Masa Orde Baru dan Lahirnya Reformasi
287
Sumber: Detik-Detik yang
Menentukan, 2006
Gambar 15.13
Mantan Presiden Habibie menyalami Abdurrahman Wahid setelah terpilih
menjadi Presiden Indonesia yang ke-4.
Pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri terdapat berbagai persoalan
bangsa akibat krisis yang diwariskan, baik oleh pemerintahan Soeharto maupun Habibie. Oleh karena
itu, segera setelah pelantikannya, Presiden Abdurrahman Wahid membentuk kabinet yang kemudian diberi nama
Kabinet Persatuan Nasional. Komposisi kabinet ini merupakan gabungan dari para tokoh profesional dan
para tokoh partai pendukung pemerintahan koalisi.
Pembentukan kabinet baru tersebut disambut positif oleh masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari menguatnya
nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika hingga mencapai Rp7.000 setelah diumumkannya komposisi
kabinet tersebut. Pada masa pemerintahannya, Presiden Abdurrahman Wahid berjasa dalam menumbuhkan
kebebasan berpendapat di kalangan masyarakat dan kalangan pers. Namun, pemerintahannya secara umum
belum bisa membawa bangsa Indonesia keluar dari krisis ekonomi. Hal ini terlihat dari masih terpuruknya
nilai tukar rupiah terhadap dollar, meningkatnya angka pengangguran, membengkaknya jumlah utang luar negeri,
dan bertambahnya jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Demikian pula dengan masalah
ancaman disintegrasi bangsa di Aceh, Maluku, dan Papua, serta masalah pemberantasan KKN belum terselesaikan.
3. Dekrit 23 Juli 2001
Masa pemerintahannya juga diwarnai pertentangan dengan lembaga legislatif, antara lain karena masalah
Bruneigate dan Buloggate I sehingga DPR mengeluarkan
Memorandum I dan Memorandum II kepada Presiden. Inti kedua memorandum tersebut ialah peringatan agar
Presiden mengubah kinerja pemerintahannya dan kembali fokus pada program kerja pemerintahannya sesuai
amanat GBHN. Puncak pertentangan tersebut adalah pengagendaan Sidang Istimewa SI MPR pada 1 sampai
7 Agustus 2001 yang akan meminta pertanggungjawaban Presiden atas kinerja pemerintahannya.
Pada 7 Juli 2001, Abdurrahman Wahid menyeleng- garakan pertemuan antarpimpinan partai politik sebagai
salah satu upaya mewujudkan kompromi politik untuk menyelesaikan masalah dengan legislatif. Namun,
pertemuan tersebut hanya dihadiri oleh pimpinan Partai Kebangkitan Bangsa PKB dan tidak dihadiri
Informasi tentang reformasi dan pemerintahan Indonesia
dapat kamu temukan di internet dengan mengakses www.
wikipedia.org
Jelajah Sosial
Di unduh dari : Bukupaket.com
Jelajah Cakrawala Sosial untuk Kelas IX
288
oleh pimpinan partai politik besar lainnya, seperti PDI Perjuangan, Golkar, PPP, PAN, dan PBB.
Pada saat yang genting tersebut, Presiden Abdurrahman Wahid mengangkat Komisaris Jenderal
Pol Chaerudin Ismail sebagai Pemangku Sementara Jabatan Kepala Kepolisian RI menggantikan Jenderal
Bimantoro yang sebelumnya telah dinonaktifkan 20 Juli 2001 pukul 17.45. Selanjutnya, Presiden mengadakan
konferensi pers pada pukul 18.00. Ia menyatakan bahwa apabila sampai 31 Juli 2001 tidak ada penyelesaian
masalah melalui kompromi politik, ia akan menetapkan negara dalam keadaan darurat konstitusi. Kompromi
politik yang dimaksud adalah MPR sepakat tidak akan mengeluarkan Rancangan Ketetapan Rantap MPR
tentang pertanggungjawaban Presiden dalam SI MPR.
Malam itu juga, pukul 21.10, MPR mengadakan rapat pimpinan. Rapat tersebut memutuskan untuk
mempercepat SI MPR menjadi 21 Juli 2001 pukul 10.00 dan mengundang Presiden untuk memberikan
pertanggungjawabannya pada 23 Juli 2001.
Menanggapi tindakan tersebut, Presiden Abdurrahman Wahid menjawab dengan menegaskan bahwa ia tidak
akan datang dalam SI MPR karena sidang itu melanggar tata tertib MPR sehingga tidak sah dan ilegal. Presiden
juga menegaskan dirinya tidak akan mengundurkan diri dari jabatannya karena ia harus mempertahankan UUD
1945. Meskipun demikian, Presiden tetap mengharapkan terjadinya kompromi politik secara damai.
Sementara itu, sejumlah pimpinan partai politik terbesar datang ke kediaman Megawati Soekarnoputri pada 22 Juli
2001. Pertemuan tersebut merupakan upaya memberikan dorongan moril kepada Megawati Soekarnoputri untuk
maju sebagai presiden selanjutnya, melihat situasi dan stabilitas politik yang kurang menentu.
Perkembangan tersebut mendorong Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan dekrit pada 23 Juli
2001 pukul 1.10 dini hari. Pada 23 Juli 2001, pukul 8.00 WIB, SI MPR memutus kan bahwa dekrit yang dikeluarkan
Presiden telah melanggar haluan negara. Hal ini diperkuat oleh Mahkamah Agung MA yang dibacakan langsung
pada sidang tersebut.
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Otonomi daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
u er: Sejarah Indonesia Modern
1200-2005, 2005
eferensi sia
1997
Krisis Ekonomi
1998
• Peristiwa Semanggi
• Kerusuhan Jakarta
• Soeharto, Habibie jadi
Presiden
1999
• Pemilu •
Gus Dur menjadi Presiden
2001
Megawati menjadi Presiden
eferensi sia
Di unduh dari : Bukupaket.com
Masa Orde Baru dan Lahirnya Reformasi
289
Maklumat Presiden Republik Indonesia
Setelah melihat dan memerhatikan dengan saksama perkembangan politik yang menuju pada kebun- tuan politik akibat krisis konstitusional yang berlarut-larut yang telah memperparah krisis ekonomi dan
menghalangi usaha penegakan hukum dan pemberantasan korupsi yang tidak mengindahkan lagi kaidah-kaidah perundang-undangan.
Apabila tidak dicegah, akan segera menghancurkan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka dengan keyakinan dan tanggung jawab untuk menyelamatkan negara dan bangsa serta
berdasarkan kehendak sebagian terbesar masyarakat Indonesia, kami selaku Kepala Negara Republik Indonesia, terpaksa mengambil langkah-langkah luar biasa dengan memaklumkan:
1. Membekukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia. 2. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan mengambil tindakan serta menyusun badan yang
diperlukan untuk menyelenggarakan pemilihan umum dalam waktu satu tahun. 3. Menyelamatkan gerakan reformasi total dari hambatan unsur-unsur Orde Baru, dengan membekukan
Partai Golkar sambil menunggu keputusan Mahkamah Agung. Untuk itu, kami memerintahkan seluruh jajaran TNI dan Polri untuk mengamankan langkah-langkah
penyelamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk tetap tenang serta menjalankan kehidupan sosial ekonomi seperti biasa.
Semoga Tuhan yang Maha Kuasa meridhai negara dan bangsa Indonesia. Jakarta, 22 Juli 2001
Presiden Republik IndonesiaPanglima Tertinggi Angkatan Perang
K.H. Abdurrahman Wahid
4. Sidang Istimewa MPR RI