Posisi Abu al-A’ l

25 mengatur hubungan antara manusia dan Maha Penciptanya. Aliran ini berpendirian bahwa dalam Islam tidak terdapat sistem ketatanegaraan, tetapi terdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara. Diantara tokoh-tokoh dari aliran ketiga ini yang terhitung cukup menonjol adalah Dr, Mohammad Husein Haikal, seorang pengarang Islam yng cukup terkenal dan penulis buku Hayatu Muhammad dan Fi Manzil al-Wahyi 26 Dari penjelasan di atas bisa kita ketahui bahwa dalam hal ini al-Maududi termasuk pada tokoh yang berpendapat bahwa Islam adalah agama yang kaffah dan Univarsal yang di dalamnya terdapat berbagai aspek aturan kehidupan termasuk dalam hal ketatanegaraan. Di negaranya, Maududi sering sejalan dengan pandangan ulama konservatif hingga hal itu menimbulkan kesan seolah-olah dia adalah seorang konservatif. Beliau sendiri menyatakan bahwa tidak ada ijtihad selain yang telah dijelaskan dalam nash syariah. Maududi mengakui keabsahan metodologi hukum Islam yang dikembangkan oleh para imam yang mendirikan madzhab. Maududi sering berbeda pendapat dengan kaum modernis dalam setiap pemahamannya, meskipun kaum modernis menyerukan untuk kembali kepada al-Quran dan al-Sunnah serta menganjurkan ijtihad. 27 Sebagaimana pola pemikiran kaum fundamentalis yang lain, Maududi berpaling kepada masa lampau sedang kaum modernis memandang ke masa depan. 26 Munawir Sadjzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarta : UI Press, 1993, h. 1-2 27 Al-Maududi, Hukum dan Konstitusi, Terjemahan Asep Hikmat, Bandung : Mizan, 1990, h.53 26 Kedua kelompok itu mengklaim sebagai reformis atau pembaharu, tetapi pembaharuan mereka berbeda. Kaum fundamentalis termasuk Maududi mengusahakan agar Islam pada masa klasik dapat diterapkan kembali. Dengan d e mi k i a n ,k e l o mp o ki n il e b i hc o c o kd i s e b u ts e b a g i“ p e mu r n i ’ ”d a r i p a d ap e mb a h a r u , sedangkan yang merupakan pembaharu adalah kaum modernis. 28 Jadi dalam hal ini ini kita bisa mengambil gambaran bahwa posisi al-Maududi dalam dinamika politik saat itu berada pada posisi ~atau bisa kita sebut sebagai tokoh~ Fundamentalis. Akan tetapi terdapat pula perbedaan antara Maududi dengan pemikiran kaum fundamentalis yang lain. Hal ini dikarenakan Maududi telah melakukan pembaharuan dalam bidang kenegaraan. Di bidang ini, terdapat beberapa konsep Maududi yang membedakannya dengan kaum konservatif maupun dengan kaum modernis. Misalnya konsep kedaulatan Tuhan dalam negara Islam. Pemahaman ini memunculkan faham theo-demokrasi , yaitu kekuasaan Tuhan berada ditangan umat Islam yang melaksanakannya sesuai dengan al-Quran dan as-Sunnah. Dalam konsep khilafah, Maududi berpendapat bahwa bukan hanya kepala negara yang menjadi khalifah, melainkan semua orang baik laki-laki maupun perempuan.

C. Karya-karya Abu al-Ala al-Maududi 1. Risalah Intelektual Abu al-A’

l a al-Maududi Sebagai seorang pemikir Islam yang sangat produktif dalam menghasilkan karya-karya besar khususnya bagi pembaharuan dunia pemikiran Islam. Maududi 28 Harun Nasution, Islam di Tinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI Press, 1989 , h. 96 27 juga aktif dalam berbagai pergerakan yang merupakan manifestasi dari setiap buku yang berhasil ia buat. Adapun buku-buku yang berhasil ia buat meliputi berbagai disiplin ilmu, yaitu: tafsir, hadits, hukum, teologi, filsafat, sejarah dan berbagai bidang ilmu lainnya. Dalam mempelajari risalah pemikiran Maududi tidak bisa dihilangkan k h a s a n a hs e j a r a hp e mi k i r‘ J a ma l u d i na lAf g h a n i ’y a n gme n j a d it o k o hu t a may a n g memancarkankan bias difergen pemikiran Islam. Beliau salah satu tokoh yang menyatakan kembali tradisi Muslim dengan cara yang sesuai dengan berbagai problem penting yang muncul akibat Barat semakin mengusik Timur Tengah di abad kesembilan belas. Dengan menolak tradisionalisme murni yang mempertahankan warisan Islam secara tidak kritis di satu pihak, dan peniruan membabi buta terhadap Barat di lain pihak, Afghani menjadi perintis penafsiran ulang Islam, yang menekankan kualitas yang diperlukan di dunia modern, seperti penggunaan akal, aktivisme politik, serta kekuatan Islam, Afghani mampu dan mempengaruhi kaum Muslim, suatu hal yang tak dapat dilakukan oleh mereka yang hanya meminjam gagasan Barat begitu saja. Karena seringnya dia melakukan perjalanan, khususnya ketika berada di Mesir dan India, dua wilayah yang menjadi perintis pembaruan Islam, maka tidak bisa dipungkiri juga bahwa Maududi pun terinspirasi oleh pemikiran murni dan hegemonik dari Afghani. Maududi tidak pernah mempelajari secara teknis dalam masalah ilmu-ilmu sosial, tetapi dengan ketekunannya dalam membaca berbagai buku yang membahas 28 berbagai disiplin ilmu tersebut disamping terus mengamati keadan dan kondisi masyarakat Islam serta perubahan yang dialaminya. Maududi dianggap sebagai pembaharu besar yang dapat disejajarkan dengan Hasan al-Banna 29 di Mesir, Muhammad Natsir 30 d iI n d o n e s i a ,Al iSy a r i ’ a t i 31 dan Mehdi Bazargan 32 di lran dan masih banyak lainnya. Dalam menentukan pijakan berfikirnya beliau selalu menyandarkan perhatiannya kepada al-Quran dan Hadits yang shahih. Seperti halnya para mujtahid yang lain, beliau menjadikan ijma konvensi dan qiyas analogi kerangka awal dan pijakan berpikirnya. Uraian-uraian diatas, dapat diketahui betapa besarnya peranan yang dimainkan oleh Maududi, baik dalam percaturan sosial politik maupun dalam pembaharuan pemikiran keagamaan baik dinegaranya maupun di dunia Islam pada umumnya. Hal ini dapat kita lihat dengan karya-karya beliau baik melalui buku yang beliau tulis sendiri atau hasil ceramahnya yang kemudian dipublikasikan oleh orang lain. 29 Hasan al-Banna 1906-1949 adalah pendiri Ikhwanul Muslimin di Mesir, lahir di Mahmudi yah Iskandariyah, Mesir. Lihat : Jhon L Esposito, Ensiklopedi Dunia Islam Modern, Bandung: Mizan, 2001, h. 234 30 Muhammad Natsir 1908-1993 adalah cendikiawan, penulis, dan politikus Islam. Seorang nasionalis yang keras dan idealis Muslim yang konsisten dengan ajaran Islam. Natsir berpendapat bahwa kembali kepada tradisi Islam klasik yang intelektual dan mengacu kepada kitab suci merupakan langkah kunci untuk modernisasi masyarakat Muslim. Lihat : John L Esposito, Ensiklopedi Dunia Islam Modern , Bandung: Mizan, 2001 , h.276 31 Al iS y a r i ’ a t i 1933-1977 adalah seorang pemikir Islam sosial yang sangat penting abad 20. Lahir di desa Mazinan tepi gurun pasir Dasht-i-kavir, provinsi Khurasan bagian timur laut Iran. Lihat : John L Esposito, Ensiklopedi Dunia Islam Modern, Bandung: Mizan, 2001 , h. 294 32 Mehdi Bazargan lahir 1907 adalah pembaharu dan modernis Iran. Ia merupakan salah satu tokoh oposisi Islam pada era pra dan pasca revolusi. Lihat : John L Esposito, Ensiklopedi Dunia Islam Modern, Bandung: Mizan, 2001 , h. 304