I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Kegagalan dalam sektor pertanian seringkali dikaitkan dengan kondisi iklim dan
cuaca. Kerugian dan kerusakan di bidang pertanian telah banyak dilaporkan sebagai
akibat dari anomali iklim El Nino dan La Nina
. Dampak dari perubahan anomali iklim dapat dilihat jelas pada luas panen mature
dan jumlah produksi tanaman. Kerugian ekonomi yang disebabkan oleh
fenomena El Nino tersebut cukup besar, yaitu mencapai 8 miliar US dolar pada tingkat
global. Sedangkan untuk Indonesia sendiri, kerugian akibat fenomena El Nino mencapai
500 juta US dolar. Pada kejadian El Nino tahun 1997, kerugian yang ditimbulkan di
sektor pertanian sebesar 797 miliar rupiah, sedangkan pada sektor kehutanan mencapai
2.4 triliun rupiah dan 91.4 miliar rupiah pada sektor perhubungan karena terganggunya jalur
penerbangan akibat asap tebal yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan Boer,
2003.
Fenomena lain yang turut berperan sebagai penyebab terjadinya kekeringan di wilayah
Samudera Hindia dan sekitarnya adalah Indian Ocean Dipole
IOD atau Dipole Mode Event
DME. IOD merupakan fenomena interaksi laut atmosfer yang terjadi di
Samudera Hindia. Kejadian IOD dibedakan menjadi dua, yaitu IOD positif dan IOD
negatif. Fenomena IOD positif mengakibatkan berkurangnya curah hujan di Indonesia dan
meningkatkan curah hujan di Afrika dan sebaliknya IOD negatif meningkatkan curah
hujan di Indonesia dan mengakibatkan berkurangnya curah hujan di Afrika Saji et
al
, 1999. Kebutuhan dunia akan minyak dan lemak
dipenuhi oleh 17 jenis sumber yaitu kedelai, minyak kelapa sawit, minyak bunga matahari,
minyak kanola rape seed oil, minyak biji kapas, minyak kacang tanah, minyak intik
sawit, minyak biji sesame sesame seed oil, minyak kelapa , lin seed, minyak biji jarak
castor seed oil
, minyak jagung, minyak zaitun olive oil, minyak ikan fish oil
ditambah 3 jenis minyak hewan butter, lard, tallow
dan greases oil. Dari ke-17 jenis sumber minyak dan lemak
tersebut, yang memegang peranan utama adalah minyak kedelai dan minyak kelapa
sawit. Di akhir tahun 1970-an kontribusi minyak kedelai terhadap kebutuhan dunia
ssebesar 21, sedangkan minyak sawit sebesar 7. Di akhir tahun 1990-an
proporsinya berubah menjadi minyak kedelai sebesar 22 dan minyak sawit sebesar
17Derom Bangun, 2005. Kelapa Sawit Elaeis guineensis Jacg.
merupakan tanaman yang serbaguna, Indonesia dan Malaysia memiliki potensi
tanah yang subur serta pasokan tenaga kerja yang cukup untuk menjadikan kelapa sawit
sebagai andalan pertumbuhan ekonomi saat ini. Indonesia dan Malaysia memasok 22
dari total produksi minyak nabati dan lemak dunia Azahari DA, 2005.
Perkembangan industri minyak goreng kelapa sawit pada 15 tahun terakhir ini
mengalami peningkatan sejalan dengan beralihnya pola konsumsi masyarakat dari
minyak goreng kelapa ke minyak goreng kelapa sawit. Selain Negara-negara di Uni
Eropa, China dan Indonesia merupakan negara yang paling banyak mengkonsumsi
minyak produk berbasis sawit.
Besarnya konsumsi minyak goreng kelapa sawit membutuhkan peningkatan produksi
minyak sawit mentah CPO. Dalam 40 tahun terakhir pertumbuhan produksi minyak sawit
dunia sudah meningkat. Perkembangan minyak sawit dunia ini sangat dipengaruhi
oleh produksi minyak sawit Malaysia dan Indonesia yang telah memberikan kontribusi
sebesar 91 dari pangsa pasar ekspor dunia. Sehingga hal inilah yang akan membawa
kondisi investasi yang baik Tryfino, 2006.
Sampai dengan tahun 2005 produksi TBS Indonesia mencapai 9.622.344 Ton dengan
luas areal 5.067.058 Ha. Sebagian besar perkebunan kelapa sawit di Indonesia terletak
di Pulau Sumatera 69 dan disusul Pulau Kalimantan 26.
Jika melihat luas lahannya, semestinya Indonesia mampu menjadi pemasok CPO
terbesar di dunia. Namun dari sisi produktivitas, ternyata Indonesia masih kalah
dibandingkan Malaysia. Dengan luas lahan 4,1 juta Ha Indonesia hanya mampu
menghasilkan 10,4 juta Ton CPO per tahun. Sementara Malaysia mampu menghasilkan
13,3 juta Ton per tahun dengan luas 3,7 juta Ha. Jadi produktivitas Indonesia masih 2,5
juta ton per Ha sementara Malaysia sudah di atas 3,6 ton per Ha.
Minyak sawit merupakan sumber devisa bagi negara. Pada tahun 2004, dihasilkan 12,2 juta
ton CPO Crude Palm Oil dan 2,4 juta ton inti sawit Palm Kernel, yang sebagian
diekspor dengan total devisa ekspor produk berbasis minyak sawit mencapai 4,8 milliar
dollar AS atau 8 dari total ekspor non migas Indonesia.
Sumber : Kompas, November 2006
Gambar 1. Perkembangan harga CPO di Rotterdam USDTon Di tahun-tahun pasca El Nino, terjadi
kenaikan harga CPO, salah satu faktor penyebabnya adalah berkurangnya produksi
sawit akibat penyimpangan iklim. Teori ekonomi dasar menyatakan bahwa apabila
pertumbuhan penawaran melebihi permintaan, maka harga komoditas tersebut akan turun,
dengan asumsi keadaan lainnya tetap. Demikian pula untuk minyak sawit. Hal ini
telah ditunjukkan melalui penurunan harga minyak sawit yang demikian tajam yaitu dari
US729ton pada tahun 1984 menjadi US258ton pada tahun 1986. Mengingat
besarnya peranan produk berbasis minyak sawit, maka diperlukan langkah-langkah
antisipatif untuk mengurangi resiko penurunan produksi.
Keberhasilan perkebunan kelapa sawit sangat berkaitan dengan tingkat produktivitas
yang dicapai. Produktivitas yang dicapai dipengaruhi oleh faktor genetik, manajemen,
biotik, tanah dan iklim. Faktor genetik kelapa sawit di Indonesia, sampai saat ini sudah
dapat dianggap optimum dan berkarakter relatif homogen, sehingga apabila tanah dan
iklim sudah sesuai serta manajemennya sudah optimum, maka produktivitas yang potensial
diharapkan dapat tercapai.
Dalam penilaian kesesuaian lahan untuk kelapa sawit, tanah dan iklim menjadi faktor
yang sangat diperhitungkan. Faktor tanah sudah banyak dipahami dan dipertimbangkan
dalam penentuan kesesuaian lahan kelapa sawit, namun faktor iklim belum
dipertimbangkan secara utuh.
Dengan adanya isu perubahan iklim dan peningkatan investasi, masalah penyimpangan
iklim dan semakin meluasnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia menyebabkan
perlunya perhatian khusus terhadap faktor iklim. Penyimpangan iklim akan
mempengaruhi dinamika iklim dan berpengaruh terhadap produktivitas kelapa
sawit.
1.2. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengkaji pengaruh ENSO dan IOD
terhadap keragaman curah hujan di Kebun Bekri dan Kebun Marihat.
2. Mengkaji pengaruh ENSO dan IOD
terhadap produksi kelapa sawit.
1.3. Hipotesis
1. Pada tahun-tahun El Nino akan terjadi
penurunan curah hujan di beberapa stasiun curah hujan di Kebun Marihat
dan Kebun Bekri. Sebaliknya pada tahun La Nina akan terjadi peningkatan
curah hujan di kedua kebun.
2. Variabilitas curah hujan berpengaruh
terhadap volume produksi Tandan Buah Segar TBS Kelapa Sawit.
3. Pengaruh DME dan ENSO terhadap
curah hujan dan produksi dapat dilihat dari lag bulanan.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelapa Sawit