Uji Efektivitas Anti-Aging dari Krim Ekstrak Bunga Brokoli (Brassica oleracea L var. Italica Plenck) pada Marmut

(1)

UJI EFEKTIVITAS ANTI-AGING DARI

KRIM EKSTRAK BUNGA BROKOLI

(Brassica oleracea L. var. Italica Plenck)

PADA MARMUT

SKRIPSI

OLEH:

GRACE K.R. NABABAN

NIM 101501061

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

UJI EFEKTIVITAS ANTI-AGING DARI

KRIM EKSTRAK BUNGA BROKOLI

(Brassica oleracea L. var. Italica Plenck)

PADA MARMUT

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH:

GRACE K.R. NABABAN

NIM 101501061

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

UJI EFEKTIVITAS ANTI-AGING DARI

KRIM EKSTRAK BUNGA BROKOLI

(Brassica oleracea L. var. Italica Plenck)

PADA MARMUT

OLEH:

GRACE K.R. NABABAN NIM 101501061

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada tanggal: 16 Agustus 2014 Pembimbing I, Panitia Penguji,

Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt.

NIP 195008221974121002 NIP 195103261978022001

Pembimbing II,

NIP 195008221974121002

Dr. dr. Nelva Karmila Jusuf, Sp.KK(K) Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt. NIP 196709151997022001 NIP 195304031983032001

Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. NIP 195111021977102001

Medan, Oktober 2014 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa oleh karena kasih dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Efektivitas Anti-Aging dari Krim Ekstrak Bunga Brokoli (Brassica oleracea L var. Italica Plenck) pada Marmut”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan. Ucapan terima kasih kepada Bapa selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan dan nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., sebagai penasehat akademik yang telah membimbing penulis selama masa pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt., Ibu Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritikan kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga kepada Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik dan memberikan arahan serta bimbingan kepada penulis selama masa perkuliahan.


(5)

Pimpinan dan semua staf tata usaha Fakultas Farmasi USU yang telah membantu penulis dalam semua proses administrasi.

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ayahanda B. Nababan dan Ibunda W. Hutajulu serta abang, kakak dan adik tercinta atas doa, dukungan, dan semangat yang diberikan kepada penulis hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Tuhan yang akan memberkati kalian semua.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu sangat diharapkan kritikan dan saran yang dapat menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Oktober 2014 Penulis,

Grace K.R. Nababan NIM 101501061


(6)

UJI EFEKTIVITAS ANTI-AGING DARI KRIM EKSTRAK BUNGA BROKOLI (Brassica oleracea Lvar. Italica Plenck.) PADA MARMUT

ABSTRAK

Proses menua merupakan suatu proses fisiologis dan terjadi pada semua organ tubuh manusia, termasuk kulit. Paparan sinar matahari langsung pada kulit merupakan salah satu penyebab penuaan dini. Gejala yang jelas terlihat diantaranya munculnya keriput, kulit kering dan kasar serta timbulnya noda-noda gelap pada kulit. Beragam cara diupayakan untuk mencegah ataupun memperbaiki dampak penuaan. Penggunaan tanaman yang mengandung antioksidan merupakan salah satu upaya yang sering dilakukan untuk mencegah penuaan. Brokoli (Brassica oleracea L. var. Italica Plenck) merupakan salah satu jenis tanaman kubis-kubisan yang kaya akan antioksidan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui karakteristik simplisia bunga brokoli dan memformulasikan ekstrak bunga brokoli dalam sediaan krim serta mengetahui efek anti-aging dari sediaan krim ekstrak bunga brokoli.

Tahapan penelitian ini adalah karakterisasi simplisia bunga brokoli, pembuatan ekstrak bunga brokoli dengan cara perkolasi menggunakan pelarut alkohol 96% dan uji efektivitas dari krim ekstrak bunga brokoli terhadap kulit yang telah dituakan. Hewan percobaan yang digunakan adalah 9 ekor marmut. Penuaan dilakukan dengan penyinaran lampu Ultraviolet (UV) panjang gelombang 366 nm selama ± 5 jam pada bagian punggung marmut yang telah dicukur. Sediaan krim ekstrak bunga brokoli dibuat dengan konsentrasi 1% dan 3%. Sebagai blanko digunakan krim tanpa ekstrak bunga brokoli. Beberapa pengujian yang dilakukan terhadap sediaan yaitu: uji homogenitas, uji tipe emulsi, uji pH, uji kestabilan, dan uji efektivitas anti-aging menggunakan alat Skin

Analyzer (Aramo Huvis®).

Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia bunga brokoli diperoleh kadar air 7,99%, kadar sari larut air 25,54%, kadar sari larut etanol 12,70%, kadar abu total 5,87%, dan kadar abu tidak larut asam 0,148%. Hasil pengujian terhadap sediaan menunjukkan bahwa ekstrak bunga brokoli dapat diformulasikan dalam sediaan krim. Sediaan krim yang dihasilkan homogen, memiliki pH 5,3 - 6,0 dengan tipe emulsi m/a. Hasil uji stabilitas menunjukkan bahwa krim tidak mengalami perubahan warna maupun bau selama penyimpanan 12 minggu. Hasil uji efektivitas anti-aging diperoleh bahwa krim ekstrak bunga brokoli 1% sudah dapat menunjukkan efektivitasnya sebagai anti-aging. Efektivitas paling baik terlihat pada krim ekstrak bunga brokoli 3% yang mampu memulihkan kadar air kulit, kehalusan kulit, besar pori dan banyaknya noda pada pemulihan minggu pertama. Krim ekstrak bunga brokoli 3% juga mampu memulihkan kondisi kulit yang keriput menjadi kembali normal pada pemulihan minggu ketiga.


(7)

THE EFFECTIVENESS TEST OF ANTI-AGING CREAM OF BROCCOLI (Brassica oleracea L. var. Italica Plenck) FLOWER EXTRACT IN GUINEA

PIGS ABSTRACT

The process of aging is a physiological process and occurs in all human organs, including the skin. Sunlight is one of the sources causing premature aging. Some of the symptoms are clearly visible on the skin such as wrinkles, skin becomes dry and rough, enlarge pores and dark spots. Various ways attempted to prevent or repair the effects of aging. Using plant containing antioxidants is one effort to prevent aging. Broccoli (Brassica oleracea L. var. Italica Plenck) is a type of cabbage plant which rich of antioxidants. The aim of this study was to determine the characteristics of simplex broccoli flowers and formulate broccoli flower extract in cream and to determine the effect of anti-aging cream of broccoli flower extract.

The study stages were simplex characterization of the broccoli flowers, extraction by percolation using alcohol 96% as a solvent and effectiveness test of cream of broccoli flower extract toward the aging. Animals that used in this study were 9 guinea pigs. The aging process on guinea pigs was done by exposing their bald back to the ultraviolet light in 366 nm wavelength for 5 hours. The cream provided in this study was made in 1% and 3% concentration. As a blank was used cream without broccoli flower extract. Several tests did in the preparation were: homogeneity, type of emulsion, pH, stability of cream, and anti-aging activity by using skin analyzer (Aramo Huvis®).

The results of simplex characterization were water content 7.99%, the water soluble extract 25.54%, the ethanol soluble extract 12.70%, the total ash 5.87%, and the acid insoluble ash 0.148%. The study showed that broccoli flower extract can be formulated in cream, all of the cream are homogeneous, with pH 5,3 - 6.0 and o/w emulsion type. The stability test showed that cream do not change the color or odor during 12 weeks of storage. The anti-aging test showed that cream of broccoli flower extract 1% was able to show its effectiveness as anti-aging. The best effectiveness test that is seen in cream of broccoli flower extract 3% which capable for restoring moisture, evenness of skin, size of pore and amount of spot in the first week of recovery, cream of broccoli flower extract 3% also able to restore wrinkle back to normal in the third week of recovery. Keywords: broccoli flower extract, premature aging, anti-aging cream.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat ... 5

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Uraian Tumbuhan ... 6

2.1.1 Sistematika tumbuhan ... 6

2.1.2 Nama daerah ... 6

2.1.3 Nama asing ... 6


(9)

2.1.5 Morfologi tumbuhan ... 7

2.1.6 Kandungan kimia ... 8

2.1.7 Manfaat brokoli ... 9

2.2 Kulit ... 9

2.2.1 Anatomi kulit ... 10

2.2.2 Fungsi kulit ... 11

2.2.2 Jenis kulit ... 11

2.3 Sinar Ultraviolet ... 12

2.4 Penuaan Kulit ... 13

2.4.1 Teori proses menua ... 14

2.4.2 Proses menua pada kulit ... 15

2.4.2 Tanda-tanda penuaan kulit ... 15

2.5 Peran Antioksidan Sebagai Anti-Aging ... 17

2.6 Skin Analyzer (Aramo Huvis®) ... 19

2.6.1 Pengukuran kondisi kulit dengan skin analyzer ... 19

2.6.2 Parameter pengukuran ... 21

BAB III METODE PENELITIAN ... 22

3.1 Alat dan Bahan ... 22

3.1.1 Alat-alat ... 22

3.1.2 Bahan-bahan ... 22

3.2 Hewan Percobaan ... 23

3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel ... 23

3.3.1 Pengumpulan bahan ... 23


(10)

3.3.3 Pembuatan simplisia bunga brokoli ... 24

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 24

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik ... 24

3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 24

3.4.3 Penetapan kadar air ... 25

3.4.4 Penetapan kadar sari larut air ... 25

3.4.5 Penetapan kadar sari larut etanol ... 26

3.4.6 Penetapan kadar abu total ... 26

3.4.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam ... 26

3.5 Pembuatan Ekstrak Bunga Brokoli ... 27

3.6 Pembuatan Sediaan Krim ... 27

3.6.1 Formula sediaan krim ... 27

3.6.1.1 Formula standar ... 27

3.6.1.2 Formula modifikasi ... 28

3.6.2 Cara pembuatan ... 29

3.6.2.1 Cara pembuatan dasar krim ... 29

3.6.2.2 Cara pembuatan krim dengan bahan aktif ... 29

3.7 Penentuan Mutu Fisik Sediaan ... 30

3.7.1 Pemeriksaan homogenitas ... 30

3.7.2 Penentuan tipe emulsi sediaan ... 30

3.7.3 Pengukuran pH sediaan ... 30

3.7.4 Pengamatan stabilitas sediaan ... 30


(11)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 32

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia ... 32

4.3 Hasil Formulasi ... 33

4.4 Penentuan Mutu Fisik Sediaan ... 34

4.4.1 Homogenitas sediaan ... 34

4.4.2 Penentuan tipe emulsi ... 34

4.4.3 pH sediaan ... 35

4.4.4 Stabilitas sediaan ... 37

4.5 Hasil Pengujian aktivitas anti-aging ... 38

4.5.1 Kadar air (moisture) ... 38

4.5.2 Kehalusan (evenness) ... 41

4.5.3 Besar pori (pore) ... 43

4.5.4 Banyaknya noda (spot) ... 45

4.5.5 Keriput (wrinkle) ... 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 52

5.1 Kesimpulan ... 52

5.2 Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer ... 21 3.1 Rancangan formula sediaan krim ... 29 4.1 Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia bunga brokoli ... 32 4.2 Data pengukuran pH ekstrak bunga brokoli dan sediaan krim

pada saat selesai dibuat ... 36 4.3 Data pengukuran pH sediaan krim setelah penyimpanan

selama 12 minggu ... 36 4.4 Data pengamatan terhadap kestabilan sediaan pada

penyimpanan selama 12 minggu ... 37 4.5 Hasil pengukuran kadar air (moisture) pada kulit marmut

kelompok dasar krim, krim ekstrak bunga brokoli 1% dan 3% .... 39 4.6 Hasil pengukuran kehalusan (evenness) pada kulit marmut

kelompok dasar krim, krim ekstrak bunga brokoli 1% dan 3% ... 42 4.7 Hasil pengukuran besar pori (pore) pada kulit marmut kelompok

dasar krim, krim ekstrak bunga brokoli 1% dan 3% ... 44 4.8 Hasil pengukuran noda (spot) pada kulit marmut kelompok

dasar krim, krim ekstrak bunga brokoli 1% dan 3% ... 46 4.9 Hasil pengukuran keriput (wrinkle) pada kulit marmut kelompok


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Skema kerangka pikir penelitian ... 5 4.1 Hasil uji homogenitas sediaan krim ... 34 4.2 Hasil penentuan tipe emulsi sediaan krim ... 35 4.3 Grafik hasil pengukuran kada air (moisture) pada kulit marmut

kelompok dasar krim, krim ekstrak bunga brokoli 1% dan 3% ... 40 4.4 Grafik hasil pengukuran kehalusan (evenness) pada kulit marmut

kelompok dasar krim, krim ekstrak bunga brokoli 1% dan 3% ... 43 4.5 Grafik hasil pengukuran besar pori (pore) pada kulit marmut

kelompok dasar krim, krim ekstrak bunga brokoli 1% dan 3% ... 45 4.6 Grafik hasil pengukuran banyaknya noda (spot) pada kulit marmut

kelompok dasar krim, krim ekstrak bunga brokoli 1% dan 3% ... 47 4.7 Grafik hasil pengukuran keriput (wrinkle) pada kulit marmut


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil identifikasi tumbuhan ... 56

2. Gambar bunga brokoli kukus dan simplisia bunga brokoli ... 57

3. Gambar mikroskopik serbuk simplisia bunga brokoli ... 59

4. Perhitungan pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia bunga brokoli ... 60

5. Bagan kerja pembuatan serbuk simplisia bunga brokoli ... 64

6. Bagan kerja pembuatan ekstrak bunga brokoli ... 65

7. Gambar sediaan krim ekstrak bunga brokoli setelah selesai dibuat .. 66

8. Gambar sediaan krim ekstrak bunga brokoli setelah 12 minggu ... 67

9. Gambar alat penelitian ... 68

10. Gambar hewan percobaan penelitian (marmut) ... 69

11. Contoh pengukuran kondisi kulit marmut dengan skin analyzer ... 70


(15)

UJI EFEKTIVITAS ANTI-AGING DARI KRIM EKSTRAK BUNGA BROKOLI (Brassica oleracea Lvar. Italica Plenck.) PADA MARMUT

ABSTRAK

Proses menua merupakan suatu proses fisiologis dan terjadi pada semua organ tubuh manusia, termasuk kulit. Paparan sinar matahari langsung pada kulit merupakan salah satu penyebab penuaan dini. Gejala yang jelas terlihat diantaranya munculnya keriput, kulit kering dan kasar serta timbulnya noda-noda gelap pada kulit. Beragam cara diupayakan untuk mencegah ataupun memperbaiki dampak penuaan. Penggunaan tanaman yang mengandung antioksidan merupakan salah satu upaya yang sering dilakukan untuk mencegah penuaan. Brokoli (Brassica oleracea L. var. Italica Plenck) merupakan salah satu jenis tanaman kubis-kubisan yang kaya akan antioksidan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui karakteristik simplisia bunga brokoli dan memformulasikan ekstrak bunga brokoli dalam sediaan krim serta mengetahui efek anti-aging dari sediaan krim ekstrak bunga brokoli.

Tahapan penelitian ini adalah karakterisasi simplisia bunga brokoli, pembuatan ekstrak bunga brokoli dengan cara perkolasi menggunakan pelarut alkohol 96% dan uji efektivitas dari krim ekstrak bunga brokoli terhadap kulit yang telah dituakan. Hewan percobaan yang digunakan adalah 9 ekor marmut. Penuaan dilakukan dengan penyinaran lampu Ultraviolet (UV) panjang gelombang 366 nm selama ± 5 jam pada bagian punggung marmut yang telah dicukur. Sediaan krim ekstrak bunga brokoli dibuat dengan konsentrasi 1% dan 3%. Sebagai blanko digunakan krim tanpa ekstrak bunga brokoli. Beberapa pengujian yang dilakukan terhadap sediaan yaitu: uji homogenitas, uji tipe emulsi, uji pH, uji kestabilan, dan uji efektivitas anti-aging menggunakan alat Skin

Analyzer (Aramo Huvis®).

Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia bunga brokoli diperoleh kadar air 7,99%, kadar sari larut air 25,54%, kadar sari larut etanol 12,70%, kadar abu total 5,87%, dan kadar abu tidak larut asam 0,148%. Hasil pengujian terhadap sediaan menunjukkan bahwa ekstrak bunga brokoli dapat diformulasikan dalam sediaan krim. Sediaan krim yang dihasilkan homogen, memiliki pH 5,3 - 6,0 dengan tipe emulsi m/a. Hasil uji stabilitas menunjukkan bahwa krim tidak mengalami perubahan warna maupun bau selama penyimpanan 12 minggu. Hasil uji efektivitas anti-aging diperoleh bahwa krim ekstrak bunga brokoli 1% sudah dapat menunjukkan efektivitasnya sebagai anti-aging. Efektivitas paling baik terlihat pada krim ekstrak bunga brokoli 3% yang mampu memulihkan kadar air kulit, kehalusan kulit, besar pori dan banyaknya noda pada pemulihan minggu pertama. Krim ekstrak bunga brokoli 3% juga mampu memulihkan kondisi kulit yang keriput menjadi kembali normal pada pemulihan minggu ketiga.


(16)

THE EFFECTIVENESS TEST OF ANTI-AGING CREAM OF BROCCOLI (Brassica oleracea L. var. Italica Plenck) FLOWER EXTRACT IN GUINEA

PIGS ABSTRACT

The process of aging is a physiological process and occurs in all human organs, including the skin. Sunlight is one of the sources causing premature aging. Some of the symptoms are clearly visible on the skin such as wrinkles, skin becomes dry and rough, enlarge pores and dark spots. Various ways attempted to prevent or repair the effects of aging. Using plant containing antioxidants is one effort to prevent aging. Broccoli (Brassica oleracea L. var. Italica Plenck) is a type of cabbage plant which rich of antioxidants. The aim of this study was to determine the characteristics of simplex broccoli flowers and formulate broccoli flower extract in cream and to determine the effect of anti-aging cream of broccoli flower extract.

The study stages were simplex characterization of the broccoli flowers, extraction by percolation using alcohol 96% as a solvent and effectiveness test of cream of broccoli flower extract toward the aging. Animals that used in this study were 9 guinea pigs. The aging process on guinea pigs was done by exposing their bald back to the ultraviolet light in 366 nm wavelength for 5 hours. The cream provided in this study was made in 1% and 3% concentration. As a blank was used cream without broccoli flower extract. Several tests did in the preparation were: homogeneity, type of emulsion, pH, stability of cream, and anti-aging activity by using skin analyzer (Aramo Huvis®).

The results of simplex characterization were water content 7.99%, the water soluble extract 25.54%, the ethanol soluble extract 12.70%, the total ash 5.87%, and the acid insoluble ash 0.148%. The study showed that broccoli flower extract can be formulated in cream, all of the cream are homogeneous, with pH 5,3 - 6.0 and o/w emulsion type. The stability test showed that cream do not change the color or odor during 12 weeks of storage. The anti-aging test showed that cream of broccoli flower extract 1% was able to show its effectiveness as anti-aging. The best effectiveness test that is seen in cream of broccoli flower extract 3% which capable for restoring moisture, evenness of skin, size of pore and amount of spot in the first week of recovery, cream of broccoli flower extract 3% also able to restore wrinkle back to normal in the third week of recovery. Keywords: broccoli flower extract, premature aging, anti-aging cream.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Di dunia ini banyak terdapat tumbuhan yang bermanfaat sebagai obat. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki beraneka ragam tumbuhan, dimana sebagian besar dari tumbuhan tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai tanaman obat. Sayur-sayuran juga memegang peranan penting dalam menunjang kesehatan dan kebugaran tubuh, sebab dalam sayur-sayuran terkandung berbagai macam vitamin, mineral, serat pangan dan antioksidan. Salah satu contoh sayuran yang memiliki banyak manfaat adalah brokoli.

Tanaman brokoli (Brassica oleracea L. var. Italica Plenck) suku Brassicaceae merupakan salah satu tanaman yang bunganya digunakan sebagai sayuran dan cukup sering dikonsumsi oleh masyarakat dengan kandungan nutrisinya yaitu protein, lemak, karbohidrat, vitamin C, serat, kalium, kalsium, dan karoten (Siemonsma, 1994). Brokoli (Brassica oleracea L. var. Italica Plenck) merupakan suatu jenis tanaman kubis-kubisan yang diketahui kaya akan antioksidan (Fahey dan Talalay, 1999). Kandungan tanaman brokoli adalah sulforafan (glikosida), kuersetin dan kaempferol (flavonoid), vitamin A, vitamin C, vitamin E, vitamin B1, vitamin B2, nikotinamid, betakaroten, selenium, indola, glutation, iberin, dan sianohidroksi butena (Ipteknet, 2005). Kandungan brokoli yang paling ampuh sebagai antioksidan adalah sulforafan, indola, betakaroten, kuersetin dan glutation (Fahey dan Talalay, 1999).


(18)

organ tubuh manusia, termasuk kulit. Bermacam-macam teori proses menua yang dikemukakan para ahli, salah satunya teori radikal bebas. Teori radikal bebas dewasa ini lebih banyak dipercaya sebagai mekanisme proses menua. Radikal bebas adalah sekelompok elemen dalam tubuh yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan sehingga tidak stabil dan reaktif. Sebelum memiliki pasangan radikal bebas akan terus menerus menghantam sel-sel tubuh guna mendapatkan pasangannya termasuk menyerang sel-sel tubuh yang normal. Akibatnya sel-sel akan rusak dan menua dan juga mempercepat timbulnya kanker. Berbagai usaha untuk menanggulangi kulit menua sekarang ini banyak ditujukan pada usaha pengikatan atau pemecahan radikal bebas. Bahan yang dapat menetralisir radikal bebas ini disebut antioksidan (Jusuf, 2005).

Ada dua jenis proses menua pada kulit, yaitu proses menua instrinsik (proses menua sejalan dengan waktu) dan proses menua ekstrinsik (proses menua yang dipengaruhi faktor eksternal, seperti pajanan sinar matahari yang berlebihan (photoaging), polusi, kebiasaan merokok, dan nutrisi yang tidak seimbang). Pada penuaan ekstrinsik gambaran akan lebih jelas terlihat pada area yang banyak terpapar matahari (Ardhie, 2011). Penuaan dini yang terjadi akibat paparan sinar matahari disebut dengan photoaging (dermatoheliosis). Paparan sinar matahari kronik menghasilkan radikal bebas yang menyebabkan berbagai kerusakan struktur kulit dan menurunkan respon imun (Jusuf, 2005).

Beragam cara diupayakan untuk mencegah ataupun memperbaiki dampak penuaan. Penggunaan antioksidan merupakan salah satu upaya yang sering dilakukan untuk mencegah penuaan (Ardhie, 2011). Antioksidan adalah suatu senyawa yang dapat menetralkan dan meredam radikal bebas dan menghambat


(19)

terjadinya oksidasi pada sel sehingga mengurangi terjadinya kerusakan sel, seperti penuaan dini (Hernani dan Rahardjo, 2005). Tubuh kita tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah berlebih, sehingga jika terjadi paparan radikal bebas yang berlebih maka tubuh membutuhkan antioksidan dari luar. Oleh karena itu antioksidan alami menjadi alternatif yang sangat dibutuhkan (Rohdiana, 2001). Pada penelitian terdahulu terbukti bahwa pajanan sinar UVB sebesar 50 mJ/cm2 ataupun 100 mJ/cm2 dapat meningkatkan ekspresi matriks metalloproteinase-1 (MMP-1) pada tingkat mRNA ataupun tingkat protein dan dapat menurunkan sintesis prokolagen tipe I pada tingkat mRNA ataupun protein fibroblas kulit manusia (Jusuf, 2012).

Uji penghambatan photoaging berdasarkan efek ekstrak bunga brokoli terhadap ekspresi MMP-1 dan ekspresi prokolagen tipe I pada tingkat mRNA dan protein pada kultur fibroblas kulit manusia diperoleh hasil bahwa pemberian ekstrak bunga brokoli dapat menghambat ekspresi mRNA MMP-1 dan ekspresi protein MMP-1, sehingga berfungsi sebagai inhibitor MMP-1 pada dosis penyinaran UVB 50 mJ/cm2 ataupun 100 mJ/cm2 dan disisi lain ekstrak bunga brokoli mampu meningkatkan sintesis prokolagen tipe I baik pada tingkat mRNA maupun protein pada sel fibroblas yang dipajan UVB 50 mJ/cm2 ataupun 100 mJ/cm2 (Jusuf, 2012).

Hasil penelitian terdahulu terbukti bahwa ekstrak bunga brokoli dengan kandungan flavonoid, glikosida, dan berbagai kandungan antioksidan lain yang dimilikinya berpotensi sebagai bahan penghambat penuaan kulit dini berdasarkan kemampuannya menghambat ekspresi MMP-1 dan meningkatkan sintesis prokolagen tipe I pada tingkat mRNA ataupun tingkat protein (Jusuf, 2012).


(20)

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan karakterisasi simplisia dan uji efektivitas anti-aging dari ekstrak bunga brokoli pada marmut dalam bentuk sediaan krim.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah:

a. apakah karakteristik simplisia bunga brokoli dapat diketahui?

b. apakah ekstrak bunga brokoli dapat diformulasi dalam sediaan krim sebagai anti-aging?

c. apakah ekstrak bunga brokoli memiliki efektivitas anti-aging pada marmut secara topikal?

1.3Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian ini adalah:

a. karakteristik simplisia bunga brokoli dapat diketahui,

b. ekstrak bunga brokoli dapat diformulasi dalam sediaan krim sebagai anti-aging,

c. ekstrak bunga brokoli memiliki efektifitas sebagai anti-aging secara topikal.

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:


(21)

b. memformulasikan sediaan krim anti-aging menggunakan ekstrak bunga brokoli,

c. untuk mengetahui efektivitas anti-aging dari ekstrak bunga brokoli.

1.5Manfaat

Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah untuk pengembangan obat tradisional khususnya bunga brokoli sebagai anti-aging dan untuk meningkatkan daya dan hasil guna dari bunga brokoli.

1.6Kerangka Pikir Penelitian

Variabel bebas Variabel terikat Parameter

Gambar 1.1 Skema kerangka pikir penelitian Ekstrak Etanol Bunga Brokoli Karakterisasi Simplisia - Makroskopik - Mikroskopik - Kadar air

- Kadar sari yang larut dalam air

- Kadar sari yang larut dalam etanol

- Kadar abu total - Kadar abu yang tidak larut dalam asam Serbuk

simplisia Bunga Brokoli

Krim Ekstrak Bunga Brokoli

Sinar UV Penuaan

Kulit pada marmut Pemulihan Penuaan Kulit Penentuan Mutu Fisik Sediaan

- Homogenitas sediaan - Tipe emulsi sediaan - pH sediaan

- Stabilitas sediaan

- Kadar air (moisture) - Kehalusan (evenness) - Besar pori (pore) - Jumlah noda (spot) - Keriput (wrinkle)


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

2.1.1 Sistematika tumbuhan

Sistematika tanaman brokoli menurut Rukmana (1994) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Brassicales Famili : Brassicaceae Genus : Brassica

Spesies : Brassica oleracea L. var. italica Plenck 2.1.2 Nama daerah

Indonesia : Brokoli 2.1.3 Nama asing

Broccoli (Inggris), Yang Hua Ye Chai (China), Asparkapsa (Estonia),

Parsakaali (Finlandia), Chou broccoli (Perancis), Brokkoli (Jerman), Cavolo

broccoli (Italia), Burokkori (Jepang), Brócolos (Portugis), Bróculos (Brazil),

Brokkoli, Kapústa sparzhevaia (Rusia), Brócoli, Bróculi, Brécol (Spanyol),


(23)

2.1.4 Daerah tumbuh

Lahan yang cocok untuk kehidupan brokoli adalah daerah yang terletak pada ketinggian sekitar 1.000 - 2.000 m dpl. Sedangkan tekstur tanah yang dikehendaki adalah tanah liat berpasir dan banyak mengandung bahan organik. Curah hujan harus berkisar antara 1.000 - 1.500 cm per tahun dan harus merata sepanjang tahun. Pada umumnya brokoli menyukai iklim yang dingin atau sejuk. Namun, ada beberapa varietas yang tahan pada iklim panas meskipun kuntum bunganya membuka lebih awal dibandingkan varietas yang ditanam di daerah beriklim sejuk. Oleh karena itu, kepala bunga varietas iklim panas cepat menjadi tidak kompak atau terpisah-pisah (Anonim1, 2010).

Kisaran temperatur optimum untuk pertumbuhan produksi sayuran ini adalah antara 15,5 – 18oC dan maksimum 24oC. Setelah beberapa negara di kawasan Asia berhasil menciptakan varietas-varietas unggul baru yang toleran terhadap temperatur tinggi (panas), brokoli dapat ditanam di dataran menengah sampai tinggi (Rukmana, 1994).

2.1.5 Morfologi tumbuhan

Tanaman brokoli merupakan tanaman semusim. Secara morfologi brokoli mirip dengan kubis bunga. Brokoli memiliki tangkai daun agak panjang dan helai daun berlekuk-lekuk panjang. Brokoli tersusun dari bunga-bunga kecil yang berwarna hijau. Massa bunga brokoli tersusun secara kompak tetapi tidak sekompak kubis bunga, membentuk bulatan berwarna hijau tua, atau hijau kebiru-biruan, dengan diameter antara 15 - 20 cm atau lebih. Masa tumbuh brokoli lebih lama dari kubis bunga. Dibandingkan dengan kubis bunga, bunga brokoli akan terasa lebih lunak setelah direbus (Rukmana, 1994; Dalimartha, 2000).


(24)

Pada kondisi lingkungan yang sesuai, massa bunga brokoli dapat tumbuh memanjang menjadi tangkai bunga yang penuh dengan kuntum bunga, tiap bunga terdiri atas 4 helai kelopak bunga (calyx), empat helai daun mahkota bunga (corolla), enam benang sari yang komposisinya empat memanjang dan dua pendek. Bakal buah terdiri atas dua ruang, dan setiap ruang berisi bakal biji (Rukmana, 1994).

Sistem perakaran relatif dangkal, dapat menembus kedalaman 60 - 70 cm. Akar yang baru tumbuh berukuran 0,5 mm, tetapi setelah berumur 1 - 2 bulan system perakaran menyebar ke samping pada kedalaman antara 20 - 30 cm (Rukmana, 1994).

Panen bunga brokoli dilakukan setelah umurnya mencapai 60 - 90 hari sejak ditanam, sebelum bunganya mekar, dan sewaktu kropnya masih berwarna hijau. Jika bunganya mekar, tangkai bunga akan memanjang dan keluarlah kuntum-kuntum bunga berwarna kuning (Dalimartha, 2000).

2.1.6 Kandungan kimia

Brokoli (Brassica oleracea L. var. Italica Plenck) merupakan suatu jenis tanaman kubis-kubisan yang diketahui kaya akan antioksidan (Fahey & Talalay, 1999). Kandungan tanaman brokoli adalah sulforafan (glikosida), kuersetin dan kaempferol (flavonoid), vitamin A, vitamin C, vitamin E, vitamin B1, vitamin B2, nikotinamid, betakaroten, selenium, indol, glutation, iberin, dan sianohidroksi butena (Ipteknet, 2005).

Brokoli yang dikukus terbukti terjadi peningkatan polifenol dan tidak terlalu berpengaruh terhadap vitamin C. Brokoli yang dikukus juga mampu meningkatkan kandungan betakaroten (Gliszczynska, et al., 2006).


(25)

2.1.7 Manfaat brokoli

Tanaman brokoli merupakan salah satu tanaman yang bunganya digunakan sebagai sayuran dan cukup sering dikonsumsi oleh masyarakat dengan kandungan nutrisinya yaitu protein, lemak, karbohidrat, vitamin C, serat, kalium, kalsium, dan karoten (Siemonsma, 1994).

Brokoli berkhasiat mempercepat peyembuhan penyakit serta mencegah dan menghambat perkembangan sel-sel kanker didalam tubuh. Pada tahun 1992, Paul Talalay di Universitas Johns Hopkins melakukan identifikasi senyawa isotiosianat, sulforafan yang merupakan metabolit biologi aktif dari glukorafan, sebagai senyawa yang bertanggung jawab dalam brokoli dimana memiliki berbagai manfaat kesehatan. Glukorafanin disebut juga sulforafan glukosinolat, berpotensi sebagai obat alami penginduksi enzim detoksifikasi fase 2. Sulforafan juga menunjukkan aktivitas antimikroba spektrum luas melawan banyak bakteri gram positif dan gram negatif, paling banyak terutama Helicobacter pylori dan memiliki aktivitas anti-inflamasi, dimana menghambat produksi sitokinin pada studi preklinis dan klinis (Anonim2, 2010).

2.2 Kulit

Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-sel yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat dan pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya


(26)

sinar ultraviolet matahari, sebagai peraba dan perasa, serta pertahanan terhadap tekanan dan infeksi dari luar (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.2.1 Anatomi kulit

Kulit terbagi atas tiga lapisan utama, yaitu: epidermis, dermis dan subkutis (Tranggono dan Latifah, 2007).

1. Lapisan Epidermis

Adalah lapisan kulit yang paling luar. Lapisan ini terdiri atas: a. Lapisan tanduk (stratum corneum)

Terdiri atas beberapa lapis sel yang pipih, mati, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan sangat sedikit mengandung air. Lapisan ini sebagian besar terdiri atas keratin, yaitu jenis protein yang tidak larut dalam air dan sangat resisten terhadap bahan-bahan kimia.

b. Lapisan jernih (stratum lucidum)

Berada tepat di bawah stratum corneum. Merupakan lapisan yang tipis, jernih. Lapisan ini tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki.

c. Lapisan berbutir-butir (stratum granulosum)

Tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk poligonal, berbutir kasar, berinti mengkerut.

d. Lapisan malphigi (stratum spinosum)

Sel berbentuk kubus dan seperti berduri, intinya besar dan oval. Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein.

e. Lapisan basal (stratum germinativum)

Adalah lapisan terbawah epidermis. Di lapisan ini juga terdapat sel-sel melanosit yaitu sel yang membentuk pigmen melanin.


(27)

2. Dermis

Lapisan dermis terutama terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin, yang berada di dalam substansi dasar yang bersifat koloid dan terbuat dari gelatin mukopolisakarida.

3. Subkutis

Lapisan ini merupakan kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan saluran getah bening.

2.2.2 Fungsi kulit

Kulit memiliki sejumlah fungsi yang sangat penting bagi tubuh. Kulit melindungi bagian dalam tubuh manusia terhadap gangguan fisik maupun mekanik, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimiawi, seperti zat-zat kimia iritan, gangguan panas dan dingin, gangguan sinar radiasi atau sinar ultraviolet, gangguan kuman, bakteri dan virus. Kulit juga mampu mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna sisa metabolisme dari dalam tubuh. Sisa metabolisme ini dikeluarkan bersama dengan keringat. Kulit dapat mengatur suhu tubuh. Ketika suhu udara panas, tubuh akan mengeluarkan keringat dalam jumlah banyak dan memperlebar pembuluh darah sehingga panas akan terbawa keluar dari tubuh dan sebaliknya. Sebagai indra peraba kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis yang memungkinkan otak merasakan sejumlah rasa seperti panas, dingin, sakit dan beragam tekstur (Achroni, 2012).

2.2.3 Jenis kulit

Menurut Wasitaatmadja (1997), ditinjau dari sudut pandang perawatan, kulit terbagi atas tiga bagian:


(28)

1. Kulit normal

Merupakan kulit ideal yang sehat, tidak kusam dan mengkilat, segar dan elastis dengan minyak dan kelembaban yang cukup.

2. Kulit berminyak

Adalah kulit yang mempunyai kadar minyak dipermukaan kulit yang berlebihan sehingga tampak mengkilap, kotor, kusam, biasanya pori-pori kulit lebar sehingga kesannya kasar dan lengket.

3. Kulit kering

Adalah kulit yang mempunyai lemak permukaan kulit yang kurang ataupun sedikit lepas dan retak, kaku, tidak elastis dan terlihat kerutan.

2.3 Sinar Ultraviolet

Sinar Ultraviolet (UV) adalah sinar tidak tampak yang merupakan bagian energi yang berasal dari matahari. Ultraviolet merupakan salah satu jenis radiasi sinar matahari. Panjang gelombang yang dimiliki sinar ultraviolet akan berpengaruh terhadap kerusakan kulit. Semakin panjang gelombang sinar UV, semakin besar dampak kerusakan yang ditimbulkannya pada kulit. Berdasarkan panjang gelombang ada tiga jenis radiasi ultraviolet, yaitu:

a. Sinar UV-A

Sinar UV-A ( λ 320 – 400 nm) adalah sinar yang paling banyak mencapai bumi dengan perbandingan 100 kali UV-B. Segmen sinar ini akan masuk ke dalam dermis sehingga menyebabkan kerusakan jaringan dermis dan terjadinya reaksi fotosensitivitas. Sinar ini meliputi 95% radiasi mencapai permukaan bumi. UV-A merupakan penyumbang utama kerusakan kulit dan kerutan. UV-A


(29)

menembus kulit lebih dalam dari UV-B dan bekerja lebis efisien. Radiasi UV-A menembus sampai dermis dan merusak serat serat yang berada didalamnya. Kulit menjadi kehilangan elastisitas dan berkerut. Sinar ini juga dapat menembus kaca (Darmawan, 2013).

b. Sinar UV-B

Sinar UV-B dengan panjang gelombang 290 - 320 nm merupakan sinar matahari yang terkuat mencapai bumi. Kerusakan kulit yang ditimbulkan berada dibawah epidermis berupa luka bakar, kelainan prakanker dan keganasan lainnya. Jadi baik sinar UV-A maupun UV-B sama-sama memiliki dampak negatif bagi kulit manusia jika terpapar dalam waktu relatif lama (Bodagenta, 2012). Sinar UV-B tidak dapat menembus kaca (Darmawan, 2013).

c. Sinar UV-C

Memiliki panjang gelombang paling panjang, yaitu sekitar 200 - 290 nm. Menurut Darmawan (2013), radiasi sinar ini menimbulkan bahaya terbesar dan menyebabkan kerusakan terbanyak. Namun, mayoritas sinar ini terserap di lapisan ozon di atmosfer.

2.4Penuaan Kulit

Proses menua merupakan proses fisiologis yang akan terjadi pada semua makhluk hidup yang meliputi seluruh organ tubuh termasuk kulit. Setiap manusia tentu ingin terlihat muda tetapi proses menua secara perlahan-lahan berjalan terus dan kulit merupakan salah satu jaringan tubuh yang secara langsung memperlihatkan terjadinya proses menua. Saat mulai proses terjadinya proses menua pada kulit tidak sama pada setiap orang. Pada orang tertentu proses menua


(30)

kulit terjadi sesuai dengan usianya sedangkan pada orang lain datangnya lebih cepat, keadaan ini disebut penuaan dini (premature aging). Hal ini menunjukkan bahwa proses menua pada setiap individu berbeda, tergantung dari berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi dan dapat mempercepat terjadinya proses menua kulit (Jusuf, 2005).

2.4.1 Teori proses menua

Menurut Jusuf (2005), ada berbagai teori penuaan, antara lain: 1. Teori Replikasi DNA

Teori ini mengemukakan bahwa terjadinya proses menua disebabkan kematian sel secara perlahan-lahan antara lain akibat pengaruh sinar ultraviolet yang merusak sel DNA sehingga mempengaruhi masa hidup sel.

2. Teori Kelainan Alat

Proses menua terjadi akibat kerusakan DNA yang menyebabkan terbentuknya molekul-molekul yang tidak sempurna sehingga terjadi kelainan enzim-enzim intra seluler yang mengakibatkan kerusakan atau kematian sel. 3. Teori Ikatan Silang

Proses menua merupakan akibat dari pembentukan ikatan silang yang progresif dari protein-protein intraseluler dan interseluler serabut kolagen yang menyebabkan kolagen kurang lentur dan tidak tegang.

4. Teori Radikal Bebas

Teori radikal bebas dewasa ini lebih banyak dianut dan dipercaya sebagai mekanisme proses menua. Radikal bebas adalah sekelompok elemen dalam tubuh yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan sehingga tidak stabil dan reaktif. Sebelum memiliki pasangan radikal bebas akan terus-menerus


(31)

menghantam sel-sel tubuh guna mendapatkan pasangannya termasuk menyerang sel-sel tubuh yang normal. Akibatnya sel-sel akan rusak dan menua dan juga mempercepat timbulnya kanker. Berbagai usaha untuk menanggulangi kulit menua sekarang ini banyak ditujukan pada usaha pengikatan atau pemecahan radikal bebas. Bahan yang dapat menetralisir radikal bebas ini disebut antioksidan.

5. Teori Neuro-Endokrin

Proses menjadi tua diatur oleh organ-organ penghasil hormon seperti timus, hipotalamus, hipofisis, tiroid yang secara berkaitan mengatur keseimbangan hormonal dan regenerasi sel-sel tubuh manusia.

2.4.2 Proses menua pada kulit

Menurut Ardhie (2011), proses menua pada kulit dibedakan atas:

1. Proses menua intrinsik yakni proses menua alamiah yang terjadi sejalan dengan waktu. Proses biologic/genetic clock yang berperan dalam menentukan jumlah multiplikasi pada setiap sel sampai sel berhenti membelah diri dan kemudian mati, diyakini merupakan penyebab penuaan intrinsik.

2. Proses menua ekstrinsik yakni proses menua yang dipengaruhi faktor eksternal yaitu pajanan sinar matahari berlebihan (photoaging), polusi, kebiasaan merokok, dan nutrisi tidak berimbang. Pada penuaan ekstrinsik, gambaran akan lebih jelas terlihat pada area yang banyak terpajan matahari.

2.4.3 Tanda-tanda penuaan kulit

Tanda-tanda penuaan dini lebih sering terlihat pada kulit, tertama kulit wajah, yaitu berupa:


(32)

1. Munculnya bercak hitam (age spot)

Pada umumnya bercak hitam ini muncul pada bagian tubuh yang sering terpapar sinar matahari. Selain menimbulkan bercak-bercak hitam, penuaan dini juga sering menunjukkan kelainan pigmen, terutama di kulit wajah (Bogadenta, 2012). Bintik hitam ini akan terlihat jelas pada mereka yang berkulit putih, sedangkan pada kulit yang gelap tidak begitu tampak (Darmawan, 2013).

2. Tekstur kulit tampak kasar

Kering dan kasar juga merupakan tanda umum yang dialami saat kita mengalami penuaan dini. Ketika kulit terlalu sering terpapar matahari, kolagen dan elastin yang berada dalam lapisan kulit akan rusak (Bogadenta, 2012). Rusaknya kolagen dan elastin akibat paparan sinar matahari membuat kulit kering dan kasar (Noormindhawati, 2013).

3. Pori-pori kulit tampak membesar

Akibat penumpukan sel kulit mati, pori-pori kulit menjadi membesar (Noormindhawati, 2013). Pembesaran pori-pori juga terkait dengan penuaan dini. Seiring dengan bertambahnya usia, pori-pori tumbuh lebih besar karena penumpukan sel kulit mati di sekitar pori-pori. Pembesaran pori-pori dapat dikurangi dengan pengelupasan kulit secara teratur. Namun jika sering terkena sinar matahari secara terus-menerus, bisa membuat pori-pori membesar, karena sel-sel kulit mati menumpuk (Bogadenta, 2012).

4. Keriput

Efek lain dari sinar ultraviolet adalah terjadi keriput pada kulit sebelum waktu yang seharusnya dan terlihat tua. Efek ini tidak bisa langsung terjadi kerutan, tetapi lebih karena terjadi akumulasi sinar ultraviolet dalam jangka lama.


(33)

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 80% tanda-tanda penuaan kulit pada orang dewasa adalah hasil akumulasi sinar ultraviolet pada saat masa remaja, sebelum usia 18 tahun. Sinar ultraviolet dalam waktu panjang akan menimbulkan efek kerusakan kulit, kulit mulai melorot, merenggang dan kehilangan kemampuannya untuk kembali ke tempatnya setelah perenggangan (Darmawan, 2013). Kondisi ini disebabkan oleh menurunnya fungsi kolagen dan elastin pada kulit, hingga kulit terlihat merosot dan kehilangan elastisitasnya (Bogadenta, 2012).

5. Tumor kulit

Berbagai tumor kulit jinak dapat terjadi pada kulit menua seperti akrokordon (skin tag), keratosis seboroik, angioma senilis, dan lain-lain. Pada photoaging dapat pula terjadi lesi prakanker kulit dan kelainan tumor ganas kulit seperti basalioma, karsinoma sel skuamosa dan melanoma maligna (Jusuf, 2005).

2.5 Peran Antioksidan Sebagai Anti-Aging

Antioksidan adalah zat yang dapat menetralisir radikal bebas sehingga atom dengan elektron yang tidak berpasangan mendapat pasangan elektron dan tidak reaktif lagi. Antioksidan adalah molekul yang mampu menghambat oksidasi dari molekul oksidan. Oksidasi merupakan reaksi kimia yang memindahkan elektron dari satu substansi ke agen oksidan. Sebagai pertahanan terhadap kerusakan oksidatif, maka sel dilengkapi dengan berbagai jenis antioksidan yang akan bekerja melalui beragam mekanisme (Ardhie, 2011).

Stress oksidatif didefenisikan sebagai sebuah ketidakseimbangan antara Reactive Oxygen Species (ROS) dan antioksidan. Pada kulit, kelebihan radikal


(34)

bebas diinduksi oleh sinar UV yang mengakibatkan kerusakan makromolekul seluler dan menjadikan membran keratinosit tidak stabil sehingga menyababkan penuaan dini. Tubuh melindungi diri dari fenomena tersebut dengan antioksidan endogen dan antioksidan eksogen. Tumbuhan menghasilkan molekul yang sangat efektif melindungi diri melawan kondisi lingkungan yang tidak baik. Dari banyak studi epidemiologi telah dipublikasikan antioksidan berbasis nutrisi dimana faktor nutrisi yang spesifik meningkatkan kelembaban kulit, elastisitas, produks i sebum dan merangsang sifat fisiologis kulit. Suplemen antioksidan oral mampu bertahan melawan sinar UV yang menginduksi kerusakan kulit (Pouillot, et al., 2011).

Pemikiran saat ini adalah bahwa kombinasi dari antioksidan alami yang berbeda akan menjadi strategi pertahanan yang terbaik terhadap Reactive Oxygen Species (ROS). Pengukuran antioksidan dan pengujian efektifitasnya akan menyebabkan peningkatan formulasi kosmetik untuk pencegahan penuaan kulit dini. Sehubungan dengan adanya penggunaan topikal dari antioksidan alami maka dapat disimpulkan bahwa stratum korneum adalah target utama dari formulator kosmetik, karena membutuhkan bantuan antioksidan untuk melindungi diri dari kondisi lingkungan yang buruk. Antioksidan alami menetralisis oksidasi dari induksi sinar UV terhadap stratum korneum, memberikan perlindungan dari lingkungan dan dalam produk kosmetik dapat merangsang stratum korneum untuk regenerasi. Oleh karena itu antioksidan alami digunakan secara topikal maupun oral dan harus dikembangkan ke dalam berbagai produk anti-aging. Penggunaan antioksidan alami dalam produk kosmetik memungkinkan menjaga kulit dan menambah antioksidan dengan cara yang sama seperti menjaga tubuh dengan mengkonsumsi buah dan sayuran (Pouillot, et al., 2011).


(35)

2.6 Skin Analyzer (Aramo Huvis®)

Pada analisis konvensional, diagnosis dilakukan dengan mengandalkan kemampuan pengamatan semata. Hal ini dapat dijadikan diagnosis yang bersifat subjektif dan bergantung pada persepsi para dokter. Pemeriksaan seperti ini memiliki kekurangan pada sisi analisis secara klinis-instrumental dan tidak adanya rekaman hasil pemeriksaan yang mudah dipahami pasien (Aramo, 2012).

Skin analyzer merupakan sebuah perangkat yang dirancang untuk mendiagnosis keadaan pada kulit. Skin analyzer mempunyai sistem terintegrasi untuk mendukung diagnosis dokter yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas, melainkan juga mampu memperlihatkan sisi lebih dalam dari lapisan kulit. Tambahan rangkaian sensor kamera yang terpasang pada skin analyzer menampilkan hasil dengan cepat dan akurat (Aramo, 2012).

2.6.1 Pengukuran kondisi kulit dengan skin analyzer

Menurut Aramo (2012), beberapa pengukuran kondisi kulit yang dapat dilakukan dengan menggunakan alat skin analyzer, yaitu:

1. Kadar air (moisture)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan alat moisture checker yang terdapat dalam perangkat skin analyzer Aramo. Caranya dengan menekan tombol power dan dilekatkan pada permukaan kulit. Angka yang ditampilkan pada alat merupakan persentase kadar air dalam kulit yang diukur.

2. Kehalusan (evenness)

Pengukuran kehalusan kulit dilakukan dengan perangkat skin analyzer pada lensa perbesaran 60x dan menggunakan lampu sensor biru (normal). Kamera diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan tombol


(36)

capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan kondisi kulit yang didapatkan akan tampil pada layar komputer.

3. Pori (pore)

Pengukuran besarnya pori pada kulit secara otomatis akan keluar pada saat melakukan pengukuran pada kehalusan kulit. Gambar yang telah terfoto pada pengukuran kehalusan kulit juga akan keluar pada kotak bagian pori-pori kulit. Hasil berupa angka dan penentuan ukuran pori secara otomatis akan keluar pada layar komputer.

4. Noda (spot)

Pengukuran banyaknya noda yang dilakukan dengan perangkat Skin

analyzer pada lensa perbesaran 60x dan menggunakan lampu sensor jingga

(Terpolarisasi). Kamera diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan penentuan banyaknya noda yang didapatkan akan tampil pada layar komputer.

5. Keriput (wrinkle)

Pengukuran keriput dilakukan dengan perangkat skin analyzer pada lensa perbesaran 10x dan menggunakan lampu sensor biru (Normal). Kamera diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan kondisi kulit yang didapatkan akan tampil pada layar computer. Pada pengukuran ini, tidak hanya jumlah keriput yang dapat diukur, akan tetapi kedalaman keriput juga dapat terdeteksi dengan alat skin analyzer.


(37)

6. Kadar minyak (sebum)

Pengukuran kadar minyak dilakukan dengan menggunakan alat oil checker yang terdapat dalam perangkat skin analyzer Aramo. Caranya dengan menempelkan bagian sensor yang telah terpasang spons pada permukaan kulit. Angka yang ditampilkan pada alat merupakan persentase kadar minyak dalam kulit yang diukur.

2.6.2 Parameter pengukuran

Hasil pengukuran kulit dengan menggunakan skin analyzer dapat dilihat kriterianya pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Parameter hasil pengukuran dengan alat skin analyzer

Pengukuran Parameter

Kelembaban (Moisture)

Dehidrasi Normal Hidrasi

0 - 29 30 - 45 46 - 100

Kehalusan (Evenness)

Halus Normal Kasar

0 - 31 32 - 51 52 - 100

Pori (Pore) Kecil Sedang Besar

0 - 19 20 - 39 40 - 100

Noda (Spot) Sedikit Sedang Banyak

0 - 19 20 - 39 40 - 100

Keriput (Wrinkle) Tidak berkeriput Berkeriput Berkeriput parah

0 - 19 20 - 52 53 - 100


(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini dilakukan secara ekperimental meliputi pengumpulan sampel, pengolahan sampel, pembuatan ekstrak etanol bunga brokoli, pembuatan sediaan krim ekstrak bunga brokoli, penyiapan hewan percobaan (marmut), penyinaran kulit punggung marmut dengan sinar UV buatan dan pengujian efek anti-aging dengan menggunakan alat skin analyzer (Aramo Huvis®).

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas laboratorium, perkolator, rotary evaporator, freeze dryer, kandang marmut, lemari pengering, neraca kasar, neraca listrik, gunting dan alat cukur bulu marmut, kandang pemasungan marmut, mortir dan stamfer, sudip, spatula, pot plastik, alumunium foil, pH meter (Hanna Instrument), lampu UV panjang gelombang 366 nm dan alat skin analyzer (Aramo Huvis®).

3.1.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bunga brokoli (Brassica oleracea L.var. Italica Plenck), air suling, toluen, asam klorida encer, etanol 96%, kloralhidrat, asam stearat, setil alkohol, propilen glikol, trietanol amin, gliserin, nipagin, metilen blue, larutan dapar pH asam (4,01) dan larutan dapar pH netral (7,01).


(39)

3.2Hewan Percobaan

Sebagai hewan percobaan digunakan marmut betina 9 ekor yang masing-masing memiliki berat sekitar 350 – 450 g dan telah dirawat ± 2 minggu sebelum penelitian.

Penyiapan hewan percobaan:

Semua marmut dicukur bulu pada punggungnya seluas 2,5 cm x 2,5 cm, kemudian marmut yang digunakan dibagi dalam 3 kelompok, yaitu:

K1: 3 ekor marmut untuk dasar krim tanpa ekstrak bunga brokoli (blanko) K2: 3 ekor marmut untuk konsentrasi krim ekstrak bunga brokoli 1% K3: 3 ekor marmut untuk konsentrasi krim ekstrak bunga brokoli 3%

Diukur kondisi awal meliputi: kadar air, kehalusan kulit, besarnya pori, banyaknya noda dan jumlah keriput dari semua marmut dengan menggunakan skin analyzer.

3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel 3.3.1 Pengumpulan bahan

Pengambilan bahan tanaman dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan daerah lain. Bahan tanaman yang digunakan adalah bunga brokoli yang diambil dari daerah Desa Rumah, Brastagi, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.

3.3.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Hasil identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 56.


(40)

3.3.3 Pembuatan simplisia bunga brokoli

Bunga brokoli dikumpulkan, disortir, dibersihkan, dicuci, dikukus selama 3 menit, ditiriskan dan diiris bagian kecambah bunganya. Bagian kecambah bunga ditimbang sebagai berat basah. Bahan ini dikeringkan di lemari pengering (suhu 30 - 35oC) hingga kering. Identifikasi simplisia dilakukan melalui cara organoleptik (bentuk, warna, rasa, bau). Bahan yang telah kering dihaluskan dengan blender dan ditimbang sebagai berat kering simplisia. Simplisia selanjutnya dimasukkan ke dalam wadah plastik tertutup. Bagan pembuatan serbuk simplisia bunga brokoli dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 64.

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam.

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati morfologi simplisia bunga brokoli dengan cara memperhatikan warna, bentuk dan tekstur sampel (WHO,1998).

3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia bunga brokoli dilakukan dengan cara menaburkan serbuk simplisia di atas kaca objek yang telah diteteskan dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup kemudian dilihat di bawah mikroskop (WHO,1998). Hasil pemeriksaan mikroskopik dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 59.


(41)

3.4.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung penyambung, dan tabung penerima 10 ml.

a. Penjenuhan toluena

Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml.

b. Penetapan kadar air simplisia

Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan ke dalam labu yang berisi toluen tersebut, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik setelah toluen mendidih sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen setelah semua air terdestilasi. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml setelah air dan toluen memisah sempurna. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1998).

3.4.4 Penetapan kadar sari larut air

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling 1000 ml) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan selama


(42)

18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes, 1995).

3.4.5 Penetapan kadar sari larut etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah dikeringkan dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Sebanyak 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara dan sisanya dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, 1995).

3.4.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 600oC selama 3 jam, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes, 1995).

3.4.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan abu dididihkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring dengan kertas masir atau kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas, dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan


(43)

ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bobot yang dikeringkan di udara (Depkes, 1995).

3.5 Pembuatan Ekstrak Bunga Brokoli

Pembuatan ekstrak bunga brokoli dilakukan secara perkolasi menggunakan etanol 96%.

Cara kerja: sebanyak 300 g serbuk simplisia dibasahi dengan etanol 96% dan dibiarkan selama 3 jam, kemudian dimasukkan ke dalam alat perkolator. Cairan penyari etanol dituang sampai semua simplisia terendam dan terdapat selapis cairan penyari di atasnya. Mulut tabung perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam, kemudian kran dibuka. Tetesan ekstrak dibiarkan mengalir dengan kecepatan perkolat diatur 1 ml/menit kemudian perkolat ditampung dan ditambahkan pelarut agar simplisia tetap terendam dan dapat disari. Perkolasi dihentikan bila 500 mg perkolat terakhir diuapkan tidak meninggalkan sisa. Perkolat yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan alat rotary evaporator pada suhu ± 40oC sampai diperoleh ekstrak kental kemudian dikeringkan menggunakan

freeze dryer (-40oC) (Ditjen POM, 1979). Bagan pembuatan ekstrak bunga brokoli

dapat dilihat pada Lampiran 6 halaman 65.

3.6 Pembuatan Sediaan Krim 3.6.1 Formula sediaan krim 3.6.1.1 Formula standar

Sediaan krim yang digunakan dalam penelitian ini adalah krim dengan tipe emulsi minyak dalam air. Sediaan krim dibuat berdasarkan formula standar handcream (Young, 1972), yaitu:


(44)

R/ Asam stearat 12 Setil alkohol 0,5 Sorbitol 5 Propilen glikol 3 Trietanol amin 1

Gliserin 1-5 tetes

Nipagin 1 sendok spatula Parfum 1-3 tetes

Aquades ad 100 3.6.1.2 Formula modifikasi

Formulasi krim dimodifikasi dengan mengeluarkan bahan sorbitol dan parfum dari formula. Formulasi dasar krim yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut:

R/ Asam stearat 12 Setil alkohol 0,5 Propilen glikol 3 Trietanol amin 1

Gliserin 1-5 tetes Nipagin q.s. Aquades ad 100

Konsentrasi ekstrak bunga brokoli yang digunakan dalam pembuatan sediaan krim anti-aging masing-masing adalah 1% dan 3%. Formulasi dasar krim tanpa menggunakan ekstrak bunga brokoli dibuat sebagai blanko.


(45)

3.6.2 Cara pembuatan

3.6.2.1 Cara pembuatan dasar krim

Cara pembuatan: ditimbang semua bahan yang diperlukan. Bahan yang terdapat dalam formula dipisahkan menjadi 2 kelompok, yaitu fase minyak dan fase air. Fase minyak yaitu asam stearat dan setil alkohol dilebur di atas penangas air dengan suhu 70 - 75°C, sedangkan fase air yaitu TEA, propilen glikol, gliserin, dan nipagin, dilarutkan dalam air suling panas. Kemudian fase minyak dipindahkan ke dalam lumpang panas. Fase air ditambahkan secara perlahan-lahan ke dalam fase minyak dengan pengadukan yang konstan sampai diperoleh massa krim.

3.6.2.2 Cara pembuatan krim dengan bahan aktif

Rancangan formula sediaan krim yang mengandung ekstrak bunga brokoli, yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 3.1 Rancangan formula sediaan krim ekstrak bunga brokoli

Bahan

Sediaan krim

K0 K1 K3

Ekstrak (g) - 1 3

Dasar krim ad (g) 100 100 100

Keterangan:

K0: dasar krim tanpa ekstrak bunga brokoli (blanko) K1: sediaan krim dengan ekstrak bunga brokoli 1% K3: sediaan krim dengan ekstrak bunga brokoli 3%

Cara pembuatan: ditimbang ekstrak bunga brokoli 1 g, dimasukkan ke dalam lumpang, diteteskan dengan beberapa tetes pelarut etanol 96% kemudian digerus. Ditambahkan dasar krim sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen dan terakhir cukupkan hingga mencapai 100 g. Perlakuan yang sama dilakukan untuk membuat sediaan krim dengan ekstrak bunga brokoli 3%.


(46)

3.7 Penentuan Mutu Fisik Sediaan 3.7.1 Pemeriksaan homogenitas

Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1979).

3.7.2 Penentuan tipe emulsi sediaan

Penentuan tipe emulsi sediaan dilakukan dengan penambahan sedikit biru metil ke dalam sediaan, jika larut sewaktu diaduk, maka emulsi tersebut adalah tipe minyak dalam air (Ditjen POM, 1985).

3.7.3 Pengukuran pH sediaan

Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter. Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar pH netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. Elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu di timbang 1 gram sediaan dan dilarutkan dalam 100 ml air suling, kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 2003). Sediaan krim diukur nilai pH-nya menggunakan pH meter setiap minggu selama dua belas minggu.

3.7.4 Pengamatan stabilitas sediaan

Masing-masing formula sedíaan dimasukkan kedalam pot plastik, ditutup bagian atasnya dengan tutup dan aluminium foil. Pengamatan yang dilakukan pada saat sedíaan telah selesai dibuat meliputi adanya perubahan bentuk, warna,


(47)

dan bau dari sediaan. Waktu penyimpanan umumnya 90 hari (12 minggu) dilakukan pada temperatur kamar (National health surveillance agency, 2005).

3.8 Pengujian efektivitas anti-aging

Semua marmut dicukur bulu pada punggungnya seluas 2,5 cm x 2,5 cm, diukur kondisi awal meliputi: kadar air (moisture), kehalusan (evenness), besar pori (pore), banyaknya noda (spot) dan keriput (wrinkle) dengan menggunakan skin analyzer. Marmut disinari di bawah sinar UV pada panjang gelombang 366 nm selama 5 jam. Diukur kondisi kulit dengan menggunakan skin analyzer sesuai dengan parameter pengukuran sebelum penyinaran. Pemulihan mulai dilakukan setelah mendapatkan kulit yang telah aging dengan pengolesan krim hingga merata seluas area yang telah dicukur. Krim dioleskan berdasarkan kelompok yang telah ditetapkan. Pengolesan dilakukan sebanyak 2 kali sehari setiap hari selama 4 minggu. Perubahan kondisi kulit diukur setiap minggu selama 4 minggu dengan menggunakan alat skin analyzer. Bandingkan kondisi kulit pada masing-masing marmut.


(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor menunjukkan bahwa sampel termasuk suku Brassicaceae, spesies Brassica oleracea L.

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia

Hasil makroskopik simplisia bunga brokoli menunjukkan simplisia bunga brokoli merupakan kuncup-kuncup bunga kering, berbentuk bulat, berkeriput. Simplisia berwarna hijau kekuningan hingga hijau kecoklatan, berbau khas dan tidak berasa. Hasil pemeriksaan mikroskopik dari serbuk simplisia bunga brokoli menunjukkan adanya rambut penutup, serbuk sari, parenkim, silem dengan penebalan spiral dan kristal Ca oksalat bentuk prisma. Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia bunga brokoli dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 60.

Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia bunga brokoli

No Parameter Hasil (%)

1 Kadar air 7,99

2 Kadar sari yang larut dalam air 25,54

3 Kadar sari yang larut dalam etanol 12,70

4 Kadar abu total 5,87

5 Kadar abu yang tidak larut asam 0,148


(49)

umum Materia Medika Indonesia yaitu tidak melebihi 10%. Penetapan kadar air simplisia berfungsi untuk mengetahui apakah simplisia sudah memenuhi persyaratan simplisia yang baik. Kadar air yang melebihi persyaratan memungkinkan terjadinya pertumbuhan jamur. Kadar sari yang larut dalam air sebanyak 25,54% dan kadar sari yang larut dalam etanol sebanyak 12,70%. Penetapan kadar sari yang larut dalam air untuk mengetahui senyawa polar yang terlarut dalam air misalnya flavonoid, tanin dan glikosida. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol adalah untuk mengetahui senyawa yang terlarut dalam etanol misalnya steroid/triterpenoid. Penetapan kadar sari yang larut dalam air dan kadar sari yang larut dalam etanol ditujukan untuk menentukan kualitas bahan baku tanaman. Penetapan kadar abu total adalah untuk mengetahui kadar zat anorganik yang ada pada simplisia, sedangkan penetapan kadar abu tidak larut dalam asam adalah untuk mengetahui kadar zat anorganik yang tidak larut dalam asam terutama akibat pencemaran oleh silika (pasir). Penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut dalam asam menyangkut penentuan ada tidaknya pencemaran dari bahan tanaman. Hasil kadar sari larut dalam air, kadar sari yang larut dalam etanol, kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam tidak dapat dibandingkan dengan persyaratan Materia Medika Indonesia karena belum terdapat monografi tanaman brokoli dalam Materia Medika Indonesia.

4.3 Hasil Formulasi

Sediaan krim anti-aging dibuat dengan menggunakan formula standar handcream (Young, 1972) yang dimodifikasi dengan menghilangkan sorbitol dari formula. Hasil pembuatan krim diperoleh dasar krim yang berwarna putih, krim


(50)

ekstrak bunga brokoli 1% berwarna kuning muda, dan krim ekstrak bunga brokoli 3% berwarna kuning kecoklatan. Gambar sediaan krim ekstrak bunga brokoli dapat dilihat pada Lampiran 7 halaman 66.

4.4 Penentuan Mutu Fisik Sediaan 4.4.1 Homogenitas sediaan

Pemeriksaan homogenitas dilakukan dengan mengoleskan sediaan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain, lalu diratakan, jika tidak ada butiran-butiran maka sediaan dapat dikatakan homogen (Ditjen POM, 1979).

Pemeriksaan homogenitas yang telah dilakukan pada sediaan krim anti-aging tidak diperoleh butiran-butiran kasar pada kepingan kaca. Uji homogenitas memberikan hasil krim yang homogen tidak ada butiran kasar, seperti yang terlihat pada Gambar 4.1.

a b c Gambar 4.1 Hasil uji homogenitas sediaan krim

Keterangan: a: Dasar krim

b: Krim ekstrak bunga brokoli 1% c: Krim ekstrak bunga brokoli 3% 4.4.2 Penentuan tipe emulsi

Penentuan tipe emulsi suatu sediaan dapat dilakukan dengan menggunakan biru metil, apabila ketika diaduk biru metil terlarut atau homogen dengan krim


(51)

maka emulsi tersebut adalah tipe m/a. Hasil pengujian tipe emulsi sedíaan krim ekstrak bunga brokoli diperoleh bahwa biru metil larut sewaktu diaduk sehingga tipe emulsi adalah minyak dalam air, seperti yang terlihat pada Gambar 4.2.

a b c Gambar 4.2 Hasil penentuan tipe emulsi sediaan krim Keterangan:

a: Dasar krim

b: Krim ekstrak bunga brokoli 1% c: Krim ekstrak bunga brokoli 3% 4.4.3 pH sediaan

pH sediaan ditentukan dengan menggunakan pH meter. Pemeriksaan pH sediaan krim bertujuan untuk memastikan bahwa pH krim sesuai dengan pH kulit sehingga tidak menimbulkan iritasi saat digunakan. Data hasil pengukuran pH dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3. Pada Tabel 4.2 dapat dilihat hasil pengukuran pH sediaan krim setelah selesai dibuat dan ekstrak bunga brokoli diperoleh bahwa dasar krim mempunyai pH 6,0; krim ekstrak bunga brokoli 1% pH 5,7; krim ekstrak bunga brokoli 3% pH 5,6; dan ekstrak bunga brokoli mempunyai pH 3,6. pH ekstrak bunga brokoli dengan nilai 3,6 bersifat asam sehingga dapat diperkirakan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak bunga brokoli di dalam krim maka pH akan menurun.


(52)

Tabel 4.2 Data pengukuran pH ekstrak bunga brokoli dan sediaan krim pada saat selesai dibuat.

Krim pH Rata-rata

I II III

A 6,0 6,0 6,1 6,0

B 5,8 5,7 5,7 5,7

C 5,6 5,6 5,6 5,6

D 3,6 3,6 3,6 3,6

Keterangan: A : Dasar krim

B : Krim ekstrak bunga brokoli 1% C : Krim ekstrak bunga brokoli 3% D: Ekstrak bunga brokoli

Tabel 4.3 Data pengukuran pH sediaan krim setelah penyimpanan selama 12 minggu

Krim pH rata-rata pada minggu ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

A 6,0 6,0 6,0 6,0 5,9 5,9 5,9 5,8 5,8 5,7 5,7 5,7 B 5,7 5,7 5,7 5,6 5,6 5,6 5,6 5,5 5,5 5,5 5,5 5,4 C 5,6 5,6 5,6 5,5 5,5 5,5 5,5 5,4 5,4 5,4 5,3 5,3 Keterangan:

A : Dasar krim

B : Krim ekstrak bunga brokoli 1% C : Krim ekstrak bunga brokoli 3%

Tabel 4.3 menunjukkan kondisi setelah penyimpanan 12 minggu pH yang diperoleh sedikit menurun jika dibandingkan dengan pH pada saat selesai dibuat. Kestabilan pH merupakan salah satu parameter penting yang menentukan stabil atau tidaknya suatu sediaan. Penurunan pH sediaan krim selama penyimpanan 12 minggu masih memenuhi nilai pH fisiologis kulit yaitu 4,5 – 6,5. Nilai pH sediaan krim tidak boleh terlalu asam karena dapat menyebabkan iritasi pada kulit sedangkan jika nilai pH terlalu basa maka dapat mengakibatkan kulit bersisik (Tranggono dan Latifah, 2007).


(53)

4.4.4 Stabilitas sediaan

Menurut Ansel (1989), suatu emulsi menjadi tidak stabil akibat pengggumpalan dari pada globul-globul (bulatan-bulatan) dari fase terdispersi. Rusak atau tidaknya sediaan emulsi yang mengandung bahan yang mudah teroksidasi dapat diamati dengan adanya perubahan warna dan perubahan bau. Untuk mengatasi kerusakan bahan akibat adanya oksidasi dapat dilakukan dengan penambahan suatu antioksidan. Kerusakan juga dapat ditimbulkan oleh jamur atau mikroba, untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan penambahan pengawet. Pengawet yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah nipagin. Hasil pengamatan stabilitas sediian krim selama 12 minggu dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Data pengamatan terhadap kestabilan sediaan pada penyimpanan selama 12 minggu

Krim Pengamatan pada minggu ke-

2 4 6 8 10 12

X Y X Y X Y X Y X Y X Y

A - - - -

B - - - -

C - - - -

Keterangan : A : Dasar krim

B : Krim ekstrak bunga brokoli 1% C : Krim ekstrak bunga brokoli 3% X : Perubahan warna

Y : Perubahan bau - : Tidak ada perubahan

Evaluasi stabilitas sediaan dilakukan selama penyimpanan 12 minggu dengan pengamatan setiap 2 minggu, sediaan krim disimpan pada suhu kamar dan diamati perubahan bau dan warna. Hasil uji menunjukkan bahwa sediaan krim tetap stabil pada penyimpanan suhu kamar selama 12 minggu, dimana tidak


(54)

terjadi perubahan bau dan warna. Hasil pengamatan stabilitas diperoleh bahwa dengan penambahan nipagin 0.1% sudah dapat menstabilkan sediaan krim selama 12 minggu. Gambar hasil penyimpanan sediaan krim ekstrak bunga brokoli selama 12 minggu dapat dilihat pada Lampiran 8 halaman 67.

4.5 Hasil Pengujian Aktivitas Anti-aging

Pengujian aktivitas anti-aging menggunakan skin analyzer Aramo, parameter uji meliputi pengukuran kadar air (moisture), pengukuran kehalusan kulit (evenness), besar pori (pore), pengukuran banyaknya noda (spot) dan pengukuran keriput (wrinkle). Pengukuran aktivitas anti-aging dimulai dengan mengukur kondisi kulit hewan percobaan sebelum dituakan, hal ini bertujuan untuk bisa melihat seberapa besar pengaruh krim yang digunakan dalam memulihkan kulit yang dituakan. Proses penuaan kulit dilakukan dengan cara disinar menggunakan sinar UV buatan pada panjang gelombang 366 nm, penyinaran dengan sinar UV buatan ini diharapkan sama dengan sinar UVA dari matahari yang mempunyai panjang gelombang 320 – 400 nm radiasinya dapat menembus sampai dermis (lapisan kedua dari kulit) dan dapat merusak serat-serat yang berada didalamnya, sehingga kulit menjadi kehilangan elastisitas, kering dan berkerut (Darmawan, 2013). Hasil pengukuran aktivitas anti-aging akan dibahas setiap parameternya. Contoh pengukuran kondisi kulit marmut dengan menggunakan skin analyzer dapat dilihat pada Lampiran 11 halaman 70.

4.5.1 Kadar air (moisture)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan alat moisture checker yang terdapat dalam perangkat skin analyzer Aramo. Hasil pengukuran


(55)

kadar air diperoleh bahwa semua kelompok marmut sebelum dilakukan penyinaran memiliki kadar air normal yaitu diatas 30 dan setelah dilakukan penyinaran kadar air menurun hingga dibawah normal atau dehidrasi. Hasil uji Anova diperoleh bahwa tidak adanya perbedaan yang signifikan (p > 0,05) pada kondisi sebelum penyinaran. Pada kondisi sesudah penyinaran terdapat perbedaan yang signifikan (p < 0,05) antara dasar krim dengan krim ekstrak bunga brokoli 1% dan krim ekstrak bunga brokoli 3% tetapi dalam kondisi dimana kadar air rendah atau dehidrasi. Hasil pengukuran kadar air kulit marmut dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan Gambar 4.3.

Tabel 4.5 Hasil pengukuran kadar air (moisture) pada kulit marmut kelompok dasar krim, krim ekstrak bunga brokoli 1% dan 3%

Krim Marmu t

Persentase kadar air (%) Sebelu m disinar Setelah disinar Pemulihan (minggu)

I II III IV

A 1 31 12 16 19 21 30

2 32 12 12 17 21 30

3 32 12 18 21 26 30

Rata-rata 31,6 ±0,57 12 ± 0,00 15,3 ±3,05 19 ± 2,00 22,6 ±2,88 30 ± 0,00

B 1 32 16 21 22 31 35

2 33 18 19 21 30 33

3 32 19 21 21 26 33

Rata-rata 32,3 ±0,57 17,6 ±1,53 20,3 ±1,15 21,3 ±0,57 29 ± 2,64 33,6 ±1,15

C 1 31 17 26 28 30 34

2 34 17 31 33 33 34

3 32 18 33 33 33 37

Rata-rata 32,3± 1,53 17,3 ±0,57 30 ± 3,60 31,3 ±2,88 32 ± 1,73 35± 1,73 Normal 30-50; Dehidrasi 0-29; Hidrasi 51-100 (Aramo, 2012)

Keterangan: A : Dasar krim

B : Krim ekstrak bunga brokoli 1% C : Krim ekstrak bunga brokoli 3%


(56)

Gambar 4.3 Grafik hasil pengukuran kadar air (moisture) pada kulit marmut kelompok dasar krim, krim ekstrak bunga brokoli 1% dan 3% Pemulihan minggu pertama sampai minggu keempat didapatkan perbedaan yang signifikan (p < 0,05). Pemulihan setiap minggunya dapat dilihat bahwa kadar air setiap kelompok marmut meningkat. Hasil analisis Tukey didapatkan perbedaan yang signifikan pada pemulihan minggu pertama dan kedua yaitu antara dasar krim dan krim ekstrak bunga brokoli 1% dengan krim ekstrak bunga brokoli 3%. Pemulihan minggu ketiga dan keempat terdapat perbedaan yang signifikan antara dasar krim dengan krim ekstrak bunga brokoli 1% dan krim ekstrak bunga brokoli 3%. Krim ekstrak bunga brokoli 3% pada pemulihan minggu pertama sudah mampu mengembalikan kadar air dalam kondisi normal. Dasar krim dan krim ekstrak bunga brokoli 1% setelah pemulihan minggu keempat baru mampu mengembalikan kadar air kulit dalam kondisi normal.

Sinar UV merupakan penyumbang terbesar untuk pembentukan keriput. Timbulnya keriput disebabkan penurunan elastisitas kulit yang disebabkan oleh

0 5 10 15 20 25 30 35 40 sebelum UV setelah UV

minggu I minggu II minggu III minggu IV

krim blanko krim ekstrak bunga brokoli 1% krim ekstrak bunga brokoli 3%

de h idr as i n o rma l pemulihan P er sen tas e K ad ar A ir


(57)

berkurangnya kandungan air pada kulit dan penebalan pada stratum korneum (Barel, et al., 2009). Untuk fungsi fisiologisnya, kulit memerlukan lemak dan air, keduanya berhubungan erat. Lapisan lemak di permukaan kulit dan bahan-bahan dalam stratum korneum yang bersifat higroskopis, dapat menyerap air, dan berada dalam hubungan yang fungsional, disebut Natural Moisturizing Factor. Kemampuan Stratum korneum untuk mengikat air sangat penting bagi fleksibilitas dan kelenturan kulit (Tranggono dan Latifah, 2007). Kulit yang sehat memiliki ciri-ciri: tidak mudah menyerap air, larutan, atau benda padat. Kemampuan kulit dalam menyerap (absorbsi) sangat dipengaruhi oleh metabolisme, kelembaban dan ketebalan kulit (Darmawan, 2013).

4.5.2 Kehalusan (evenness)

Pengukuran kehalusan kulit (evenness) dilakukan dengan menggunakan perangkat skin analyzer Aramo lensa perbesaran 60x dengan sensor biru. Hasil pengukuran kehalusan kulit diperoleh bahwa semua kelompok marmut mempunyai kulit halus sampai normal pada kondisi sebelum penyinaran. Nilai kehalusan kulit ini meningkat hingga tidak ada kelompok marmut yang berada pada keadaan kulit halus pada saat dilakukan penyinaran dengan menggunakan lampu UV panjang gelombang 366 nm. Pengujian dengan Anova menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan (p > 0,05) antara dasar krim, krim ekstrak bunga brokoli 1% dan 3% pada saat sebelum dilakukan penyinaran dan sesudah penyinaran serta pada pemulihan minggu pertama sampai minggu keempat. Pemulihan dengan pengolesan sediaan krim ekstrak bunga brokoli menyebabkan penurunan grafik yang menunjukkan kondisi kulit mengalami perubahan setelah dilakukan perawatan selama 4 minggu pada semua kelompok marmut.


(1)

SebelumUV Between Groups 304,222 2 152,111 4,688 ,059 Within Groups 194,667 6 32,444

Total 498,889 8

Setelah UV Between Groups 34,667 2 17,333 ,062 ,941 Within Groups 1679,333 6 279,889

Total 1714,000 8

P. Minggu I Between Groups 817,556 2 408,778 2,719 ,144 Within Groups 902,000 6 150,333

Total 1719,556 8

P. MingguII Between Groups 576,222 2 288,111 4,329 ,069 Within Groups 399,333 6 66,556

Total 975,556 8

P. Minggu III Between Groups 272,667 2 136,333 3,229 ,112 Within Groups 253,333 6 42,222

Total 526,000 8

P.Minggu IV Between Groups 96,222 2 48,111 1,473 ,302 Within Groups 196,000 6 32,667

Total 292,222 8

Sebelum Penyinaran dengan UV

Tukey HSDa FORMULA

N 1

Subset for alpha = .05 1

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 3% 3 9,67

BLANKO 3 12,00

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 1% 3 23,00

Sig. ,064

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

Setelah Penyinaran dengan UV

Tukey HSDa FORMULA

N Subset for alpha = .05 1

BLANKO 3 45,00

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 3% 3 46,33


(2)

Pemulihan minggu I

Tukey HSDa FORMULA

N Subset for alpha = .05 1

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 3% 3 18,33

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 1% 3 30,67

BLANKO 3 41,67

Sig. ,127

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

Pemulihan minggu II

Tukey HSDa FORMULA

N Subset for alpha = .05 1

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 3% 3 12,33

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 1% 3 26,00

BLANKO 3 31,33

Sig. ,065

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

Pemulihan minggu III

Tukey HSDa FORMULA

N Subset for alpha = .05 1

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 3% 3 12,00

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 1% 3 22,33

BLANKO 3 24,67

Sig. ,118

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

Pemulihan minggu IV

Tukey HSDa FORMULA

N Subset for alpha = .05 1

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 3% 3 9,67

BLANKO 3 13,33

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 1% 3 17,67


(3)

SebelumUV Between Groups 204,667 2 102,333 12,446 ,007 Within Groups 49,333 6 8,222

Total 254,000 8

Setelah UV Between Groups 46,889 2 23,444 ,238 ,795 Within Groups 591,333 6 98,556

Total 638,222 8

P. Minggu I Between Groups 427,556 2 213,778 62,065 ,000 Within Groups 20,667 6 3,444

Total 448,222 8

P. MingguII Between Groups 466,667 2 233,333 18,103 ,003 Within Groups 77,333 6 12,889

Total 544,000 8

P. Minggu III Between Groups 364,667 2 182,333 40,024 ,000 Within Groups 27,333 6 4,556

Total 392,000 8

P.Minggu IV Between Groups 180,667 2 90,333 3,535 ,097 Within Groups 153,333 6 25,556

Total 334,000 8

Sebelum Penyinaran dengan UV

Tukey HSDa FORMULA

N Subset for alpha = .05

2 1

BLANKO 3 15,33

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 1% 3 20,67 20,67

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 3% 3 27,00

Sig. ,136 ,079

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

Setelah Penyinaran dengan UV

Tukey HSDa FORMULA

N Subset for alpha = .05 1

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 1% 3 49,33

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 3% 3 54,00


(4)

Pemulihan minggu I

Tukey HSDa FORMULA

N Subset for alpha = .05

2 1

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 3% 3 31,00

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 1% 3 34,33

BLANKO 3 47,00

Sig. ,150 1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

Pemulihan minggu II

Tukey HSDa FORMULA

N Subset for alpha = .05

2 1

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 3% 3 25,33

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 1% 3 28,67

BLANKO 3 42,00

Sig. ,528 1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

Pemulihan minggu III

Tukey HSDa FORMULA

N Subset for alpha = .05

2 1

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 1% 3 22,00

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 3% 3 22,33

BLANKO 3 35,67

Sig. ,980 1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

Pemulihan minggu IV

Tukey HSDa FORMULA

N Subset for alpha = .05 1

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 3% 3 16,67

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 1% 3 17,00

BLANKO 3 26,33


(5)

SebelumUV Between Groups 16,222 2 8,111 2,607 ,153 Within Groups 18,667 6 3,111

Total 34,889 8

Setelah UV Between Groups 392,000 2 196,000 2,841 ,136 Within Groups 414,000 6 69,000

Total 806,000 8

P. Minggu I Between Groups 294,000 2 147,000 4,594 ,062 Within Groups 192,000 6 32,000

Total 486,000 8

P. MingguII Between Groups 250,889 2 125,444 4,498 ,064 Within Groups 167,333 6 27,889

Total 418,222 8

P. Minggu III Between Groups 380,667 2 190,333 7,167 ,026 Within Groups 159,333 6 26,556

Total 540,000 8

P.Minggu IV Between Groups 822,889 2 411,444 13,921 ,006 Within Groups 177,333 6 29,556

Total 1000,222 8

Sebelum Penyinaran dengan UV

Tukey HSD FORMULA

N Subset for alpha = .05 1

BLANKO 3 5,00

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 1% 3 5,33

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 3% 3 8,00

Sig. ,174

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

Setelah Penyinaran dengan UV

Tukey HSDa

FORMULA N Subset for alpha = .05

1 1

BLANKO 3 48,67

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 1% 3 48,67


(6)

Pemulihan minggu I

Tukey HSD FORMULA

N Subset for alpha = .05 1

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 1% 3 26,67

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 3% 3 33,67

BLANKO 3 40,67

Sig. ,052

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

Pemulihan minggu II

Tukey HSDa FORMULA

N Subset for alpha = .05 1

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 1% 3 22,33

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 3% 3 23,33

BLANKO 3 34,00

Sig. ,079

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

Pemulihan minggu III

Tukey HSDa FORMULA

N Subset for alpha = .05

2 1

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 3% 3 14,00

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 1% 3 19,33 19,33

BLANKO 3 29,67

Sig. ,461 ,108

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

Pemulihan minggu IV

Tukey HSD FORMULA

N Subset for alpha = .05

2 1

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 3% 3 6,33

EKSTRAK BUNGA BROKOLI 1% 3 14,00

BLANKO 3 29,33


Dokumen yang terkait

Pengaruh Ekstrak Bunga Brokoli (Brassica Oleracea L. Var. Italica Plenck) Terhadap Penghambatan Penuaan Kulit Dini (Photoaging): Kajian Pada Ekspresi Matriks Metalloproteinase-1 Dan Prokolagen Tipe 1 Secara In Vitro Pada Fibroblas Kulit Manusia

4 51 241

Formulasi Sediaan Lipstik Dengan Ekstrak Kubis Merah (Brassica oleraceae var capitata L.f. rubra (L) Thell) Sebagai Pewarna

42 173 64

Karakterisasi Simplisia Dan Uji Sitotoksisitas Ekstrak Bunga Tumbuhan Brokoli (Brassica oleracea L. var. botrytis L.) Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BST)

0 65 75

Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Etanol Bunga Brokoli (Brassica oleracea L.) Terhadap Nilai Sun Protection Factor Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenzone dan Oktil Metoksisinamat Secara in Vitro

2 75 90

Mempelajari Penyimpanan Brokoli (Brassica oleracea L. var. Italica) dan Kembang Kol (Brasica oleracea L. var. botrytis) dengan "Modified Atmosphere"

0 6 316

Sitotoksisitas Ekstrak Etanol Bunga Brokoli (Brassica oleracea L. var.italica) terhadap Sel Kanker Tulang (Osteosarcoma) - Ubaya Repository

0 0 1

Uji Efektivitas Anti-Aging dari Krim Ekstrak Bunga Brokoli (Brassica oleracea L var. Italica Plenck) pada Marmut

0 1 35

Uji Efektivitas Anti-Aging dari Krim Ekstrak Bunga Brokoli (Brassica oleracea L var. Italica Plenck) pada Marmut

0 0 16

Uji Efektivitas Anti-Aging dari Krim Ekstrak Bunga Brokoli (Brassica oleracea L var. Italica Plenck) pada Marmut

0 0 14

KUALITAS ES KRIM HASIL SUBSTITUSI EKSTRAK BROKOLI (Brassica oleracea L. var italica) DAN PENAMBAHAN TEPUNG KENTANG (Solanum tuberosum L.) QUALITY OF ICE CREAM MADE FROM BROCCOLI (Brassica oleracea L. var italica) EXTRACT SUBSTITUTION

0 0 12