Akibat Pernyataan Pailit Bagi Debitor

B. Akibat Pernyataan Pailit Bagi Debitor

1. Terhadap Harta Kekayaan Debitor Pailit Dengan dijatuhkannya putusan kepailitan, mempunyai pengaruh bagi debitor dan harta kekayaannya. Pasal 24 UUK menyebutkan bahwa terhitung sejak ditetapkannya putusan pernyataan pailit, debitor demi hukum kehilangan hak menguasai dan mengurus kekayaannya Persona Standi In Yudicio, artinya debitor pailit tidak mempunyai kewenangan atau tidak bisa berbuat bebas atas harta kekayaan yang dimilikinya. Pengurusan dan penguasaan harta kekayaan debitor dialihkan kepada kurator atau Balai Harta Peninggalan yang bertindak sebagai kurator yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas. 89 Namun demikian, sesudah pernyataan kepailitan ditetapkan debitor masih dapat mengadakan perikatan-perikatan. Hal ini akan mengikat bila perikatan-perikatan yang dilakukannya tersebut mendatangkan keuntungan-keuntungan debitor. Hal tersebut ditegaskan didalam UUK yang menentukan bahwa semua perikatan debitor pailit yang dilakukan sesudah pernyataan pailit tidak dapat dibayar dari harta pailit itu, kecuali bila perikatan-perikatan tersebut mendatangkan keuntungan bagi harta pailit. Pembentukan undang-undang memberikan pengecualian terhadap berlakunya ketentuan Pasal 21 UUK, tidak semua harta kekayaan debitor pailit berada dalam penguasaan dan pengurusan kurator atau Balai Harta Peninggalan, debitor pailit 89 Zainal Asikin, Op.cit, hal. 53. Universitas Sumatera Utara masih mempunyai hak penguasaan dan pengurusan atas beberapa barang atau benda sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 22 UUK, yaitu: 90 a. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitor sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh debitor dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 hari bagi debitor dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu; b. Segala seuatu yang diperoleh debitor dari pekerjaanya sendiri sebagai penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiunan, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh hakim pengawas; c. Uang yang diberikan kepada debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah menurut undang-undang. Harta kepailitan adalah kekayaan lain yang diperoleh debitor pailit selama kepailitan misalnya warisan. Pasal 40 UUK menyebutkan bahwa segala warisan yang jatuh kepada debitor pailit selama kepailitan tidak boleh diterima oleh kuratornya, kecuali apabila menguntungkan harta pailit. Sedangkan untuk menolak warisan, kurator memerlukan kuasa dari Hakim Pengawas. Selanjutnya mengenai hibah, debitor pailit yang dilakukan mengenai hibah yang dilakukan oleh debitor pailit dapat dimintakan pembatalannya oleh kurator apabila dapat dibuktikan bahwa pada waktu dilaksanakan hibah, debitor pailit mengetahui atau patut mengetahui bahwa tindakannya tersebut dapat merugikan para kreditor. 90 Jono, Op.cit, hal. 107 Universitas Sumatera Utara Ketika seorang debitor dinyatakan pailit, bukan berarti debitor yang bersangkutan tidak cakap lagi untuk melakukan perbuatan hukum dalam rangka mengadakan hubungan hukum tertentu dalam hukum kekeluargaan, misalnya melakukan perkawinan, mengangkat anak dan sebagainya. Debitor pailit hanya dikatakan tidak cakap lagi melakukan perbuatan hukum dalam kaitannya dengan penguasaan dan pengurusan harta kekayaannya. Segala gugatan hukum yang bersumber pada hak dan kewajiban kekayaan debitor pailit harus dimajukan terhadap kuratornya. Selanjutnya bila gugatan-gugatan hukum yang diajukan atau dilanjutkan terhadap debitor pailit tersebut mengakibatkan penghukuman debitor pailit, maka penghukuman itu tidak mempunyai kekuatan hukum terhadap harta kekayaan yang telah dimasukkan ke dalam harta pailit boedel pailit. 2. Terhadap Ekseskusi atas Harta Kekayaan Debitur Pailit Dengan adanya putusan kepailitan akan berpengaruh terhadap pelaksanaan eksekusi. Pelaksanaan eksekusi terhadap harta pailit atau bagiannya, yang dimulai sebelum adanya putusan kepailitan, maka setelah adanya putusan kepailitan, pelaksanaan-pelaksanaan hukum itu harus diakhiri. Pelaksanaan hukum yang dimaksud adalah: 91 a Penyitaan eksekusi, bahwa adanya kemungkinan sebelum debitor dijatuhi putusan pailit, ia telah berperkara dengan orang lain yang bersumber dari wanprestasi debitor. Mungkin pula dalam sengeketa itu, harta pailit dijatuhi 91 Zainal Asikin,Op.cit, hal. 56-60. Universitas Sumatera Utara sita jaminan atau sita eksekutorial. Dengan adanya putusan kepailitan, penyitaan-penyitaan dan upaya hukum atas penyitaan itu akan gugur tidak mempunyai kekuatan lagi, karena dengan adanya putusan kepailitan, penyitaan-penyitaan diatas beralih menjadi penyitaan kepailitan umum yang pelaksanaannya akan ditangani oleh Balai Harta Peninggalan atau kurator. b Paksaan Badan sandera, apabila sedang dijalani oleh debitor, dengan adanya putusan kepailitan, si pailit harus dibebaskan sejak keputusan itu mempunyai kekuatan hukum yang pasti. c Uang paksa, yang dibebankan kepada debitor sebelum dijatuhkan putusan kepailitan, maka setelah adanya putusan kepailitan uang paksa itu tidak harus dibayar. Tidak berarti uang paksa itu akan dihapus, tetapi hanya ditunda pelaksanaannya sampai setelah selesainya kepailitan. d Penjualan barang untuk melunasi utang, terhadap penjualan barang-barang debitor baik benda bergerak maupun benda tetap sebelumnya adanya putusan kepailitan, kurator dapat meneruskan penjualan barang-barang tersebut, dan hasil penjualanya dimasukkan ke dalam boedel. Tindakan ini harus seizin oleh Hakim Pengawas. e Pembalikan nama, hipotek, terhadap barang-barang tetap dan kapal milik debitor yang telah dijual atau dijaminkan dengan hipotek sebelum adanya keputusan kepailitan. Tetapi balik nama atas barang-barang tersebut belum dilakukan sampai adanya putusan kepailitan, maka balik nama atas barang- barang itu tidak sah. Universitas Sumatera Utara f Kelampauan waktu daluwarsa, tuntutan-tuntutan yang bertujuan untuk dapat dipenuhinya suatu perjanjian dari harta kepailitan yang tidak diajukan kepada kurator tetapi kepada rapat verifikasi. Pengajuan tuntutan ke rapat verifikasi itu dapat dicegah adanya kadaluwarsa penuntutan. 3. Terhadap Perikatan-Perikatan yang Dilakukan Sebelum Kepailitan Apabila terdapat perjanjian timbal balik yang belum atau baru sebagian terpenuhi, maka pihak yang mengadakan perjanjian tersebut dapat memintakan kepada kurator untuk memberikan kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang disepakati oleh kurator dengan kedua belah pihak. Apabila kesepakatan mengenai jangka waktu tidak tercapai, Hakim Pengawas akan menetapkan jangka waktu tersebut. Dalam hal kurator tidak memberikan jawaban atau tidak bersedia melanjutkan pelaksanaan perjanjian, maka perjanjian berakhir dan pihak dengan siapa debitor mengadakan perjanjian tersebut dapat menuntut ganti rugi dan akan berkedudukan sebagai kreditor konkuren. Apabila diperjanjikan pernyerahan benda dagangan dengan suatu jangka waktu dan pihak yang harus menyerahkan benda tersebut sebelum penyerahan dilaksanakan dinyatakan pailit maka perjanjian menjadi hapus dengan diucapkannya putusan pernyataan pailit dan dalam hal pihak lawan dirugikan maka yang bersangkutan dapat mengajukan diri sebagai kreditor konkuren untuk mendapatkan ganti rugi. Bila harta pailit dirugikan karena penghapusan, maka pihak lawan wajib membayar ganti kerugian. Universitas Sumatera Utara Dalam hal debitor telah menyewa suatu benda maka baik kurator maupun pihak yang menyewakan benda, dapat menghentikan perjanjian sewa, dengan syarat pemberitahuan penghentian dilakukan sebelum berakhirnya perjanjian sesuai dengan adat kebiasaan setempat. Untuk itu harus diindahkan pemberitahuan penghentian menurut perjanjian atau menurut kelaziman dalam jangka waktu paling singkat 90 hari. Dalam hal uang sewa telah dibayar di muka maka perjanjian sewa tidak dapat dihentikan lebih awal sebelum berakhirnya jangka waktu yang telah dibayar uang sewa tersebut. Maka sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, uang sewa merupakan utang harta pailit. Dalam hal adanya perjanjian kerja, maka pekerja yang bekerja pada debitor dapat memutuskan hubungan kerja, dan sebaliknya kurator dapat memberhentikan dengan mengindahkan jangka waktu menurut persetujuan atau ketentuan perundang- undangan yang berlaku, dengan pengertian bahwa hubungan kerja tersebut dapat diputuskan dengan pemberihatuan paling singkat 45 hari sebelumnya. Sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, upah yang terutang sebelum maupun sesudah pernyataan pailit diucapkan merupakan tanggungan harta pailit. 4. Terhadap Kewenangan Berbuat Debitor Pailit Dalam Bidang Hukum Harta Kekayaan Setelah ada putusan pernyataan pailit, debitor dalam batas-batas tertentu masih dapat melakukan perbuatan hukum dalam bidang hukum kekayaan sepanjang perbuatan tersebut mendatangkan keuntungan bagi harta pailit. Sebaliknya apabila perbuatan hukum tersebut merugikan harta pailit, kurator dapat meminta pembatalan Universitas Sumatera Utara atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitor pailit. Pembatalan tersebut bersifat relatif, artinya hal itu hanya dapat dipergunakan untuk kepentingan harta pailit sebagaimana diatur dalam Pasal 41 UUK. Orang yang mengadakan transaksi dengan debitor tidak dapat mempergunakan alasan itu untuk minta pembatalan. Tindakan kurator tersebut disebut Actio Pauliana. 92 Pengaturan tentang Actio Pauliana ada dalam Pasal 1341 KUHPerdata dan Pasal 41-55 UUK. 5. Terhadap Barang Jaminan Setiap kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Hak kreditor untuk mengeksekusi barang agunan dan hak pihak ketiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan debitor yang pailit atau kurator, ditangguhkan untuk jangka waktu 90 hari terhitung sejak tanggal putusan pailit diucapkan. Penangguhan ini bertujuan untuk: 93 a Untuk memperbesar kemungkinan tercapainya perdamaian, atau b Untuk memperbesar kemungkinan mengoptimalkan harta pailit, atau c Untuk memungkinkan kurator melaksanakan tugasnya secara optimal. Apabila terjadi penangguhan maka kurator dapat menjual harta pailit yang berada dalam pengawasannya. Apabila kreditor atau pihak ketiga tidak setuju atas penangguhan tersebut, kreditor dapat mengajukan kepada kurator agar penangguhan diangkat atau syarat-syarat penangguhan diubah. Apabila kurator menolak 92 Rahayu Kartini, Op.cit, hal. 112. 93 Ibid, hal. 118. Universitas Sumatera Utara permohonan kreditor maka kreditor dapat mengajukan permohonan kepada hakim pengawas. Hakim pengawas wajib memberikan keputusan dalam jangka waktu paling lama 10 hari sejak permohonan diajukan. Dalam hal hakim pengawas menolak permohonan kreditor atau pihak ketiga tersebut, maka dapat diajukan perlawanan verzet ke pengadilan dalam 5 hari sejak putusan hakim pengawas ditetapkan, dan pengadilan harus memutus perlawanan itu maksimal 10 hari sejak perlawanan diajukan. Keputusan atas perlawanan itu tidak dapat diajukan kasasi atau peninjauan kembali. Kreditor separatis yang telah mengeksekusi atau menjual atas harta debitor yang dijaminkan wajib memberi pertanggungjawaban kepada kurator tentang hasil penjualan setelah dikurangi jumlah utang, bunga dan biaya kepada kurator. Jika hasil penjualan tersebut tidak mencukupi untuk melunasi piutang yang bersangkutan, kreditor tersebut dapat mengajukan tagihan pelunasan atas kekurangan dari harta pailit sebagai kreditor konkuren, setelah mengajukan pencocokan piutang. C. Perlindungan Hukum Terhadap Debitor Yang Telah Dijatuhi Putusan Serta Merta Dalam Hukum Kepailitan Undang-Undang Kepailitan harus mempertimbangkan dampak dari suatu putusan pernyataan pailit terhadap masyarakat luas. Undang-Undang Kepailitan dapat menjadi alat sosial, politik, dan kebijakan ekonomi, dan tidak hanya sebagai alat sederhana untuk menyelesaikan masalah utang piutang antara debitor dengan kreditor, serta membagikan harta pailit kepada para kreditor. Berbagai kepentingan yang ada dalam masyarakat, kepentingan debitor dan kreditor dalam kasus kepailitan Universitas Sumatera Utara seharusnya diseimbangkan melalui sistem peradilan yang adil. Dalam hal ini, pengadilan diizinkan untuk mempertimbangkan berbagai kepentingan yang berkaitan dengan masalah dalam kepailitan. Apabila hakim mengabulkan putusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu, terbuka hak bagi kreditor untuk mengajukan permintaan eksekusi kepada Ketua PN yang bersangkutan. Atas permintaan itu, Ketua PN seharusnya mesti konsekuen melaksanakannya, berdasarkan kewenangan yang diberikan Pasal 195 HIR Pasal 206 RBg kepadanya. Sebab kalau hakim berani mengabulkan mesti konsisten melaksanakan eksekusinya. Oleh karena itu, hakim yang ingin memutuskan suatu putusan serta merta, harus memegang prinsip kehati-hatian. Perkembangan hukum kepailitan lebih mengarah pada fungsi untuk mengembalikan tagihan atau piutang kreditor melalui eksekusi harta kekayaan debitor dan bukan lagi untuk menghukum debitor secara jasmani. 94 Eksekusi yang kemudian penjualan harta debitor itu dipakai sebagai sumber pelunasan bagi utang-utang debitor kepada kreditornya. Tetapi apabila pada putusan kasasi atau peninjauan kembali debitor ternyata dinyatakan tidak pailit sedangkan harta yang dijual adalah harta kekayaan yang dapat melanjutkan kegiatan usaha debitor akan tetapi telah dilaksanakan eksekusi maka pemulihan terhadap harta kekayaan debitor akan sulit. Upaya pengamanan terhadap harta pailit debitor bersifat preventif dan sementara, hal ini dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan bagi debitor untuk 94 Bernard Nainggolan, Perlindungan Hukum Seimbang Debitor, Kreditor, Dan Pihak-Pihak Berkepentingan Dalam Kepailitan, Bandung: PT. Alumni, 2011, hal. 50. Universitas Sumatera Utara melakukan tindakan terhadap kekayaannya, sehingga dapat merugikan kepentingan kreditor dalam rangka pelunasan utangnya. Namun demikian, untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan kreditor dan debitor, Pengadilan dapat mempersyaratkan agar kreditor memberikan jaminan dalam jumlah yang wajar apabila upaya pengamanan tersebut dikabulkan. Dalam menetapkan persyaratan tentang uang jaminan atas keseluruhan kekayaan debitor, jenis kekayaan debitor dan besarnya uang jaminan yang harus diberikan sebanding dengan kemungkinan besarnya kerugian yang diderita oleh debitor apabila permohonan pernyataan pailit ditolak oleh Pengadilan, hal ini secara tegas disebutkan dalam Pasal 10 ayat 3 UUK. Adapun prosedur lain atas eksekusi putusan yang dapat dijatuhkan terlebih dahulu terdapat beberapa ketentuan yang perlu dilakukan yaitu: 95 1. Pemberian Jaminan Dalam menjatuhkan putusan serta merta, alinea kedua Pasal 54 Rv memberikan kewenangan kepada Ketua PN, memerintahkan kepada pemohon eksekusi putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu untuk memberikan jaminan atas pelaksanaan eksekusi putusan tersebut. Pada prinsipnya eksekusi atas putusan itu boleh tanpa jaminan, tetapi boleh dengan jaminan. Diserahkan sepenuhnya kepada pertimbangan hakim. Apabila menurut pendapat hakim dalam pelaksanaan putusan memerlukan jaminan, hakim mengeluarkan penetapan yang berisi perintah menyerahkan jaminan 95 M. Yahya Harahap, Op,cit, hal. 907 Universitas Sumatera Utara kepada penggugat dan apabila perintah itu tidak dipenuhi, pelaksanaan eksekusi tidak dijalankan. 96 Dalam Pasal 180 ayat 1 HIR dan Pasal 191 ayat 1 RBg dan UUK tidak mengatur adanya tentang pemberian jaminan. Akan tetapi hakim dalam menjatuhkan putusan serta dapat mejadikan SEMA No 3 Tahun 2000 sebagai pedoman. Di dalam SEMA No 3 Tahun 2000 juga tidak dirinci jaminan tersebut dalam bentuk apa, akan tetapi di dalam SEMA No 6 Tahun 1975 ditentukan sebagai berikut: 97 a Berupa benda, Ketua PN dapat menentukan jenis jaminan berbentuk benda apa saja. Boleh benda bergerak atau benda tidak bergerak dengan syarat mudah disimpan meliputi masalah biaya penyimpanan yang murah serta jenis barangnya tidak mudah rusak dan mudah dijual atau mudah digunakan untuk mengganti barang yang sudah sempat diekskusi apabila putusan yang bersangkutan dibatalkan pada tingkat banding atau tingkat kasasi. b Berupa uang, jaminan yang paling ideal berbentuk uang. Jika jaminan yang ditetapkan dan diserahkan pemohon eksekusi berbentuk uang, pelaksanaan pemulihan kelak tidak mengalami kesulitan. Atau jika dia mengkehendaki barang tertentu, PN dapat membelinya untuk diserahkan kepada tereksekusi dimaksud. Oleh karena itu, sebaiknya Ketua PN memilih jaminan berbentuk uang. c Jangan menerima jaminan berbentuk orang borgtocht, pada prinsipnya melarang menerima jaminan orang borgtocht berdasarkan Pasal 1820 KUHPerdata. Rasionya yang terkandung pada larangan ini, untuk menghindari campur tangan atau masuknya pihak ketiga dalam proses. Tentang pemberian jaminan tersebut dipertegas lagi dalam SEMA No. 4 Tahun 2001, bahwa tanpa jaminan tersebut, tidak boleh ada pelaksanaan putusan serta merta. Mengacu pada ketentuan SEMA No. 6 Tahun 1975 tersebut maka jenis jaminan dapat berbentuk uang maupun berbentuk bendabarang, yang mudah disimpan dan mudah 96 Ibid. 97 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hal. 272. Universitas Sumatera Utara untuk dijual misalnya emas, akan tetapi untuk mempermudah mengganti pelaksanaan jika putusan Pengadilan Negeri dibatalkan di tingkat banding atau kasasi sebaiknya jaminan dalam berbentuk uang. Dimana uang tersebut dititipkan kepada kepaniteraan pengadilan setempat dan oleh kepaniteraan uang tersebut disimpan di Bank Pemerintah. 98 Tujuan utama pemberian jaminan ialah untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya rehabilitasi kepada keadaan semula, apabila putusan dibatalkan pada tingkat yang lebih tinggi. Apabila PN menjatuhkan putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu, dan eksekusi atas putusan dilaksanakan. Misalnya, tanah terpekara diserahkan kepada penggugat yang dibarengi dengan pembongkaran bangunan yang ada diatasnya. Maka untuk mengantisipasi pembangunan kembali bangunan itu apabila putusan itu dibatalkan oleh tingkat tinggi, sangat beralasan memerintahkan penggugat memberi jaminan. Sebab tanpa jaminan, sulit memperkirakan bagaimana pemulihan kembali kepada keadaan semula apabila putusan itu dibatalkan. 2. Pemulihan dalam keadaan semula Pemulihan kembali atas eksekusi putusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu uitvoerbaar bij vooraad terdapat beberapa ketentuan yang perlu dipahami oleh pengadilan, diantaranya adalah: 99 98 Mahkamah Agung Republik Indonesia, Buku II tentang Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus , Edisi 2007, hal. 87. 99 M. Yahya Harahap, Op.cit, hal. 910. Universitas Sumatera Utara a Pemulihan dari pihak ketiga melalui gugatan. Apabila objek barang sengketa telah berpindah kepada pihak ketiga, berdasarkan alas hak yang sah melalui eksekusi atas putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu, atau setelah objek itu dieksekusi dan diserahkan kepada penggugat, kemudian penggugat berdasarkan eksekusi tersebut menjual atau menghibahkan kepada pihak ketiga, dan tergugat menghendaki objek itu dipulihkan kepadanya dalam bentuk fisik atau in natura , tergugat harus menempuh proses gugatan ke pengadilan. Proses pemulihan tersebut dikemukakan dalam salah satu Putusan MA No 323KSip1968 dimana pembeli lelang dalam eksekusi harus dilindungi, apabila telah terjadi eksekusi putusan serta merta, sedang putusan pengadilan yang bersangkutan kemudian dibatalkan, jalan yang dapat ditempuh untuk mengembalikan upaya keadaan semula adalah penuntutan terhadap barang-barang jaminan yang diserahkan oleh penggugat pada waktu mengajukan permohonan eksekusi. Demikian rumitnya cara pemulihan kembali apabila objek perkara telah beralih kepada pihak ketiga, jika tergugat menuntut pemulihan secara fisik. Kesulitan dan kerumitan ini yang menjadi perhitungan hakim apabila hendak mengabulkan putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu. Tanpa mengurangi kerumitan pemulihan tersebut, dalam pelaksanaan pemulihan, hakim menegakkan patokan sepanjang barangnya masih utuh ditangan penggugat maka dapat langsung dipaksa pemulihan tanpa melalui proses gugatan, apabila barangnya sudah beralih kepada pihak ketiga tetapi Universitas Sumatera Utara barangnya masih utuh pemulihan harus melalui gugatan perdata dan pemulihan secara fisik harus dikabulkan, apabila kepentingan tergugat mesti ditempatkan lebih kuat daripada kepentingan dan kedudukan pihak ketiga dan apabila masalah kerugian yang dialami pihak ketiga merupakan tanggung jawab perdata pengugat semula kepada pihak ketiga. b Pemulihan barang yang sudah hancur. Pemulihan barang yang sudah hancur terdapat beberapa alternatif yang dapat dilakukan yaitu: 1 Menggantinya dengan barang sejenis Alternatif pertama, memerintahkan tergugat atau pihak ketiga untuk menggantinya dengan barang sejenis berdasarkan patokan yang sama jumlahnya, sama kualitasnya, sama nilai harganya dan sama ukurannya. Tidak masalah apabila hancurnya barang itu pada saat ditangan penggugat atau setelah berada ditangan pihak ketiga. Misalnya bangunan yang disengketakan telah hancur rata dengan tanah, maka dalam hal ini penggugat dapat dipaksa untuk membangun bangunan yang sama besar, ukuran dan kualitasnya dengan bangunan semula. Semua biaya pembangunan dipikulkan kepada penggugat. 2 Ganti rugi dengan uang. Alternatif kedua, memerintahkan penggugat membayar ganti rugi pemulihan yang adil dengan cara ganti rugi ditaksir berdasarkan harga pada saat pemulihan dilakukan atau tidak lain dianggap merupakan Universitas Sumatera Utara pemerkosaan kepada tergugat apabila jumlah nilai ganti rugi ditaksir pada saat eksekusi dijalankan. Apabila barangnya sudah hancur dan sekian lama pula barang itu dirampas dari kekuasaannya, ditambah lagi dengan segala macam keresahan dan tercorengnya nama baik dan reputasinya adalah patut untuk menerima ganti rugi sesuai dengan harga pasaran pada saat pemulihan dijalankan. 100 3 Pemulihan dinyatakan tidak dapat dijalankan. Apabila tergugat tidak mau mundur, dan tetap menuntut pemulihan secara fisik persis seperti semula, padahal barang semula telah hancur, berarti tuntutan pemulihan tidak mungkin dilakukan. Dalam kasus yang seperti ini, permintaan pemulihan harus dinyatakan tidak dapat dijalankan. Penerapan alternatif ini jangan dimanipulasi dalam arti PN langsung mengatakan tidak dapat dijalankan, padahal tergugat tidak mutlak melaksanakan pemulihan mesti barang semula yang sudah hancur. Selain itu, sedapat mungkin hakim memberi pengertian yang baik, bahwa dalam hal barangnya sudah hancur tidak mungkin dilakukan pemulihan secara fisik. Demikian cara pemulihan yang lebih efisien dan realistis, yakni apabila putusan serta merta telah dijatuhi harus adanya jaminan yang dititipkan kepada Pengadilan Negeri dan biasanya jaminan tersebut diupayakan adalah berbentuk uang guna 100 M. Yahya Harahap,Op.cit, hal. 269. Universitas Sumatera Utara mempermudah mekanisme penyimpanannya dan hakim tidak perlu memaksakan pemulihan secara fisik kemudian oleh Pengadilan Negeri uang tersebut dimasukkan ke dalam rekening Pengadilan Negeri setelah proses terpenuhi maka barulah dapat mengeksekusi objek yang sedang diperkarakan dan atau menjalankan isi putusan serta merta. Singkatnya putusan serta merta baru dapat dijalankan apabila adanya pemberian jaminan yang nilainya sama dengan objek perkara yang dititipkan ke Pengadilan Negeri, dan apabila tidak adanya pemberian jaminan yang nilainya sama dengan objek perkara maka putusan serta merta tidak dapat dijalankan sebagaimana mestinya. Universitas Sumatera Utara BAB IV PERTIMBANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP PUTUSAN JUDICIAL REVIEW NOMOR 144PUU-VII2009 A. Posisi Kasus Dalam kasus kepailitan dengan Persidangan perkara No. 52Pailit2009PN.Niaga.Jkt.Pst, Kasus bermula dari adanya utang antara TPI dengan CCGL sebesar US53 juta. Utang tersebut timbul dari perjanjian jual beli utang yang ditandatangani CCGL dengan Fillago limited. Fillago sendiri merupakan pemilik dari Subordinated Bone s obligasi yang disubordinasi yang diterbitkan oleh TPI. Obligasi itu diterbitkan pada tanggal 24 Desember 1996 dan jatuh tempo pada tanggal 24 Desember 2006. Pada 27 Desember 2004, Fillago mengalihkan kepemilikan obligasi itu pada Crown Capital yang diperjanjikan dalam Debt Sale and Purchase. Ketika jatuh tempo pada 24 Desember 2006, TPI tidak juga melunasi utangnya. Dalam permohonannya, Crown Capital menyebut Asian Venture Finance Limited selaku kreditur lain. TPI berutang pada Asian Venture sebesar US10,325 juta, belum termasuk denda dan bunga. Pada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan memutus TPI pailit pada tanggal 14 Oktober 2009, yang berarti terbukti bahwa bukti utang yang diajukan oleh CCGL adalah benar adanya dan TPI dinyatakan pailit dengan segala akibatnya. Namun, pihak TPI kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung karena merasa keberatan atas keputusan pailit pada Pengadilan Niaga. Universitas Sumatera Utara Setelah dilakukan tahap verifikasi pencocokan piutang, ditemukan banyak keliruan yang dilakukan oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yaitu Maryana selaku ketua majelis hakim dan dua anggotanya, Sugeng Riyono dan Syarifuddin. Keliruan yang dilakukan majelis hakim terdahulu yaitu pertama ketentuan yang mengharuskan jumlah kreditur yang mengajukan pailit haruslah lebih dari dua. Tapi dalam masalah ini, hanya ada satu kreditur, PT.crown Capital Global Limited CCGL, sementara kreditur lain yang disebut yakni Asian Venture Finance limited, dinilai perusahaan “buatan” atau fiktif, yang tidak bisa dimasukkan dalam kategori kreditur. Intinya, perusahaan yang mengajukan pailit cuma satu. Kedua, transaksi yang dilakukan atas obligasi jangka panjang sub ordinate bond senilai US 53 juta, bukanlah transaksi sederhana. Sedangkan dalam peraturan kepailitan jelas diungkapkan bahwa transaksi yang dapat diajukan pailit adalah transaksi yang sederhana. 101 Berdasarkan keliruan-keliruan tersebut pada tanggal 15 Desember 2009, hakim pun memutuskan menolak untuk memailitkan TPI, yang berarti bahwa TPI tidak jadi pailit dan kedudukannya sebagai debitor kembali seperti semula, akan tetapi sulit untuk memulihan pada keadaan semula. Hal ini dapat dilihat dari harta pailit debitor yang telah dilaksanakan pengurusan dan pemberesan oleh Kurator. Berdasarkan posisi perkara yang sedemikian rupa Pihak TPI pada saat itu merasa telah dirugikan dengan Pasal 16 ayat 1 dimana “Kurator berwenang 101 Amar Suteja, Sengketa Bisnis Pada Kasus Dugaan Pailit PT. Citra Televisi Indonesia TPI, http:amarsuteja.blogspot.com201212sengketa-bisnis-pada-kasus-dugaan.html, diakses pada tanggal 12 Januari 2015, pukul 20.15 WIB. Universitas Sumatera Utara melaksanakan tugas pengurusan danatau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali”. Pengurusan dan pemberesan yang dimaksud adalah penguangan aktiva dari harta pailit untuk membayar atau melunasi utang kepada kreditor. Dalam hal putusan pernyataan pailit dibatalkan, segala perbuatan yang telah dilakukan Kurator baik sebelum atau pada tanggal kurator menerima pemberitahuan tetap sah dan mengikat debitor dimana perbuatan kurator tidak dapat digugat di pengadilan manapun. Hal ini juga tegas disebutkan dalam Pasal 16 ayat 2 UUK. Dalam melaksanakan tugasnya, kurator tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan terlebih dahulu kepada debitor, meskipun dalam keadaan diluar kepailitan persetujuan atau pemberitahuan demikian dipersyaratkan, dan kurator juga dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, hal ini dilakukan hanya dalam rangka untuk meningkatkan nilai harta pailit, hal ini juga tegas disebutkan dalam Pasal 69 ayat 2 UUK. Pihak TPI merasa kewenangan yang diberikan kepada kurator sangat luas dan tidak disertai dengan tanggung jawab yang seimbang, sehingga berpotensi terjadinya penyalahgunaan wewenang yang pada akhirnya berakibat menimbulkan kerugian besar dan hilangnya hak-hak dasar dari Debitor Pailit, juga melanggar hak-hak dari seluruh karyawan dan pihak terkait lainnya, keadaan mana adalah merupakan pelanggaran hak konstitusional Pemohon. Menurut pemohon, hal ini melanggar Hak Dasar Hak Konstitusional yang sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat 1 dan Pasal 28H ayat 4 UUD Tahun 1945. Universitas Sumatera Utara Kewenangan kurator sebagaimana diatur dalam UUK sangat luas, walaupun dalam menjalankan kewenangannya ada Hakim Pengawas, namun pada pelaksanaannya dengan berlindung pada kewenangan yang begitu luas yang diberikan oleh undang-undang kerap kali terjadi kesewenang-wenangan dari tindakan kurator abuse of power sehingga dapat menimbulkan kerugian yang begitu besar terhadap debitor pailit secara langsung dan juga hak-hak dari pihak lainnya seperti kepentingan kelangsungan bekerja dan hak hidup karyawan, stakeholder atau pihak lainnya yang mempunyai kepentingan terhadap debitor pailit. Jiwa dari UUK tentunya adalah untuk melindungi harta debitor supaya aset, likuiditas dan kelangsungan hidup debitor pailit dapat dijaga yang pada akhirnya hutang dapat terbayar. Untuk menjamin kepastian hukum dan melindungi hak-hak dasar debitor pailit dan juga hak-hak dari seluruh pihak yang menanggung akibat karena adanya keputusan pailit yang belum berkekuatan hukum tetap inkracht van gewijsde atas tindakan-tindakan kurator yang berlindung pada kewenangan yang diberikan undang-undang. Sejak dijatuhkannya Putusan Perkara Pailit Nomor 52Pailit2009PN.Niaga.JKT.PST tanggal 14 Oktober 2009, maka sejak saat itu kurator mengurus harta pailit dan debitor pailit kehilangan hak-hak dasarnya untuk mengurus hartanya. Karena tidak ada batasan kewenangan dalam hal menjual, menyewakan, melelang, menjamin harta pailit, dan tanpa diperlukan persetujuan atau pemberitahuan kepada debitor pailit merasa sangat dirugikan. Kedudukan debitor pailit dengan adanya Pasal 16 ayat 1 sangat lemah karena meskipun mengajukan Universitas Sumatera Utara kasasi dan peninjauan kembali terhadap putusan pailit, kurator tetap dapat melaksanakan tugasnya, sehingga tidak ada kepastian hukum terhadap debitor pailit. Hal ini menurut pemohon bertentangan dengan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945. Bahwa pasal yang diujikan tersebut perlu direkonstruksi karena debitor pailit dianggap tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum tetapi dalam keadaaan apapun demi hukum tidak boleh menghilangkan hak-hak keperdataan, hak-hak konsitutsional debitor pailit. Adapun tindakan kurator yang ditunjuk dalam Perkara Pailit Nomor 52Pailit2009PN.Niaga.JKT.PST yang telah disalahgunakan dan bertindak sewenang-wenang yaitu sebagai berikut: Pertama, Kurator telah memperkerjakan mantan karyawan debitor pailit TPI yang bekerja selama periode pengurus lama tahun 1991 sampai tahun 1994 sehingga menimbulkan pertentangan kepentingan conflict of interest juga objektivitas kurator sangat diragukan. Kedua, Kurator telah melakukan kegiatan yang merugikan debitor pailit antara lain ikut dalam pengaturan operasional TPI yang meliputi mengatur jalannya siaran, mengatur ketenagakerjaan, mengatur supplier, melakukan penggantian specimen tandatangan dan ancaman pemblokiran rekening tanpa ada koordinasi dengan manajemen perseroan untuk menjamin kelangsungan hak hidup pemohon. Demikian pula, bahwa Kurator tidak mempunyai kecakapan khusus expertise dalam menjalankan operasional penyiaran yang sangat rumit complicated sehingga dapat mengakibatkan kerugian masyarakat luas untuk mendapatkan informasi atas penanyangan siaran TPI dalam hal ini terganggunya kepentingan publik. Universitas Sumatera Utara Ketiga, Kurator seharusnya mengamankan aset debitor pailit, namun faktanya Kurator justru mengambil alih aset debitor pailit dan dalam tindakan-tindakannya menunjukkan kecenderungan melumpuhkan usahakinerja debitor pailit. Seperti merekrut dan memperkejakan Saudara Chanda Permana yang notabene adalah bekas Karyawan TPI 1991 sampai dengan 1994, juga konsultan keuangan yang berhubungan dengan TPI tahun 1997. Hal ini dipertanyakan karena yang bersangkutan tidak memiliki izin sebagai Akuntan Publik maupun sebagai Pengacara Litigasi. Tindakan Kurator tersebut menimbulkan kerugian bagi debitor. Bahwa dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit perlu ada penegasan spesifik dalam ketentuan kepailitan mengenai pertanggungjawaban dari kurator karena wewenang kurator yang sedemikian luasnya memerlukan rambu-rambu hukum yang pasti serta menghindarkan interpretasi yang meluas serta mengingat cakupan norma yang ada dalam Pasal 1365 KUHPerdata terlalu fleksibel. 102 Hal ini juga jelas diatur dalam Pasal 98 UUK dimana kurator harus mengamankan harta pailit dan menyimpang semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek dan surat berharga lainnya namun dalam kenyataannya kurator telah melakukan ancaman pemblokiran rekening dan bahkan meminta penggantian specimen tandatangan untuk setiap pengeluaran keuangan yang mengakibatkan terganggunya proses managemen dan operasional debitor pailit. Maka dari itu pemohon merasa dirugikan dan mengajukan judicial review terhadap Pasal 16 ayat 1, Pasal 16 ayat 2, Pasal 69 ayat 2 huruf a dan b secara mutatis 102 M. Hadi Shubhan, Op.cit, hal.109. Universitas Sumatera Utara mutandis ditunda keberlakuannya dan dilakukan pembatasan atas kewenangan kurator sampai adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan agar terjamin keadilan dan kepastian hukum terhadap debitor pailit. Hal ini bertentangan dengan ketentuan Pasal 28D ayat 1 dan Pasal 28H ayat 4 UUD RI Tahun 1945. Berdasarkan latar belakang tersebutlah pihak Pemohon TPI mengajukan judicial review kepada DPR.

B. Analisa Pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi Terhadap Judicial