Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
3
rule of law tetap merupakan selogan kosong tanpa dapat dirasakan dalam kehidupan
sehari-hari dalam negara-negara yang menamakan dirinya demokrasi seperti misalnya negara –
negara Barat yang mengagungkan demokrasi, bahkan juga negara- negara marxis yang menyebut dirinya sebagai demokrasi rakyat p
e o
p l
e ’
s democracy
.
2
Penolakan Maududi terhadap teori kedaulatan rakyat bukan terutama berdasarkan bukti-bukti praktek demokrasi terlalu sering menyeleweng, namun
terutama berdasar pemahamannya tentang ayat-ayat al-Quran yang menunjukan bahwa otoritas dan souverenitas tertinggi ada di tangan Tuhan. Di samping itu Tuhan
sajalah yang berhak memberikan hukum law-giver bagi manusia. Manusia tidak berhak menciptakan hukum, menentukan apa yang boleh halal dan apa yang
terlarang haram. Hukum di sini berarti norma-norma dasar bagi penciptaan masyarakat yang adil dan sejahtera. Bukan hukum-hukum administratif atau hukum-
hukum lalu lintas dan lain sebagainya.
2
Maududi secara meyakinkan telah menunjukan kelemahan teori kedaulatan rakyat seperti yang dipraktekkan dalam demokrasi sekuler Barat. Di atas telah diterangkan bahwa sebagian besar
rakyat tidak ikut dalam proses pemerintahan dan legislasi atau pembuatan hukum karena secara teoretis mereka telah mendelegasikan kekuasaan mereka kepada para wakil rakyat lewat sistem
pemilihan umum. Para wakil rakyat membuat dan memberlakukan hukum atas nama rakyat. Akan tetapi karena politik dan agama telah dipisahkan sama sekali sebagai akibat sekularisasi, masyarakat
pada umumnya dan mereka yang aktif dalam bidang politik pada khususnya tidak lagi menganggap penting moralitas dan etik. Di samping itu mereka yang dapat mencapai puncak-puncak kekuasaan
dalam negara biasanya adalah orang-orang yang berhasil mempengaruhi massa rakyat lewat tekanan kekuasaan, propaganda palsu atau uang. Dalam kenyataannya, para pemimpin ini bekerja dan berjuang
bukan untuk kesejahteraan rakyat yang telah memilihnya, namun pertama-tama dan terutama untuk kepentingan kelompok atau kelasnya sectoral or class interest dan tidak jarang para pemimpin ini
memaksakan kehendaknya kepada rakyat di negara-negara yang menamakan dirinya demokrasi sekuler Inggris, Amerika, dan lain-lain. yang dianggap sebagai surga demokrasi sekuler. Lihat Al
Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam, penerjemah Muhammad al Baqir, Bandung: Mizan, 1984, h. 26-27
4
Tuntutan untuk menggali kembali landasan konsep hak-hak asasi manusia yang kelak menjadi dasar demokrasi, telah kembali menjadi wacana praksis yang
terus menerus. Abu al-‘ Al
a Al-Maududi, salah seorang pemikir terbesar dari dunia Islam dan pakar yang sangat besar pengaruhnya terhadap rakyat di berbagai penjuru,
telah membahas masalah ini dalam konteks pedoman Tuhan yang terkandung dalam Qu
r ’
a nd
a nSunnah melalui koridor bukan Demokrasi melainkan Theo-Demokrasi.
3
Namun sebenarnya, Al-Maududi menyimpan sebuah proyek raksasa, yang merupakan sebuah keinginan untuk mengimplementasikan pemikirannya, yang pada
muaranya menjelma dalam koridor Negara Pakistan melalui J a
ma ’
a ta
lI s
l a
my . Hal
ini yang mendorong Maududi mencari solusi sosio politik menyeluruh yang baru, untuk melindungi kaum muslimin.
4
Al-Maududi dalam formula strategi implementasi pemikiran politiknya s
e r
i n
g k
a l
ime mp
e r
g u
n a
k a
ni s
t i
l a
h“ Revolusi
“u n
t u
kme n
u n
j u
k a
np e
r u
b a
h a
nr a
d i
k a
l yang ia usahakan. Penggunaan istilah ini tidak menunjukan pilihannya kepada proses
3
Abu a l‘
Al a al Maududi menciptakan istilah theo-demokrasi untuk menyimpulkan konsep
politik dan pemerintahan dalam Islam. Secara esensial, theo-demokrasi Islam itu berarti bahwa Islam memberikan kadaulatan kepada rakyat, akan tetapi kedaulatan itu tidak mutlak karena dibatasi oleh
norma-norma yang datangnya dari Tuhan. Dengan kata lain, kedaulatan rakyat terbatas dibawah pengawasan Tuhan, atau a limited popular soverignty under the suzerainty of God seperti diistilahkan
o
l e
hAb ua
l‘ Al
a .
Ma u
d u
d i
, Khilafah dan kerajaan
, Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam, penerjemah Muhammad al Baqir, Bandung: Mizan, 1984, h.24
4
Sisa terakhir pemerintahan Muslim pada saat itu kelihatan semakin tidak pasti. Maududi pun berupaya mencari faktor penyebab semakin pudarnya kekuasaan Muslim. Dia berkesimpulan, selama
berabad-abad Islam telah dirusak oleh masuknya adat istiadat lokal dan masuknya kultur asing yang mengaburkan ajaran sejatinya karenanya Maududi mengusulkan pembaharuan Islam kepada
pemerintah saat itu, namun tidak digubris.Thariq Ramadhan, Ensiklopedi Tokoh Islam dari Abu Bakr sampai Nasr dan Qardhawi
, Jakarta : PT Mizan Publika, h. 228
5
atau metode yang dipergunakan oleh gerakan-gerakan revolusioner yang modern untuk mencapai tujuan mereka.
Dalam studi kritis tentang Revolusi Perancis, Revolusi Rusia dan Revolusi Musthafa Kemal di Turki, Al-Maududi menunjukkan bahwa pendekatan revolusioner
dari Barat cenderung ke arah ekstremitas. Namun, yang ada bagi gerakan-gerakan revolusioner kontemporer adalah dugaan bahwa apabila kerangka sosial, ekonomi
dan politik, pola kehidupan manusia dari segi materi dan sosial berubah, maka suatu perubahan radikal untuk kebaikan akan tercapai.
Gerakan revolusioner Barat di atas menurut Al-Maududi temasuk gerakan yang sifatnya jahiliyah.
5
Islam menurutnya berusaha untuk membawa revolusi total dalam kehidupan manusia dengan maksud membentuk kehidupan itu sesuai dengan
petunjuk Tuhan. Revolusi ini mulai dengan memberikan manusia serangkaian kepercayaan, pandangan hidup, konsepsi realitas, skala baru dari nilai-nilai,
keterikatan moral yang segar, dan transformasi motivasi dan pribadi. Ini membuka proses murni yang menghasilkan seluruh rangkaian perubahan dalam kehidupan
individu, yang membawa individu itu mengembangkan masyarakat imani.
5
Maududi mempergunakan istilah Jahiliyah sebagai antitesis terhadap Islam. Ia
memperghunakan istilah itu untuk menunjuk semua pandangan dunia dan sistem berfikir, kepercayaan dan perbuatan yang menolak kekuasaan Allah dan petunjukNya. Lih Mukti Ali, Alam Pikiran Islam
Modern di India dan Pakistan , Bandung: Mizan, 1998, h.254
6
Masyarakat itu tumbuh sebagai gerakan ideologi yang berusaha untuk membawa perubahan sosial pada arah yang dikehendaki.
6
Usaha ini bermaksud untuk membina kembali kehidupan manusia secara utuh dan membawa kepada berdirinya suatu masyarakat dan negara baru, kepada
penegakkan orde baru, suatu orde yang dalam bentuk idealnya disebutkan oleh Al- Maudud
is e
b a
g a
i“Khilaf a
h‘ a
l a Minhaj Al-Nubuwah
”y a
k n
ik e
k h
i l
a f
a h
a na
t a
sp o
l a
ke-Nabi-an, dan menjadi pola yang ideal dari orde sosial politik, di mana umat Muslim harus berusaha untuk menciptakan proyek komprehensif tersebut dalam
konteks kekinian dan kedisinian.
7
Situasi dewasa ini dalam pandangan Al-Maududi, bahwa masyarakat Muslim berangsur-angsur menjauh dari tatanan yang ideal yang ditegakkan oleh Rasulullah
saw yang terus dan berkembang dalam garis yang sama pada zaman Khulafaur Rasyidin
. Perubahan penting pertama dalam tubuh politik Islam adalah perubahan dari khilafah kepada monarkhi, dengan akibat-akibat perubahan yang penting pada
peranan agama dalam kehidupan sosio-politik. Berangsur-angsur ide yang sangat penting tentang kesatuan hidup menjadi lemah, dan sadar atau tidak sadar pemisahan
antara agama dan politik pun terjadi.
8
6
Maududi, Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, Terjemahan Osman Raliby, Jakarta : Bulan Bintang, 1967, h. 39.
h.255
7
Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Bandung: Mizan, 1998
8
Al Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, Terjemahan Asep Hikmat, Bandung: Mizan 1995, h. 33-35
7
Al-Maududi telah berusaha sekeras-kerasnya untuk mengembangkan program komprehensif yang akan mengubah dunia menjadi suatu masyarakat dan negara Islam
yang ideal. Organisasi yang ia pimpin, Ja ma
’ a
ta lIslami
merupakan alat utama yang dengan itu ia berusaha untuk melaksanakan program raksasa ini.
Sebelum membahas rencana itu, tampaknya merupakan suatu keharusan untuk memahami dasar-dasar pertimbangan gerakan Al-Maududi. Pertimbangan itu adalah
bahwa kaum intelektual memainkan peranan yang sangat penting dalam setiap masyarakat umat manusia terutama dalam masyarakat modern. Ia menekankan bahwa
Islam akan menjadi realitas yang operatif pada masa kita sekarang ini, apabila manusia yang memiliki iman, integritas dan visi yang jelas tentang tatanan Islam,
orang-orang yang di baris depan dari kehidupan intelektual manusia dan mempunyai kemampuan untuk mengurus masalah-masalah dunia akan memegang tampuk
kepemimpinan.
9
Istilah pimpinan biasanya dipergunakan dalam arti yang luas, dan bisa juga dikatakan untuk menunjuk orang-orang yang mengurus suatu masyarakat, orang-
orang yang perbuatannya dicontoh orang lain dan kata-katanya diikuti. Secara luas mereka termasuk pada kelas terdidik, yang sementara dari mereka kebetulan juga
mengawasi organ-organ negara dan bahkan mempunyai peranan yang lebih efektif dalam kehidupan manusia.
9
Al Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Terjemahan Muhammad al Baqir, Bandung Mizan 1996 h. 69-72
8
Pendekatan Al-Maududi mengenai perubahan dalam tatanan masyarakat Islam bisa diperoleh dengan perantaraan tajdid. Tajdid menunjukkan kesinambungan misi
dari para nabi untuk melaksanakan Islam. Ia tumbuh dari keyakinan yang kukuh, dari tekad yang membaja, untuk melaksanakan kamauan Tuhan. Jiwanya adalah
kreativitas. Ia memperoleh inspirasi dari cita-cita yang tinggi, sekalipun usaha itu sendiri harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan penuh realisme, dan disertai
dengan persiapan moral dan material yang penuh.
10
Hal ini melibatkan tiga langkah pendahuluan :
Menganalisis situasi yang ada dalam hubungan dengan konflik antara Islam dengan jahiliyah dalam konteks waktu dan tempat. Penilaian yang jelas dan
langsung tentang situasi itu merupakan suatu keharusan untuk mengetahui bentuk-bentuk jahiliyah, sumber-sumber darimana ia tumbuh, dan segi-segi
yang sensitif di mana ketegangan dan konflik terdapat antara Islam dan jahiliyah. Sumber-sumber kelemahan dalam kehidupan Muslim kontemporer
juga harus diteliti, dan diagnosis yang tepat harus dilakukan hingga orang dapat memperoleh kejelasan tentang penyakit utama yang diderita masyarakat
muslim dalam suatu periode sejarah tertentu. Tujuan pokok dari usaha intelektual ini adalah untuk memperkukuh strategi
yang didasarkan kepada analisis tersebut, hingga prinsip-prinsip Islam sekali lagi terlaksana dalam kehidupan muslim
10
Maududi, Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, Terjemahan Osman Raliby, Jakarta : Bulan Bintang, 1967, h. 18.
9
Guna mempersiapkan strategi yang realistis adalah juga penting untuk meneliti sumber-sumber yang terdapat dalam periode tertentu. Adalah hanya
dalam evaluasi sendiri dan penelitian yang hati-hati terhadap sumber-sumber mental, moral dan material yang ada, maka rencana untuk kebangkitan Islam
kembali bisa dilakukan. Usaha itu harus memanfaatkan cara-cara dan jalan yang paling efektif untuk mencapai tujuan proyek raksasa tersebut.
11
Pada titik ini, kita bisa melihat bahwa Al-Maududi telah berhasil menempatkan kajian Islam pada dimensi epistemologis dan ideologisnya. Keduanya
terkait erat dengan corak Fundamentalisme sebagai faktor pembentuknya. Dan hal inilah yang menurut penulis sangat perlu dibahas berkaitan dengan pola dan formula
pemikiran politik Islam yang disodorkan al-Maududi yang bisa jadi menambah khasanah pertimbangan sistem politik yang berkembang saat ini.
Namun demikian, Al-Maududi telah memberikan kontribusi besar bagi munculnya kajian-kajian kritis atas Islam, khususnya melalui temuan-temuan
metodisnya. Karena itu, para pemikir muslim pasca dirinya bisa mengambil pelajaran s
e k
a l
i g
u sme
l a
k u
k a
nk o
n t
e k
s t
u a
l i
s a
s ia
t a
s“ simbiosis mutualistik
”a n
t a
r aI
s l
a m d
a n
budayanya masing-masing.
h.256
11
Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Bandung: Mizan, 1998
10