Evaluasi Produksi Kelapa Sawit Terhadap ENSO

meningkatnya ASPL negatif dan SOI positif, namun pengaruhnya juga tidak nyata. Pada lag 11, curah hujan Sei Semayang dan produksi meningkat dengan meningkatnya DMI positif, ASPL positif dan SOI positif, pengaruh penyimpangan iklim tersebut juga tidak nyata. Perubahan jumlah produksi TBS terhadap variabilitas curah hujan dapat dilihat pada grafik pola time series nilai bulanan curah hujan dan produksi pada Gambar 18, Gambar 19 dan Gambar 20 Nilai CH dan Produksi Kebun Marihat Tahun 1986-1995 200 400 600 800 1000 1200 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 Bulan P ro d u ks i p er 10 00 T o n 50 100 150 200 250 300 350 CH Produksi CH Gambar 18. Nilai Curah Hujan dan Produksi Kebun Marihat Tahun 1986-1995 Nilai CH dan Produksi Kebun Marihat Tahun 1995-2004 200 400 600 800 1000 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Produksi B u lan p er 10 00 T o n 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 CH Produksi CH Gambar 19. Nilai Curah Hujan dan Produksi Kebun Marihat Tahun 1995-2004 Nilai Ch dan Produksi Kebun Bekri tahun 1994-1997 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 Ja n Fe b Ma r Ap r Ma y Ju n Ju l Au g Se p Oc t No v De c Ja n Fe b Ma r Ap r Ma y Ju n Ju l Au g Se p Oc t No v De c Ja n Fe b Ma r Ap r Ma y Ju n Ju l Au g Se p Oc t No v De c Ja n Fe b Ma r Ap r Ma y Ju n Ju l Au g Se p Oc t No v De c 1994 1995 1996 1997 Bulan C H b u lan an 100 200 300 400 500 600 P roduk s i Produksi CH Gambar 20. Nilai Curah Hujan dan Produksi Kebun Bekri Tahun 1994-1997

4.3. Evaluasi Produksi Kelapa Sawit Terhadap ENSO

Dalam evaluasi ini, kebun yang dievaluasi hanya Kebun Marihat, karena hanya Kebun Marihat saja yang memiliki data paling lengkap. Berdasarkan produksi kelapa sawit selama periode 1986-2004 di Kebun Marihat, menunjukkan bahwa 4 dari 5 kejadian El Nino, menyebabkan penurunan produksi di tahun berikutnya. Tabel 9. Tahun-tahun El Nino 1986-2004. Tahun Kekeringan El Nino 1986-1987 1986 1991-1992 1991 1994-1995 1994 1997-1998 1997 2002-2003 2002 Sumber :Boer, 2004 Gambar 21 menunjukkan bahwa anomali produksi kelapa sawit yang negatif umumnya terjadi pada tahun-tahun setelah El Nino. Pada tahun 1987 terjadi penurunan sebesar 3,5 dari produksi normalnya 75.403.342 Ton yaitu sebesar 2.639.117 Ton. Dari kelima tahun El Nino, hanya El Nino tahun 1991 saja yang tidak menyebabkan penurunan produksi di tahun berikutnya. Penyebabnya adalah kemungkinan adanya perluasan kebun, sehingga terjadi penambahan luas tanaman menghasilkan. Anomali Produksi Kelapa Sawit Kebun Marihat -12.2 -7.2 -4.6 20.1 -3.5 -20.0 -10.0 0.0 10.0 20.0 30.0 1 986 1 987 1 988 1 989 1 990 1 991 1 992 1 993 1 994 1 995 1 996 1 997 1 998 1 999 2 000 2 001 2 002 2 003 2 004 Tahun Ano m a li Keterangan : Warna biru tua merupakan tahun setelah tahun El Nino Gambar 21. Anomali Produksi Sawit Kebun Marihat tahun 1986-2004 Produksi sawit menurun akibat berkurangnya curah hujan yang diakibatkan oleh fenomena ENSO dan IOD. Sebab lain yaitu, berkurangnya produktivitas tanaman kelapa sawit. Semakin tua usia kelapa sawit, berat buah sawit akan bertambah karena pertambahan tebal mesokarp daging buah, namun TBS yang dihasilkan akan semakin berkurang, sehingga akan menyebabkan penurunan total produksi sawit. Begitupula dengan Kebun Bekri, terjadi penurunan produksi setelah terjadi El Nino di tahun 1994. Penurunan produksi baru terjadi pada tahun 1995. yaitu sebesar 32.1 dari normalnya 173.470 Ton yaitu 55.634 Ton. Peristiwa ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hasril, H 1998, bahwa penurunan produksi kelapa sawit baru akan terjadi 6-12 bulan setelah terjadinya masa kekeringan yang panjang. Anomali Produksi Kelapa Sawit Kebun Bekri -32.1 -40.0 -30.0 -20.0 -10.0 0.0 10.0 20.0 30.0 1994 1995 1996 1997 Tahun A nom a li Keterangan : Warna biru tua merupakan tahun setelah tahun El Nino Gambar 22. Anomali Produksi Sawit Kebun Bekri tahun 1994-1997. Pada tanaman sawit, pembentukan buah mulai dari bunga mekar anthesis sampai buah matang fisiologis bergantung pada dinamika iklim, terutama curah hujan. Waktunya bervariasi, pada tanaman sawit di Sumatera Utara dan Malaysia diperlukan waktu 5-6 bulan. Berkurangnya jumlah TBS dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu adanya aborsi bunga betina dan adanya kegagalan tandan. Kegagalan tandan disebabkan oleh penyerbukan yang tidak sempurna, karbohidrat kurang, variasi musim ataupun serangan hama dan penyakit. Kegagalan perkembangan tandan bunga dari bunga mekar hingga matang fisiologis 3-4 minggu sebelum siap dipanen juga merupakan faktor yang mempengaruhi tandan dan fluktuasi produktivitas kelapa sawit. Penyebab aborsi bunga adalah karbohidrat yang kurang untuk perkembangan bunga, kurangnya ketersediaan air, pengurangan daun yang terlalu banyak sehingga tanaman mengalami cekaman. Salah satu penyebab kurangnya ketersedian air adalah berkurangnya curah hujan di wilayah tersebut. Kerawanan aborsi ini biasanya terjadi 4,5-5,5 bulan sebelum bunga mekar. Jadi apabila terjadi cekaman air pada bulan ini, dampak terhadap produksi TBS sawit baru akan terlihat pada 10 bulan kemudian. Pada Kebun Bekri, perubahan produksi TBS terlihat setelah 7-9 bulan berikutnya. Namun sebenarnya perubahan produksi sudah terlihat pada 2 bulan kemudian. Perubahan tersebut terjadi hingga lag 12, yaitu 12 bulan setelah terjadi cekaman air. Namun karena data yang dihasilkan tidak nyata, maka data perubahan produksi yang dapat dipakai hanya pada lag 7 hingga lag 9. Dari hasil analisis korelasi kanonik, terlihat bahwa fenomena IOD dan ENSO berpengaruh terhadap variabilitas curah hujan pada bulan yang sama. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa apabila terjadi cekaman air pada Kebun Bekri, maka dampak terhadap produksi TBS baru akan terlihat pada 7-9 bulan berikutya. Sedangkan pada Kebun Marihat, apabila terjadi cekaman air, perubahan jumlah produksi baru terlihat pada 4 bulan setelahnya hingga bulan ke-11. 4.4. Estimasi Perubahan Curah Hujan Terhadap Suhu Permukaan Laut Dalam periode 1986-2004, telah terjadi 5 kali kejadian El Nino, diperoleh bahwa untuk setiap peningkatan anomali suhu muka laut Nino 3.4 akan menyebabkan penurunan curah hujan. Apabila dilihat dari keseluruhan tahun, pengaruh Suhu Permukaan Laut SPL Nino 3.4 tidak terlihat. Namun apabila hanya dilihat pada tahun-tahun El Nino saja, maka keeratan antara SPL dengan curah hujan dapat dilihat jelas. Pada Kebun Marihat, setiap kenaikan 1°C suhu muka laut, maka akan mengakibatkan penurunan curah hujan sebesar 400 mm Gambar 23 dan Gambar 24. Hubungan Curah Hujan Kebun Marihat dengan ASPL Nino 3.4 y = -318.5x + 51.902 R 2 = 0.4483 -500 500 1000 -1.50 -1.00 -0.50 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 ASPL Nino 3.4 A n om a li CH Gambar 23. Hubungan Curah Hujan Kebun Marihat dengan ASPL Nino 3.4 Tahun 1986-2004 Hubungan Curah Hujan Kebun Marihat dengan ASPL Nino 3.4 Pada Tahun El Nino y = -87.767x - 283.71 R 2 = 0.5082 -600 -400 -200 0.00 0.50 1.00 1.50 ASPL Nino 3.4 A n o m a li C H Gambar 24. Hubungan Curah Hujan Kebun Marihat dengan ASPL Nino 3.4 Pada Tahun El Nino Tahun 1986-2004 Pada Kebun Bekri, apabila dilihat pada keseluruhan tahun, pengaruh SPL Nino 3.4 terhadap variabilitas curah hujan tidak terlihat jelas. Namun jika apabila dilihat pada tahun- tahun El Nino, maka pengaruh SPL Nino 3.4 terhadap curah hujan di Kebun Bekri dapat dilihat jelas Gambar 25 dan Gambar 26 Hubungan Curah Hujan Kebun Bekri dengan ASPL Nino 3.4 y = -241.28x - 24.189 R 2 = 0.2205 -1500 -1000 -500 500 1000 -1.50 -1.00 -0.50 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 ASPL Nino 3.4 An o m a li CH Gambar 25. Hubungan Curah Hujan Kebun Bekri dengan ASPL Nino 3.4 Tahun 1986- 2004 Hubungan Curah Hujan Kebun Bekri dengan ASPL Nino 3.4 Pada Tahun El Nino y = -899.72x + 355.54 R 2 = 0.8188 -1200 -1000 -800 -600 -400 -200 200 400 0.00 0.50 1.00 1.50 ASPL Nino 3.4 A nom a li C H Gambar 26. Hubungan Curah Hujan Kebun Bekri dengan ASPL Nino 3.4 Pada Tahun El Nino Tahun 1986-2004 Pada tahun-tahun El Nino, untuk setiap kenaikan 1°C SPL Nino 3.4 maka penurunan curah hujan yang terjadi dapat mencapai 800mm. Sama seperti hasil korelasi kanonik, Kebun Bekri lebih dipengaruhi oleh adanya penyimpangan iklim. Hal tersebut sesuai dengan letak Kebun Bekri yang memiliki pola iklim Moonson, dimana sangat kuat pengaruh El Nino-nya. Sedangkan pola iklim pada Kebun Marihat, Sumatera Utara adalah ekuatorial, dimana pengaruh El Nino lemah pada wilayah tersebut.

V. KESIMPULAN

Dokumen yang terkait

Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)pada Berbagai Perbandingan Media Tanam Sludge dan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) di Pre Nursery

4 102 53

Respons Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Pemberian Kompos Sampah Pasar dan Pupuk NPKMg (15:15:6:4) di Pre Nursery

6 79 69

Respon Morfologi dan Fisiologi Pada Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Aplikasi Pupuk Magnesium Dan Nitrogen

3 97 84

Pengaruh Pemberian Limbah Kalapa sawit (Sludge) dan Pupuk Majemuk NPK Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guinsensis Jacq) di Pembibitan Awal

0 25 95

Respon Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis jacq) Terhadap Pupuk Cair Super Bionik Pada Berbagai Jenis Media Tanam di Pembibitan Utama

0 30 78

Respon Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Main Nursery Terhadap Komposisi Media Tanam dan Pemberian Pupuk Posfat

6 92 114

Ketahanan Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq) dan Plastik Polipropilena Terhadap Cuaca

1 54 74

Kemampuan AntiFungi Bakteri Endofit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Ganoderma boninenese Pat

5 53 66

Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) Di Kebun Tanah Raja Perbaungan PT. Perkebunan Nusantara III

6 91 53

Pengaruh Penambahan Nanokristal Selulosa Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jack) Terhadap Produk Karet Nanokomposit Dengan Teknik Pencelupan

8 70 75