Leaf Area Index LAI Pemodelan Kesesuaian Habitat

dianalisis. Dengan demikian SIG merupakan sistem komputer yang mempunyai empat kemampuan dalam menangani data bereferensi geografi, yaitu masukan, manajemen data penyimpanan dan pemanggilan data, analisis dan manipulasi data, dan keluaran. SIG merupakan system kompleks yang biasaya terintegrasi dengan lingkungan system-sistem komputer lain di tingkat fungsional dan jaringan. Menurut Gistut 1994 dalam Prahasta 2002 SIG terdiri dari komponen- komponen berupa perangkat keras yang terdiri dari PC desktop, workstation, hingga multiuser host yang dapat digunakan secara bersamaan, perangkat lunak software, data dan informasi geografi, dan manajemen data. Dari komponen- komponen tersebut dapat disimpulkan bahwa komponen utama SIG adalah system komputer, data geospasial, dan pengguna. Adapun sumber-sumber dari data geospasial adalah peta digital, foto udara, citra satelit, tabel statistik, dan dokumen lain yang berhubungan Prayitno, 2002. Penggunaan SIG biasa digunakan untuk membuat sebuah perencanaan model tata ruang dan pengelolaan sumberdaya alam. Beberapa contoh penggunaan SIG untuk perencanaan tata ruang dan pengelolaan sumberdaya alam adalah Aplikasi Sistem Informasi Geografis SIG untuk Pemetaan Kesesuaian Habitat Kedawung Parkia timoriana D.C Merr Di Taman Nasional Meru Betiri. Oleh Joko Nugrah Sebastian, tahun 2007, Pemodelan Spasial kesesuaian Habitat Harimau Sumatera Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929 di Resort Ipuh-Seblat,seksi Konservasi Wilayah II Taman Nasional Kerinci Seblat. Oleh Rudiansyah, tahun 2007, Pemodelan Spasial Habitat Katak Pohon Jawa Rhacophorus javanicus Boettger, 1893 dengan Menggunakan GIS dan Citra Satelit TNGP, Jawa Barat. Oleh M. Irfansyah Lubis, tahun 2008. Penggunaan SIG untuk menduga model kesesuaian habitat pada Elang Jawa sudah pernah dilakukan oleh Kastanya pada tahun 2001, namun penelitian ini hanya sampai pada tahap pemodelan dan belum dipetakan.

1.6. Leaf Area Index LAI

Menurut Nemani dan Running 1998 diacu dalam Setiawan 2006, Leaf Area Index LAI didefinisikan sebagai nisbah luas daun dan luas lahan tegakan yang diproyeksikan tegak lurus terhadap penutupan tajuk. LAI juga dapat diartikan sebagai setengah dari penutupan total luas permukaan oleh daun per unit lantai tegakan yang diproyeksikan tegak lurus terhadap penutupan tajuk Butson et al. 2002 dalam Djumhaer, 2003 LAI merupakan salah satu indikator untuk menentukan intensitas radiasi yang dapat diserap oleh tanaman untuk proses fotosintesis, selain itu LAI juga merupakan peubah struktur tunggal yang banyak digunakan untuk menghitung karakteristik pertukaran energi dan massa pada sebuah ekosistem terestrial seperti intersepsi, transpirasi, fotosintesis netto dan asimilasi kanopi Villalobos et al. 1995 dalam Setiawan 2006.

1.7. Pemodelan Kesesuaian Habitat

Menurut Alikodra 2002, habitat adalah suatu kawasan yang terdiri dari beberapa kawasan, baik fisik maupun biotik, yang merupakan suatu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembangbiaknya satwaliar. Kualitas dan kuantitas habitat sangat menentukan prospek kelestarian satwaliar. Ada dua komponen utama yang berperan dalam pembentukan suatu habitat, yaitu komponen fisik dan komponen biotik. Komponen fisik dapat diperinci menjadi air, iklim, topografi, dan tanah. Sedang komponen biotic dapat dibedakan menjadi satwaliar lainnya, vegetasi, dan manusia. Analisis spasial yang disebut juga dengan pemodelan merupakan proses pemodelan, pengujian, dan interpretasi hasil dari model. Analisis spasial ini adalah proses mengekstraksi atau membuat informasi baru tentang feature geografis. Model dibagi menjadi dua pengertian, pertama yaitu abstraksi dari suatu kenyataan yang ada di permukaan bumi, kedua yaitu representasi data realitas. Model tersusun secara terstruktur sebagai sutu rangkaian aturan dan prosedur untuk mendapatkan informasi yang dapat dianalisis untuk memecahkan masalah dan untuk perencanaan Jaya, 2002 dalam Rudiansyah, 2007. Satwaliar menempati habitat sesuai dengan lingkungan yang diperlukan untuk mendukung kehidupannya. Habitat yang sesuai bagi suatu jenis belum tentu sesuai untuk jenis yang lainnya, karena setiap jenis satwaliar menghendaki kondisi habitat yang berbeda-beda Alikodra, 2002. Oleh karena itu, penentuan kesesuaian habitat suatu jenis satwaliar dipengaruhi oleh kebutuhan satwaliar tersebut. Rudiansyah 2007 menggunakan faktor fisik berupa ketinggian, kemiringan lereng, jarak dari sungai dan faktor biotik berupa sebaran satwa mangsa dan kerapatan tajuk untuk menduga kesesuaian habitat pada Harimau Sumatera Panthera tigris sumatrae. Berbeda dengan Lubis 2007 yang menduga kesesuaian habitat katak pohon Rhacophorus javanus dengan menambahkan faktor sebaran suhu di lokasi penelitian. Pada jenis burung raptor, faktor-faktor yang dipakai untuk pemodelan kesesuaian habitat tidak jauh berbeda dengan faktor-faktor yang dipakai oleh jenis satwaliar lainya. Kastanya 2001 menggunakan faktor fisik berupa ketinggian dan kemiringan lereng serta faktor biotik berupa vegetasi yang dibagi lagi menjadi faktor-faktor pembentuk vegetasi tersebut seperti pulau habitat atau patch, tipe vegetasi, keanekaragaman vegetasi, dan faktor pembentuk lainnya untuk menduga kesesuaian habitat bagi Elang Jawa Spizaetus bartelsi.

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1. Keadaan Geografis

Secara geografis wilayah Kabupaten Ciamis berada pada 108º 20’ - 108º 40’ BT dan 7º 40’ 20” - 7º 41’ 20 LS. Wilayah Kabupaten Ciamis memiliki luas daerah sebesar 244.479 Ha yang meliputi 36 Kecamatan, 340 Desa, dan 7 Kelurahan. Letak Kabupaten Ciamis berada di ujung Timur Provinsi Jawa Barat dengan jarak dari Ibu kota Provinsi sekitar 121 km. Wilayah sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan, sebelah barat dengan Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya, sebelah timur dengan Kota Banjar dan Provinsi Jawa Tengah, dan sebelah selatan berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia. Secara keseluruhan, Kabupaten Ciamis terletak pada lahan dengan topografi datar, bergelombang, sampai pegunungan dengan kemiringan lereng berkisar 0-40. Kemiringan lereng datar, yaitu 0-2 berada pada bagian Tengah Timur Laut ke Selatan Kabupaten Ciamis. Sedang untuk kemiringan lereng 2-40 hampir tersebar pada seluruh kecamatan di Kabupaten Ciamis. Kabupaten Ciamis dialiri oleh satu sungai besar yaitu Sungai Citanduy yang mengalir sepanjang 137 km dengan debit air rata-rata 2.987,09 m 3 detik dan debit normal 234,83 m 3 detik.

3.2. Potensi Sumberdaya Alam

Kabupaten Ciamis memiliki luas 244.479 Ha dengan tata guna lahan yang terdiri dari lahan sawah seluas 51.149 Ha atau sekitar 17,30 dari luas keseluruhan dan sisanya 82,7 merupakan lahan bukan sawah. Lahan bukan sawah tersebut terdiri dari bangunanpekarangan 7,48, tegalankebun 25,86, penggembalaan padang rumput 0,86, lahan sementara tidak diusahakan 0,07, hutan rakyat 11,6, kolam 1,26, hutan negara 7,33, perkebunan 7,52, dan lain-lain 3,11. Hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Ciamis merupakan sentra produksi perkebunan. Produksi paling banyak ada pada komoditi kelapa yaitu sebesar 74.678 ton, sedangkan yang paling kecil yaitu pala yaitu sebesar 9.5 ton. Kabupaten Ciamis pada tahun 2006 memiliki perkebunan rakyat seluas 95.772,07