Kelayakan Ekonomi Usaha tani Pola CLS dan Non CLS

Selain ternak, usaha alternatif yang menguntungkan petani adalah pembuatan kompos. Dilihat dari tingkat teknologi proses pembuatan kompos dan pemasarannya kompos cukup bervariasi diantara para petani pola CLS. Ada petani yang mengolah kompos dan dikemas dengan baik dan masih ada dengan ala kadarnya saja, sehingga terdapat perbedaan tingkat pendapatan dari kompos yang dihasilkan dan kemampuan memasarkan. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa selain usaha tani padi, guna meningkatkan penerimaan petani dilakukan dengan mengembangkan usaha ternak sapi potong dan usaha pengolahan limbah ternak menjadi pupuk kandang kompos. Hasil Pengalaman empiris menunjukkan bahwa integrsai padi-ternak merupakan satu alternatif mengatasi masalah usaha sapi potong dalam menghasilkan bakalan sekaligus membantu meningkatkan efisiensi dan pendapatan petani padi. Bila pengembangan diarahkan kepada perbaikan sistem agribisnis maka integrasi ini lebih relevan, namun perlu dikaji sistem dan jenis ternak yang cocok di suatu wilayah. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa secara finansial usaha tani pola CLS lebih menguntungkan dibandingkan dengan usaha tani pola konvensional atau monokultur.

4.3.2. Kelayakan Ekonomi Usaha tani Pola CLS dan Non CLS

Komponen input usaha tani pola CLS meliputi komponen usaha tani padi, penggemukan sapi dan pengolahan kompos. Komponen usaha tani padi meliputi pupuk, benihbibit, pestisida, tenaga kerja, alat dan mesin pertanian, modal, manajemen, dan lainnya. Komponen input penggemukan sapi antara lain pakan, bibit sapi bakalan, obat- obatan, kandang, tenaga kerja, dan sarana lainnya. Komponen input pembuatan kompos berupa limbah kotoran ternak, abu dapur, bahan lainnya, bak jerami dan merang serta bahan fermentasi. Komponen output antara lain padigabah, daging sapi, kompos, jerami pakan ternak. Output yang tidak dikehendaki antara lain limbah padi dan limbah ternak. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari pertanian terpadu pola CLS ini antara lain: meningkat pendapatan petani dan pendapatan daerah, meningkatkan produktivitas dan kelestarian lahan, meningkatkan lapangan kerja baru dengan mengolah kompos, meningkatkan keharmonisan kehidupan sosial dan menyehatkan lingkungan. Dalam kaitannya dengan perbaikan kualitas lingkungan, usaha tani pola CLS turut mengurangi emisi Gas Rumah Kaca karena jerami tidak dibakar tetapi diolah menjadi kompos. Namun demikian sampai saat ini belum ada penelitian mengenai dampak kenaikan Gas Rumah Kaca akibat pembakaran limbah padi. Ditinjau manfaatnya bagi perbaikan kualitas lingkungan, usaha tani pola CLS mampu meningkatan kesuburan lahan dan mengurangi efek gas rumah kaca. Pada budi daya padi pola non CLS, limbah jerami dibakar dapat menghasilkan polusi. Berdasarkan data FAO tahun 1998 disebutkan bahwa pembakaran jerami dan jagung menghasilkan gas methan CH4 31,35 ribu ton, carbonmonoksida CO 658,3 ribu ton, N20 sebanyak 5 ribu ton dan NOx 19 ribu ton, gas-gas tersebut berkontribusi terhadap meningkatnya emisi gas rumah kaca GRK. Gas CH4, CO, NOx CH4 juga turut menyebabkan panas bumi dan NOx turut menyebabkan menipisnya lapisan ozon, walaupun penyebab utamanya adalah CFC. Gas CO berpengaruh bagi kesehatan yaitu merintangi darah mengangkut oksigen. Hasil penelitian Setyanto et aI 1997, di Pati Jawa Tengah dimana emisi gas methan pada padi sawah tanpa dipupuk organik pada MH 199596 sebesar 55,6 kg CH4ha dan ebolusi methan 24,1 kg CH4ha, pada MK 1996 emisi methan sebesar 153,8 kg CH4ha dan ebolusi methan 61,7 kg CH4ha. Penelitian pada lahan tadah hujan tanpa perlakuan pupuk organik, dengan perlakuan 5 ton jerami per hektar dan perlakuan 5 ton pupuk kandangha pada MH 199596 besamya emisi methan masing-masing 51,8; 73,3 dan 52,3 kg CH4ha dan ebolusi methan sebesar 8,9; 13,8 dan 16,1 kg CH4ha, sedangkan pada MK 1996 dengan besamya emisi methan masing-masing 50,0; 67,9 dan 85,2 kg CH4ha dan ebolusi methan masing-masing sebesar 6,6; 18,5 dan 40,5 kg CH4ha. Jika rasio CN di dalam tanah rendah, maka peningkatan pemupukan tidak berpengaruh terhadap emisi methan. Guna mengurangi efek GRK, hasil penelitian Puslitnak 2002 menyebutkan pola usaha tani dengan cara: 1 substitusi penggunaan urea dengan ammonium sulfat, 2 usaha tani pola tanpa olah tanah, 3 dan penyemaian benih dengan sebar benih langsung dapat mengurangi efek GRK sampai dengan 62. Limbah dari usaha tani padi dapat diolah dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan, energi dan pupukpakan sehingga meningkatkan pendapatan petani serta turut menurunkan emisi GRK dan memperbaiki kualitas lingkungan. Usaha tani ternak sapi potong berdampak terhadap efek gas rumah kaca maupun kualitas lingkungan. Berdasar data FAO tahun 1998 disebutkan bahwa kotoran ternak menghasilkan gas methan CH4 848,4 ribu ton yang dapat meningkatkan emisi GRK. Namun demikian kotoran ternak dapat diolah dan dimanfaatkan sebagai penghasil gasbio, bahan bakar, pupuk kandang sehingga meningkatkan pendapatan petani serta turut menurunkan emisi GRK dan memperbaiki lingkungan. Biaya dan Manfaat Usaha tani Pola CLS Usaha tani pola CLS merupakan salah satu upaya memperbaiki kualitas lingkungan terutama kesuburan lahan sekaligus meningkatkan pendapatan petani. 1. Identifikasi manfaat usaha tani pola CLS bagi perbaikan kualitas lingkungan dan peningkatan pendapatan petani yang dihitung dengan rincian sebagai berikut : a. terjadinya peningkatan kesuburan lahan dengan bertambahnya unsur hara di dalam lahan akibat pemakaian kompos. Perbaikan produktivitas lahan dari adopsi pupuk kompos, dimana valuasi ekonomi didekati dengan menghitung effect on product on Production yaitu terjadi peningkatan produksi gabah permusim sekitar 0,10 tonha x Rp.1.450.000ton = Rp.145.000ha dan meningkatnya produktivitas pakan ternak yang dihitung dari nilai penghematan dari konsentrat sebesar Rp1.500. 000 per tahun. Adanya lapangan kerja baru dengan mengelola limbah sebesar 100 HOK atau Rp.1000.000tahun. b. meningkatnya kesehatan masyarakat akibat berkurangnya aplikasi pestisida kimia yang diukur dari penghematan biaya berobat akibat limbah gas dan udara bila dilakukan pembakaran jerami maupun pemakaian pestisida kimia non CLS dihitung dengan pendekatan cost illness method dengan biaya sekali berobat ke Puskesmas sebesar Rp. 10.000,-, dengan adanya po1a CLS maka kejadian penyakit ISPA berkurang. c. meningkatnya kualitas udara, terutama karena berkurangnya buangan gas methan dari limbah ternak dengan nilai US5 per ton methan. d. bertambahnya keanekaragaman hayati akibat berkurangnya penggunaan pestisida kimia, dimana valuasi ekonomi didekati dengan menghitung selisih antara besamya biaya pemakaian pestisida kimia dengan bio pestisida yaitu rata- rata sekitar Rp.30.000ha dengan upah kerja yang relatif sama. e. meningkatnya biodata air akibat tidak ada limbah pertanian yang dibuang ke sungai dihitung berdasarkan effect on production dimana produksi ikan meningkat diduga sebesar 0,05 tontahun atau setara Rp 250.000tahun. Sedangkan manfaat untuk MCK, pemanfaatan air bersih, maupun dampak pada ekosistem sungai tidak dapat dikuantifikasi. 2. Identifikasi biaya dari untuk pengendalian dampak dari usaha tani pola CLS secara rinci sebagai berikut: a. Proses pengomposan dan fermentasi jerami dan merang tetap menghasilkan limbah padat dan cair yang perlu dilakukan penampungan dan pengelolaan sebelum dibuang ke sungai dengan biaya tenaga kerja 15 HOKmusim x Rp.l0.000HOK Rp.150.000musim. b. Proses pengomposan dan fermentasi jerami dan merang juga menghasilkan aroma bau tidak sedap dan mengganggu estetika, namun tidak bisa dikuantifikasi, sehingga didekati dengan pemberian gamping agar tidak terlalu becek dengan biaya pertahun bervariasi antara Rp. 20.000 sampai Rp. 180.000,- atau rata-rata sebesar Rp. 44.500,- c. Pembuatan gudang skala satu kelompoktani untuk pengolahan limbah ternak dan pengepakan dengan rata-rata biaya pertahun sebesar Rp. 1.408.333,- Pembuatan bak penampung limbahseptictank rata-rata sebesar Rp.612.500,-. Penyedotan limbah cair dan perbaikan saluran pembuangan limbah skala satu kelompoktani rata-rata biaya pertahun sebesar Rp. 300.000,- d. Biaya-biaya pengelolaan lingkungan masyarakat dan sosial budaya dalam satu tahun meliputi: sumbangan lampu neonpenerangan lain Rp. 50.000,- sumbangan semenconblokperbaikan jalan Rp. 1.492.826,- sumbangan hajatanduka Rp. 44.342,- sumbangan acara perayaanhari besar Rp. 13.409,- maupun sumbangan ronda ronda Rp.11.333,-. Kelayakan Ekonomi Usaha tani Pola CLS dan Non CLS. Berdasarkan analisis ekonomi dengan memasukan unsur perbaikan kualitas lingkungan, maka usaha tani pola CLS memiliki nilai NPV sebesar Rp. 42,9 juta memiliki nilai positif layak, nilai IRR dengan OCC 12 sebesar 38,05 lebih besar dari 12 layak, dan nilai BC rasio sebesar 1,54 berarti memiliki nilai lebih dari satu layak. Sedangkan kelayakan ekonomi dari usaha tani pola non CLS memberikan hasil layak tetapi jauh lebih rendah dibandingkan dengn pola CLS, yaitu NPV sebesar Rp.3,07 juta, IRR sebesar 14,14 dan BC rasio 1.15. Rincian analisis kelayakan ekonomi terlihat pada tabel Lampiran 16 dan 17. Apabila dibandingkan antara hasil kelayakan finansial dengan ekonomi, dapat disimpulkan bahwa kelayakan ekonomi usaha tani pola CLS lebih tinggi dibandingkan kelayakan secara finansial. Pada analisis dengan uji sensitivitas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya kenaikan biaya bahan input pertanian pupuk dan pakan ternak sebesar 10 baik usaha tani CLS maupun non CLS masih layak namun kelayakan ekonomi usaha tani pola CLS lebih tinggi daripada non CLS, yaitu nilai IRR usaha tani pola CLS sebesar 37,45 dan BC rasio 1,54 sedangkan nilai IRR usaha tani non CLS sebesar 12,75 dan BC rasio 1,13 secara rinci seperti terlihat pada Lampiran 19. Pada analisis dengan uji sensitivitas dengan adanya penurunan harga jual output yaitu harga gabah dan sapi sebesar 10 usaha tani CLS masih layak dilaksanakan, sedangkan usaha tani non CLS secara ekonomi tidak layak dilaksanakan. Tingkat kelayakan ekonomi usaha tani CLS untuk nilai IRR usaha tani pola CLS sebesar 29,95 dan BC rasio 1,41, sedangkan nilai IRR usaha tani non CLS sebesar 3,63 da BC rasio 1,03 dengan rincian seperti terlihat pada Lampiran 20. Dampak penurunan harga jual output ternyata lebih sensitif dibandingkan dengan kenaikan harga bahan baku input pertanian. Dengan demikian guna melindungi petani terhadap perubahan harga output diperlukan regulasi pada aspek harga dan pemasaran hasil pertanian. 4.4. Peran Kelembagaan Petani Dalam Usaha Tani Cls 4.4.1. Keragaan Kelompok Usaha tani Pola CLS