Jelajah Cakrawala Sosial untuk Kelas IX
80
1. Ketidakstabilan Politik dan Pergantian Kabinet
Setelah terbentuknya kembali NKRI pada 17 Agustus 1950, Indonesia dihadapkan pada permasalahan yang cukup
rumit. Salah satunya, ketidak stabilan politik di Indonesia. Indonesia, menganut sistem Demokrasi Liberal 1950–
1959, di mana Indonesia menjalankan sistem pemerintahan parlementer. Dalam sistem ini, pemerintahan dipimpin
perdana menteri. Presiden berkedudukan sebagai kepala negara. Dalam kurun waktu sembilan tahun, kabinet par-
lementer mengalami pergantian sebanyak tujuh kali. Rata-rata masa kepemimpinan kabinet, hanya berumur satu tahun.
Kabinet-kabinet yang pernah berkuasa antara tahun 1950–1959, di antaranya sebagai berikut.
a. Kabinet Natsir September 1950–Maret 1951. b. Kabinet Sukiman April 1951–Februari 1952.
c. Kabinet Wilopo April 1952–Juni 1953. d. Kabinet Ali Sastroamidjojo I Juli 1953–Juli 1955.
Berbagai Peristiwa yang Berhubungan dengan Pemilu 1955
C
.
Untuk menumpas pemberontakan PRRIPermesta, pemerintah melancarkan operasi militer gabungan unsur
darat, laut, dan udara. Operasi militer tersebut, antara lain sebagai berikut.
1. Operasi Tegas, dipimpin Letkol Kaharudin Nasution
di Riau. 2. Operasi 17 Agustus, dipimpin Kolonel Ahmad Yani
di Sumatra Barat. 3. Operasi Sapta Marga, dipimpin Brigjen Djatikoesoemo
di Sumatra Utara. 4. Operasi Sadar, dipimpin Letkol Ibnu Sutowo di
Sumatra Selatan. 5. Operasi Merdeka, dipimpin Letkol Rukminto
Hendraningrat di Sulawesi dan Indonesia Timur. Gerakan penumpasan PRRI ditujukan ke daerah-
daerah minyak yang memiliki modal asing. Pada 14 Maret 1958, Pekanbaru dapat dikuasai APRI. Kemudian
tanggal 4 Mei 1958, Bukittinggi dapat direbut kembali. Pada 29 Mei 1961, Ahmad Husein dan tokoh-tokoh sipil
yang menyokong PRRI akhir nya menyerah.
Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka, 1977
Gambar 4.5
Operasi penumpasan PRRIPermesta.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Perkembangan Politik dan Ekonomi Indonesia Pasca Pengakuan Kedaulatan
81
Kembangkan kemandirian belajarmu, berikan
pendapatmu tentang sering digantinya kabinet pada masa
demokrasi liberal. Carilah data-data yang
mendukung argumenmu. Kumpulkan hasil pekerjaanmu
kepada gurumu.
ktivitas In ivi u
e. Kabinet Burhanuddin Harahap Agustus 1955–Maret 1956.
f. Kabinet Ali Sastroamidjojo II Maret 1956–Maret 1957. g. Kabinet Djuanda Maret 1957–Juli 1959.
Kabinet yang berkuasa tidak dapat menjalankan program-programnya karena parlemen terlalu sering
menjatuhkan kabinet yang berkuasa jika ada kelompok oposisi yang kuat. Akibatnya, program yang telah
direncanakan akhirnya tidak tercapai.
Partai-partai yang ada saat itu, terus-menerus mengadakan perebutan kekuasaan dalam lapangan
pemerintahan. Akibatnya, cara yang ditempuh oleh partai sering dilakukan dengan jalan mengadakan oposisi
terhadap pemerintah yang berkuasa dan dilakukan dengan cara yang tidak sehat.
2 Pe i i an u 1955
Persiapan pelaksanaan pemilu dilakukan sejak masa Kabinet Ali Sastroamidjojo I. Pada masa kabinet ini
dibentuk Panitia Pemilihan Umum Pusat dan Daerah pada 31 Mei 1954 yang diketuai oleh Hadikusumo dari
Partai Nasional Indonesia PNI. Panitia ini kemudian meng umumkan pelaksanaan pemilu untuk DPR,
yaitu pada 29 September 1955. Adapun pemilu untuk memilih anggota ko n s tituante akan dilaksana kan pada
15 Desember 1955.
Namun, kenyataannya Kabinet Ali Sastroamidjojo I tidak bisa melaksanakan pemilu sebagaimana rencana.
Kabinet ini jatuh dan mengembalikan mandatnya kepada presiden pada 24 Juli 1955 akibat adanya mosi tidak
percaya terhadap masalah pengangkatan pemimpin TNI AD. Kabinet Burhanuddin Harahap sebagai pengganti
Kabinet Ali Sastroamidjojo I tetap melanjutkan rencana pemilu yang telah dipersiapkan sebelumnya dan tidak
mengubah tanggal pelaksanaannya.
Akhirnya, pada 29 September 1955 dimulailah pelaksanaan pemilu. Pada hari itu, 39 juta rakyat Indonesia
pergi menuju tempat pemungutan suara. Pada 1 Maret 1956, hasil pemilu 29 September 1955 diumumkan. Dari
hasil pemilu tersebut ada empat partai besar yang menjadi pemenang, yaitu Partai Nasional Indonesia PNI, Majelis
Syuro Muslimin Indonesia Masyumi, Nahdlatul Ulama NU, dan Partai Komunis Indonesia PKI. Untuk DPR,
PNI mendapat 57 kursi, Masyumi mendapat 57 kursi, NU mendapat 45 kursi, dan PKI mendapat 39 kursi.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Jelajah Cakrawala Sosial untuk Kelas IX
82
Pada 15 Desember 1955, dilangsungkan pemilihan umum untuk konstituante. Hasil pemilu untuk
konstituante tidak jauh berbeda dengan hasil pemilu untuk DPR. Anggota DPR hasil Pemilu 1955 dilantik
pada 20 Maret 1956, sedangkan pelantikan anggota Konstituante dilaksanakan pada 10 November 1956.
u er: 30 Tahun Indonesia Merdeka 1977
a ar 4 6
Lambang partai-partai yang ikut serta dalam Pemilu 1955.
1 a a K nstituante en usun
n ang n ang Dasar
Pemilu yang telah dilaksanakan untuk memilih anggota DPR dan anggota Konstituante, ternyata tidak
diikuti oleh kesadaran para anggota DPR dan Konstituante untuk menghilangkan segala bentuk primordialisme
politik. Para anggota DPR lebih banyak memperjuangkan kepentingan partainya dibanding dengan kepentingan
rakyat. Demikian pula dengan anggota Konstituante yang ditugaskan untuk menyusun sebuah undang-
undang dasar yang baru sebagai pengganti UUDS 1950. Meskipun sejak 10 November 1956 anggota Konstituante
sudah mulai bersidang, namun sampai 1958 belum menghasilkan keputusan apapun.
Kegagalan Konstituante membentuk undang-undang dasar pengganti UUDS 1950 serta situasi negara yang
Dekrit Presi en 5 u i 1959 an Pengaru ang Diti
u kann a
D
.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Perkembangan Politik dan Ekonomi Indonesia Pasca Pengakuan Kedaulatan
83
Untuk menggugah berpikir kritis, jawablah pertanyaan
berikut.Bagaimana tanggapanmu tentang
Konsepsi Presiden 21 Februari 1957?
ktivitas In ivi u
semakin tidak menentu mendorong Presiden Soekarno untuk mengumumkan konsepsinya agar kembali ke UUD
1945, yang dikenal dengan nama Konsepsi Presiden pada 21 Februari 1957 di Istana Merdeka. Konsepsi tersebut
berisi tiga hal penting sebagai berikut. a. Sistem Demokrasi Parlementer secara Barat tidak sesuai
dengan kepribadian Indonesia. Oleh karena itu, harus diganti dengan Sistem Demokrasi Terpimpin.
b. Untuk melaksanakan Demokrasi Terpimpin perlu dibentuk suatu Kabinet Gotong Royong yang anggota-
nya terdiri atas partai dan organisasi berdasarkan per- imbangan kekuatan yang ada di dalam masyarakat.
c. Pembentukan Dewan Nasional yang terdiri atas golongan fungsional dalam masyarakat yang
bertugas memberi nasihat kepada kabinet, baik diminta maupun tidak.
Konsepsi Presiden ditolak Masyumi, NU, PSII,
Partai Katolik, dan Partai Rakyat Indonesia. Mereka berpendapat bahwa perubahan sistem pemerintahan
dan susunan ketatanegaraan secara radikal adalah wewenang Konstituante. Secara prinsip, partai-partai
tersebut menolak keterlibatan PKI sebagai salah satu partai terbesar hasil Pemilu 1955 dalam pemerintahan.
Dalam keadaan masyarakat yang pro dan kontra akibat adanya konsepsi presiden tersebut, pada 25 April
1959 Presiden Soekarno menyampaikan amanat di depan para anggota Konstituante yang berisi anjuran untuk
kembali ke UUD 1945. Amanat Presiden ini kemudian menjadi bahan perdebatan di Konstituante sehingga
diputuskan untuk mengadakan pemungutan suara.
Setelah dilakukan pemungutan suara sebanyak tiga kali, masing-masing pada 30 Mei, 1 Juni, dan 2 Juni 1959,
didapat hasil yang menunjukkan bahwa mayoritas para anggota Konstituante menghendaki untuk kembali ke
UUD 1945. Namun, jumlah suaranya tidak mencapai 23 dari jumlah suara yang masuk sebagai mana disyaratkan
dalam pasal 137 UUDS 1950. Pada 3 Juni 1959, Konstituante mengadakan reses yang ternyata untuk selamanya.
Kegagalan konstituante menye bab kan situasi politik Indonesia semakin gawat. Kondisi ini men dorong Presiden
Soekarno mengambil langkah yang bertentangan dengan undang-undang inkonstitusional.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Jelajah Cakrawala Sosial untuk Kelas IX
84
2. Dekrit Presiden 5 Juli 1959