pada tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan kelayakan ekonomi yang mengukur manfaat dan biaya bagi masyarakat secara keseluruhan termasuk memasukkan unsur kualitas
lingkungan belum banyak dilakukan. Mengingat strategisnya sektor pertanian dalam pembangunan nasional, kiranya sangat diperlukan penelitian mengenai analisis ekonomi
usaha tani pola CLS. Usaha tani pola CLS di tingkat lapangan sangat beragam dan dihadapkan pada
berbagai kendala, serta belum dapat diukur sejauh mana tingkat keberlanjutannya, sedangkan konsepsi pembangunan pertanian berkelanjutan belum dijabarkan secara lebih
operasional dan implementatif, sehingga terjadi kesenjangan antara konsepsi ideal dengan aktual di lapangan. Dengan demikian penelitian ini berupaya menjembatani
kesenjangan tersebut dengan mengembangkan konsep pembangunan pertanian berkelanjutan usaha tani pola CLS ke arah yang lebih kuantitatif dan implementatif dengan
mengukur indeks dan status keberlanjutan usaha tani pola CLS dan faktor-faktor dominan yang mempengaruhi keberlanjutan usaha tani pola CLS. Dengan memperhatikan berbagai
permasalahan dan potensi pengembangan usaha tani pola CLS, maka perumusan masalahnya adalah:
1 Apakah usaha tani pola CLS mampu meningkatkan produksi padi. Variabel apa saja yang mempengaruhi produksi usaha tani padi sawah pola CLS? Dan
sejauhmana variabel tersebut mempengaruhi produksi dan keuntungan usaha tani padi sawah pola CLS? Apakah produksi usaha tani padi sawah pola CLS lebih
tinggi dibandingkan dengan non CLS? 2 Sejauhmana kelayakan finansial dan ekonomi usaha tani pola CLS dibandingkan
non CLS? serta bagaimana peran kelembagaan petani dalam usaha tani pola CLS?
3 Seberapa besar nilai keberlanjutan usaha tani pola CLS di Kabupaten Sragen pada saat ini dan apa faktor-faktor strategis dalam pengembangan pertanian
berkelanjutan pola CLS, serta 4 Bagaimana rekomendasi kebijakan dan strategi pengembangan pertanian
berkelanjutan pola CLS di masa mendatang?.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan pertanian, berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan sebagai berikut:
1 Pemerintah, sebagai bahan masukan dalam penentuan kebijakan pengembangan pertanian di masa mendatang.
2 Akademisi dan Peneliti, penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan penelitian di tempat yang lain maupun penelitian-penelitian lanjutannya.
3 Swasta, LSM dan masyarakat, penelitian ini dapat menunjukkan kepada masyarakat mengenai salah satu upaya pelestarian sumberdaya alam dan
lingkungan serta manfaat yang akan dinikmatinya. 4 Penulis, bermanfaat untuk mengasah kemampuan riset dan penyelesaian tugas
akhir Program Pascasarjana di IPB.
1.6. Hipotesis
Berdasarkan tujuan penelitian dan kerangka pemikiran yang telah disusun, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:
1 Diduga produksi dan keuntungan usaha tani padi sawah pola CLS lebih tinggi dibandingkan usaha tani padi sawah non CLS.
2 Diduga tingkat kelayakan baik secara finansial dan ekonomi usaha tani pola CLS lebih tinggi dibandingkan dengan kelayakan usaha tani non CLS. Diduga pada
usaha tani pola CLS tingkat kelayakan secara ekonomi lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kelayakan secara finansial.
1.7. Novelty Penelitian
Mengembangkan konsep pembangunan pertanian berkelanjutan usaha tani pola CLS menjadi konsep yang lebih kuantitatif dan implementatif. Metode Rap-CLS yang
dibuat dari modifikasi Rapfish telah teruji bisa dikembangkan untuk mengukur indeks dan status keberlanjutan usaha tani pola CLS.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pertanian Berkelanjutan
FAO mendefinisikan pertanian berkelanjutan sustainable agriculture sebagai suatu praktek pertanian yang melibatkan pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi
kebutuhan manusia bersamaan dengan upaya mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan mengkonservasi sumbcrdaya alam.
Secara lebih luas pembangunan pertanian berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai upaya pengelolaan dan konservasi sumberdaya pertanian lahan, air dan sumberdaya
genetik melalui orientasi perubahan teknologi dan kelembagaan sedemikian rupa sehingga menjamin tercapainya kebutuhan yang diperlukan secara berkesinambungan
baik dari waktu ke waktu maupun dari generasi ke generasi. Pertanian berkelanjutan sustainable agriculture juga diartikan sebagai pengelolaan sumberdaya pertanian untuk
memenuhi perubahan kebutuhan manusia sambil mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan SDA. Reijntjes, et al. 1999. Pertanian
berkelanjutan yang rendah input luar low external input and sustainable agriculture sebagian besar input usaha tani yang dimanfaatkan berasal dari lahan, desa, wilayah atau
negara sendiri dan diupayakan tindakan tepat untuk menjamin dan menjaga keberlanjutan. Reijntjes, et al. 1999.
Pembangunan pertanian berkelanjutan dapat diartikan sebagai upaya pengelolaan sumberdaya dan usaha pertanian melalui penerapan teknologi pertanian dan
kelembagaan secara berkesinambungan bagi generasi kini dan masa depan. Kesinambungan usaha dapat diartikan bahwa usaha tani tersebut dapat memberikan
kontribusi ekonomi bagi petani dan keluarganya, sehingga pemilihan jenis komoditas dan usaha harus yang bernilai ekonomis, pasar tersedia dan produksi kontinyu Departemen
Pertanian, 2005. Aktivitas kegiatan ekonomi yang mencerminkan pembangunan berkelanjutan dapat
dilihat kualitas lingkungan yang ada. Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas lingkungan adalah: 1 struktur: jenis barang dan jasa yang diproduksi dalam lingkungan,
2 efisiensi: input yang digunakan untuk menghasilkan per unit output dalam perekonomian, 3 substitusi: kemampuan substitusi sumberdaya langka dengan bahan
lain, dan 4 teknologi bersih lingkungan: kemampuan mempengaruhi kerusakan lingkungan per unit dari penggunaan input atau output yang dihasilkan.
Sistem usaha pertanian dikatakan berwawasan lingkungan apabila dalam pengelolaannya menerapkan teknologi maju yang sesuai dengan potensi sumberdaya dan
tidak menimbulkan eksternalitas negatif kepada lingkungan biofisik maupun sosial ekonomi pada tingkat mikro dan makro Kasryno, 1998. Selanjutnya dikatakan pertanian
berkelanjutan mengandung arti bahwa dalam jangka panjang secara simultan harus mampu: 1 mempertahankan dan meningkatkan kualitas lingkungan, 2 mampu
menyiapkan insentif sosial dan ekonomi bagi semua pelaku dalam sistem produksi, 3 mampu memproduksi pangan secara cukup dan setiap penduduk memiliki akses terhadap
pasokan pangan. Strategi untuk mewujudkan pertanian bekelanjutan tergantung dari tipe permasalahan. Konsep pertanian berkelanjutan dikembangkan sebagai payung yang
mewadahi pemikiran dan ideologi tentang pendekatan pembangunan pertanian meliputi: usaha tani organik, pertanian biologis, pertanian ekologis, LEISA, pertanian biodinamis,
maupun pertanian regeneratif. Sistem pertanian farming system adalah pengaturan usaha tani yang stabil, unik
dan layak yang dikelola menurut praktek yang dijabarkan sesuai lingkungan fisik, biologis dan sosioekonomi menurut tujuan, preferensi dan sumber daya rumahtangga Shanner, et
al 1982 dalam Reijntjes, 1999. Usaha tani dapat berupa usaha bercocok tanam atau
memelihara ternak. Usaha tani yang baik adalah bersifat produktif dan efisien yaitu memiliki produktivitas atau produksi per satuan lahan yang tinggi Mubyarto, 1994.
Menurut Sutanto, 2002 dikenal tiga farming system yaitu 1 pertanian tunggal monocropping, 2 sistem tumpangsari dan tumpang gilir, serta 3 sistem usaha tani
terpadu. Kelemahan monocropping tanpa penambahan bahan organik menyebabkan degradasi lahan, sementara kelemahan sistem tumpangsari dan tumpang gilir adalah
apabila dieksplotasi berlebihan berakibat sama dengan pola monocropping yaitu kemunduran aktivitas biologi dan kehilangan hara serta kesuburan lahan.
Menurut Arifin 2001 bahwa dalam sistem usaha tani, faktor-faktor yang mempengaruhi degradasi lahan antara lain: intensifikasi penggunaan lahan, tekanan
penduduk, pendapatan perkapita, dan tingkat keterjaminan hak-hak atas tanah. Lebih lanjut dikatakan dikatakan faktor ekonomi tingkat keuntungan usaha tani mempengaruhi
keputusan petani menerapkan teknologi pengelolaan lahan. Mubyarto 1994 mengemukakan pada umumnya tidak ada petani yang menggantungkan hidupnya dari
satu macam pertanian. Petani dalam mengurangi resiko pertaniannya dengan menanam
berbagai macam tanaman di sawah, pekarangan, disamping memelihara ternak, bekerja sebagai buruh, tukang dan sebagainya.
Kelemahan-kelemahan monocropping diatasi dengan sistem usaha tani terpadu, dimana sistem ini memerlukan pendekatan holistik dengan menitikberatkan
keanekaragaman produksi dan produk pasca panen akan banyak menghasilkan residu yang mudah didekomposisi Sutanto, 2002b. Pola usaha tani monocropping pada
tanaman padi dan ternak sapi potong dapat diatasi secara simultan melalui penerapan pola integrasi dengan pendekatan zero waste Diwyanto et al 2001. Pola integrasi ini
sebenarnya sudah lama dikenal petani dan telah dikembangkan beberapa Negara Asia seperti Thailand, Filipina, Vietnam, RRC dan lainnya. Di Indonesia mulai tahun 1970 telah
dikenal sistem usaha tani terpadu dan muncul istilah pola tanam cropping pattern, kemudian muncul pola usaha tani cropping system, sistem usaha tani farming system
dan akhirnya sistem tanaman ternak crop-livestock system CLS. Selain pola CLS masih ada beberapa pola sejenis antara lain padi-ikan-itik, mina-padi dan lain sebagainya.
Sistem usaha tani terpadu dikembangkan dengan prinsip pertanian organik untuk melestarikan hasil tanaman dan produktivitas keseluruhan sistem. Sedangkan yang
dimaksud dengan pertanian organik organic farming adalah suatu sistem pertanian yang mendorong kesehatan tanah dan tanaman melalui praktek seperti pendaur-ulangan unsur
hara bahan organik seperti kompos dan sampah tanaman, rotasi tanaman, pengolahan yang tepat dan menghindari pupuk sintetis dan pestisida IASA, 1990 dalam Reijntjes,
1999. Pertanian organik ini merupakan upaya-upaya dalam kerangka pemanfaatan teknologi bersih lingkungan. Beberapa pola usaha tani terpadu antara lain pengembangan
pertanian terpadu yang melibatkan tanaman dengan ternak, pertanian dengan perikanan, dan lainnya yang memerlukan perencanaan dengan baik.
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Pendekatan Fungsi Produksi