Tokoh dan Penokohan Analisis Data

41 bunuh diri wanita suku Dani yang sudah turun menurun yang diyakini sebagai jalan terakhir yang dipilih.

B. Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data Moleong, 1989:112.

1. Tokoh dan Penokohan

Menurut Sudjiman 1991:61 tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa dalam cerita. Individu rekaan itu dapat berupa manusia atau binatang diinsankan. Tokoh-tokoh cerita dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani adalah manusia. Mereka diberi nama untuk membedakan tokoh yang satu dengan tokoh yang lainnya. Nama-nama tokoh itu anatara lain Liwa, Aburah, Lapina, Kugara, Ibarak, Gayatri, Ardana, Nilasari, Herlambang, Alya, Kadarisman, Hera, Trimas, Anton, Dr. Yohanis, dan Bupati. 1 Liwa Liwa adalah anak dari Aburah dan Kugara. Liwa merupakan wanita kesekian, sebelumnya ibu kandungnya Aburah dan ibu tirinya Lapina, bernasib sama. Penderitaan sebagai wanita awalnya Liwa terima ketika ditinggal mati oleh ibunya Aburah. 42 a. Penokohan Penokohan pada Liwa dapat diketahui secara langsung dan tidak langsung yaitu melalui tingkah laku, pikiran, dan percakapannya dengan tokoh lain. Uraian yang menjelaskan penokohan Liwa sebagai berikut: 1 Fisik Liwa Liwa digambarkan sebagai seorang gadis remaja yang mempunyai ciri fisik menarik dengan bentuk tubuh yang indah dan memakai Sali, sebuah pakaian tradisional suku Dani. Liwa terus tumbuh sebagai gadis remaja dengan pinggang yang kian ramping, dada membukit dan wajah yang lugu. hlm. 57. Semakin hari, sepasang bukit kembar di dada Liwa tampak semakin ranum, pinggangnya semakin ramping dengan pinggul padat membayang di balik Sali yang cantik. hlm. 63. 2 Perhatian Liwa adalah sosok anak kecil yang mempunyai perhatian besar terhadap ibunya Aburah. Hal ini terbukti ketika ibunya Aburah sedang terbaring sakit dan tidak bisa berbuat apa-apa. Hal ini terlihat pada paercakapan Liwa dengan Aburah. “Mama…” sebuah suara halus menyadarkan Aburah dari lamunannya. Ia menatap Liwa, anak perempuannya dengan sayu. Anak itu mengulurkan ubi manis yang telah dibakar dengan tangannya yang mungil. hlm. 5. “Mama, makanlah”, Liwa menyuapkan ubi manis ke mulut ibunya, tapi Aburah tampak tak berselera. hlm. 7. Dalam kutipan tersebut tampak jelas bahwa Liwa menyayangi ibunya, ia memberikan perhatian lebih kepada ibunya yang sedang sakit. 43 3 Pengertian Liwa yang telah ditinggal ibunya Aburah harus terus menjalani hidup. Ayahnya Kugara telah menikah lagi dengan Lapina. Lapina adalah adik dari Aburah ibunya Liwa. Kematian Aburah membuat Liwa tumbuh menjadi gadis yang pengertian, terlebih kepada Lapina. Liwa seolah mengerti kesulitan Lapina, ia diam mengikuti tak banyak menuntut ketika Lapina membawanya ke kebun dengan tubuh yang lemah. Liwa membantu Lapina bekerja, hanya sedikit hasil kebun yang di bawa pulang, Lapina memilih berbaring dengan Liwa di atas rumput, di bawah pohon yang rindang. hlm. 32. Seakan Liwa mengerti betapa sulitnya hidup yang dijalani oleh Lapina ibu tirinya. Ia tidak ingin kehilangan seorang ibu, setelah kepergian aburah ibu kandungnya. Liwa pun membantu Lapina dalam mengasuh bayinya yang masih kecil di kala Lapina sibuk bekerja di kebun. Pagi hari ketika Lapina pergi ke kebun dengan bayi terbaring di dalam noken di belakang punggungnya, Liwa terus mengekornya. Sementara Lapina bekerja di kebun, maka Liwa menjaga anaknya, sehingga bayi kecil dapat tinggal dengan tenang, terbebas dari gangguan serangga liar. hlm. 39. Rasa pengertian Liwa kepada Lapina didasari oleh rasa takut Liwa akan kehilangan Lapina seperti ia telah kehilangan Aburah ibunya karena tidak ada yang membantunya dalam menyelesaikan pekerjaan. 44 4 Keras kepala Watak Liwa yang keras kepala ini terlihat pada percakapan Lapina dengan Liwa. Walaupun Liwa sudah mendapatkan teguran dari Lapina tetapi ia masih saja melakukannya. Teguran Lapina sama sekali tidak menyurutkan niatnya untuk bertemu dengan Ibarak kekasihnya. Akhirnya Liwa pun menunggu waktu yang tepat untuk bertemu dengan Ibarak. Ketika Lapina sakit Liwapun mempergunakan kesempatan itu untuk bertemu dengan Ibarak dan memadu kasih di semak-semak. “Jadi, ini yang kau lakukan selama ini?” sejak kapan ada seorang pemuda dapat menyentuh gadis tanpa terlebih dahulu membayarnya dengan babi dan memintanya secara adat kepada orang tuannya?” Lapina menyampaikan teguran, matanya menatap tajam pada Liwa, “Kalau sekali lagi engkau berani melakukan hal seperti itu, maka akutak segan-segan akan memukulmu. Kau mengerti Liwa? “Kau masih juga keras kepala Liwa” Lapina setengah berteriak. hlm. 65-67. Teguran Lapina sama sekali tidak menyurutkan niatnya untuk bertemu dengan Ibarak kekasihnya. Akhirnya Liwa pun menunggu waktu yang tepat untuk bertemu dengan Ibarak. Ketika Lapina sakit Liwapun mempergunakan kesempatan itu untuk bertemu dengan Ibarak. Lapina jatuh sakit, ia terus berbaring di dalam honai dalam keadaan demam. Persediaan ubi manis dan hasil kebun yang lain telah habis. Apabila Liwa tidak pergi ke kebun, maka penghuni honai itu tak dapat memperoleh lagi makanan. Liwa tahu kesempatan itu, ia tak mengalami kesulitan untuk pergi ke luar, karena Lapina sibuk dengan penyakitnya. Seharian Liwa pergi ke kebun, pandangan matanya mencari- mencari Ibarak, tetapi pemuda yang dicarinya tak kunjung datang. Liwa menjadi kesal, tapi ketika Liwa tengah mencuci 45 ubi manis dan sayur mayor pada sebatang anak sungai, maka kekesalannya segera berubah menjadi kegembiraan. hlm. 71- 72. Watak Liwa yang keras kepala ini terus saja terjadi, ia menentang perintah Lapina yang tidak mengizinkannya untuk bertemu dengan Ibarak. Semenjak Lapina sakit, ia terus mempergunakan kesempatannya itu untuk bertemu dengan Ibarak, hingga suatu saat Liwa pun sadar dan ia takut ketahuan oleh Lapina. Akhirnya Liwa memberanikan diri untuk meminta Ibarak agar mau memintanya secara adat kepada Lapina. Hari berikutnya mereka mengulang pertemuan tanpa pernah merasa bosan. Dan akhirnya kesehatan Lapina mulai membaik, iapun siap pergi ke kebun untuk rutinitas sehari-hari. Kesembuhan itu membuat Liwa tersadar, ia harus berhati-hati supaya tamparan Lapina tidak terulang kembali. “Lapina telah sembuh ia akanbersamaku pergi ke kebun, dan kita tidak bisa bertemu lagi. Kumohon Ibarak, lakukanlah sesuatu”, Liwa membuka pembicaraan, keduanya telah berendam dalam air suangai yang dingin sementara matahari panas menyengat. “Apa yang harus aku lakukan?” Ibarak bertanya. “Benar kata Lapina, kau harus memintaku secara adat dengan babi-babi, sehingga kita bisa hidup sebagai suami isteri, tanpa bersembunyi seperti ini, suara Liwa tampak jelas penuh permohonana. hlm. 73-74. 5 Berani Keberanian yang Liwa tampakan itu terjadi akibat tindakan Ibarak suaminya yang terus menerus menyakitinya. Akhirnya Liwa memberanikan diri untuk melawan Ibarak dengan cara membalas pukulan. Hal ini dibuktikan dalam kutipan cerita berikut ini. Tapi Ibarak tak terdiam lama, ia segera bangkit dan menatap Liwa dengan geram. Ibarak tak berpikir lebih lama lagi, ia menghajar Liwa dan Liwapun tak mau mengalah. Keduanya saling memukul hingga darah mengucur dan orang-orang 46 datang melerai. Ibarak seakan tak percaya, bahwa Liwa berani menyerangnya, wanita itu kini telah dipenuhi memar dan cucuran darah. Dan sebaliknya, Ibarakpun mengalami hal yang sama. “Kalau masih berani melawanku, aku akan membunuhmu” Ibarak mnegancam. “Aku tidak takut mati”, jawab Liwa, wanita itu melepaskan diri dari pegangan orang banyak dan pergi dengan langkah pasti meninggalkan silimo. hlm. 85. Keberanian yang diperlihatkan oleh Liwa adalah akibat dari perlakuan Ibarak suaminya yang tidak mau menghargai dan mengerti Liwa. Selama ini Liwa sudah cukup sabar untuk menghadapi perlakuan Ibarak, tetapi kejenuhannya membuat Liwa berani melawan suaminya sendiri yang seharusnya tidak mungkin bisa dilawan karena adat pasti akan membela suaminya laki-laki suku Dani 6 Tegas Ketegasan Liwa ini tampak pada percakapannya dengan Ibarak. Ibarak yang menginginkan babinya bertambah, memperdaya Liwa istrinya sendiri untuk merayu laki-laki lain agar Ibarak dapat menangkap basah Liwa dan dapat menuntut denda babi pada laki-laki itu, tetapi Liwa dengan tegas menyatakan bahwa ia tidak mau melakukan hal tersebut. Walaupun secara adat ia tidak boleh menolak permintaan suaminya, tetapi Liwa sadar bahwa permintaan Ibarak itu sudah melampaui batas dan ia bersikap tegas untuk menolaknya. Hal ini dibuktikan melalui kutipan berikut ini. 47 Di ruangan yang sempit dan rendah itu kini hanya tinggal Ibarak dan Liwa. “Kau harus berani melakukannya”, Ibarak membuka pembicaraan. “Melakukan apa?” “Kau cukup berlemak, kau menarik bagi laki-laki lain”. “Kalau menarik kenapa?” “Aku sering melihat Lopes sedang mengamat-amatimu, agaknya ia tertarik”. “Apa sebenarnya maumu?” “Aku ingin babi. Babi-babi itu akan membuatku menjadi orang kaya di kampung ini”.k boleh berkata begitu. Aku “Kau sudah gila Ibarak”. “Kau tidak boleh berkata begitu. Aku telah membayarmu dnegan dua puluh ekor babi. Kau harus menuruti semua permintaanku. Bujuklah Lopes, supaya aku dapat menangkap basah kalian dan dapat kiranya menuntut denda babi”. “Ibarak, tidakkah kau sadari, bahwa perbuataan itu melampaui batas”. “Kau tidak bisa melawan perintahku”. “Aku tidak bisa dan tidak akan pernah melakukan, aku lebih senang kalau engkau membunuhku daripada melakukan perbuatan itu”. hlm. 201. 7 Perduli Sikap keperdulian Liwa ini tampak pada saat ia bertengkar dengan suaminya Ibarak karena Liwa lebih memilih membelikan anaknya pakaian daripada membelikan Ibarak tembakau. Liwa tidak ingin melihat anaknya sakit-sakitan terus dan iapun akhirnya berinisiatif untuk membelikan anaknya sebuah pakaian. Hal ini dibuktikan dalam kutipan sebagai berikut. “Apakah engkau tidak melihat, bahwa anakmu sakit-sakitan? Ia memerlukan pakaian buat pelindung”, Liwa mulai tampak ketakutan, tapi benar, ia harus menganggap pakaian itu lebih penting daripada tembakau. hlm. 83. 48 b. Jenis Tokoh 1 Tokoh utama Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam cerita, tokoh Liwa merupakan tokoh utama karena intensitas keterlibatannya dalam peristiwa-peristiwa yang membangun cerita cukup tinggi. Tokoh utama adalah tokoh yang penting dan mendominasi sebagian besar cerita Nurgiyantoro, 1995: 176. Ia adalah tokoh yang paling banyak diceritakan dengan tokoh-tokoh lain. Tokoh Liwa juga menjadi pusat dalam cerita dalam novel. Bukti tokoh Liwa penting dan mendominasi cerita adalah penceritaan yang dimulai dari awal, tengah, sampai akhir mneceritakan tentang Liwa. Kutipan yang mendukung penyataan tersebut adalah. Liwa memeluk erat jenazah Aburah, ketika wanita yang dicintainya digotong beramai-ramai menuju tumpukan kayu yang siap menyala-nyala. Ia tak sanggup ditinggalkan, tangisannya meledak seakan bilah-bilah bambu yang terus digesek secara bersama-sama, memekakkan gendang telinga. hlm. 12. Sementara Liwa jatuh terduduk, pandangan matanya menjadi kabur dan samar-samar, ia seakan sedang mengulang mimpi buruk. Mimpi yang memaksanya datang pada saat terjaga, mimpi yang sangat menakutkan. “Bapa….”, terbata-bata Liwa memanggil Kugara, ia masih berharap bahwa semua ini hanyalah mimpi. Tapi rauangan Lapina membuat Liwa sadar, ia tidak sedang bermimpi, tetapi menghadapi kenyataan. hlm. 47. Di dalam silimo Liwa masih bertahan pada kehidupan masa lampau. Arus perubahan tak seluruhnya menyentuh hidupnya, keculai suatu upaya untuk mendapatkan uang merah dengan menjual hasil kebun di pasar Nayak. hlm. 63. 49 Di lain pihak Liwa merasa masgul, ia baru saja melewati saat-saat mendebarkan dalam hidup bersama seorang pemuda. Ia tak pernah merasa begitu gembira setelah ia mengenal ibarak. hlm. 66. Hari itu, seorang bidan desa mengeluhkan kondisi ibu hamil yang melahirkan. Wanita itu tampak sedemikian lemah dengan perut terlalu besar. Wajahnya menguning, bibirnya pucat, badanya mneggigil dalam deman yang tinggi. hlm. 138. “Anak”, Liwa memeluk Gayatri kemudian kembali menatap bayi sehat yang nyata-nyata amat terawat. “Apakah ia bayi yang telah…?” Liwa ragu-ragu, sejak hari kelahiran itu ia selalu di dera rindu kepada makhluk yang tak berdosa yang pernah bersemayam di dalam rahimnya. hlm. 192. Pagi hari sebelum seluruh isi silimo terjaga Liwa telah terbangun, ia menatap anak perempuannya berlama-lama dengan rasa iba. Liwa teringat, bahwa iapun menjadi dewasa tanpa campur tangan seorang ibu, karena Aburah meninggal saai ia masih bocah. hlm. 229. Tokoh Liwa juga paling banyak dihubungkan dengan tokoh yang lain. Hal ini ditunjukan pada kutipan berikut. “Mama….” Sebuah suara halus menyadarkan Aburah dari lamunanya. Ia menatap Liwa, anak perempuannya dengan sayu. hlm. 5 “Air Lapina, aku haus sekali”, Liwa merengek, Lapina segera menyerahkan kantung air, sehingga bocah kecil itupun terdiam sudah. hlm. 18. Liwa tak berlama-lama dengan keadaan ini, ia pandai mengatur waktu untuk berdua saja bersama Ibarak, bersembunyi pada rimbunan semak-semak. hlm. 66. Ketika menatap Gayatri, Liwa merasa dirinya seakan tengah tersedot ke dalam suatu masa yang belum pernah dikunjunginya, dalam mimpinya sekalipun. hlm. 140. Tak lama kemudian Kelila telah berada dalam gendongan Liwa, wanita itu tampak demikian bahagia, karena telah mendekap kembali anak kesayangannya. hlm. 193. 50 Tokoh Liwa juga berperan penting dalam klimaks cerita bersama Ibarak. Kutipan cerita yang mendukung pernyataan tersebut adalah. “Berani benar engkau Liwa” tangan Ibarak terayun dengan amat kuat, mendrat di pipi Liwa. Perempuan itu merasa sakit, rasa sakit itu menyebar ke seluruh tubuh, mengobarkan kemarahan. Selama ini ia selalu mengalah dengan setiap perlakuan Ibarak, tapi hari ini kesabarannya telah musnah. Liwa harus melakukan sesuatu, iapun menerjang Ibarak dengan membabi buta dan mencakar- cakar Ibarak dengan kukunya yang tajam. Ibarak terkejut dengan serangan Liwa, ia tidak menyangka bahwa perempuan itu akan dapat menyerangnya. hlm. 84. Tapi Ibarak tak terdiam lama, ia segera bangkit dan menatap Liwa dengan geram. Ibarak tak berpikir lebih lama lagi, ia menghajar Liwa dan Liwapun tak mau mengalah. Keduanya saling memukul hingga darah mengucur dan orang-orang datang melerai. hlm. 85. 2 Tokoh protagonis Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero, tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, niai-nilai yang ideal bagi kita Nurgiyantoro, 1995: 178. Tokoh protagonis dalam cerita tersebut adalah Liwa. Liwa dapat dikatakan sebagai hero karena teguh pendirian, penyayang, dan berani dalam cerita. Hal tersebut terlihat dalam kutipan cerita berikut ini “Tentu aku masih teringat, seorang laki-laki yang tertarik akan diriku. Aku tahu kemana arah pembicaraanmu Ibarak, tapi sebelum kau lanjutkan, harus kau ketahui. Bahwa akutak takut dengan ancamanmu, kalaulah aku mesti melawan kehendakmu. Aku menyesal telah 51 memohonmu untuk melamarku dengan babi-babi kala kita masih muda. Ternyata menjadi alasan bagimu untuk memperdayakanku. Kalau anak-anakku seluruhnya masih hidup, aku akan bertahan bagi penderitaan itu, karena mereka adalah kekuatan mutlak bagiku. Tapi mereka sudah menjadi abu, aku tak punya alasan untuk merasa takut dengan ancaman, bahwa kau akan membunuhku, sebab akusudah matiberulang kali sebelum jenazahku diperabukan. Lebih baik biarkan aku sendiri, sekali ini masa berkabung bagiku tak akan pernah berakhir. Tak akan, jadi jangan coba-coba memperdayakanku. Lebih bai kau membunuhku daripada tetap hidup, tapi kau teru menerus memperdayakanku”. hlm. 225-22. 2 Ibarak Ibarak adalah suami dari Liwa. Awal pertemuannya dengan Liwa adalah pada saat peradaban modern mulai memasuki Wamena. Pada masa- masa memadu kasih Ibarak adalah sosok pemuda yang baik, dan Liwapun menyukainya dan meminta Ibarak untuk menikahinya dengan cara memintanya secara adat kepada Lapina. Tapi setelah perkawinannya Ibarak mulai menunjukkan sifat aslinya yang kasar dan pemarah. a. Penokohan Penokohan pada Ibarak dapat diketahui secara langsung melalui tingkah laku, pikiranya, dan percakapannya dengan tokoh lain. Uraian dari tokoh Ibarak adalah sebagai berikut. 1 Fisik Ibarak Ibarak adalah suami Liwa, ia merupakan sosok laki-laki yang ideal yang menggunakan koteka sebagai pelindung kejantanannya. Ciri fisik Ibarak digambarkan secara langsung oleh penulis. Terlihat pada kutipan berikut. 52 Ia seorang laki-laki tinggi tegap dengan kulit legam, dan koteka mencuat ke angkasa sebagai satu-satunya pakaian yang dikenakan. hlm. 231. 2 Tidak perduli Sikap ketidakpedulian Ibarak ini ditunjukkan pada Liwa, ketika Ibarak mendapati persediaan ubi manisnya menipis dan Liwa hanya berbaring seharian di dalam honai karena kehamilannya. Tanpa perduli dengan keadaan Liwa, Ibarak tetap menyuruh Liwa untuk bekerja. Ini terlihat pada kutipan percakapan antara Ibarak dan Liwa. “Aku tahu, tapi inilah adat dalam keluarga. Bukankah aku telah membayarmu dengan harga yang mahal Engkau tak bisa mengelak dari tanggung jawab. Dan aku tak mau terus menerus memarahimu”. Ibarak berkata seolah Liwa adalah seorang wanita sehat yang dapat melalakukan segalanya. hlm. 78. 3 Pemarah Ibarak tidak hanya tidak perduli dengan Liwa tetapi ia juga seseorang yang pemarah. Apa yang ia inginkan haruslah segera dituruti jika tidak ia akan marah, terkadang ia juga mengancam. Hal ini terlihat pada kutipan percakapan berikut. “Mana tembakau?” Ibarak menuntut ketika Liwa baru saja duduk melepas lelah di dekat honai. “Tak ada”Bukankah engkau baru saja menjual hasil kebun ke pasar?” Ibarak tampak tidak senang. “Betul” “Terus kemana hasilnya? Mana tembakau buatku? Ibarak menatap Liwa dengan tajam. Sudah berani bicara rupanya “He,perempuan Kau sudah berani bicara rupanya. Tak sekali-sekali engkau dapat menentangku, karena memang benar aku telah membayarmu. Jadi, mana tembakau buatku? Ibarak menadahkan tangan. hlm. 84. 53 4 Ringan tangan Selain sifatnya yang pemarah Ibarak juga rupanya ringan tangan. Jika keinginannya tidak terpenuhi atau Liwa mulai membangkang, Ibarak tak segan-segan untuk memukulnya. Hal ini terlihat pada kutipan berikut. “Berani benar kau Liwa” tangan Ibarak terayun dengan amat kuat, mendarat di pipi Liwa. hlm. 84. Sikap Ibarak yang ringan tangan ini tidak hanya digambarkan secara langsung, tetapi sikap ini dapat terlihat pada percakapan Liwa dengan Lapina. “Betul, mamak telah memilih jalan hidup, tetapi aku tak punya pilihan. Aku harus mengandung, melahirkan, memberi makan, kerja kebun, menjual ke pasar, memberi makan babi- babi, membelah kayu, dan membeli rokok buat Ibarak. Sedangkan laki-laki itu tak mengerjakan apa-apa, kecuali menghisap rokok dan mengunyah makanan. Aku lelah dengan semua ini. Seandainya ia tak pernah memukulku….” Liwa mennghela nafas berat, ia merasa begitu kalah. hlm. 88. 5 Licik Demi mendapatkan babi-babi Ibarak tega memperdaya Liwa istrinya, sifat liciknya ini membuat Liwa marah. Ibarak menyuruh Liwa untuk merayu Lopes tetangganya, agar ia dapat menangkap basahnya dan dapat meminta denda babi pada Lopes. “Kau tidak boleh berkata begitu. Aku telah membayarmu dengan dua puluh ekor babi. Kau harus menuruti semua permintaanku. Bujuklah Lopes, supaya aku dapat menangkap basah kalian dan dapat kiranya menuntut denda babi”. hlm. 201. Sebenarnya Ibarak cukup perhatian kepada Liwa, tapi sungguh disayangkan perhatiannya ini hanyalah kedok untuk 54 menutupi sifatnya yang licik kepada Liwa. Ini terbukti ketika Ibarak menyuruh Liwa untuk makan yang banyak, hal ini dilakukan bukan semata-mata karena Ibarak sayang melainkan justru agar dapat menarik perhatian seorang laki-laki. Sifat ini terlihat pada kutipan percakapan Ibarak dengan Liwa berikut. “Liwa kau harus makan yang banyak, masa berkabung sudah lewat” suatu hari Ibarak mengunjungi Liwa di dalam honai dan mulai membuka pembicaraan. “Aku tak enak makan Ibarak”. “Kau tak boleh begitu, makanlah yang banyak supaya tubuhmu kembali berlemak”. “Liwa, kau tahu bukan? Babi-babiku banyak berkurang?” “Kalau kurang kenapa Ibarak”. “Aku ingin mendapatkannya kembali”. “Nanti juga babi itu akan beranak pinak”. “Aku tak sabar Liwa”. “Terus apa maumu?” “Kau pasti teringat akan Lopes?” hlm. 224-225. b. Jenis Tokoh 1 Tokoh Antagonis Tokoh antagonis dalam cerita tersebut adalah Ibarak. Ibarak diceritakn sebagai tokoh suami yang perangainya kasar, ia sering memperlakukan Liwa istrinya dengan kasar, tak jarang ia memukul jika Liwa menolak atau melakukan perlawanan. Tokoh antagonis merupakan tokoh yang menjadi penentang utama dari protagonis Sudjiman, 1988: 19 atau tokoh penyebab terjadinya konflik Nurgiyantoro, 1995: 178. Kutipan yang mendukung pernyataan di atas adalah. “He perempuan Kau sudah berani bicara rupanya. Tak sekali-sekali engkau dapat menentangku, karena memang 55 benar aku telah membayarmu. Jadi, mana tembakau buatku? Ibarak menadahkan tangan. “Berani benar engkau Liwa” tangan Ibarak terayun dengan amat kuat, mendarat di pipi Liwa. Dengan sekali tolak Liwa terjatuh ke tanah, Ibarak langsung menyepaknya. “Kalau kau masih berani melawanku, aku akan membunuhmu” Ibarak mengancam. hlm. 84-85. 3 Gayatri Gayatri adalah seorang dokter muda dari Yogya yang memutuskan untuk mengambil PTT di Wamena. Keputusan itu diambil setelah hubungannya dengan Ardana kandas karena pengkhianatan sahabatnya sendiri Nilasari. a. Penokohan Penokohan pada Gayatri dapat diketahui secara langsung dan tidak langsung melalui tingkah laku, pikiran tokoh lain, pandangan tokoh lain dan percakapannya dengan tokoh lain. Uraian dari tokoh Gayatri adalah sebagai berikut. 1 Fisik Gayatri Gayatri memiliki fisik yang digambarkan dengan begitu mempesona. Sebagai seorang dokter ia harus berpenampilan rapi dan bersih. Pada bayangan cermin, Gayatri mendapatkan seraut wajah dengan garis muka yang halus, sepasang mata berbinar memancarkan kecerdasan, bibir yang mungil bak buah delima. Selebihnya adalah citra diri yang mempesona. hlm. 96. 56 Gambaran fisik Gayatri dapat diketahui tidak hanya secara langsung tetapi melalui pandangan seorang pemuda yang ia temui di dalam pesawat saat menuju Wamena. Pada bayangan cermin, Gayatri mendapatkan seraut wajah dengan garis muka yang halus, sepasang mata berbinar memancarkan kecerdasan, bibir yang mungil bak buah delima. Selebihnya adalah citra diri yang mempesona. hlm. 96. Seorang gadis dengan garis wajah tanpa cela, mengenakan stelan celana panjang dan blazer warna gelap serta rambut hitam melewati bahu. Aroma rambut yang merebak dari tubuhnya serta perhiasan berkilat yang melingkar pada jari, tangan, leher, telinga, dan kakinya, gadis itu akan menjadi setangkai mawar yang mekar ditengah-tengah kehidupan lembah. hlm. 127. Selain pemuda tersebut, gambaran fisik Gayatri yang mempesonan itu juga dapat dilihat malalui pandangan Hera, pada saat Gayatri tiba di Wamena dan disambut oleh Hera. Dokter wanita itu masih mengenakan jas kerja berwarna putih dengan sepatu kulit berhak setengah tinggi. Wajahnya manis dengan kulit kecoklatan, gigi seakan deretan mutiara, dan model rambut pendek, menampakkan lehernya yang jenjang. hlm. 130. Kekaguman fisik Gayatri tidak hanya digambarkan melalui pandangan pemuda dan hera saja, melainkan melalui Liwa juga. Liwa yang merupakan penduduk asli dari Wamena dibuat kagum dengan fisik Gayatri yang memang benar-benar mempesona. Hai ini terlihat pada waktu Liwa berobat ke rumah sakit dan mendapatkan perawatan dari Gayatri. Wanita itu mengenakan pakaian rapi berwarna putih bersih, sepatu hitam mengkilat, rambutnya panjang dan lembut. Kemudian wajah itu adalah citra roman yang rupawan, 57 dengan sorot mata teduh dan senyum yang dapat mengurangi sakit. hlm. 140-141. 2 Sabar Kesabaran gayatri ini ditunjukan ketika ia sedang menunggu kekasinya Ardana yang sedang berada di kampung halaman. Hal ini terlihat melalui kutipan berikut. Setelah di sumpah sebagai dokter Gayatri selalu merindukan Ardana. Kekasihnya untuk sementara kembali ke desa untuk mempersiapkan perkawinan. Tak ada pesawat telepon di desa itu, Gayatri harus bersabar menunggu suara ardana bergema di telinga. Ia masih mampu bertahan beberapa hari bagi mimpinya itu. hlm. 98. 3 Semangat Rencananya menikah dengan kekasihnya Ardana telah kandas akibat pengkhiatan sahabatnya Nilasari. Hal itu membuat Gayatri terpukul dan berhari-hari mengurung diri di dalam kamar, tapi ia sadar bahwa hidupnya masih panjang maka dari itu ia pun bangkit dan bersemangat untuk melupakan masalah itu. Gayatri bukan pribadi yang hanyut dalam suatu persoalan yang menyedihkan, sungguhpun perkawinan itu telah mengubur seluruh harapan dan rencananya. Gadis itu mulai berbenah, merapikan seisi kamar, mencuci rambut, dan seluruh tubuhnya, mendirikan sembahyang, dan berdoa dengan satu kesadaran, bahwa hari depan masih panjang. hlm. 111. 4 Berpendirian tetap Gayatri bukan seorang yang mudah putus asa, biarpun rencana pernikahanya dengan Ardana telah kandas, itu tidak merubah keputusannya untuk tetap memilih PTT di Wamena. “Saya sudah memutuskan, surat-surat akan diproses, itu tidak susah, karena saya sudah membaca peluang yang ada. Untuk 58 sementara saya tidak mungkin bertahan di tempat ini, PTT bukan untuk selamanya. Bapa dan ibu tahu keadaan saya. Saya ingin melihat dunia luar”.Gayatri member penjelasan dengan tenang. hlm. 121. 5 Perhatian Gayatri yang digambarkan sebagai sosok yang nyaris sempurna ternyata memiliki sifat perhatian, terlebih ia adalah seorang dokter yang harus selalu memperhatikan pasien-pasiennya. Perhatian Gayatri ini tampak jelas kepada Liwa dan dibuktikan melalui kutipan berikut. Keesokan harinya Gayatri mengunjungi Liwa di ruang rawat dengan membawa beberapa lembar pakaian ganti. “Ini pakaian untuk mama”, Gayatri mengulurkan tangan, dan iapun tertegun ketika Liwa menerima pakaian itu dengan berlinang air mata. hlm141. 6 Bertanggung jawab Sebagai seorang dokter Gayatri haruslah memilki sifat bertanggung jawab dan sifat ini ia tunjukan pada saat ia menangani Liwa yang ingin melahirkan. Gayatri merasa bertanggung jawab untuk membantunya karena ia merasa kasihan dan tidak ingin melihat Liwa mati karena gagal melahirkan, maka dari itu, Gayatri melakukan hal yang nekat dan terbilang berani hanya untuk menolong Liwa. Gayatri yakin, ia tak akan pernah merasa tenang sampai dapat menolong Liwa dengan selamat. Gayatri teringat pada kegagalan partus yang telah lalu, ia memang terbiasa menghadapi kematian dengan kepala dingin, karena hal itu adalah resiko tugas seorang dokter. Tapi ia masih bertanya- tanya, apakah kepalanya akan tetap dingin, apabila kematian itu terjadi pada Liwa? Sosok yang baru dikenal dengan kemalangan hidup yang mengusik nuraninya. hlm. 147. 59 7 Pekerja keras Gayatri merupakan sosok yang pekerja keras. Ini terbukti pada sikapnya dan rekan kerjanya yang begitu semangat untuk mengobati pasien yang membutuhkan pertolongannya tanpa mengenal lelah. Keempat orang itu tak punya pilihan lain, Trimas membuka meja pendaftaran di bagian teras, Gayatri dan Hera di ruang darurat pemeriksaan, dan Anton membagikan obat-obatan. Pelayanan terus berlanjut, waktupun berjalan, matahari condong di langit barat, dan keempat orang petugas itu merasa kelaparan.nasi putih, ubi manis, super mie, dan ikan kaleng telah dihidangkan. Gayatri mencuci tangan diikuti Hera, Anton dan Trimas kemudian menyusul mereka duduk menghadapi hidangan dengan piring masing-masing dan mulai menyuapkan makanan ke mulut. hlm. 149. 8 Berani Biarpun Gayatri adalah seorang wanita yang terbiasa dengan hidup yang nyaman tetapi ia tidak pantang menyerah dan usianya yang masih muda membuat Gayatri menjadi sosok yang mandiri dan berani. Keberaniannya ini terbukti ketika ia harus menumpuh perjalanan yang jauh dengan berjalan kaki dalam waktu berhari- hari. Walaupun ia tidak begitu mengenal tempat yang ia lalui, tetapi keberaniannya itu ia perlihatkan karena ia ingin menolong kelahiran Liwa. “Ada jalan darat sejauh enam puluh kilo meter dari Kobakma ke Pass Valley. Engkau berani berjalan kaki dengan beberapa orang penduduk”. hlm. 157 Gayatri dan Hera tidur lebih cepat dari biasa, mereka memutuskan untuk melakukan suatu hal yang terlalu berani, mungkin juga konyol, untuk keputusan kembali ke Wamena dengan resiko yang tak diperhitungkan. hlm. 158. 60 Keberanian yang lainnya ia tunjukkan ketika ia mengetahui bahwa anak yang terlahir kembar bagi suku Dani adik dari anak kembar itu adalah anak setan dan harus dibuang disungai. Ia tidak habis berpikir kenapa adat mereka mereka begitu kejam. Akhirnya ia pun mengambil keputusan yang berani untuk mengambil anak itu, karena ia sudah bersusah payah dan penuh perjuangaan untuk menyelamatkannya, tidak akan dibiarkan anak itu mati dengan sia- sia. Keesokan harinya Gayatri berjaga-jaga di tepi sungai dengan pakaian basah. Ia seakan tengah memainkan peran dalam sebuah film legenda dengan skenario yang telah direncanakannya. Tak lama kemudian, tampak mengapung sebuah keranjang berisi bayi perempuan. Gayatripun bersiap menyelamatkan “anak setan” itu. Setelah keranjang bayi itu terpegang, ia segera naik ke tepi sungai. Gayatri membawa bayi itu pulang ke rumah. hlm. 176. b. Jenis Tokoh 1 Tokoh Wirawati Tokoh wirawati dalam cerita tersebut adalah Gayatri. Gayatri diceritakan sebagai tokoh dokter yang baik dan mulia. Demi menolong Liwa ia bertaruh nyawa menempuh jarak yang jauh dengan cara berjalan kaki selama beberapa hari. Ia juga telah mengangkat anak yang terlahir kembar dari Liwa. Karena menurut kepercayaan suku Dani anak yang terlahir kembar salah satunya adalah anak setan dan harus di bunuh atau dihanyutkan ke sungai. Gayatri tidak ingin pengorbanannya 61 dalam menolong anak itu sia-sia jadi ia memutuskan untuk mengambilnya dan menjadikannya sebagai anak angkatnya. Tokoh wirawan penting dalam cerita, dan karena pentingnya cenderung menggeser kedudukan tokoh utama. Tokoh wirawati pada umumnya punya keagungan pikiran dan keluhuran budi yang tercermin di dalam maksud dan tindakan yang mulia Sudjiman, 1988:19. Kutipan yang mendukung pernyataan berikut adalah “Ada yang kau pikirkan Gay” Hera bertanya, ia terbiasa sehari-hari dengan Gayatri, tak menyebutnya lagi dengan anda. “Aku meninggalkan ibu hamil dalam keadaan sangat buruk, aku yakin bayi itu hanya akan selamat lewat pembedahan. Aku telah berjanji untuk menolongnya. Seorang wanita yang malang”, Gayatri menatap keluar jendela dengan galau. “Seburuk apa keadaannya?” “Buruk sekali, ia mengalami depresi, karena tekanan hidup. Dalam beberapa kasus, ibu partus gagal diselamatkan, karena hambatan psikologis. Aku harus berada di Wamena saat ia partus. Aku ingin melihatnya dalam keadaan hidup”, Gayatri mengambil keputusan. “Bekerjalah semampumu, jangan memaksakan diri”, Hera menghibur. Sementara Gayatri mulai berpikir mencari jalan keluar. Seandainya, seminggu kemudian pesawat tak datang menjemput, ia terkurung untuk jangka waktu yang tak dapat dipastikan. Dan bagaimana nasib Liwa? Wajah perempuan itu selalu membayang di depan mata. Gayatri yakin, ia tak akan pernah tenang sampai dapat menolong Liwa dengan selamat. Gayatri teringat pada kegagalan partus yang telah lalu, ia memang terbiasa menghadapi kematian dengan kepala dingin, Karena hal itu adalah resiko tugas seorang dokter. Tapi ia masih bertanya-tanya, apakah kepalanya akan tetap dingin, apabila kematian itu terjadi pada Liwa? Sosok yang baru saja dikenal dengan kemalangan hidup yang mengusik nuraninya. Dokter itu memacu pikirannya. Di dalam peta tergambar sebuah jalan darat sejauh 60 kilometer dari Kobakma ke Pass Valley, satu lokasi yang terletak di km 60 dari Wamena. Kondisi jalan itu amatlah parah dengan 62 menyeruak hutan belantara. Masyarakat setempat memerlukan waktu 12 jam untuk menempuh jarak itu dengan berjalan kaki. Sementara pejalan kaki yang lain memerlukan waktu dua kali lipat lebih panjang. Ada sebuah pondok di tengah perjalanan yang biasa digunakan para pejalan kaki untuk istirahat di malam hari. hlm146-147. 4 Kugara Kugara adalah suami dari Aburah, ayah Liwa. Setelah kematian Aburah, Kugara menikah lagi dengan Lapina adik perempuan Aburah. Adat suku Dani membenarkan seorang duda yang kehilangan istri, karena kematian, untuk menikah dengan saudara perempuan almarhum istrinya, agar ikatan keluarga dengan pihak istri dapat tetap diteruskan. Dan Liwa menjadi anak tiri Lapina. a. Penokohan Penokohan pada Kugara dapat diketahui secara langsung dan tidak langsung yaitu melalui tingkah laku, pikiranya, dan percakapannya dengan tokoh lain. Uraian dari tokoh Kugara adalah sebagai berikut: 1 Fisik Kugara Kugara adalah ayah Liwa dan ia merupakan suami dari Aburah dan Lapina. Ciri fisik Kugara digambarkan secara langsung dengan berpostur tubuh tinggi dan tegap, ia menggunakan koteka sebagai pakaian tradisional laki-laki suku dani. Ia adalah seorang laki-laki dengan postur tubuh tinggi dan tegap, kulit hitam legam, dan seluruh rambut dijalin menjadi kelabang-kelabang kecil. Tak ada pakaian yang dikenakan 63 sebagai penutup tubuh kecuali koteka yang mencuat melindungi kemaluan sekaligus melambangkan kejantanan. hlm. 10. Kugara merupakan tokoh antagonis yang digambarkan memiliki sifat yang tidak baik dan cenderung berbuat jahat. Kugara yang digambarkan dengan begitu tegap dan gagah ternyata memiliki hati yang lemah. Ini terbukti ketika Kugara menangisi Aburah yang telah meninggal dunia. Laki-laki kekar itu tak dapat melindungi hatinya yang lemah, ia telah kehilangan teman hidupnya. hlm. 11. 2 Semena-mena Kugara tidak pernah menyadari bahwa kematian Aburah secara tidak langsung itu akibat dari perbuataannya sendiri yang memperlakukan Aburah dengan semena-mena Ia telah membeli seorang wanita dengan harga yang sangat mahal. Seperti halnya setiap laki-laki di kampung ini, ia berhak memperbudak wanita yang dinikahi, sekalipun wanita itu tengah hamil atau baru saja melahirkan anak yang dikandungnya. Ia tak pernah menyadari, bahwa kematian itu secara tidak langsung merupakan hasil dari kesewenangannya. hlm. 11. 3 Licik Setelah kematian istrinya Aburah, Kugara yang merasa tidak dapat menjalani hidup sendiri berpikir untuk menikah lagi dan wanita pilihannya itu adalah Lapina adik dari almarhum istrinya Aburah. Dengan licik dan berlindung di atas nama adat Kugara merayu dan memojokan Lapina agar mau menerima lamarannya dan menjadi istrinya. Sifat liciknya ini terlihat pada percakapannya dengan Lapina pada waktu adat bakar batu telah selesai. 64 “Kau pasti tahu, bahwa kini aku adalah seorang duda. Istriku telah tiada, anakku tak punya ibu, kau juga tahu, bahwa sebagai laki-laki aku tak bisa mengasuhnya. Masa berkabung telah selesai. Tak dapat selamanya aku hidup tanpa istri dan menderita begini”. Kugara mulai berbicara. “Adat kita membenarkan seorang laki-laki yang kehilangan istrinya, menikah dengan adik kandungnya. Hal itu berarti, dapatlah kiranya aku menikah denganmu dan Liwa dapat pula menjadi anak tirimu”, Kugara menatap Lapina dengan penuh permohonan. “Ingat, engkau tak punya siapa-siapa lagi di dunia ini, bapa ibumu sudah tiada. Saudarapun engkau tak punya. Kau hanya memiliki aku dan Liwa”,Kugara berbicara dengan hati-hati, ia berusaha sedapat mungkin untuk tidak menerjang Lapina dan memperlakukan sebagai istrinya. “Tidak usah kau bingung, kau harus tunduk kepada adat. Aku akan membayarmu dnegan babi-babi. Bila engkau menolak, maka masyarakat yang tunduk pada adat akan mengucilkanmu”, Kugara tampak girang, ia yakin telah memenangkan kehendaknya, karena adat pasti membelanya. hlm. 11. 4 Tidak perduli dan suka mengancam Ketidakperdulian Kugara ini terlihat pada percakapannya dengan Lapina, ia menegur Lapina karena sebagai seorang istri ia tidak bekerja di kebun dengan baik dan tidak membawa hasil panen yang banyak. “Aku tidak mau tahu, besok kau harus pulang dengan hasil kebun yang lebih banyak, bila tidak kau akan tahu akibatnya” Kugara mengancam, ia berlalu sambil menyambar pisang masak dan mengunyahnya dengan lahap. hlm. 34. Kugara tidak hanya bersikap tidak perduli, tetapi Kugara juga sering sekali mengancam Lapina jika ia tidak menuruti apa yang diperintahkannya. “Bekerja di kebun dan mencari makan adalah urusanmu. Maaf sekali, aku tak dapat menggantikanmu. Kalau kautak segera pergi ke kebun untuk mencari makanan, kau akan tahu akibatnya”, Kugara menyatakan ancaman. hlm. 38. 65 Kugara merasa bahwa hanya dialah yang berhak atas hidup Lapina dan segala yang ia inginkan haruslah dipenuhi, jika tidak ia tidak segan-segan untuk memukul dan menyiksa Lapina karena adat akan selalu membela laki-laki suku Dani termasuk Kugara. b. Jenis Tokoh 1 Tokoh tambahan Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek Nurgiyantoro, 1995: 176. Tokoh tambahan dalam cerita tersebut adalah Kugara. Tokoh Kugara hanya mendapat porsi penceritaan yang pendek. Kutipan yang mendukung pernyataan berikut adalah Sementara Kugara segera menangis dengan lolongan yang sangat panjang. Laki-laki kekar itu tak dapat melindungi hatinya yang lemah, ia telah kehilangan teman hidupnya. Seorang wanita yang melahirkan anaknya, menyedikan makanannya, merawat kebun dan babi-babi serta membelah kayu bakar. Kugara tak yakin, bahwa ia akan dapat meneruskan hidup setelah kematian itu. Ia tak akan pernah dapat melakukan pekerjaan seperti yang biasa diselesaikan Aburah. hlm. 11. 5 Aburah Aburah merupakan ibu kandung Liwa. Aburah tidak banyak diceritakan hanya sedikit disinggung pada awal cerita yang menceritakan tentang kepergian Aburah ke alam lain sebagai akibat dari penderitaan yang ditanggungnya sudah tidak dapat di tanggung lagi. 66 a. Penokohan Penokohan pada Aburah dapat diketahui secara langsung dan tidak langsung, yaitu melalui tingkah laku, pandangan tokoh lain, dan percakapannya dengan tokoh lain. Uraian dari tokoh Aburah adalah sebagai berikut. Aburah adalah ibu kandung Liwa. Ia tengah sakit, akibat terlalu keras dalam bekerja. Ia tak kenal lelah dan letih selama ia masih bisa berdiri ia harus tetap bekerja demi anak dan suaminya hingga akhirnya badan lemah Aburah tidak mampu lagi bertahan dan jatuh sakit tak berdaya. Keadaan Aburah digambarkan secara langsung melalui kutipan berikut. Wajahnya memucat bagai kertas, ia telah menangkap isyarat, bahwa hari-harinya tak akan lama lagi. hlm. 4. Tiba-tiba Aburah mendapatkan kembali sebuah kekuatan, bibir yang pucat itupun tersenyum. hlm. 5. Aburah hanya melilitkan Sali pada seputar pinggang tanpa penutup dada. Peluh terus mengucur membasahi dadanya yang gempal, sebagai pertanda, bahwa ia tengah berjuang melawan rasa sakit yang dalam. hlm. 7. 1 Penyayang Aburah juga merupakan sosok yang penyayang dan sangat peduli terhadap anak-anaknya, terlebih kepada Liwa, satu-satunya anak yang dapat ia besarkan karena saudara tua Liwa telah tiada akibat malaria. Hal ini dibuktikan pada kutipan berikut. Tak ada yang lebih berharga dari kehidupan seorang ibu, kecuali bayi yang telah dilahirkan kemudian dibesarkan. Demikian pula dengan Aburah. Ia masih memiliki sisa keinginan untuk membesarkan Liwa hingga dewasa 67 kemudian menikahkan dalam upacara adat yang ramai oleh pemberian babi dari pihak laki-laki. hlm. 6. Rasa kasih sayang Aburah juga terlukiskan dalam pikiran Liwa. Liwa yang merasa kehilangan Aburah berpikir bahwa tak akan ada lagi orang yang akan menyayanginya seperti yang dilakukan oleh Aburah ibunya. Aburahlah yang menjaga sejak kecil, membaringkannya di dalam noken dan memikulnya kemanapun pergi. Aburah selalu memberi makan, berjenis-jenis hasil kebun dan binatang hutan serta buah-buahan. Dan ia pun terus tumbuh dan berkembang. hlm. 8-9. 2 Perduli Dalam keadaan sakitpun Aburah masih memikirkan nasib anaknya Liwa. Bagaimana hidupnya nanti jika ia tinggalkan, kepeduliannya ini membuat Aburah berpikir bahwa secara adat membenarkan seorang duda, menikah dengan saudara perempuan almarhum istrinya sendiri. Aburah teringat pada adiknya Lapina, ia berharap Lapina mau menjaga dan merawat Liwa setelah kepergiannya. Mengingat hal ini Aburah merasa bongkahan batu yang menindih kepalanya menjadi lebih ringan selama menderita penyakit. Ia tak memikirkan apapun, kecuali nasib anaknya. hlm. 8. b. Jenis Tokoh Aburah adalah tokoh tambahan di dalam novel karena hanya diceritakan di awal cerita dan tidak secara langsung terlibat dalam cerita. Kutipan yang mendukung pernyataan di atas adalah 68 Wajahnya memucat bagai kertas, ia telah menangkap isyarat, bahwa hari-harinya tak akan lama lagi. Demikian pula dengan janin yang belum genap tujuh bulan dalam kandungannya. Anak itu melambaikan tangan, mengulurkan selembar Sali kemudian membawanya pergi, melewati lorong waktu, menuju dunia yang lain sama sekali. Dalam dunia yang lain itu, segalanya berwarna putih. Wanita itu tak merasakn apa-apa lagi, juga rasa sakit yang mencambuknya bagai cemeti setiap hari. Dan iapun merasa tenang. “Mama….” Sebuah suara halus menyadarkan Aburah dari lamunanya. Ia menatap Liwa, anak perempuannya dengan sayu. hlm. 5. 6 Lapina Lapina adalah istri dari Kugara dan merupakan ibu tiri dari Liwa. Ia menikah dengan Kugara setelah kepergian kakaknya Aburah karena kematian. Pernikahan itu bukanlah keinginan Lapina sendiri tetapi terjadi karena keinginan adatnya. a. Penokohan Penokohan pada Lapina dapat diketahui secara langsung dan tidak langsung yaitu melalui tingkah laku, pikiranya, dan percakapannya dengan tokoh lain. Uraian dari tokoh Lapina adalah sebagai berikut: 1 Fisik Lapina Lapina adalah adik Aburah ibunya Liwa, yang sekarang menjadi ibu tiri Liwa. Ciri fisik Lapina digambarkan sama pada umumnya wanita suku Dani lain dengan ciri khas pakaian sali. Lapina yang masih remaja cukup menarik perhatian para laki-laki, terutama Kugara. 69 wanita muda ini mengenakan Sali yang masih baru tanpa penutup dada, sehingga sepasang bukit kembar itu tampak telanjang, seakan sebuah tantangan ketika menjadi berkilat- kilat oleh keringat. hlm. 20. Wajahnya yang muda remaja, sungguh merupakan daya tarik tiada tara. Sepasang bukit kembar yang mencuat dengan sali melilit pada pinggangnya yang ramping dan pemandangan di balik sali itu, kugara menelan ludah. hlm. 26. 2 Bertanggung jawab Selain memiliki ciri fisik yang menarik, Lapina digambarkan sebagai sosok wanita yang bertanggung jawab. Hal ini terlihat dari percakapan Lapina dengan Liwa. Lapina merasa iba ketika melihat Liwa yang terus merintih menyebut nama Aburah ibunya. Lapina, adik perempuan Aburah segera merangkul tubuh mungil Liwa. Ia merasa iba kepada Liwa yang ditinggal mati ibunya. Dengan kematian itu, makaLapina memegang tanggung jawab mengasuh Liwa. “Mama aburah….” Suara Liwa merintih. “Mama aburah telah pergi, tak usah kau bersedih, ada saya, mama adik akan menjagamu,” Lapina mencoba menghibur Liwa, ia menatap mata gadis itu dekat-dekat. hlm. 15. 3 Perhatian Lapina selain bertanggung jawab ia juga sangat perhatian terhadap Liwa. Ia meras iba melihat Liwa telah ditinggal pergi ibunya Aburah yang juga merupakan kakaknya. “Makanlah, seharian ini kau belum makan apa-apa”. hlm. 17. “Lapina, saya lapar”, Liwa berteriak dari kejauhan. Terikan itu menyadarkan Lapina akan kelelahannya. Wanita muda itu mengusap peluh, meneruskan pekerjaan sejenak, kemudian segera menjelang Liwa dengan pisang, pepaya, dan ubi manis di tangan. hlm. 21. 70 4 Penyayang Sifat Lapina yang penyayang ini ia buktikan pada Liwa anak tirinya. Biarpun ia anak tiri tapi Lapina sudah menganggap Liwa seperti anaknya sendiri. Lapina tidak ingin anaknya ini menderita, ia akan melakukan untuk menjaga Liwa termasuk besikap tegas padanya. Setelah kata-kata itu Lapina membalikan badan tanpa menoleh lagi, dadanya sesak, ia harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan Liwa, yaitu mengawasinya. Lapina tak ingin Liwa mengandung kemudian laki-laki yang mesti bertanggung jawab meninggalkannya. hlm. 69. Sifat Lapina ini juga dirasakan oleh Liwa melalui pikirannya, ketika Liwa mendapat teguran dan peringatan dari Lapina karena kesalahannya. Bukankah pemuda pemudi di kampung ini melakukan hal yang sama? Tapi kenapa Lapina telah nyata-nyata menegurnya, Liwa menjadi kecut, Lapina tak pernah semarah ini. Wanita itu sungguh-sungguh menyayanginya. hlm. 67. 5 Tegas Sifat tegas Lapina ini terlihat malalui percakapan Lapina dan Liwa, ketika mereka pergi ke sungai untuk mencuci hasil panen. Karena terlalu senang mereka lupa bahwa hari sore dan Lapina pun mengajak Liwa untuk segera pulang. Menurut kepercayaan suku Dani roh jahat mengicar anak kecil yang masih berkeliaran di luar silimo. “Hari hampir gelap, cepat pulang, nanti roh jahat datang menggangu anak kecil dan kau dapat sakit”, Lapina bersiap pulang. hlm. 23. 71 “Tidakkah kau lihat, gelap akan segera datang. Mereka senang dengan anak-anak yang masih kecil, ayo cepat pulang’, Lapina mempercepat langkah. Sali, hal. 24. “Jangan bermimipi, aku masih dapat bertahan hidup dengan hasil kebun. Aku tak menginginkan babi-babi itu”, suara Lapina terdengar tegas. “Kalau engkau berani menggangguku, aku akan mengadu pada tua-tua adat dan mereka akan menuntut denda babi kepadamu. Atau aku akan menangis berhari-hari, sehingga suara tangisanku dapat memancing seisi silimo ini untuk membunuhmu” hlm. 54-55. b. Jenis Tokoh 1 Tokoh tambahan Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek Nurgiyantoro, 1995: 176. Tokoh tambahan dalam cerita tersebut adalah Lapina. Tokoh Lapina hanya mendapat porsi penceritaan yang pendek. Kutipan yang mendukung pernyataan berikut adalah Lapina, adik perempuan Aburah segera merangkul tubuh mungil Liwa. Ia merasa iba kepada Liwa yang ditinggal mati ibunya. Dengan kematian itu, maka Lapina memegang tanggung jawab mengasuh Liwa. hlm15. 7 Ardana Ardana adalah kekasih Gayatri semenjak duduk di bangku kuliah. Setelah mendapatkan gelar sebagai dokter mereka memutuskan untuk menikah, tetapi rencana itu kandas akibat pengkhianatan Nilasari yang juga sahabat Gayatri. Nilasari merebut Ardana, hingga akhirnya mereka menikah. 72 a. Penokohan Penokohan Ardana dilakukan melalui Pandangan Gayatri selaku kekasihnya Ardana dan melalui pandangan nilasari. Karakter dari tokoh Ardana adalah penyayang dan merupakan laki-laki idaman setiap wanita. Uraian dari tokoh Ardana adalah sebagai berikut. Ardana merupakan laki-laki yang mampu menarik perhatian Gayatri. Ardana adalah sosok yang telah melengkapi seluruh hidup. Ia anak seorang petani, tetapi selalu diliputi harga diri. Ardana tak mampu menandingi kecerdasan dan kreatifitasnya, tetapi ia memiliki ketekunan dan disiplin tinggi, dan lulus dari Fakultas Kedokteran dengan predikat terbaik. hlm. 96. Ardana adalah karakter tulen seorang dokter. Ia jujur, teliti, sabar, dan tak kenal lelah dalam mendengar keluhan pasien di rumah sakit. Dengan perawakan tinggi tegap, kulit bersinar, dan wajah yang tampan, Ardana menjadi idola. Ia bukan sekedar bersabar dengan keluhan pasien, tapi juga dengan semua kesulitan teman-temannya, terlebih Gayatri. hlm. 102. Ardana merupakan sosok yang Penyayang, ini terbukti pada kutipan berikut. Kasih sayang terhadap saudaranya itulah yang memacu Ardana untuk menjadi seorang dokter, ia ingin menyembuhkan penderitaan adik yang dicintainya. hlm. 105. b. Jenis Tokoh Ardana adalah tokoh tambahan di dalam novel karena hanya sesekali disebut. Tokoh Ardana hanya sebagai penguat karakter pada tokoh Gayatri. Kutipan yang mendukung pernyataan di atas adalah Ardana adalah sosok yang telah melengkapi seluruh hidup. Ia anak seorang petani, tetapi selalu diliputi harga diri. 73 Ardana tak mampu menandingi kecerdasan dan kreatifitasnya, tetapi ia memiliki ketekunan dan disiplin tinggi, dan lulus dari Fakultas Kedokteran dengan predikat terbaik. Dosen-dosen menyayanginya, rekan-rekan mahasiswa bersimpati kepadanya. Tahun-tahun yang dilalui bersama menyebabkan Gayatri semakin yakin terhadap Ardana, ia tak memilih orang yang salah. Mereka akan menikah dengan upacara adat yang harum oleh bunga kemudian mereka akan mengambil PTT di wilayah timur Indonesia dan mengawali kehidupan baru di sana. hlm. 96. 8 Nilasari Nilasari adalah sahabat Gayatri yang tinggal di yogya. Gayatri tidak menyangka bahwa Nilasari sahabatnya sendiri mampu mengkhianatinya dengan merebut kekasih Gayatri. Nilasari yang berasal dari keluarga yang kaya raya dengan mudah mendapatkan Ardana dengan cara membeli cintanya. a. Penokohan Penokohan Nilasari dilakukan secara langsung dan melalui pandangan Ardana. Karakter dari tokoh Nilasari adalah sifatnya yang licik. Uraian dari tokoh Nilasari adalah sebagai berikut. Nilasari digambarkan sebagai sosok yang memiliki kekayaan yang berlimpah dan memilki orang tua yang cukup berpengaruh. Nilasari anak tunggal dari keluarga ternama. Ibunya pengusaha kosmetik. Ayahnya dokter senior, memiliki yayasan yang mengelola rumah sakit swasta dengan pelayanan nyaris sempurna bagi setiap pasien. hlm. 102. Kekayaan yang dimiliki Nilasari tidak membuatnya puas karena ia tidak mendapatkan kasih sayang yang cukup dan ia ingin dicintai. Tapi ternyata laki-laki yang ia cintai tidak mencintainya tetapi memilih sahabatnya yaitu Gayatri. Nilasari tidak kehabisan akal untuk 74 mendapatkan Ardana laki-laki yang ia cintai. Dengan cara yang licik Nilasari berhasil mendapatkan Ardana. Ia telah mendekati Ardana denagn cara yang manis, karena alasan kemulian dan cinta. Ia menawarkan PTT di rumah sakit ayahnya dan tentu saja Nilasari mengetahui bahwa adik Ardana menderita tunadaksa. hlm. 105. Penggambaran fisik Nilasari tidak hanya digambarkan secara langsung tetapi dapat dilihat dari pandangan Ardana sebagai berikut. Ardana salah kalau ia menilai Nilasari tak memiliki daya pikat, ia tak cantik memang, tapi menggiurkan. hlm. 107. b. Jenis Tokoh Nilasari adalah tokoh tambahan di dalam novel karena hanya sesekali disebut. Tokoh Nilasari dimunculkan hanya sebagai penguat karakter pada tokoh Gayatri. Kutipan yang mendukung pernyataan di atas adalah Ardana telah menikah dengan sahabat karibnya Nilasari, pada saat yang diyakini, bahwa perkawinan dengan Ardana adalah hak miliknya. Gayatri memandang undangan di tangannya seolah kertas itu adalah kain kafan bagi kematiannya. hlm100. Nilasari mahasiswa di kelas yang sama, seorang gadis yang tak menarik seperti Gayatri, tapi ada satu hal yang tak dimiliki oleh siapapun diantara teman seangkatan itu. Nilasari anak tunggal dari keluarga ternama. Ibunya penguasaha kosmetik. Ayahnya dokter senior, memiliki yayasan yang mengelola rumah sakit swasta dengan pelayanan nyaris sempurna bagi setiap pasien. Nilasari bukan citra mempesona seperti halnya Gayatri, tetapi ia selalu dilumuri harta dan kemuliaan. Ia belajar dan menikmati hidup tanpa kesulitan kecil yang berarti. hlm. 101. 9 Herlambang Herlambang adalah seorang anggota militer, ia bertemu dengan Gayatri pada saat di dalam pesawat dengan tujuan yang sama yaitu 75 Wamena. Setelah lama berkenalan akhirnya Herlambang dan Gayatripun menjalin hubungan. Tetapi Gayatri harus menelan kekecewa lagi, karena Herlambang gugur dalam perang di Aceh. a. Penokohan Penokohan pada tokoh herlambang dilakukan secara langsung dan melalui pandangan Gayatri. Karakter dari tokoh Herlambang adalah perhatian dan penyayang. Uraian tokoh Herlamabang adalah sebagi berikut. Pemuda ini digambarkan dengan fisik yang ideal sebagai seorang laki-laki, penggambaran ini dilakukan secara langsung oleh penulis. Ia seorang pemuda tinggi tegap dengan rambut di gunting rapi, mata yang dalam, hidung tinggi, dan rahang yang kuat. hlm. 126. Herlambang adalah seorang anggota militer yang ditugaskan di Wamena. Ini terlihat pada penggambaran fisiknya melalui pandangan Gayatri pada saat ia menemui Gayatri. Seorang pemuda berseragam militer berwarna daun dengan dua balok pada pundaknya. Pemuda itu tersenyum, menampakkan sepasang lesung pipi. Sejenak Gayatri tertegun, ia seakan telah mengenal sosok itu pada jarak yang dekat dan tak asing lagi. hlm. 185-186. Herlambang merupakan sosok yang perhatian terlebih kepada Gayatri. Ia sangat khawatir ketika ia mengetahui kalau Gayatri mengambil keputusan yang berani untuk menempuh perjalanan jauh dengan berjalan kaki. Perhatian itu ia perlihatkan pada percakapannya dengan Gayatri berikut ini. 76 “Nama yang manis, Okey Gay, kuharap engkau tidak berkeberatan dengan kedatanganku, untuk kali ini dan kali yang lain lagi. Aku harus informasikan, kau dan rombongan menginap di pondok antara Kobakma – PassValley pada malam jumat. Dua hari kemudian, tepatnya malam minggu, ada satu kelompok separatis bersenjata lengkap, menginap di pondok yang sama. Ini laporan intelijen, aku tak menakut-nakutimu. Untung kau selamat, terlalu bahaya. Engkau tak benar-benar mengenal tempat ini. Seluruh orang di Wamena ini mengakui kenekatan atau keberanianmu. Tapi ingat, nyawamu hanya satu. Kau ingat kasus-kasus penculikan yang pernah terjadi? Aku selalu berharap¸ hal semacam itu tak akan pernah menimpamu”, Herlambang menatap wajah di seberang meja, hatinya bergetar, ia seakan telah berjumpa pada sosok yang selalu hadir dalam mimpi. hlm. 187-188. Selain perhatian Herlambang juga merupakan sosok yang penyayang. Ini terbukti ketika Herlambang mengetahui bahwa Gayatri mengangkat anak dari wanita suku Dani yang ia beri nama Kelila. Ia sering berkunjung dan mengajak bermain Kelila tak jarang ia juga memberikan hadiah-hadiah sebagai wujud rasa sayangnya kepada anak itu. Herlambang seakan menjadi pengganti sosok seorang ayah. Pada waktu senggang Herlambang memang datang berkunjung dengan hadiah-hadiah kecil di tangan. Suasana di dalam rumah itu segera menjadi semarak. hlm. 190-191. b. Jenis tokoh Herlambang adalah tokoh tambahan di dalam novel karena hanya sesekali disebut. Tokoh Herlambang dimunculkan hanya sebagai penguat karakter pada tokoh Gayatri. Kutipan yang mendukung pernyataan di atas adalah Tiba-tiba sesosok bayangan muncul dengan sebuah suara. “Selamat sore”. Suara itu mengejutkan Gayatri, ia segera mengalihkan perhatian pada sumber suara. Bias sinar matahari di belakang sosok itu memicingkan sepasang mata, perlahan-lahan ia mulai dapat 77 mengenali si pemilik suara. Suara pemuda berseragam militer berwarna daun dengan dua balok pada pundaknya. Pemuda itu tersenyum, menampakkan sepasang lesung pipi. Sejenak Gayatri tertegun, ia seakan telah mengenal sosok itu pada jarak yang amat dekat dan taka sing lagi. “Apa kabar”, pemuda itu mengulurkan tangan. “Saya Herlambang, kita dulu bertemu di pesawat”. hlm. 186. 10 Alya dan Kadarisman orang tua Gayatri Alya adalah ibu dari Gayatri dan Kadarisman adalah ayah Gayatri. Mereka merupakan orang tua yang perhatian kepada anaknya dan selalu menghargai apa yang sudah menjadi keputusan dari anak- anaknya. a. Penokohan Penokohan dari Alya dan Kadarisman dapat diketahui secara langsung. Karakter dari tokoh Alya dan Kadarisman adalah perhatian, pengertian dan penyayang. Kadarisman adalah suami Alya yang selalu sibuk dengan pekerjaannya. Kutipan yang mendukung pernyataan berikut adalah Alya yang digambarkan sebagai sosok yang sudah berusia tua merupakan ibu Gayatri. Dalam penggambarannya Alya diketahui bahwa ia adalah seorang dosen di salah satu universitas di Yogya. Alya, seorang wanita menjelang usia tua dengan pakaian rapi, make up bersahaja, rambut tersanggul ke belakang, dan tatapan mata penuh keyakinan. Ia wanita yang telah matang, karena asam garam kehidupan. Sehari-hari ia selalu berhadapan dengan mahasiswa di ruang kuliah. hlm. 112. 78 Alya merupakan ibu yang memilki sifat perhatian, pengertian, dan penyayang. Semua sifatnya ini terlihat pada percakapannya dengan Gayatri sebagai berikut. “Kau baik-baik saja?” teguran itu mengejutkan Gayatri, ketika membalikan muka, ia segera berhadapan dengan Alya, “Ibu tahu keadaanmu, ibu tahu pula perasaanmu. Semua bisa saja terjadi, tapi jangan pernah mneyesali. Kau sudah cukup mengurung diri di dalam kamar. Ibu tak rugi apa-apa, tapi ada begitu banyak hal yang bisa kau kerjakan di luar. Kau tahu kenapa kau harus di sumpah sebagai seorang dokter?” wanita itu berhenti sejenak kemudian meneruskan kata-katanya. “Karena kau harus menyembuhkan pasien. Dan kalau kau bisa mneyembuhkan pasienmu, maka kau harus bisa menyembuhkan dirimu sendiri. Dulu, ibu pernah memberimu pilihan pada seorang pria yang lebih segalanya dari Ardana, tapi kau menolaknya. Kau bertahan pada idealisme. Dia memburu harta duniawi, sesuatu yang kau justru pernah menolaknya. Syukur, bahwa semua ini terjadi sebelum perkawinanmu. Kau belum terlambat. Dia bukan apa-apa Dia Cuma anak desa yang meletakan harta benda di atas martabatnya. Jadi, jangan berlarut- larut menyesali harapan dan rencana-rencana itu bukanlah takdirmu”. Kata-kata itu terlontar dengan lembut namun penuh kepastian. hlm. 111-113. “Engkau masih muda, masa depanmu membentang, masih banyak orang yang menyayangi dan mampu bertanggung jawab atas dirimu. Ada saatnya orang boleh menangis, tapi ada saatnya tangis itu harus dihentikan. Ibu berjuang untuk membesarkanmu, dan ibu tak mau perjuangan itu gagal sampai di sini, karena perkawinana itu. Semua sudah berlalu, suatu saat engkau akan dapat mengingatnya, bahkan tanpa rasa sakit”, wanita itu memandang Gayatri dengan tatapan lembut, ia cukup mengerti bagaimana rasanya dikhianati. hlm. 113. Kadarisman adalah ayah Gayatri, tetapi penulis tidak menggambarkan secara detail. Penulis hanya menggambarkannya sebagai sosok ayah yang sibuk dengan pekerjaannya. Hal ini terbukti pada kutipan berikut. “Itu bagus, engkau adalah seorang dokter berbakat”, Kadarisman, ayah Gayatri menanggapi. Laki-laki itu tahu persis suasana hati anaknya, meski mereka tak pernah berbicara secara langsung, ia terlalu sibuk dengan tugas rutin pada sebuah 79 penerbitan, sehingga persoalan anak-anak cenderung ditangani Alya, istrinya. hlm. 120. b. Jenis Tokoh Alya dan Kadarisman merupakan tokoh tambahan karena hanya dimunculkan sekali secara langsung hanya dalam uraian cerita pada bagian yang menceritakan tentang kehidupan Gayatri di Yogya. Kutipan-kutipan yang mendukung pernyataan di atas adalah Keesokan harinya ketika duduk di meja makan Gayatri telah sampai pada sebuah keputusan. “Saya harus mengambil PTT untuk memulai karir, tak bisa saya berdiam diri dalam situasi seperti ini”, Gayatri membuka pembicaraan. “Itu bagus, engkau adalah seorang dokter berbakat”, Kadarisman, ayah Gayatri menanggapi. Laki-laki itu tahu persis suasana hati anaknya, meski mereka tak pernah berbicara secara langsung, ia terlalu sibuk dengan tugas rutin pada sebuah penerbitan, sehingga persoalan anak-anak cenderung ditangani Alya, istrinya. “Saya pernah berencana untuk mengambil PTT di wilayah timur, saya kira rencana itu akan saya teruskan”. “Ke mana Gay?” Alya, ibunya tampak mengerutkan sepasang alisnya yang berbentuk bulan sabit, wanita itu tengah menerka- nerka jalan pikiran anaknya. “Ke Wamena” hlm. 120. 11 Anton, Hera, dan Trimas Anton, Hera, dan Trimas adalah rekan kerja Gayatri di Wamena. Penulis tidak menggambarkan mereka secara detail dalam cerita. a. Penokohan Penokohan dari Anton, Hera, dan Trimas dapat diketahui secara langsung melalui kutipan yang menggambarkan sikap mereka, yaitu pada saat mereka bertugas di Kobakma bersama Gayatri. Mereka digambarkan sebagai tokoh yang pekerja keras, terbukti melalui kutipan berikut. 80 Keempat orang itu tak punya pilihan lain, Trimas membuka meja pendaftaran di bagian teras, Gayatri dan Hera di ruang darurat pemeriksaan, dan Anton membagikan obat-obatan. Pelayanan terus berlanjut, waktupun berjalan, matahari condong di langit barat, dan keempat orang patugas itu merasa kelaparan.nasi putih, ubi manis, super mie, dan ikan kaleng telah dihidangkan. Gayatri mencuci tangan diikuti Hera, Anton dan Trimas kemudian menyusul mereka duduk menghadapi hidangan dengan piring masing-masing dan mulai menyuapkan makanan ke mulut. hlm. 149. b. Jenis Tokoh Mereka merupakan tokoh tambahan yang diceritakan sedikit untuk membantu memperkuat tokoh Gayatri. Kutipan-kutipan yang mendukung pernyataan di atas adalah Keempat orang itu tak punya pilihan lain, Trimas membuka meja pendaftaran di bagian teras, Gayatri dan Hera di ruang darurat pemeriksaan, dan Anton membagikan obat-obatan. Pelayanan terus berlanjut, waktupun berjalan, matahari condong di langit barat, dan keempat orang petugas itu merasa kelaparan. Nasi putih, ubi manis, super mie dan ikan kaleng telah dihidangkan. Gayatri mencuci tangan diikuti Hera, Anton dan Trimas kemudian menyusul mereka duduk menghadapi hidangan dengan piring masiang-masing dan mulai menyuapkan makanan ke mulut. Belum selesai acara makan, seorang datang dengan tergesa-gesa menyampaikan informasi, tentang seorang pasien yang sangat kritis. Gayatri menyelesaikan makan dengan tergesa kemudian mengisyaratkan Trimas ikut serta dengan tas besar berisi obat- obatan dan perlengkapan. Rombongan kecil itu berjalan beriringan melewati jalan setapak sejauh dua ratus meter menuju sebuah kampung dengan honai bertebaran di antara hijau pepohonan. Gayatri dipersilahkan masuk ke dalam honai, ia segera mendapati dirinya di dalam sebuah rumah jamur dengan langit-langit yang rendah, tungku api di tengah-tengah ruangan, dan seorang anak kecil tergolek dengan tubuh telanjang. hlm. 149-150. 81 12 Dr. Yohanis Dr. Yohanis adalah seorang kepala dinas di daerah Wamena. Ia bertanggung jawab atas dokter-dokter yang ada di Wamena, termasuk Gayatri. a. Penokohan Penokohan pada tokoh Dr. Yohanis dilakukan secara langsung dan tidak langsung, serta melalui pandangan Gayatri. Karakter dari tokoh Dr. Yohanis adalah rendah diri, penyayang dan perhatian. Uraian tokoh Dr. Yohanis adalah sebagi berikut. Penggambaran tokoh Dr. Yohanis ini melalui pandangan Gayatri yang bertemu denganya. Keesokan harinya setelah menghadap kepala dinas di ruang kerjanya, Gayatri tertegun, ia mengira akan berhadapan dengan seorang laki-laki berambut putih, menjelang usia senja. Kepala dinasnya adalah seorang yang masih berusia muda untuk jabatannya yang tinggi. Ia mnegenakan hem putih cemerlang, celana keki, sepatu kulit, rambutnya digunting rapi, wajahnya tenang membayangkan kecerdasan dan pengertian. hlm. 136. Dr. Yohanis juga digambarkan sebagai sosok yang memiliki sifat yang rendah hati dan perhatian. Ini terlihat pada saat Dr.Yohanis mengkhawatirkan Gayatri dan teman-teman lainnya yang sedang bertugas di Kobakma. Gayatri dan teman-teman lainnya mengambil keputusan yang cukup nekat untuk melakukan perjalanan jauh dengan jalan kaki tanpa menunggu pesawat datang untuk menjemput. Kekhawatiran itu terjadi karena sebagaian dari mereka adalah wanita dan mereka belum mengenal benar daerah tersebut. 82 Di Wamena dr. Yohanis telah bersiap-siap menjemput, ia menukar Toyota Kijang warna putih dengan Traf GT milik LIPI untuk mendaki jarak 60 kilo meter dari Wamena ke Pass Valley. Dokter itu telah menyiapkan pula perbekalan, nasi kotak, air mineral, dan kue basah. Sementara seluruh SBB yang beropreasi di wilayah ini terus memantau perjalanan. Penampilan dr. Yohanis masih simpatik, ia seorang kepala dinas yang tak pernah menganggap dirinya sebagai seorang pejabat dan menjadi tinggi hati, karena jabatan itu. Orang-orang disekitarnya, termasuk bawahannya, cenderung menganggapnya sebagai seorang ayah, teman atau sahabat. hlm. 166. b. Jenis Tokoh Dr. Yohanis merupakan tokoh tambahan yang berperan sebagai kepala dinas di daerah Wamena. Ia hanya sedikit diceritakan di dalam cerita dan hanya sebagai penguat tokoh Gayatri. Kutipan-kutipan yang mendukung pernyataan di atas adalah Di Wamena Dr. Yohanis telah bersiap-siap menjemput, ia menukar Toyota Kijang warna putih dengan Traff GT milik LIPI untuk mendaki jarak 60 kilo meter dari Wamena ke Pass Valley. Dokter itu telah menyiapkan pila perbekalan, nasi kotak, air mineral, dan kue basah. Sementara seluruh SSB yang beroperasi di wilayah ini terus memantau perjalanan. Penampilan Dr. Yohanis masih simpatik, ia seorang kepala dinas yang tak pernah menganggap dirinya sebagai seorang pejabat dan menjadi tinggi hati, karena jabatan itu. Orang-orang disekitarnya, termasuk bawahannya, cenderung menganggapnya sebagai ayah, teman atau sahabat. hlm. 166. 13 Bupati Bupati tidak digambarkan tidak secara detail. Ia hanya digambarkan secara fisik dan memiliki sifat yang ramah. “Selamat malam mama-mama”, satu sosok tinggi tegap dengan wajah berwibawa, rambut di gunting pendek, dan kulit putih berseri muncul dari balik pintu. hlm. 180. Bupati merupakan tokoh tambahan dalam cerita dan ia sedikit diceritakan di dalam cerita. Kehadiran tokoh bupati ini hanya untuk 83 memperkuat karakter tokoh Gayatri. Kutipan-kutipan yang mendukung pernyataan di atas adalah “Mari silahkan tehnya. O ya, saya dengar mama-mama berjalan kaki dari Kobakma ke Pass Valley dan menginap di tengah hutan. Tidak apa-apa, nanti perjalanan itu dapat menjadi cerita yang ditulis di majalah wanita. Dan saya dengar mama juga mengadopsi seorang bayi suku Dani?” “Saya megambilnya bapa. Bayi itu lahir kembar, yang lahir kedua dianggap sebagai anak setan dan harus dipisahkan. Kami kembali dari Kobakma dengan berjalan kaki adalah untuk membantu ibunya melahirkan bayi ini”, jawab Gayatri. “Betul anggapan demikian. Dulu pernah terlahir pula bayi kembar, bayi kedua memang harus dipisahkan dan ia dibesarkan oleh missionaries, setelah dewasa akhirnya bayi itu menjadi seorang dokter. Satu kali kedua anak kembar itu bertemu, bayi yang telah menjadi dokter tak dapat berbahasa Dani, sedangkan kakaknya tak dapat berbahasa Indonesia. Keduanya tak dapat bercakap-cakap dan hanya dapat merasa senang saja”, Bupati itupun tertawa, menampakkan deretan giginya yang putih dan rapi, kemudian iapun bercerita. hlm. 181-182.

2. Latar