bukunya Asas-asas Hukum Pidana, Prof. A. Zainal Abidin, SH. dalam buku beliau Hukum Pidana.
c. Delik, yang sebenarnya berasal dari bahasa latin delictum juga digunakan
untuk menggambarkan tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit. Istilah ini dijumpai dalam berbagai literatur misalnya Prof. Utrecht, walaupun
juga beliau menggunakan istilah lain yakni peristiwa pidana dalam buku Hukum Pidana I. Prof. A. Zainal Abidin dalam buku beliau Hukum Pidana I.
Prof. Moeljatno pernah juga menggunakan istilah ini, seperti pada judul buku beliau Delik-Delik Percobaan Delik-Delik Penyertaan walaupun menurut
beliau lebih tepat dengan istilah perbuatanpidana. d.
Pelanggaran pidana, dapat dijumpai dalam buku Pokok-pokok Hukum Pidana yang ditulis oleh Mr. M.H. Tirtaamidjaja.
e. Perbuatan yang boleh dihukum, istilah ini digunakan oleh Mr. Karni dalam
buku beliau Ringkasan tentang Hukum Pidana, begitu juga Schravendijk dalam bukunya Buku Pelajaran Tentang Hukum Pidana Indonesia.
f. Perbuatan yang dapat dihukum, istilah ini digunakan oleh Pembentuk
undang-undang dalam Undang-undang No. 12DRT1951 tentang Senjata Api dan Bahan Peledak.
g. Perbuatan pidana, digunakan oleh Prof. Mr. Moeljatno dalam berbagai tulisan
beliau, misalnya dalam buku Asas-asas Hukum Pidana.
Universitas Sumatera Utara
Dalam Penjelasan Pasal 37 Konsep KUHP baru disebutkan, bahwa dalam pengertian tindak pidana tidak termasuk pertanggungjawaban pidana. Tindak
pidana hanya menunjuk pada dilarangnya perbuatan sebagaimana ditetapkan dalam suatu peraturan perundang-undangan. Apakah pembuat tindak pidana yang
telah melakukan perbuatan yang dilarang kemudian dijatuhi pidana, sangat tergantung pada persoalan apakah dalam melakukan perbuatan tersebut pembuat
tindak pidana dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain, apakah pembuat tindak pidana mempunyai kesalahan. Kesalahan terdiri dari kemampuan
bertanggungjawab, kesengajaan, kealpaan, dan tidak ada alasan pemaaf. Yang dimaksud d
engan “kesalahan” adalah keadaan jiwa seseorang yang melakukan perbuatan dan perbuatan yang dilakukan itu sedemikian rupa, sehingga orang itu
patut dicela. Apabila pembuat tindak pidana memang mempunyai kesalahan dalam melakukan tindak pidana, maka ia akan dijatuhi pidana. Tetapi apabila
pembuat tindak pidana tidak mempunyai kesalahan, walaupun telah melakukan perbuatan yang dilarang dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana, ia tidak
akan dijatuhi pidana. Dengan demikian, asas tiada pidana tanpa kesalahan merupakan asas fundamental dalam pertanggungjawaban pembuat tindak pidana
karena telah melakukan tindak pidana.
31
b. Pengertian Tindak Pidana Narkotika
Tindak pidana narkotika dapat diartikan dengan suatu perbuatan yang melanggar ketentuan
–ketentuan hukum narkotika, dalam hal ini adalah Undang- Undang no. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan ketentuan-ketentuan lain yang
31
Mohammad Ekaputra, Op.Cit., h. 83.
Universitas Sumatera Utara
termasuk dan atau tidak bertentangan dengan undang-undang tersebut. Tindak pidana narkotika juga dapat dikatakan adalah penggunaan atau peredaran
narkotika yang tidak sah tanpa kewenangan dan melawan hukum melanggar UU Narkotika.
32
Tindak pidana Narkotika diatur dalam Bab XV Pasal 111 sampai dengan Pasal 148 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang
merupakan ketentuan khusus, walaupun tidak disebutkan dengan tegas dalam Undang-undang Narkotika bahwa tindak pidana yang diatur di dalamnya adalah
tindak kejahatan, akan tetapi tidak perlu disangsikan lagi bahwa semua tindak pidana di dalam undang-undang tersebut merupakan kejahatan. Alasannya, kalau
narkotika hanya untuk pengobatan dan kepentingan ilmu pengetahuan, maka apabila ada perbuatan diluar kepentingan-kepentingan tersebut sudah merupakan
kejahatan mengingat besarnya akibat yang ditimbulkan dari pemakaian narkotika secara tidak sah sangat membahayakan bagi jiwa manusia.
33
Perbuatan-perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam Undang- undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah sebagai berikut :
1.
Menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki, menyimpan, atau menguasai narkotika dalam bentuk tanaman atau bukan
tanaman , Pasal 111 samapi dengan Pasal 112
2.
Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I Pasal 113
32
Moh. Taufik Makaro, Suhasril, Moh. Zakky A.S.,Op.Cit.,h. 2.
33
Gatot Supramono, Op.Cit, h. 198
Universitas Sumatera Utara
3.
Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika
Golongan I Pasal 114
4.
Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan I Pasal 115
5.
Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika golongan I terhadap orang lain atau memberikan narotika
golongan I untuk digunakan oleh orang lain Pasal 116
6.
Tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan II Pasal 117
7.
Tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika golonngan II Pasal 118;
8.
Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika golongan
II Pasal 119;
9.
Membawa, mengirim, atau mentransito Narkotika golongan II Pasal 120;
10.
Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika golongan II terhadap orang lain atau memberikan narkotika
golongan II untuk digunakan orang lain Pasal 121;
11.
Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika golongan III Pasal 122;
Universitas Sumatera Utara
12.
Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika golongan III Pasal
123;
13.
Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli,
menukar atau menyerahkan Narkotika golonga III Pasal 124;
14.
Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III Pasal 125;
15.
Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan narkotika golongan III terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan III
untuk digunakan orang lain Pasal 126;
16.
Setiap penyalahguna , Narkotika golongan I, II,III bagi diri sendiri Pasal 127 ;
17.
Pecandu Narkotika yang belum cukup umur Pasal 55 ayat 1 yang sengaja tidak melapor Pasal 128;
18.
Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum Pasal 129 : a.
Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;
b. Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Prekursor
Narkotika untuk pembuatan Narkotika; c.
Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Prekursor
Narkotika untuk pembuatan Narkotika;
Universitas Sumatera Utara
d. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito prekursor
Narkotika untuk pembuatan Narkotika.
F. Metode Penelitian