TINJAUAN PUSTAKA Analisis Pola Aliran Penduduk di Kawasan Agropolitan (Studi Kasus Kecamatan Pacet dan Cipanas, Kabupaten Cianjur)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengembangan Agropolitan

Agropolitan merupakan kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong dan menarik kegiatan pembangunan pertanian di wilayah sekitarnya Rivai, 2003. Kota pertanian agropolitan berada dalam kawasan sentra produksi pertanian yang memberikan kontribusi besar terhadap mata pencaharian dan kesejahteraan masyarakatnya. Menurut Nasoetion 1999 dalam Hastuti 2001, paradigma konsep agropolitan adalah 1 hubungan perdesaan dengan kota-kota dapat mencapai suatu tingkat sinergisme sepanjang hubungan fungsional dari sub-wilayah tersebut menghasilkan nilai tambah yang dapat diredistribusikan melalui pengembangan suatu tatanan institusional yang secara benar menggambarkan status kelangkaan suatu sumberdaya atau komoditas, 2 apabila terjadi akumulasi modal, terdapat mekanisme pasar yang dapat mengalirkan modal kepada penggunaan yang dapat memberikan manfaat sosial terbesar, dan 3 perkembangan pusat pertumbuhan kota pada suatu tingkat akan mengalami deminishing return sehingga harus dibatasi melalui mekanisme pasar. Rivai 2003 menyatakan bahwa pengembangan Kawasan Agropolitan merupakan alternatif solusi untuk pengembangan wilayah perdesaan. Konsep pengembangan agropolitan tidak semata-mata ditujukan kepada pembangunan fisik material, tetapi juga sekaligus harus dikaitkan dengan pembangunan masyarakat sumberdaya manusia secara langsung. Titik berat pembangunan masyarakat, khususnya masyarakat setempat memerlukan pendekatan yang bersifat integral dan terpadu, artinya pembangunan yang akan dilaksanakan tidak hanya menyangkut pembangunan struktur fisik, tetapi sekaligus pembangunan manusia dengan pendekatan yang berimbang. Pengembangan Kawasan Agropolitan harus mempunyai keterkaitan yang harmonis dengan kombinasi antara pendekatan yang top down dengan pendekatan bottom up yang bertujuan untuk mencapai efek ganda multiplier effect. Prakarsa-prakarsa dari bawah tidak dapat diabaikan, karena merupakan invisible hand dalam menggerakkan sumberdaya-sumberdaya yang ada sebagai kekuatan utama untuk mewujudkan pengembangan kawasan agropolitan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Pengembangan Kawasan Agropolitan merupakan upaya untuk menumbuhkan kegiatan ekonomi berbasis pertanian dengan memperkuat keterkaitan sektoral antara pertanian, non pertanian dan jasa penunjangnya serta keterkaitan spasial antara wilayah perdesaan dan perkotaan.

2.2. Konsep Interaksi Spasial

Menurut Rustiadi et al. 2005, konsep pengembangan wilayah memandang penting aspek keterpaduan sektoral, spasial serta keterpaduan antar pelaku-pelaku pembangunan di dalam dan antar wilayah. Keberadaan potensi sumberdaya alam serta aktivitas-aktivitas sosial-ekonomi yang tersebar secara tidak merata dan tidak seragam menyebabkan perlu adanya mekanisme interaksi antar dan inter wilayah secara optimal. Akibat keterbatasan sumberdaya yang tersedia, dalam suatu perencanaan pembangunan selalu diperlukan adanya skala prioritas pembangunan. Dari sudut dimensi sektor pembangunan, skala prioritas didasarkan atas suatu pemahaman bahwa setiap sektor memiliki sumbangan langsung yang berbeda terhadap pencapaian sasaran-sasaran pembangunan penyerapan tenaga kerja, pendapatan regional dan lain sebagainya, dimana setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya dengan karakteristik yang berbeda-beda. Pada kenyataannya, aktivitas sektoral tersebar secara tidak merata dan spesifik, beberapa sektor cenderung memiliki aktivitas yang terpusat dan terkait dengan sebaran sumberdaya alam, buatan infrastruktur dan sosial yang ada pada wilayah tersebut Rustiadi et al., 2005. Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional dan sinergis antar sektor-sektor pembangunan. Keterpaduan spasial membutuhkan adanya interaksi spasial yang optimal dalam arti terjadinya struktur keterkaitan antar wilayah yang dinamis. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia 1989, interaksi interaction adalah hal saling melakukan aksi, berhubungan atau saling mempengaruhi satu sama lain. Interaksi wilayah itu sendiri merupakan hubungan yang dinamis antara satu wilayah dengan wilayah lain, baik hubungan sosial, ekonomi, politik, kebudayaan dan lain sebagainya. Interaksi antar dua wilayah dipengaruhi oleh produksi yang dihasilkan masyarakat di dua wilayah tersebut, jarak wilayah dan besarnya pengaruh jarak antara kedua wilayah tersebut. Faktor penentu besarnya interaksi antara dua daerah atau lebih ditentukan berdasarkan pada: 1 jarak antar daerah yang berinteraksi dan 2 jumlah penduduk pada daerah yang berinteraksi. Semakin dekat jarak dan semakin besar jumlah penduduk antar daerah yang berinteraksi, maka interaksi yang terjadi akan semakin besar. Adapun pergerakan yang dilakukan oleh penduduk sedikitnya dipengaruhi oleh dua motivasi yaitu: a pergerakan dengan motivasi kegiatan ekonomi dan 2 pergerakan dengan motivasi pemenuhan kebutuhan pelayanan Richardson, 1991. Menurut Rustiadi et al. 2005, untuk menjelaskan fenomena interaksi antar wilayah, model yang umum digunakan adalah model gravitasi. Model ini pada dasarnya merupakan bentuk analogi hukum gravitasi Newton yang kemudian dikembangkan untuk ilmu sosial. Dalam perkembangan model gravitasi, interaksi antar dua wilayah dimodelkan sebagai fungsi dari massa kedua wilayah serta jarak antar kedua wilayah sebagai berikut: c ij j i ij r m m k T β α = dimana: T ij : interaksi antar wilayah i dan j m i : massa wilayah asal i push factor m j : massa wilayah tujuan j pull factor r ij : jarak antar wilayah i dan j α, β, c : koefisien peubah massa wilayah i, massa wilayah j dan jarak r k : konstanta Penyelesaian dari persamaan diatas dapat dipecahkan dengan pendekatan fungsi regresi linier dengan terlebih dahulu mentranformasikan persamaan diatas ke dalam bentuk logistik normal ln, sehingga menjadi: ln T ij = ln k + α ln m i + β ln m j - c ln r ij Selanjutnya persamaan ini dapat dipecahkan seperti persamaan regresi menjadi: Y ij = K + αX i + βX j - cX ij Dalam interaksi wilayah terdapat kekuatan-kekuatan tertentu yang mendorong pergerakan penduduk, barang atau informasi antar wilayah. Menurut Ullman 1995 dalam Rustiadi et al. 2005, terdapat tiga hal yang mendasari terjadinya interaksi, yaitu: • Hubungan komplementer antara dua wilayah hubungan supply-demand yang saling melengkapi. • Adanya penghalang kesempatan yang menyebabkan terjadinya interaksi antar dua wilayah yang komplementer, sehingga diperlukan sumber alternatif supply dari wilayah lain. • Adanya biaya pergerakan transferability cost yang berlebihan dapat mengurangi interaksi meskipun hubungan antara dua wilayah bersifat komplementer dan tidak ada penghalang.

2.3. Sistem Transportasi

Transportasi adalah suatu kegiatan untuk memindahkan sesuatu orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain, baik dengan atau tanpa sarana. Pemindahan ini harus menempuh suatu jalur perpindahan atau prasarana lintasan yang mungkin sudah disiapkan oleh alam, seperti sungai, laut, dan udara atau jalur lintasan hasil kerja pemikiran manusia, misalnya jalan raya, jalan rel dan pipa Setijowarno, 2003. Kamaludin 1987 dalam Mardhotillah 2001 menyatakan bahwa terdapat tiga hal penting yang harus dipenuhi dalam transportasi, yaitu: a ada muatan yang diangkut, b tersedia alat pengangkut, dan c ada jalan yang dapat dilalui. Sistem transportasi dari suatu wilayah adalah sistem pergerakan manusia dan barang antara satu zona asal dan zona tujuan dalam wilayah yang bersangkutan. Pergerakan yang dimaksud dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai sarana atau moda dengan menggunakan berbagai sumber tenaga dan dilakukan untuk suatu keperluan tertentu. Menurut skala perorangan, sistem transportasi adalah suatu perjalanan trip dari tempat asal ke tempat tujuan dalam usaha untuk melakukan suatu aktivitas tertentu di tempat tujuan. Sistem transportasi secara menyeluruh dapat dipecah menjadi beberapa sistem yang lebih kecil mikro yang masing-masing saling terkait dan saling mempengaruhi. Pada setiap jenis penggunaan lahan yang berbeda pemukiman, pendidikan dan komersial mempunyai ciri bangkitan lalu lintas yang berbeda yaitu jumlah arus lalu lintas, jenis lalu lintas pejalan kaki, truk, mobil dan lalu lintas pada waktu tertentu. Jumlah dan jenis lalu lintas yang dihasilkan oleh setiap tata guna lahan merupakan hasil dari fungsi parameter sosial ekonomi, jumlah aktivitas dan intensitas tata guna lahan tersebut seperti terlihat pada Gambar 1. Semakin tinggi tingkat penggunaan sebidang tanah, semakin tinggi pergerakan arus lalu lintas yang dihasilkannya. Salah satu ukuran intensitas aktivitas sebidang tanah adalah kepadatannya Mardhotillah, 2001. Menurut Meyer dan Straszheim 1971, untuk menduga bangkitan perjalanan penduduk, unit yang umum digunakan adalah unit rumah tangga. Pendugaan bangkitan perjalanan dilakukan dengan melihat jumlah perjalanan yang dilakukan oleh anggota keluarga untuk bekerja, sekolah, rekreasi dan untuk keperluan tertentu lainnya. Kecenderungan pola spasial dari aktivitas ekonomi Biaya dan karakteristik harga Pilihan Penentuan rute dan moda transportasi Distribusi Perjalanan Pola penggunaan lahan dan sebaran penduduk Gambar 1. Kaitan Pola Penggunaan Lahan dan Biaya Terhadap Transportasi Meyer dan Straszheim, 1971.

2.4. Pola Aliran Penduduk Desa

Setiap pertukaran barang dan jasa memerlukan pergerakan atau perpindahan orang. Ukuran, struktur, dan efisiensi dari suatu wilayah dipengaruhi oleh sistem transportasi dalam perpindahan barang dan orang, termasuk di wilayah perdesaan. Pada prinsipnya, penduduk merupakan aspek utama dalam setiap kegiatan perencanaan wilayah. Jumlah penduduk merupakan faktor utama untuk menentukan banyaknya permintaan bahan konsumsi yang harus disediakan. Begitu juga tentang banyaknya fasilitas umum yang perlu dibangun pada suatu wilayah. Di sisi lain, penduduk dapat dipandang sebagai faktor produksi yang dapat dialokasikan untuk berbagai kegiatan, sehingga dapat dicapai suatu nilai tambah kemakmuran yang maksimal bagi wilayah tersebut Tarigan, 2002. Lebih lanjut Tarigan 2002 mengungkapkan bahwa mobilitas penduduk antar desa umumnya lebih banyak diungkapkan dalam studi yang intensif dengan cakupan wilayah yang terbatas. Ciri yang sangat menonjol dari mobilitas antar desa adalah aktifitas ekonomi yang dilakukan biasanya terbatas pada sektor pertanian. Mobilitas penduduk dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1 perpindahan dari daerah ke daerah lain geographical mobility, dan 2 perpindahan dari suatu lapangan kerja ke lapangan kerja lain occupational mobility. Perubahan jumlah penduduk suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh selisih jumlah kelahiran dan kematian, karena selisih jumlah penduduk yang pindah keluar daerah dengan penduduk pendatang turut menentukan perkembangan jumlah penduduk suatu daerah Warpani, 1984. Berdasarkan jangka waktu dan motivasinya, mobilitas penduduk dapat dikelompokkan menjadi: 1 migrasi tidak permanen, yang meliputi mobilitas komutasi harian dan sirkulasi musiman, dan 2 migrasi permanen.

2.5. Metode Kuantifikasi Hayashi I

Menurut Saefulhakim 1996, analisis kuantifikasi hayashi I memiliki tujuan yang sama dengan analisis regresi berganda, perbedaan pokok antara kedua analisis ini adalah pada skala peubah dan pendugaan parameter peubah. Pada analisis regresi berganda, peubah tujuan dan penjelas diukur dalam skala kuantitatif data interval atau data ratio, sedangkan analisis kuantifikasi hayashi I peubah tujuan diukur dalam skala kuantitatif dan peubah-peubah penjelas diukur dalam skala kualitatif data nominal atau data ordinal. Hasil atau output dari analisis kuantifikasi hayashi I antara lain berupa koefisien korelasi berganda, nilai kisaran range dan nilai korelasi parsial. Koefisien korelasi berganda R adalah nilai korelasi antara y dengan estimasinya. Nilai R 2 menentukan seberapa jauh peubah penjelas yang digunakan dalam model dapat menerangkan peubah tujuan. Kemudian selisih antara nilai terbesar dan terkecil dari a jk dalam satu item disebut kisaran range dari skor hayashi I untuk j. Untuk mencari nilai kisaran digunakan rumusan sebagai berikut: range j = jk k jk k a a min max − Nilai kisaran ini dapat ditafsirkan sebagai tingkat kepekaan elastisitas dari peubah tujuan terhadap pergeseran kategori dalam peubah penjelas. Apabila model yang digunakan hanya memiliki dua peubah penjelas, maka nilai korelasi parsial antara x 1 dengan y = dan x 2 . 1y r 2 dengan y = , masing- masing dapat dirumuskan sebagai berikut: 1 . 2 y r 2 2 2 12 12 2 1 2 . 1 1 1 y y y y r r r r r r − − − = 2 1 2 12 12 1 2 1 . 2 1 1 y y y y r r r r r r − − − = Nilai dapat ditafsirkan sebagai besarnya pengaruh langsung dari peubah penjelas ke-1 terhadap peubah tujuan dimana pengaruh tidak langsung yang mungkin terjadi melalui peubah penjelas yang ke-2 dieliminasi. 2 . 1y r Uji nyata untuk nilai korelasi parsial dilakukan dengan menghitung nilai t sebagai berikut: 2 , 1 p p a f r f r t − = dimana: f : derajat bebas; = -R-1-2 = -R-1 f n n n : banyaknya sampel R : banyaknya peubah penjelas dalam model r p : nilai korelasi parsial antara peubah penjelas dengan peubah tujuan : taraf nyata Misalkan nilai t tabel untuk taraf nyata dan derajat bebas adalah . Jika , maka nilai r f a f t , a f t , a f t , p adalah nyata pada taraf .

III. BAHAN DAN METODE