Biografi Abu al-Ala al-Maududi

16 dikenal sebagai seorang anak yang cerdas, dan menyelesaikan pendidikannya tepat pada waktunya dengan mendapatkan ijazah Maulawi 6 Selanjutnya Maududi berkeinginan untuk memasuki perguruan tinggi, tetapi keadaan ekonomi dan kesehatan ayahnya yang semakin memburuk menyebabkannya tidak bisa mewujudkan cita-citanya tersebut. Akhirnya Maududi ikut berpindah bersama ayahnya ke Hyderabad, dimana dia dapat melajutkan pendidikannya di Dar al-Ulum, di Deoband, suatu lembaga yang banyak mencetak ulama-ulama kharismatik di India pada masa itu. Pendidikan Maududi hanya berlangsung selama enam bulan karena harus merawat ayahnya yang akhirnya meninggal dunia. Meskipun pendidikan formal Maududi terhenti, dia terus menerus belajar sendiri untuk menambah ilmu. Hal ini bisa terjadi karena didukung oleh kemampuannya dalam menguasai beberapa bahasa asing. Selain menguasai Urdu sebagai bahasa Ibunya, Maududi juga memahami dengan baik bahasa Arab, Persia 7 dan Inggris. Dengan berbekal bahasa tersebut, dia mampu menerima pelajaran dan bimbingan dari ulama-ulama yang berkompeten. 8 Setelah pendidikan formal Maududi terputus, dia menjadikan jurnalisme sebagai mata pencahariannya. Pada tahun 1918, dia telah menyumbangkan 6 Munawir Sadjzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarta : UI Press, 1993, h. 159 7 Persia adalah bahasa yang digunakan oleh warga Iran. Merupakan bahasa dari etnis Persia dan merupakan etnis terbesar yang ada di Iran 63 , lihat : Cyrill Glasse, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1986 cet ke-1, h.172 8 Dengan kemampuannya berbahasa Arab, dan Urdu dengan baik pada usia empat belas tahun, dia sudah bisa menerjemahkan Al-Mi r ’ a tAl -Jadidah wanita modern karya Qasim Amin, dari bahasa Arab ke Urdu., Ali Rahnema, Para Perintis Zaman Baru Islam, Bandung : Mizan, 1998, h.103 17 tulisan- tulisan kepada surat kabar setempat yang berbahasa Urdu. Pada usia tujuh belas tahun, beliau menjadi redaktur harian Taj, Jabalpur dan kemudian redaktur al-Jamiah, Delhi , satu di antara surat kabar Muslim India abad ke 19-20 yang paling populer. Tahun 1929, saat beliau berusia dua puluh enam tahun, beliau menerbitkan karyanya yang cemerlang dan monumental, al-Jihad fi al-lslam Perang Suci dalam Islam. Buku ini belum pernah terdapat sebelumnya dalam literatur Islam dan tiada bandingannya sekalipun dalam bahasa Arab. Belakangan Abu al-Ala al-Maududi pindah dari Delhi ke Hyderabad Deccan dan pada tahun 1932 mulai menerbitkan Tarjuman al-Quran jurnal bulanan yang dipersembahkan guna kebangkitan Islam. Jurnal ini telah memelopori kebangkitan kembali kaum elit terpelajar India. 9 Pada tahun 1937, Dr Muhammad lqbal 10 menulis surat kepada Abu al-Ala al - Maududi untuk pindah ke Punjab dan bekerja sama dengannya dalam karya riset raksasa rekonstruksi dan kodifikasi yurisprudensi Islam. Korespondensi ini diikuti dengan dua perternuan antara kedua tokoh tersebut. Akhirnya diputuskan babwa Abu al-A’ l a al-Maududi harus pindah ke Punjab dan memimpin suatu lembaga riset Islam Dar al-Islam . Abu al-Ala al-Maududi meninggalkan Hyderabad dan tinggal di Punjab pada bulan Maret 1938. Akan tetapi takdir menentukan lain, Dr. Muhammad 9 Buku Tarjuman Al-Qu r ’ a n merupakan buku yang mendapatkan sambutan hangat dari kaum Muslim sekaligus menegaskan bahwa al-Maududi merupakan tokoh yang sangat dihormati karena keluhuran intelektualnya, Ali Rahnema Para Perintis Zaman Baru Islam, Bandung : Mizan, 1998, h.106 10 Muhammad Iqbal lahir di Sialkot pada tahun 1876 1291 H dari keluarga golongan menengah Punjab, India. Pergi ke Lahore untuk meneruskan studinya hingga maraih gelar Master. Usia 29 tahun ia melanjutkan studinya di bidang filsafat Universitas Cambridge, Inggris. Dua tahun kemudian melanjutkan studinya di Munich Jerman Barat dan meraih gelar Ph.D. tesisnya yang terkenal adalah The Development of Metafisich in Persia, lihat : Harun Nasution et al, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djembatan, 1992 cet ke-1, h.933 18 lqbal menghembuskan nafasnya yang terakhir, dan meninggalkan tugas yang maha berat yang seharusnya digarap bersama. Oleh karena itu Maududi terpaksa pindah meninggalkan Punjab untuk kemudian pindah ke Lahore, dimana dia menjadi staf pengajar pada Fakultas Ushuluddin di Islamiyah College tanpa bayaran. 11 Setelah itu, tepatnya pada tahun 1948, Maududi pernah menyampaikan lima buah ceramah lewat Radio Pakistan, yang ditujukan kepada seluruh masyarakat Islam bukan hanya di Pakistan melainkan juga di seluruh dunia. Ceramah tersebut mencakup lima bidang pokok dalam kehidupan umat Islam, yaitu bidang moral, politik, sosial, ekonomi dan spiritual. Kelima ceramah tersebut kemudian diterbitkan oleh Islamic Research Academy dalam bentuk buku yang diberjudul Islamic Way of Life. 12 Di Lahore, Abu al-Ala al-Maududi juga bekerja selama hampir dua tahun sebagai Dekan Fakultas Theologi, Islamia College, Lahore, Tahun 1941 beliau mengorganisasikan Gerakan Renaisans 13 J a ma ’ a ta l -Islami 14 dan terpilih sebagai ketuanya. Setelah pembagian India - Pakistan, beliau mencanangkan gerakan 11 Maryam Jameelah, Biografi Abu al-A’ l a al-Maududi , Terjemahan Dedi Djamaluddin Malik, Bandung: Risalah, 1984 , h.5 12 Maryam Jameelah, Biografi Abu al-A’ l a al-Maududi , Terjemahan Dedi Djamaluddin Malik, Bandung: Risalah, 1984 , h.16 13 Gerakan Renaisan adalah gerakan pembangunan dan pengembangan kembali keilmuan untuk menghadap masa depan. Lihat : Anton M. Moelyono dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PT Balai Pustaka, 1988 , cet ke-1, h. 741 14 J a ma ’ a t a l -Islami adalah partai revivalis Islam di Pakistan. Organisasi ini merupakan salah satu gerakan Islam tertua dan paling berpengaruh dalam perkembangan revivalisme Islam di seluruh dunia Islam umumnya dan di Pakistan khususnya. Organisasi ini didirikan di Lahore, Pakistan pada tanggal 26 Agustus 1941. Dalam format besarnya, Ja ma ’ a ti n id i b e n t u ku n t u kme n y a i n g iLi g aMu s l i m dalam memimpin gerakan di pakistan, khususnya setelah resolusi Lahore tahun 1940 yang diusulkan oleh Liga Muslim untuk menciptakan negara Muslim yang terpisah dari India, lihat : Jhon Esposito, Ensiklopedi Dunia Islam Modern , Bandung: Mizan, 2001 , h. 42 19 Konstitusi Islam dan Jalan Kehidupan Islam, kemudian Beliau ditahan pada tanggal 4 Oktober 1948. Setelah dua puluh bulan dalam penjara, beliau dibebaskan pada bulan Mei 1950. Sekali lagi, pada tahun 1953 beliau divonis mati dengan tuduhan menulis selebaran gelap yang sebenarnya tidak terlarang. Vonis ini diremisi menjadi hukuman seumur hidup, yang berarti kurungan ketat selama empat belas tahun. Tanggal 28 April 1955 dengan keputusan Mahkamah Agung beliau dilepaskan. Sekali lagi, pada tanggal 6 Januari 1964 beliau ditahan untuk ketiga kalinya, ketika Jama’ at al Islami dilarang oleh Ayub Khan, 15 tanggal 9 Oktober 1964, beliau dibebaskan oleh Pengadilan Tinggi Punjab. Keempat kalinya, beliau ditahan pada tanggal 29 Januari 1967 karena menentang rezim Ayub Khan untuk merayakan Idul Fitri sebelum ruyah al-hilal. Akibat adanya petisi tertulis, pemerintah membebaskan Abu al-Ala al Maududi setelah 2,5 bulan ditahan pada tanggal 15 Maret 1967. 16 Abu al-A’ l a al-Maududi mulai menulis karyanya Tafhim al-Quran Ke Arah Pemahaman al-Quran pada bulan Februari 1942. Ini merupakan karya paling revolusioner dan mengejutkan di zaman itu. Buku ini diselesaikan enam jilid setelah memakan waktu tiga puluh tahun empat bulan, tepatnya selesai pada tanggal 7 Juni 1972. Tafsir yang ditulis Maududi ini merupakan yang terbesar yang dipersiapkannya selama tiga puluh tahun. Ciri-ciri utama tafsir ini adalalah menyajikan arti dan risalah al-Quran dengan berbagai problema sehari-hari, baik secara individual maupun 15 Ayub Khan w.1969 adalah Jenderal Angkatan Bersenjata Pakistan, menjadi kepala negara tahun 1958. John Esposito, Ensiklopedi Dunia Islam Modern, Bandung : Mizan. 2001, h. 116 16 Al-Maududi, Hukum dan Konstitusi, Terjemahan Asep Hikmat, Bandung : Mizan, 1990, h.7 20 secara kolektif maupun sosial. Dia berusaha menjelaskan ayat-ayat Allah dalam konteks pesan yang menyeluruh. Pada tahun 1937, dia mulai betul-betul memperhatikan soal-soal politik. Mulai tahun itu dia terlibat lebih mendalam dan langsung. Ketika itu, India telah mendekati titik-titik kemerdekaan setelah kira-kira 150 tahun dikuasai oleb kerajaan Inggris. Pada saat itu, pengaturan konstitusional masa depan India yang merdeka telah menjadi perdebatan berbagai partai di India yang menentang Inggris. Dalam keadaan seperti itu, Maududi menyadari akan bahaya besar yang akan mengancam eksistensi kaum Muslimin. 17 Menurutnya, umat Islam India dan umat-umat lain, terutama umat Hindu, bukanlah bangsa yang sama. Dengan tegas dia menyatakan bahwa kaum Muslimin memiliki identitas dan kebangsaan sendiri, yaitu Islam. Lebih jauh lagi dia mengungkapkan bahwa kaum Muslimin bersatu bukan karena ikatan ras, 18 geografis, bahasa, kepentingan bersama, ekonomi atau budaya, melainkan karena komitmen mereka untuk mengikuti kehendak Allah dalam kehidupan mereka. Maududi menolak keras paham nasionalisme, 19 karena sangat merugikan dan memojokkan Islam. 17 Ch a r l e sJAd a ms ,“ Maududi dan Negara Is l a m” , dalam John L Esposito ed., Dinamika Kebangunan Islam , terjemahan Bakri Siregar dari buku aslinya yang berjudul “Vo i c eo fr e s u r g e n t I s l a m”, Jakarta : CV.Rajawali, 1987 , cet ke-1 h. 115 18 Ras adalah penggolongan bangsa berdasarkan ciri-ciri fisik suatu rumpun bangsa. Lihat : Anton M. Moelyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka , h. 729 19 Nasionalisme adalah paham ajaran untuk mencintai bangsa dan negara sendiri yang dibatasi oleh suku, bangsa dan wilayah teritorial. Lihat : Anton M.Moelyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka , h. 610., Dengan runtuhnya Gerakan Khilafah pada tahun 1924, kehidupan Maududi mengalami perubahan besar. Dia jadi sinis terhadap Nasionalisme yang diyakininya saat itu karena dia berpendapat bahwa Nasionalisme menyesatkan orang Turki dan Mesir yuang menyebabkan mereka morongrong kesatuan Muslim dengan cara menolak imperium 21 Maududi menolak faham demokrasi 20 dan sekuler 21 yang dinyatakannya sebagai faham yang bertentangan dengan agama. Dia menyerukan kaum Muslimin untuk tidak berjuang atas faham-faham tersebut karena akan merugikan kelompok Muslim yang minoritas. Dia mendesak kaum Muslimin untuk tidak ikut serta dalam perjuangan kemerdekaan yang dipimpin Kongres Nasional India dan para pendukung nasionalisme. Karena hal itulah, akhirnya Maududi memulai usaha pembaharuan Islam dengan mendirikan suatu organisasi, yaitu Jamaat al-Islami di Lahore pada bulan Agustus 1941, dan dia terpilih sebagai Amir pemimpin sampai tahun 1972. 22 Pada tanggal 28 Maret 1953, Maududi ditangkap dan dipenjarakan sehubungan dengan tulisannya yang berjudul “ The Qadiani Problems Tulisan Maududi ini bertujuan untuk mendukung tuntutan rakyat yang menginginkan agar ‘ Ut s ma n i a hd a nk e k h a l i f a h a nMu s l i m. Li h . Ali Rahnema Para Perintis Zaman Baru Islam, Bandung : Mizan, 1998, h.105 20 Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang segenap rakyatnya diberikan kesempatan untuk turut serta dipemerintahan dengan perataraan wakilnya. Lihat : Anton M.Moelyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia , Jakarta : Balai Pustaka , h. 195., Adapun pernyataannya dengan faham demokrasi, dia melontarkan kritikan keras, karena menurutnya faham itu hanya akan menjadi tirani mayoritas. Jika kaum Muslimin menerima faham tersebut, mereka akan hancur dan kehilangan identitasnya.lihat Ch a r l e sJAd a ms ,“ Maududi dan Ne g a r aI s l a m” , dalam John L Esposito ed., Dinamika Kebangunan Islam , terjemahan Bakri Siregar dari buku aslinya yang berjudul “Vo i c eo f resurgent Islam , h. 115 21 Sekuler adalah faham kenegaraan yang menghendaki suatu kesusilaan atau budi pekerti tidak berdasarkan ajaran agama atau pemerintahan yang tidak mengikatkan ajaran agama sebagai landasan negara, Lihat : Anton M.Moelyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, h. 797, Maududi mengkritik faham sekularisme karena suatu tatanan sosial tanpa agama tidak dapat diterima dan bertentangan dengan Islam. Dia menegaskan bahwa suatu sistem pemerintahan sekuler, secara teoritis akan mengambil sikap netral tersebut dalam prakteknya tidak akan pernah terwujud di India, Karena pemerintah hanya akan bersikap sekuler terhadap kelompok-kelompok agama minoritas, yaitu tidak membantu ataupun menekan mereka dan sebaliknya akan membantu dan mendukung agama mayoritas. lihat Ch a r l e sJAd a ms ,“ Maududi dan Negara I s l a m” , dalam John L Esposito ed., Dinamika Kebangunan Islam, terjemahan Bakri Siregar dari buku aslinya yang berjudul “Vo i c eo f r e s u r g e n t I s l a m , h. 117 22 Ch a r l e sJAd a ms ,“ Maududi dan Negara Islam ” ,d a l a m John L Esposito ed., Dinamika Kebangunan Islam , terjemahan Bakri Siregar dari buku aslinya yang berjudul “Vo i c eo fr e s u r g e n t Islam, h. 119 22 orang-orang Qadiani harus diperlakukan sebagai kelompok minoritas, alias non-Muslim dalam Konstitusi Pakistan, tetapi pemerintah tidak menerima tuntutan tersebut bahkan Maududi dituduh oleh pemerintah sebagai penghasut. Berkaitan dengan peristiwa itu, Maududi oleh pengadilan darurat dijatuhi hukuman mati ditiang gantungan. Ketika mendengar vonis pengadilan itu, Maududi sedikit pun tidak b e r g e t a r ,b a h k a ns e b a l i k n y ad i ab e r k a t a :“ Jika ajal saya telah tiba, tak seorangpun dapat mencegah saya darinya; dan jika ajal belum tiba, mereka tidak dapat menggiring saya ke tiang gantungan meskipun mereka menggantung diri mereka sendiri unluk menggantung saya. 23 Karena desakan dan protes yang berdatangan dari umat Islam baik dari dalam maupun luar negeri, akhirnya pemerintah terpaksa mengubah keputusan dan menggantikannya dengan hukuman empat belas tahun penjara. 24 Akan tetapi, pada tanggal 25 Mei 1955, Maududi dinyatakan bebas oleh Pengadilan Tinggi karena undang-undang yang menyebabkannya itu ditahan telah dibatalkan. 25 Meskipun sering dipenjara, perjuangannya tidak pernah terhenti demi tercapainya cita-citanya, yaitu tegaknya tatanan Islam di negara Pakistan. Dalam usianya yang semakin lanjut, Maududi selalu aktif dalam berbagai kegiatan untuk mewujudkan negara Pakistan yang bedasarkan al-Quran dan al - Sunnah. Sebagaimana diketahui, perjuangan Maududi selama enam puluh tahun 23 Lihat Al Maududi dalam Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, Terjemahan Osman Raliby, Jakarta : Bulan Bintang, 1967, h.3 24 Maryam Jameelah, Biografi Abu al-A’ l a al-Maududi, Terjemahan Dedi Djamaluddin Malik, h. 27 25 Al-Maududi, Hukum dan Konstitusi, Terjemahan Asep Hikmat, Bandung : Mizan, 1990, h.52 23 berhenti ketika ayahnya tiba pada tanggal 23 September 1979, yaitu setelah dirawat beberapa hari di sebuah rumah sakit di kota New York. Akhirnya umat Islam telah kehilangan salah seorang pejuang gigih yang terus berusaha dalam menegakkan ajaran Islam di muka bumi ini. Kegigihan dan ketekunannya dalam menegakkan ajaran Islam ini telah menimbulkan semangat kepada orang-orang yang ditinggalkannya untuk terus berusaha dalam menegakkan ajaran Islam.

B. Posisi Abu al-A’ l

a al-Maududi Dalam Kancah Pemikiran Politik Islam Sebagai seorang pemikir Islam yang sangat memperhatikan terhadap doktrin dan ajaran Islam, Maududi selalu berusaha untuk membangun paradigma pemikirannya berdasarkan al-Quran dan al-Sunnah. Seperti kita ketahui bahwa Abu al-Ala al Maududi termasuk ulama yang berpikiran fundamentalis, yang berpendapat bahwa Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna. Dalam hal ini Munawir Sadjali dalam analisisnya berpendapat bahwa terdapat tiga aliran dalam umat Islam tentang hubungan antara Islam dan ketatanegaraan. Aliran pertama berpendirian bahwa Islam bukanlah semata-mata agama dalam pengertian Barat, yakni hanya menyangkut hubungan antara manusia dengan Tuhan, tetapi sebaliknya Islam adalah satu agama yang sempurna dan yang lengkap dengan pengaturan bagi segala aspek kehidupan manusia termasuk kehidupan bernegara. Para penganut aliran ini pada umumnya berpendirian bahwa : 24 1. Islam adalah suatu agama yang serba lengkap. Didalamnya terdapat pula antara lain sistem ketatanegaraan atau politik. Oleh karenanya dalam bernegara umat Islam hendaknya kembali kepada sistem ketatanegaraan Islam, dan tidak perlu atau bahkan jangan meniru sistem ketatanegaraan Barat. 2. Sistem ketatanegaraan atau politik Islami yang harus diteladani adalah sistem yang telah dilaksanakan oleh Nabi Besar Muhammad saw dan nempat al-Khulafa al-Rasyidin. Tokoh-tokoh utama dari aliran ini antara lain Syekh Hasan al-Banna, Sayyid Quthb, Syekh Muhammad Rasyid Ridha, dan yang paling vokal adalah Maulana Abu a l A’ l a al Maududi. Aliran Kedua berpendirian bahwa Islam adalah agama dalam pengertian Barat, yang tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan. Menurut aliran ini Nabi Muhammad hanyalah seorang rasul biasa seperti halnya rasul-rasul sebelumnya, dengan tugas tunggal mengajak manusia kembali kepada kehidupan yang mulia dengan menjunjung tinggi budi pekerti luhur; dan Nabi tidak pernah dimaksudkan untuk mendirikan dan mengepalai negara. Tokoh-tokoh terkemuka dari aliran ini antara lain Ali Abd Raziq dan Dr. Thaha Husein. Aliran ketiga menolak pendapat bahwa Islam adalah suatu agama yang seba lengkap dan bahwa dalam Islam terdapat sistem ketatanegaraan. Tetapi aliran ini juga menolak anggapan bahwa Islam adalah agama dalam pengertian Barat yang hanya 25 mengatur hubungan antara manusia dan Maha Penciptanya. Aliran ini berpendirian bahwa dalam Islam tidak terdapat sistem ketatanegaraan, tetapi terdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara. Diantara tokoh-tokoh dari aliran ketiga ini yang terhitung cukup menonjol adalah Dr, Mohammad Husein Haikal, seorang pengarang Islam yng cukup terkenal dan penulis buku Hayatu Muhammad dan Fi Manzil al-Wahyi 26 Dari penjelasan di atas bisa kita ketahui bahwa dalam hal ini al-Maududi termasuk pada tokoh yang berpendapat bahwa Islam adalah agama yang kaffah dan Univarsal yang di dalamnya terdapat berbagai aspek aturan kehidupan termasuk dalam hal ketatanegaraan. Di negaranya, Maududi sering sejalan dengan pandangan ulama konservatif hingga hal itu menimbulkan kesan seolah-olah dia adalah seorang konservatif. Beliau sendiri menyatakan bahwa tidak ada ijtihad selain yang telah dijelaskan dalam nash syariah. Maududi mengakui keabsahan metodologi hukum Islam yang dikembangkan oleh para imam yang mendirikan madzhab. Maududi sering berbeda pendapat dengan kaum modernis dalam setiap pemahamannya, meskipun kaum modernis menyerukan untuk kembali kepada al-Quran dan al-Sunnah serta menganjurkan ijtihad. 27 Sebagaimana pola pemikiran kaum fundamentalis yang lain, Maududi berpaling kepada masa lampau sedang kaum modernis memandang ke masa depan. 26 Munawir Sadjzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarta : UI Press, 1993, h. 1-2 27 Al-Maududi, Hukum dan Konstitusi, Terjemahan Asep Hikmat, Bandung : Mizan, 1990, h.53