indeks keberlanjutan usaha tani pola CLS dapat ditingkatkan lebih tinggi dari kategori sebelumnya, yaitu menjadi kategori “baik” atau “cukup” berkelanjutan.
Tabel 16. Kondisi skor 13 dari 26 atribut yang sensitif berpengaruh terhadap indeks keberlanjutan usaha tani pola CLS di Kabupaten Sragen.
Dimensi dan Atribut Kondisi Skor
ProgramTindakan
I. Dimensi ekologi
1. Tingkat penggunaan pupuk
pestisida kimia Melebihi standar
Kurangi penggunaan pupuk pestisida kimia
2. Pemanfaatan limbah ternak
sapi untuk pupuk kandang sebagian besar dimanfaatkan
Tingkatkan dengan cara meningkatkan jumlah petani ikut
menerapkan CLS 3.
Pemanfaatan limbah jerami untuk pakan ternak sapi
Sebagian besar dimanfaatkan Tingkatkan dengan cara
meningkatkan jumlah petani ikut menerapkan CLS
4. Sistem Pemeliharaan ternak
sapi 10 yang diumbarliar
Terapkan pengelolaan ternak secara intensif
5. Kepadatan ternak ekor
ternak 1000 orang Sangat padat
Pengelolaan dengan intensif dengan sarana yang mendukung
II. Dimensi Ekonomi
6. Kelayakan finansialekonomi Untung layak
Pertahakantingkatkan kelayakannya
7. Lembaga keuangan
bankkredit Ada tapi menjangkau sebagian
kecil petani. Tingkkatkan akses petani
memperoleh permodalan 8.
Besarnya subsidi sedikit
Kurangihapus subsidi dengan kompensasi perbaiki infrastruktur
dan regulasi
III. Dimensi Sosial-Budaya
9. Jumlah rumah tangga petani
CLS 25-50 dari total jumlah
rumah tangga di Sragen Sosialisasi kepada petani non CLS
10. Frekwensi konflik
Tidak ada Pertahankan agar tidak terjadi
konflik 11.
Persepsiperan masyarakat dalam usaha tani CLS
Positif Pertahankan mendukung pola
CLS 12.
Frekwensi penyuluhan dan pelatihan
Sekali dalam setahun Tingkatkan penyuluhan dan
pelatihan 13.
KelembagaanKelompok tani 75 punyamenjadi anggota kelompoktani
Tingkatkan jumlah keanggotaan kelompoktani.
Hasil analisis prospektif pada Gambar 32 menunjukkan terdapat empat faktor kunci
yang perlu diperhatikan dalam pengembangan usaha tani Pola CLS, yaitu 1 kelembagaankelompok tani, 2 subsidi, 3 tingkat penggunaan pupuk pestisida, dan 4
pemanfaatan jerami untuk pakan ternak. Empat faktor tersebut merupakan faktor-faktor yang memiliki pengaruh yang besar terhadap tujuan pengembangan usaha tani Pola CLS
dan ketergantungan antar faktor tersebut rendah. Disamping itu ada lima faktor penghubung stake, dimana faktor tersebut memiliki pengaruh dan ketergantungan yang
tinggi adalah: 1 sistem pemeliharaan, 2 lembaga keuangan, 3 frekwensi penyuluhan dan pelatihan, 4 pemanfaatan limbah ternak, dan 5 kelayakan finansialekonomi.
Faktor-faktor kunci ini perlu mendapat perhatian dalam perumusan kebijakan
pengembangan usaha tani Pola CLS agar keberlanjutannya pada masa yang akan datang dapat terjamin.
Faktor bebas dengan tingkat pengaruh dan ketergantungan yang rendah antara lain jumlah rumah tangga petani-peternak CLS, kepadatan ternak dan frekwensi konflik.
Walaupun jumlah anggota rumah tangga peternak berpengaruh terhadap penyediaan tenaga kerja usaha tani CLS dan keberlanjutan usaha tani CLS, namun kondisi rumah
tangga yang ada di lapangan menunjukkan kondisi ideal pengelolaan usaha tani CLS skala rumah tangga. Kepadatan ternak di lokasi penelitian termasuk sangat padat dan
pengelolaan ternak telah diusahakan secara intensif. Mengingat tidak terjadi konflik di lapangan, sehingga frekwensi konflik menjadi faktor bebas tidak berpengaruh dan
ketergantungan dengan faktor yang lain. Persepsi masyarakat akan semakin positif atau sebaliknya terhadap usaha tani pola CLS dengan ketergantungan yang tinggi dengan
faktor-faktor lain secara kohesif.
Gambar 32. Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Diuji
Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Dikaji
Penggunaan PupukPestisida Subsidi
Lembaga Keuangan
Pemanfaatan Jerami Sistem Pemeliharaan
Kelayakan Finansial ekonomi pemanfaatan limbah ternak
Frekuensi penyuluhan KelembagaanKelompok Tani
Jumlah Rumahtangga CLS persepsi masyarakat
Frekwensi konflik Kepadatan ternak
- 0.50
1.00 1.50
2.00 2.50
- 0.20
0.40 0.60
0.80 1.00
1.20 1.40
1.60 1.80
Ketergantungan P
e n
g a
ru h
Dalam rangka pengembangan pertanian berkelanjutan usaha tani pola CLS, perumusan kebijakan dan strategi yang perlu dilakukan adalah dengan memfokuskan
kepada empat faktor kunci tersebut dan memperhatikan faktor penghubung. Rancangan program dan kebijakan disusun dengan mengemas empat faktor kunci dan faktor
penghubung menjadi satu kebijakan yang memadukan faktor tersebut melalui suatu gerakan pembangunan pertanian secara berkelanjutan.
Selanjutnya faktor kunci tersebut didefinisikan dan dideskripsikan evolusi
kemungkinannya di masa depan. Pada Tabel 17 disajikan prospektif faktor-faktor
kuncipenentu pengembangan usaha tani pola CLS dengan berbagai keadaan state untuk setiap faktor. Berdasarkan keadaan state setiap faktor, maka dirumuskan
berbagai skenario strategi dengan cara memasangkan perubahan yang akan terjadi dan menganalisis implikasinya. Dari hasil tersebut dirumuskan tiga skenario strategi
pengembangan usaha tani pola CLS di Kabupaten Sragen yaitu: 1 skenario konservatif-
pesimistik; 2 skenario moderat-optimistik; dan 3 skenario progresif-optimistik Tabel 18
. Jumlah skenario strategi yang dapat dirumuskan dalam rangka pengembangan usaha tani pola CLS bisa lebih dari tiga skenario, namun keadaan state dari masing-masing
faktor penentukunci kemungkinan yang paling besar diperkirakan akan terjadi di masa yang akan datang adalah ketiga skenario tersebut.
Tabel 17. Prospektif faktor-faktor kuncipenentu pengembangan usaha tani pola CLS di Kabupaten Sragen.
Keadaan State
No. Faktor
1A 1B
1C
1. kelembagaankelompok tani
Keanggoatan rendah dan kelompoktani
kurang berperan terhadap
pengembangan CLS. Berperan menerapkan
konsep pembangunan berlanjutan secara
bertahap Berperan dominan
menerapkan konsep pembangunan
berkelanjutan
2A 2B
2C
2.
subsidi
Tetap Dikurangi secara
bertahap Tidak ada subsidi
sama sekali
3A 3B
3C
3.
tingkat penggunaan pupuk pestisida kimia
Tetap Berkurang
Berkurang mengacu standar teknis
kebutuhan hara setempat
4A 4B
4C
4.
Pemanfaatan jerami untuk pakan ternak
Tetap Meningkat
Meningkatlestari
5A 5B
5C
5.
Sistem pemeliharaan ternak
Tetap Tetap
Meningkat
6A 6B
6C
6.
Lembaga keuangan
Tersedia dan sedikit menjangkau
Semakin menjangkau Mudah
7A 7B
7C
7.
Frekwensi penyuluhan dan pelatihan
Tetap Meningkat
Meningkatintensif
8A 8B
8C
8.
Pemanfaatan limbah ternak untuk pupuk
Tetap Meningkat
Meningkatlestari
9A 9B
9C
9.
Kelayakan finansial dan ekonomi
Tetap Meningkat
Meningkatsangat layak
Sumber: Hasil Analisis 2005.
Tabel 18 Hasil analisis skenario strategi pengembangan usaha tani pola CLS di Kabupaten Sragen.
No. Skenario Strategi
Urutan Faktor 1.
Konservatif-pesimistik 1A; 2A; 3A; 4A;5A;6A;7A;8A;9A
2. Moderat-optimistik
1B; 2B; 3B; 4B; 5A;6A;7A;8A;9A 3.
Progresif-optimistik 1C; 2C; 3C; 4C; 5A;6A;7A;8A;9A
Sumber: Hasil Analisis 2005. Skenario Konservatif- Pesimistik
Skenario konservatif-pesimistik dibangun atas dasar kondisi saat ini existing condition
dari usahatai pola CLS di wilayah Kabupaten Sragen dan tidak ada perubahan dan tidak memiliki prospek di masa mendatang. Skenario konservatif-pesimistik dibangun
berdasarkan keadaan state dari faktor kuncipenentu dengan kondisi: yaitu 1 tidak ada perkembangan jumlah kelompoktani dan anggotanya yang menerapkan pola CLS,
kelompoktani yang menerapkan pola CLS sangat pasifstatis, 2 subsidi yang diberikan pemerintah tidak fokus sesuai kebutuhan setempat, tidak ada kredit program untuk modal
petani, bahkan tidak ada yang menjembatani petani mengakses permodalan, 3 tingkat penggunaan pupuk pestisida masih melebihi standar teknis yang ada, 4 pemanfaatan
jerami untuk pakan ternak belum optimal dan sebagian petani belum mengolah jerami untuk pakan ternak, 5 sistem pemeliharaan tetap, 6 lembaga keuangan sedikit
menjangkau masyarakat, 7 frekwensi penyuluhan dan pelatihan tetap, 8 pemanfaatan limbah ternak untuk pupuk tetap tidak ada peningkatan, dan 9 tidak ada peningkatan
kelayakan finansialekonomi. Penerapan skenario koservatif-pesimistik ini akan memberikan implikasi berupa:
1 usaha tani pola CLS tidak berkembang, 2 tidak ada lagi peningkatan produktivitas padi, ternak rendah, 3 petani kesulitan memperoleh kemudahan dan akses ke
permodalan, 4 limbah jerami tidak dimanfaatkan, sehingga mengganggu kebersihan dan
keindahan lingkungan, 5 penyerapan tenaga kerja rendah, 6 produksi dan pendapatan petani rendah.
Skenario Moderat-Optimistik
Skenario moderat-optimistik mengandung pengertian bahwa keadaan masa depan yang mungkin terjadi diperhitungkan dengan penuh pertimbangan sesuai dengan
keadaan dan kemampuan sumberdaya yang dimiliki serta berkeyakinan pengembangan yang dapat dilakukan. Skenario ini dibangun berdasarkan keadaan state dari faktor
kuncipenentu dengan kondisi sebagai berikut: 1 terdapat peningkatan peran kelompoktani dan jumlah anggotanya dalam menerapkan pola CLS, 2 subsidi yang
diberikan pemerintah dikurangi secara bertahap dan digantikan dengan pendampingan petani mengakses permodalan, 3 tingkat penggunaan pupukpestisida sesuai standar
teknis dan mulai memanfaatkan pupuk organik, 4 pemanfaatan jerami untuk pakan ternak ditingkatkan, 5 sistem pemeliharaan tetap, 6 lembaga keuangan semakin
menjangkau masyarakat, 7 frekwensi penyuluhan dan pelatihan meningkat, 8 meningkatnya pemanfaatan limbah ternak untuk pupuk, dan 9 meningkatnya kelayakan
finansialekonomi. Penerapan skenario moderat-optimistik ini akan memberikan implikasi berupa: 1
usaha tani pola CLS menjadi berkembang, 2 produktivitas padi dan ternak meningkat, 3 ketergantungan petani terhadap subsidi berkurang 4 limbah pertanian dimanfaatkan
meningkat walaupun belum penuhlestari, 5 terjadi penyerapan tenaga kerja, 6 produksi dan pendapatan petani meningkat.
Skenario Progresif-Optimistik
Skenario progresif-optimistik mengandung pengertian bahwa keadaan masa depan yang mungkin terjadi mendapat dukungan secara maksimal dari setiap faktor
kuncipenentu, mempunyai pemikiran yang sangat maju dan optimisme bahwa usaha tani pola CLS merupakan solusi pengembangan pertanian di masa mendatang.
Skenario progresif-optimistik dibangun berdasarkan keadaan state dari faktor kuncipenentu dengan kondisi: 1 peran kelompoktani dan anggotanya sangat dominan
dalam menerapkan pola CLS, 2 tidak ada subsidi dari pemerintah karena petani secara mandiri mampu mengakses permodalan, 3 tingkat penggunaan pupukpestisida sesuai
standar teknis dan memanfaatkan pupuk organik secara penuhlestari, 4 limbah jerami
dimanfaatkan secara penuhlestari, 5 sistem pemeliharaan sangat intensif, 6 lembaga keuangan banyak menjangkau masyarakat, 7 meningkatnya frekwensi penyuluhan dan
pelatihan, 8 peningkatan pemanfaatan limbah ternak untuk pupuk secara lestrai, dan 9 meningkatnya kelayakan finansialekonomi sangat layak.
Penerapan skenario progresif-optimistik ini akan memberikan implikasi berupa: 1 usaha tani pola CLS sudah berkembang, 2 produktivitas padi dan ternak meningkat, 3
kemandirian petani terhadap permodalan dan modal mudah diperoleh, 4 tidak ada lagi limbah yang tidak dimanfaatkan, pengelolaan lingkungan secara lestari, 5 terjadi
penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan petani. Berdasarkan hasil analisis prospektif, strategi yang dapat digunakan untuk
pengembangan usaha tani pola CLS di Kabupaten Sragen adalah strategi moderat- optimistik. Adapun faktor penentukunci untuk mengimplementasikan strategi tersebut ada
empat faktor kunci yang memiliki pengaruh yang tinggi dan ketergantungan yang rendah adalah: 1 peran kelompoktani dan anggotanya dalam menerapkan pola CLS, 2 subsidi
pemerintah dan pendampingan petani mengakses permodalan, 3 tingkat penggunaan pupukpestisida dan pemanfaatan pupuk organik, dan 4 pemanfaatan jerami untuk pakan
ternak. Sedangkan faktor kunci yang memiliki pengaruh dan ketergantungan yang tinggi adalah: 1 sistem pemeliharaan, 2 lembaga keuangan, 3 frekwensi penyuluhan dan
pelatihan, 4 pemanfaatan limbah ternak, dan 5 kelayakan finansialekonomi. Guna mempercepat gerakan pembangunan pertanian berkelanjutan perlu dilakukan
melalui pendekatan kelembagaan. Rekayasa kelembagaan dikembangkan tidak harus membentuk organisasi yang baru dan menghilangkan kesan yang bersifat arahan top
down melainkan gerakan yang dimulai dari kesadaran bersama dengan memanfaatkan
kelembagaan yang ada. Kelembagaan petani berupa kelompoktani ditingkatkan perannya menjadi wadah seluruh aktivitas anggota sehingga terjadi proses pembelajaran diantara
anggota. Kelompoktani-kelompoktani atas kesadaran bersama dapat membentuk gabungan kelompoktani atau asosiasi kelompoktani guna mempermudah membangun
jaringan networking dengan pihak luar. Peran kelompoktani diharapkan dapat ditingkatkan menjadi lembaga ekonomi yang
berorientasi bisnis. Di dalam program CLS sangat berpeluang untuk dibentuk unit-unit usaha bisnis. Melalui manajemen yang baik dengan mengembangkan unit pengolahan
dan pengadaan pakan lengkap Complete feed, unit pengolahan pupuk organik dan unit pengadaan pemasaran hasil dapat dijadikan peluang bisnis yang menguntungkan. Secara
bertahap kegiatan kelembagaan petani dikembangkan sejalan dengan semakin besarnya skala usaha tani CLS. Untuk memperkuat posisi tawar petani maka kegiatan usaha tani
dan kelembagaan harus menunjukkan tingkat efisiensi secara finansial, kontinuitas dan kualitas produk yang dihasilkan dapat dijamin. Dengan demikian, dalam jangka panjang
kelembagaan petani diarahkan dalam rangka peningkatan partisipasi dan kemandirian petani serta meningkatkan berfungsinya kelembagaan agribisnis di perdesaan yang lebih
dinamis dan mandiri. Usaha tani CLS ini merupakan pola transisi menuju padi organik atau biasa disebut
pertanian semi organik. Sehingga perlu dilakukan gerakan penggunaan pupuk alami yang diperoleh dari limbah atau sumberdaya alam yang ada di sekitarnya serta mengurangi
penggunaan pupukpestisida kimia. Penggunaan pakan konsentrat untuk ternak sapi dapat dikurangi dan digantikan dengan penggunaan jerami atau limbah apapun yang ada
di sekitar diolah untuk pakan ternak. Pada prinsipnya pertanian berkelanjutan adalah memanfaatkan sumberdaya lokal sebagai input usaha tani dengan biaya yang relatif
minimum dan mengurangi penggunaan input kimia dari luar sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan menjaga kelestarian lingkungan dalam jangka panjang. Hal ini sejalan
dengan pendapat Salikin K.A 2003 yang menyatakan manajemen baru sistem pertanian berkelanjutan adalah berorientasi bukan pada produk dan bersifat jangka pendek
melainkan berorientasi pada ekonomi dan lingkungan serta bersifat jangka panjang. Pengembangan usaha tani pola CLS ini sangat spesifik lokasi, masing-masing
wilayah memiliki keunikan sendiri-sendiri. Jenis integrasi komoditas, sumberdaya yang ada dan teknik pengelolaannya bervariasi bervariasi antar daerah, dengan demikian
operasionalisasi usaha tani pola CLS sesuai dikembangkan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setempat. Namun demikian, mengingat pembangunan pertanian dengan pola-
pola sejenis CLS mencakup aspek yang multi dimensi dan terbukti mampu menjawab permasalahan pembangunan pertanian secara berkelanjutan, maka diperlukan kebijakan
nasional yang mampu memberikan iklim kondusif bagi pengembangan usaha tani pola- pola integrasi baik secara vertikal maupun horisontal. Kebijakan tersebut dalam dilakukan
dalam kerangka regulasi maupun kerangka anggaran. Regulasi diperlukan untuk penentuan standar, norma dan pedoman pengembangan pertanian berkelanjutan,
sedangkan kerangka anggaran diperlukan untuk inovasi teknologi dan diseminasi ke masyarakat petani, anggaran untuk penyediaan sarana publik dan lainnya guna
menstimulasi investasi swasta dan masyarakat dalam usaha tani ini.
Guna mempercepat proses sosialisasi pola-pola integrasi, pemerintah secara bersama-sama masyarakat pertanian perlu melakukan gerakan nasional dalam rangka
pembangunan pertanian secara berkelanjutan. Kegiatan penyuluhan dan pembinaan perlu dilakukan guna mendorong peran aktif swasta di bidang pertanian dan masyarakat petani
untuk mengembangkan pola-pola sejenis CLS maupun pola-pola integrasi usaha pertanian secara vertikal maupun horisontal yang spesifik lokasi.
V. SIMPULAN DAN REKOMENDASI