Analisis Jaringan Agribisnis Kopi Arabika di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi

(1)

ANALISIS JARINGAN AGRIBISNIS KOPI ARABIKA

DI DESA TANJUNG BERINGIN KECAMATAN SUMBUL

KABUPATEN DAIRI

SKRIPSI

OLEH :

GANESIA ARTDINI SITUMORANG 070304064

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS JARINGAN AGRIBISNIS KOPI ARABIKA

DI DESA TANJUNG BERINGIN KECAMATAN SUMBUL

KABUPATEN DAIRI

SKRIPSI

OLEH :

GANESIA ARTDINI SITUMORANG 070304064

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing :

Ketua Anggota

( Ir. Luhut Sihombing, MP. ) ( DR. Ir. Salmiah, MS. )

NIP. 196510081992031001 NIP.195702171986032001

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

GANESIA ARTDINI SITUMORANG(070304064/ AGRIBISNIS) dengan judul skripsi ANALISIS JARINGAN AGRIBISNIS KOPI ARABIKA DI DESA TANJUNG BERINGIN KECAMATAN SUMBUL KABUPATEN DAIRI. Penelitian dilakukan pada bulan September 2011 sampai bulan November 2011 dan dibimbing olehBapakIr. Luhut Sihombing, M.P dan IbuDr. Salmiah, M.S.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produktivitas petani, mengetahui asal perolehan modal pedagang perantara (middleman), mengetahui harga kopi arabika, mengetahui keterkaitan pihak-pihak yang terlibat dalam jaringan agribisnis kopi arabika, menganalisis besarnya margin pemasaran dan efisiensi tataniaga, mengetahui bentuk akhir produk kopi arabika yang dijual di daerah penelitian.

Metode penentuan daerah secara purposive, yaitu secara sengaja berdasarkan pertimbangan dan tujuan tertentu, metode penarikan sampel ditentukan denganmetode purposive dengan jumlah petani produsen sebanyak 43 petani, pedagang pengumpul sebanyak 4 pedagang, pedagang besar sebanyak 3 pedagang, pedagang pengecer sebanyak 1 pedagang, dan eksportir sebanyak 1 eksportir, metode pengumpulan data terdiri dari data primer dan data sekunder, metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif dan analisis Price Spread untuk menganalisis besarnya margin pemasaran tataniaga.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Tingkat produktivitas petani kopi arabika di Desa Tanjung Beringin cukup tinggi yaitu 68.836,92 kg untuk biji merah (gelondong) dan 23.292,35 kg untuk biji putih (biji kering); 2) Sebagian besar sumber modal pedagang berasal dari tabungan mereka sendiri dan warisan orangtua. Namun, ada juga beberapa diantaranya yang berasal dari piutang pedagang pada petani kopi arabika; 3) Kopi arabika di Desa Tanjung Beringin dijual dalam dua bentuk yaitu biji merah (gelondong) dan biji putih (biji kering); 4) Harga kopi arabika biji putih di Desa Tanjung beringin adalah Rp 18.000/kg dan kopi biji merah yaitu Rp 6.000/kg; 5) Saluran tataniaga yang terbentuk ada tiga, yang pertama, petani/produsen - pedagang pengumpul - pedagang besar, kedua, pedagang besar - pedagang pengecer - konsumen, ketiga, petani/produsen - pedagang besar - eksportir; 6) Dalam saluran tataniaga pertama, nisbah margin keuntungan petani 1,8, nisbah margin keuntungan pedagang pengumpul 8,3 dengan efisiensi pemasaran sebesar 2,19, pada saluran tataniaga kedua nisbah margin keuntungan pedagang besar 2,03, nisbah margin keuntungan pedagang pengecer 1,74 dengan efisiensi pemasaran sebesar 1,98, saluran tataniaga ketiga nisbah margin keuntungan petani 1,9, nisbah margin keuntungan pedagang besar 2,03 dengan efisiensi pemasaran sebesar 2,04. Saluran tataniaga yang pertama merupakan saluran tataniaga yang paling efisien.


(4)

RIWAYAT HIDUP

GANESIA ARTDINI SITUMORANG, lahir di Medan pada tanggal 27 Agustus

1989 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, anak dari Bapak P. Situmorang dan ibu B. Panjaitan.

Penulis telah menempuh jenjang pendidikan formal sebagai berikut.

1. Jenjang pendidikan tingkat dasar di SD Swasta Katolik Anthonius V Medan, masuk tahun 1995 sampai tahun 1998 kemudian pindah ke SD Swasta Global Andalan Pangkalan Kerinci, Riau pada tahun 1998 dan tamat tahun 2001.

2. Jenjang pendidikan tingkat menengah pertama di SMP Swasta Global Andalan Pangkalan Kerinci, Riau, masuk tahun 2001 dan tamat tahun 2004.

3. Jenjang pendidikan tingkat menengah atas di SMA Swasta Tri Ratna Sibolga, masuk tahun 2004 dan tamat tahun 2007.

4. Tahun 2007, melalui Jalur Reguler Mandiri diterima di Program Studi Agribisnis Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Selama perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi IMASEP (Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian), dan POPMASEPI (Perhimpunan Organisasi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Indonesia).

Penulis melaksanakan penelitian Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Tanah Itam Ulu, Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara dari tanggal 27 Juni 2011 sampai 27 Juli 2011. Dan melaksanakan penelitian skripsi di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan kasih-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan masa perkuliahan dengan skripsi yang berjudul ANALISIS JARINGAN AGRIBISNIS KOPI ARABIKA DI DESA TANJUNG BERINGIN KECAMATAN SUMBUL KABUPATEN DAIRI.Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

1. Ibu Dr. Ir. Salmiah, M. S, sebagai ketua Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, yang telah memimpin dan mengelola institusi pendidikan di tingkat departemen sekaligus anggota komisi pembimbing penulis.

2. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M. S, sebagai sekretaris Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, yang telah membantu dalam mengelola institusi pendidikan di tingkat departemen.

3. Bapak Ir. Luhut Sihombing, M. P, sebagai ketua komisi pembimbing yang telah banyak memberikan motivasi, arahan, dan bimbingan kepada Penulis.

4. Dosen penguji skripsi Bapak/Ibu dan Bapak/Ibu yang telah bersedia menguji Penulis dan memberikan masukan.

5. Seluruh staf pengajar di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmunya kepada Penulis selama Penulis menjadi mahasiswa.

6. Seluruh staf akademik dan pegawai di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, yang telah membantu seluruh proses administrasi.


(6)

8. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, namun telah ikut membantu Penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Secara khusus, Penulis mengucapkan terima kasih, atas segala bantuan, doa, dan semangat, kepada ayahanda tercinta Bapak P. Situmorang, ibunda tercinta Ibu Dra. B. Panjaitan, adinda tersayang Marsahala Situmorang dan Yoga Situmorang serta sahabat yang selalu mendampingi Penulis dengan setia, Adifa Olan I. Simatupang. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Penulis yang telah banyak membantu Penulis selama masa perkuliahan, yaitu Ryan, Almh. Widya, Leo, Dendy, Alm. Relindo, Sari, Flower, Mei Togatorop, Novia, Kak Vicha, dan semua rekan-rekan di Departemen Agribisnis Stambuk 2007 yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu.

Sebagai sebuah karya ilmiah, skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan yang disebabkan keterbatasan ilmu pengetahuan yang dimiliki Penulis. Masukan dan saran akan sangat berarti agar skripsi ini dapat dikembangkan dengan penelitian-penelitian selanjutnya. Akhir kata, Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Medan, Juli 2012


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Kegunaan Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka ... 10

2.2 Landasan Teori ... 16

2.3Kerangka Pemikiran ... 20

2.4 Hipotesis Penelitian ... 24

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 25

3.2 Metode Penentuan Sampel ... 25

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 26

3.4 Metode Analisis Data ... 26

3.5 Defenisi dan Batasan Operasional ... 28

3.5.1 Defenisi ... 29

3.5.2 Batasan Operasional ... 30

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL 4.1 Luas dan Topografi Desa ... 31

4.2 Keadaan Penduduk ... 32

4.3 Luas Wilayah dan Penggunaan Tanah ... 33

4.4 Sarana dan prasarana ... 34

4.5 Karakteristik Sampel ... 35

Petani Produsen ... 35


(8)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Produktivitas Kopi Biji Merah dan Biji Putih ...38

5.2 Modal Pdagang Perantara ...43

5.3 Bentuk Kopi Arabika Yang Dijual ...44

5.4 Pembentukan Harga Kopi Arabika ...45

5.5 Hubungan Tiap Lembaga Tataniaga ...47

5.6 Analisis Margin Pemasaran Kopi Arabika ...48

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 54

6.2 Saran ... 55


(9)

DAFTAR TABEL

No

Tabel. Judul Hal

1. Distribusi Penduduk Menurut Pekerjaan di Desa Tanjung Beringin Tahun

2010... 32

2. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Formal di Desa Tanjung Beringin Tahun 2010 ... 33

3. Distribusi Luas Wilayah dan Penggunaan Tanah di Desa Tanjung Beringin Tahun 2010... 33

4. Sarana dan Prasarana di Desa Tanjung Beringin Tahun 2010 ... 34

5. Karakteristik Petani Produsen Sampel ... 35

6. Karakteristik Pedagang Besar ... 36

7. Karakteristik Pedagang Pengumpul ... 37

8. Produktivitas Rata-rata Kopi Arabika Biji Merah (Gelondong) ... 38

9. Produktivitas Rata-rata Kopi Arabika Biji Putih (Biji Kering) ... 39

10.Karakteristik Pasar Persaingan Sempurna ... 45

11.Analisis Margin Keuntungan dan Nisbah Margin Keuntungan Kopi Arabika Dalam Bentuk Biji Merah (Gelondong) ... 49

12.Analisis Margin Keuntungan dan Nisbah Margin Keuntungan Kopi Arabika Dalam Bentuk Biji Putih (Biji Kering) ... 50

13. Analisis Margin Keuntungan dan Nisbah Margin Keuntungan Kopi Arabika Dalam Bentuk Biji Putih (Biji Kering) ... 51


(10)

DAFTAR GAMBAR

No

Gambar. Judul Hal

1. Sistem Agrbisnis dari Hulu sampai Hilir ... 18

2. Kurva Pasar Persaingan Sempurna ... 45

3. Bagan I. Saluran Tataniaga Biji Merah (Gelondong) ... 47

4. Bagan II. Saluran Tataniaga Biji Putih (Biji Kering) ... 48


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No

Tabel. Judul Hal

1. Analisis Margin Keuntungan Dan Nisbah Margin Keuntungan Kopi Arabika Dalam Bentuk Biji Merah (Gelondong) ... 53 2. Analisis Margin Keuntungan Dan Nisbah Margin Keuntungan Kopi Arabika

Dalam Bentuk Biji Putih (Biji Kering) I ... 54 3. Analisis Margin Keuntungan Dan Nisbah Margin Keuntungan Kopi Arabika


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari peranan sektor perkebunan kopi terhadap penyediaan lapangan kerja, penyedia devisa negara melalui ekspor. Dalam hal penyediaan lapangan kerja usahatani kopi dapat memberi kesempatan kerja yaitu sebagai pedagang pengumpul hingga eksportir, buruh perkebunan besar dan buruh industri pengolahan kopi. Indonesia pernah mengalami penurunan produksi kopi hal ini disebabkan oleh umur kopi yang sudah cukup tua dan pemeliharaan yang tidak intensif. Namun, hal tersebut masih dapat ditingkatkan dengan cara merehabilitas tanaman kopi yang tidak produktif lagi dan meningkatkan pemeliharaan terhadap tanaman kopi tersebut. Dengan demikian, peranan kopi tetap dapat dipertahankan dan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan nasional (Retnandari dan Tjokrowinoto, 1991).

Kopi merupakan salah satu jenis tanaman tropis, yang dapat tumbuh dimana saja, terkecuali pada tempat-tempat yang terlalu tinggi dengan temperatur yang sangat dingin atau daerah-daerah tandus yang memang tidak cocok bagi kehidupan tanaman. Mutu kopi yang baik sangat tergantung pada jenis bibit yang ditanam,keadaan iklim dan tinggi tempat. Karena meluasnya perkebunan kopi, maka hasilnya dapat melimpah, tetapi produksi belum sampai puncaknya, tiba-tiba timbul serangan penyakit daun yang sangat ganas sehingga menimbulkan kerugian yang sangat besar (AAK, 1991).


(13)

Dengan adanya usaha yang ditangani oleh pemerintah ini, akhirnya sejak tahun 1950, produksi kopi Indonesia telah melonjak menjadi 3 kali lipat. Kenaikan produksi ini terutama pada kopi rakyat, yang disebabkan adanya perluasan areal. Sedangkan pada kopi perkebunan besar hanya terdapat kenaikan produksi yang kurang baik. Peningkatan produksi kopi rakyat dan kenaikan produksi kopi yang hanya sedikit pada perkebunan besar ini dihitung berdasarkan kenaikan hasil rata-rata persatuan luas (Soemartojo, 1993).

Khusus di Sumatera Utara, jenis kopi arabika juga telah mulai berkembang, mengingat bahwa kopi arabika memiliki permintaan yang cukup tinggi di pasar dunia. Kopi arabika yang ditanam di Sumatera Utara (Sumut) dan Aceh bahkan dinilai memiliki kualitas lebih bagus dibanding kopi yang sama dari Brazil. Harga kopi jenis arabika di pasar internasional mencapai 3,2 dollar AS per kilogram, sementara kopi robusta hanya separuhnya, yakni 1,5 dollar AS. Beralihnya petani kopi Sumut menanam jenis arabika membuat ekspor kopi jenia ini meningkat tajam tahun 2006 dibanding tahun sebelumnya. Dari bulan Januari hingga November 2006 ekspor kopi jenis arabika dari Sumut mencapai 44,710 ton, sementara untuk periode yang sama pada tahun 2005 hanya mencapai 36,413 ton (Suyanto, 2008).

Dalam konsep sistem agribisnis, pasar adalah salah satu dari empat subsistem disamping tiga subsistem lainnya yaitu subsistem usahatani (produksi), subsistem industri pengolahan hulu-hilir (upstream dan downstream) dan subsistem lembaga penunjang (supporting institution). Pasar mempertemukan pelaku-pelaku agribisnis, baik antar produsen di pasar input atau output maupun antar produsen atau pengecer dengan konsumen di pasar output. Dari sisi permintaan, pasar komoditi agribisnis Indonesia memiliki prospek cerah, baik di pasar domestik maupun di pasar internasional (Soekartawi, 1995).

Produsen atau petani kopi arabika perlu mempelajari informasi pasar dalam menyalurkan hasil usahataninya. Informasi pasar ini mencakup tipe pasar dari bermacam-macam produk


(14)

yang dihasilkan, variasi harga musiman dan trend harga dari hasil usahatani kopi. Disamping itu, petani harus bisa merencanakan penjualan yang efektif dan bisa menyesuaikan rencana produksi (usaha) dan arah perubahan (trend) harga. Petani kopi biasanya menjual hasilnya kepada wholesaler (grosir dan speculator) di pasar pusat secara kontak, artinya perjanjian antara penjual dan pembeli bahwa penerimaan sejumlah barang yang macam dan mutu tertentu dengan harga tertentu pada waktu tertentu di masa depan (Rahardi, 1995).

Petani dapat memperbaiki cara pemasaran dan harga kopinya dengan cara mengkaitkan diri dengan rantai pasok, sebagaimana model yang pernah disampaikan sebelumnya. Kondisi seperti ini akan memberikan peluang bagi petani untuk mendapatkan informasi-informasi seperti tentang pasar kopi, persyaratan sertifikasi, mutu kopi, dan informasi teknis. Para petani biasanya dapat memperoleh pelayanan, informasi, dan harga yang lebih baik jika mereka berkelompok. Para petani yang menjual kopinya secara lewat kelompok tani biasanya mendapatkan harga lebih baik dibanding menjual kopinya secara sendiri- sendiri. Dengan mendapatkan pengetahuan tentang pasar, harga, mutu dan masalah-masalah teknis para petani dapat memperoleh harga jual kopinya lebih baik (Ginting, 2006).

Di sektor produksi, barang-barang dan jasa dihasilkan, di sektor konsumsi barang-barang dan jasa dikonsumsi oleh para konsumen. Jarak antara kedua sektor sangat relatif. Ada yang jauh dan ada yang dekat. Umumnya jarak fisik produksi dan konsumsi hasil hasil pertanian/usahatani relatif cukup jauh karena usahatani berada di pelosok desa yang membutuhkan areal yang cukup luas. Sebaliknya, barang-barang industri justru diproduksi di dekat kota besar. Termasuk sarana produksi pertanian seperti pupuk, pestisida, alat-alat dan mesin pertanian. Oleh sebab itu, jarak ini harus “dijembatani” agar barang-barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen memenuhi azas yaitu tempat, jumlah, waktu, mutu, jenis dan pada tingkat harga yang layak dibayar konsumen. Sektor distribusilah yang merupakan


(15)

jembatan” penghubung tersebut. Sektor inilah yang “bertanggungjawab”, memindahkan, mengalokasikan, mendayagunakan dan menganekaragamkan barang-barang yang dihasilkan di sektor produksi. Dan pada sektor inilah tataniaga berperan (Sihombing, 2010).

Badan-badan yang berusaha dalam menggerakkan barang dari produsen sampai konsumen melalui jual beli, dikenal sebagai pedagang perantara (middleman). Berdasarkan pemilikan barang dagangan, mereka dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok yang memiliki barang dagangan dan kelompok yang tidak memiliki barang dagangan. Kelompok yang memiliki barang dagangan adalah mereka yang membeli dan menjual barang dengan maksud memperoleh laba dankeharusan memikul resiko. Kelompok yang tidak memiliki barang dagangan adalah mereka yang hanya melaksanakan beberapa fungsi tataniaga tertentu dengan memperoleh upah sebagai balas jasa atas pelaksanaan fungsi tersebut, yang sering disebut juga sebagai agen (Rahardi, 1995).

Pedagang besar (grosir atau wholesaler) memperdagangkan barang dalam jumlah besar. Pedagang ini aktif di pasar-pasar pusat dan memperoleh barang dari pedagang pengumpul lokal (tengkulak). Pedagang besar sering pula mendatangi pasar pelelangan di daerah produksi untuk membeli barang secara langsung dari produsen. Kemudian barang dagangan itu dijual dalam jumlah lebih kecil kepada pedagang eceran. Selain tugas utamanya melayani permintaan pedagang pengecer, wholesaler juga menjual barang dagangannya ke hotel, restoran, pabrik pengolahan atau lembaga lainnya (Ginting, 2006).

Menanggulangi besarnya biaya yang dikeluarkan, pedagang besar akan mengambil kebijakan-kebijakan di dalam usahanya, khususnya kebijakan di dalam pemasaran dan lebih khusus lagi adalah kebijakan harga penjualannya. Salah satu masalah dalam pemasaran pertanian adalah kecilnya persentase harga yang diterima oleh petani dari harga yang dibayar


(16)

konsumen. Salah satu faktor dalam masalah tersebut adalah lemahnya posisi petani di dalam pasar (Soekartawi, 2002).

Lembaga pengecer adalah perantara yang menjual barang-barang dalam jumlah kecil secara langsung kepada para konsumen akhir. Biasanya lembaga ini menerima barang dari wholesaler dan terkadang dari pedagang pengumpul lokal (tengkulak) ataupun produsen. Pedagang eceran ini mempunyai fungsi dalam pembelian barang yang mencakup pencarian sumber penawaran, menghimpun barang yang akan disalurkan kepada konsumen, menganalisa secara terus-menerus barang apa yang akan dibeli oleh konsumen serta menetapkan waktu pembelian dan harga pembelian barang tersebut (Rahardi, 1995).

Pemasaran adalah kegiatan bisnis yang ditunjukkan untuk memberi kepuasan dari barang dan jasa yang dipertukarkan kepada konsumen. Perpindahan barang dan jasa mulai dari subsistem pengadaan atau penyaluran input pertanian, produsen pertanian, pedagang pengumpul dan lembaga-lembaga yang turut serta di dalam proses pemasaran. Biaya pemasaran dan keuntungan pedagang termasuk tinggi dan pembagian hasil pendapatan dari harga produk kurang adil, dengan kata lain pemberian balas jasa fungsi pemasaran serta balas jasa diantara pedagang perantara kurang sesuai dengan sumbangannya masing-masing (Ginting, 2006). Perubahan harga di pasar dunia dan dalam negeri memiliki hubungan yang erat bahkan mungkin saling mempengaruhi satu sama lain karena harga yang akan diterima pengekspor akan menjadi dasar penentuan harga yang akan dibayar kepada pedagang perantara dan secara berantai akhirnya kepada petani produsen. Selanjutnya, harga yang diterima petani akan menjadi penentu seberapa banyak volume produksi kopi yang akan dijual ke pasar atau pedagang perantara atau pedagang ekspor. Jika seandainya harga yang diterima memuaskan, produksi yang ditawarkan ke pasar pun akan meningkat dan begitu sebaliknya (Herman, 2008).


(17)

Struktur pasar di daerah penelitian yang kurang mendukung para petani menyebabkan mereka kurang memperoleh informasi akan pembentukan harga yang terjadi sebenarnya di pasar sehingga sering kali petani hanya memperoleh sedikit keuntungan dari usahataninya. Di bagian hilir, pasar produk pertanian sering terjadi praktik oligopsoni. Ini disebabkan oleh kelembagaan pemasaran hasil-hasil pertanian belum optimal dalam memberikan perannya sebagai penyangga kestabilan distribusi dan harga. Dengan demikian, pada saat panen, harga hasil pertanian di bagian hulu turun tajam. Sebaliknya, kenaikan harga setiap musim paceklik juga sangat signifikan, dimana kelembagaan pemasaran yang menjangkau petani juga kerap dikuasai oleh kelompok tertentu.

Dari uraian yang telah dipaparkan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa petani masih kesulitan dalam memasarkan dan mendistribusikan hasil usahatani mereka. Disamping itu, konsumen akhir di dalam negeri hanya dilayani sedikit distributor besar. Hal inilah yang menjadi latar belakang penulis untuk melakukan riset tentang analisis jaringan agribisnis kopi arabika.

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :

1) Bagaimana jaringan agribisnis yang meliputi produsen, pedagang perantara (middleman), konsumen, pembentukan harga, margin pemasaran serta bentuk produk akhir kopi arabika di Kabupaten Dairi?

2) Bagaimana keterkaitan tiap bagian tersebut dalam jaringan agribisnis kopi arabika di Kabupaten Dairi?


(18)

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain :

1) a) Untuk mengetahui jumlah produktivitas petani kopi arabika di daerah penelitian.

b) Untuk mengetahuiasal perolehan modal yang dimiliki pedagang perantara (middleman) dalam jaringan agribisnis kopi arabika di daerah penelitian.

c) Untuk mengetahui harga yang terbentuk dalam jaringan agribisniskopi arabika di daerah penelitian.

d) Untuk mengetahui keterkaitan pihak-pihak yang terlibat dalam jaringan agribisnis kopi arabika di daerah penelitian.

e) Untuk mengetahui bentuk akhir produk kopi arabika yang dijual dalam jaringan agribisnis kopi arabika di daerah penelitian.

2) Untuk menganalisis besarnya margin pemasaran dan efisiensi tataniaga dalam jaringan agribisnis komoditi kopi arabika di daerah penelitian.

1.4Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Penelitian dan penulisan ini dilakukan sebagai sumber informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

2) Penelitian dan penulisan ini ditujukan bagi kalangan akademisi, yang dapat menambah dan memperkaya bahan kajian teori untuk pengembangan penelitian selanjutnya.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tinjauan Agronomi

Kopi (Coffea sp.) termasuk ke dalam jenis coffea, anggota dari famili Rubiaceae yang terdiri dari tiga spesies utama yakni coffea arabica, coffea canephora dan coffea liberica. Dari ketiga spesies tersebut terdapat banyak varietas yang merupakan hasil turunan klon-klon, kopi digolongkan dalam kelas dicotyledoneae. Berikut ini adalah klasifikasi dari tanaman kopi arabika :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Rubiales Family

Genus : Coffea

Spesies : Coffea arabica L. (Bahri, 1996).

Tanaman ini tumbuh tegak, bercabang dan tingginya dapat mencapai 12 m. Daunnya bulat telur dengan ujung agak meruncing. Daun tumbuh berhadapan pada batang, cabang dan ranting. Kopi arabika mempunyai sistem percabangan yang agak berbeda dengan tanaman


(20)

lain. Tanaman ini mempunyai beberapa jenis cabang yang sifat dan fungsinya berbeda (Najiyati dan Danarti, 2004).

Kopi arabika adalah jenis tanaman dataran tinggi antara 1250-1850 m dari permukaan laut. Tanaman ini banyak terdapat di Ethiopia pada garis lintang belahan utara 6°-9o sampai daerah subtropis 24o pada garis lintang belahan selatan. Sebenarnya jenis arabika ini dapat hidup juga di dataran rendah sampai dataran yang lebih tinggi lagi, tetapi apabila ditanam di dataran yang lebih rendah atau lebih tinggi kurang produktif. Sebab jenis kopi arabika ini jika ditanam di dataran rendah di bawah 1000 m akan mudah terserang penyakit Hemileia vastatrix. Sebaliknya, jika kopi arabika ini ditanam di dataran tinggi, yang lebih dari 1850 m, udara akan terlalu dingin sehingga akan banyak tumbuh vegetatif saja. Dan yang paling optimal bila tanaman ini ditanam pada ketinggian 1250-1850 m dari permukaan laut, dengan suhu sekitar 17°-21o C.

Ciri-ciri umum kopi arabika antara lain:

• Kopi arabika peka terhadap penyakit karat daun Hemileia vastatrix (HV), terutama bila ditanam di daerah dengan elevasi kurang dari 700 m.

• Kopi arabika hidup di daerah dataran tinggi dan sejuk.

• Bentuk cabang tidak teratur, ruas batang agak pendek, cabang meliuk-liuk mendominasi.

• Daun bulat telor dengan ujung runcing, permukaan dan tepi daun bergelombang. • Pohonnya tinggi agak melebar dengan daun rimbun menutupi batang

• Buah yang masih muda bentuknya agak memanjang

• Buah yang masak berbentuknya agak bulat dan warna merah hati • Pemasakan buah tidak serentak sehingga perlu dipanen secara bertahap


(21)

Ciri-ciri rasa kopi arabika :

• Memiliki rasa asam yang agak asam. • Rasa kopi arabika lebih lembut. • Memiliki rasa pahit yang dominan.

• Memiliki kekental atau kepadatan saat di mulut.

• Aromanya wangi kopi arabika seperti perpaduan bunga dan buah (Herman, 2008).

Kopi arabika berasal dari Ethiopia dan Abessinia. Kopi ini merupakan jenis pertama yang dikenal dan dibudidayakan, bahkan termasuk kopi yang paling banyak diusahakan hingga akhir abad ke-19. Setelah abad ke-19, dominasi kopi arabika menurun karena kopi ini sangat peka terhadap penyakit Hemileia vastatrix (HV), terutama di dataran rendah. Beberapa sifat penting kopi arabika, sebagai berikut :

a. Menghendaki daerah dengan ketinggian antara 700-1700 m dpl dengan suhu sekitar 16°-20o C.

b. Menghendaki daerah beriklim kering atau bulan kering 3 bulan/tahun secara berturut-turut, tetapi sesekali mendapat hujan kiriman (hujan yang turun di musim kemarau). c. Umumnya peka terhadap serangan penyakit HV, terutama bila ditanam di dataran

rendah atau kurang dari 500 m dpl.

d. Rata-rata produksi sedang (4,5-5 ku kopi beras/ha/tahun), tetapi mempunyai kualitas, cita rasa dan harga relatif lebih tinggi dibandingkan kopi lainnya. Bila dikelola secara intensif, produksinya bisa mencapai 15-20 ku/ha/tahun dengan rendeman sekitar 18%. Kopi beras yang dimaksud adalah kopi kering siap giling


(22)

1. Tanah

Selain menghendaki tanah gembur dan kaya bahan organik, kopi juga menghendaki tanah yang agak masam, yaitu antara pH 5-6,5 untuk kopi arabika. Bila pH tanah kurang dari angka tersebut, tanaman kopi juga masih dapat tumbuh, tetapi kurang bisa menyerap beberapa unsur hara sehingga terkadang perlu diberi kapur. Sebaliknya, tanaman kopi tidak menghendaki tanah yang agak basa (pH lebih dari 6,5) sehingga pemberian kapur tidak boleh berlebihan (Najiyati dan Danarti, 20004).

Tanaman kopi menghendaki reaksi yang agak masam dengan pH 5,5-6,5. Tetapi, hasil yang baik sering kali diperoleh pada tanah yang lebih asam, dengan catatan keadaan fisiknya baik. Pada tanah yang bereaksi lebih asam, dapat dinetralisasi dengan kapur tohor atau yang lebih tepat diberi pupuk. Pada umumnya tanah yang lebih asam kandungan mineralnya lebih rendah. Walaupun syarat-syarat yang berhubungan dengan tanah itu dapat dipenuhi dengan baik, tetapi perusahaan kopi belum tentu menguntungkan karena harus memperhatikan faktor lain, terutama iklim (AAK, 1991).

2. Iklim

Faktor iklim besar sekali pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produksi. Faktor iklim mencakup :

a. Daerah penyebaran, tinggi tempat dan suhu b. Curah hujan dalam satu tahun

c. Angin

d. Pengaruh iklim terhadap produksi tanaman (AAK, 1991).

Kopi adalah salah satu jenis tanaman yang terdapat di daerah tropis dan subtropis yang membentang di sekitar garis ekuator dan dapat hidup pada dataran rendah sampai dataran


(23)

tinggi. Namun, hal ini tergantung dari jenis kopi itu sendiri. Tanaman kopi memerlukan musim kering maksimal 1,5 bulan sebelum masa berbunga lebat. Sedangkan masa kering sesudah berbunga lebat sebisa mungkin tidak melebihi 2 minggu. Sehubungan dengan keadaan hujan di musim kemarau, maka daerah-daerah membedakan antara daerah basah dan daerah kering (Retnandari dan Tjokrowinoto, 1991).

2.1.2 Tinjauan Sosial Ekonomi

Turunnya produksi kopi arabika sepanjang tahun 2010 lalu hingga mencapai 40%, membawa dampak besar pada harga. Karena pasokan yang minim, harga kopi melonjak drastis. Untuk kopi arabika asalan saja, harganya kini telah mencapai Rp 44.000 hingga Rp 46.000 per kg dan ini merupakan harga tertinggi sepanjang sejarah perkopian di Sumatera. Awal Desember 2010, harga kopi arabika biasa masih berkisar antara Rp 35.000 hingga Rp 36.000 per kg dengan harga ekspor US$4,6 per kg. Peningkatan harga lokal ini menyebabkan harga ekspor semakin bertahan menguat pada level harga US$5,5 sampai US$6 per kg. Peningkatan harga lokal dan ekspor diperkirakan masih terus berlanjut mengingat penurunan produksi akan berlangsung hingga tahun ini. Kondisi itu tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi pada negara penghasil kopi lainnya seperti Brazil dan Vietnam (Herman, 2008).

Petani menggunakan sumber-sumber yang berbeda untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi yang mereka perlukan untuk mengelola usahatani mereka dan pengetahuan baru itu dikembangkan tidak hanya oleh lembaga penelitian, tetapi juga oleh banyak pelaku yang berbeda. Untuk mengelola usahataninya dengan baik, petani memerlukan pengetahuan dan informasi mengenai berbagai topik seperti : hasil penemuan dari penelitian berbagai disiplin pengolahan usahatani dan teknologi produksi, pengalaman petani lain, situasi mutakhir dan perkembangan yang mungkin terjadi di pasaran input dan hasil-hasil produksi serta kebijakan pemerintah (Rahardi, 1995).


(24)

Di Indonesia, masa panen kopi jenis arabika mundur dari seharusnya mulai Oktober hingga Desember lalu. Namun, sampai sekarang masih sedikit lahan yang bisa dipanen. Mundurnya masa panen itu membuat kualitas kopi menurun ke grade rendah, terutama di daerah produksi Sumatera Utara. Meskipun begitu, importir mengalihkan permintaan khusus ke grade rendah karena menilai harga kopi arabika bertahan menguat itu terlalu tinggi sehingga mempengaruhi biaya produksi (Herman, 2008). Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya pendapatan petani kopi arabika dalam usahatani kopi miliknya dikarenakan harga jual kopi di pasar relatif rendah yaitu Rp. 6667/kg. Suyanto (2008) menyimpulkan bahwa faktor harga meruupakan faktor dominan yang akan mempengaruhi perluasan tanaman kopi di Indonesia. Dengan kata lain, perubahan harga direspon oleh petani dengan respon jangka panjang keputusan investasi.

2.2 Landasan Teori

Jaringan diartikan sebagai suatu saluran yang menghubungkan suatu subsistem dengan berbagai subsistem lainnya yang memiliki keterkaitan erat antar subsistem-subsistem itu sendiri.

Menurut Arsyad dkk. (1985), yang dimaksud dengan agribisnis adalah “suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti yang luas. Yang dimaksud dengan ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian”. (Soekartawi, 2005).

Agribisnis merupakan sektor perekonomian yang menghasilkan dan mendistribusikan masukan bagi pengusaha tani dan memasarkan, mengolah serta mendistribusikan produk usahatani kepada pemakai akhir. Agribisnis dalam arti sempit yaitu hanya merujuk pada


(25)

produsen dan pembuat bahan masukan untuk produksi pertanian. Dewasa ini, pandangan tentang agribisnis yang secara umum dianggap tepat sudah semakin meluas. Dengan demikian, jaringan agribisnis dapat didefinisikan sebagai suatu saluran sektor perekonomian pertanian yang terdiri dari beberapa sektor atau subsistem yang mempunyai hubungan yang erat dalam menyalurkan hasil usahatani.

Agribisnis dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yaitu usahatani (on-farm) dengan industri hulu (up-stream) dan industri hilir (down-stream) pertanian. Secara garis besar, sistem dari agribisnis tersebut memiliki subsistem. Subsistem pertama adalah subsistem agribisnis hulu (upstream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan barang-barang modal bagi pertania, seperti industri pembibitan/pembenihan hewan dan tumbuhan, industri agrokimia (pupuk, pestisida, obat/vaksin ternak) dan industri agrootomotif (mesin dan peralatan pertanian) serta industri pendukung (Soekartawi, 2002).

Kedua, subsistem usahatani atau pertanian primer (on-farm agribusiness), yaitu kegiatan yang menggunakan sarana produksi pertanian untuk menghasilkan komoditas pertanian primer. Termasuk dalam hal ini adalah usahatani tanaman pangan dan holtikultura (Soekartawi, 2002).

Ketiga, subsistem agribisnis hilir atau pengolahan (downstream agribusiness), yakni kegiatan ekonomi yang mengolah komoditas pertanian primer (agroindustri) menjadi produk olahan, baik produk antara (intermediate product) maupun produk akhir (finish product). Termasuk didalamnya industri makanan, industri minuman, industri barang-barang serat alam (barang-barang karet, polywood, pul, kertas dan bahan-bahan bangunan terbuat dari kayu, rayon, benang dari kapas atau sutera, barang-barang kulit tali dan karung goni), industri biofarmaka dan industri agrowisata dan estetika, termasuk kegiatan perdagangannya (Soekartawi, 2002).


(26)

Keempat, subsistem pemasaran, yakni kegiatan-kegiatan untuk memperlancar pemasaran komoditas pertanian, baik segar maupun olahan, di dalam dan luar negeri. Termasuk di dalamnya adalah kegiatan distribusi untuk memperlancar arus komoditas dari sentra produksi ke sentra konsumsi, promosi dan informasi pasar (Soekartawi, 2002).

Gambar: Sistem agribisnis dari hulu sampai hilir

(Downey, 1987).

Faktor produksi/input adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Faktor produksi sangat menentukan besar kecilnya produksi yang diperoleh. Faktor produksi lahan, modal untuk membeli bibit,

INPUT PERTANIAN Bibit Unggul

Usahatani

Pestisida Pupuk Mesin dan

Peralatan

Pengangkutan

Pemrosesan

Industrial Bahan Pangan Eceran Lainnya

Pasar Swalayan


(27)

pupuk, obat-obatan, tenaga kerja dan aspek manajemen merupakan faktor produksi terpenting diantara faktor produksi yang lain (Soekartawi, 2005).

Pengolahan hasil merupakan salah satu kegiatan yang cukup penting dari serangkaian kegiatan agribisnis. Hal ini disebabkan kegiatan pengolahan hasil memberikan beberapa manfaat dan keuntungan, seperti : meningkatkan nilai tambah, meningkatkan kualitas hasil, meningkatkan penyerapan tenaga kerja, meningkatkan keterampilan produsen dan meningkatkan pendapatan produsen (Soekartawi, 2005).

Pemasaran pertanian adalah proses aliran komoditi yang disertai dengan perpindahan hak miik dan penciptaan guna waktu, guna tempat dan guna bentuk yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran dengan melaksanakan satu atau lebih fungsi-fungsi pemasaran. Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran produk pertanian seperti : produsen/petani, pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer. Tugas lembaga pemasaran ini adalah menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga pemasaran ini berupa margin pemasaran (Sudiyono, 2004).

Margin pemasaran terdiri dari biaya-biaya untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran dan keuntungan lembaga-lembaga pemasaran. Setiap lembaga pemasaran biasanya melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran yang berbeda sehingga share margin yang diperoleh pada masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat berbeda pula (Sudiyono, 2004).

Pendapatan bersih adalah penerimaan dikurangi biaya produksi. Petani dalam memperoleh pendapatan bersih yang tinggi, maka petani harus mengupayakan penerimaan yang tinggi dan biaya produksi yang rendah. Jenis hasil yang pasarnya baik dan mengupayakan biaya produksi yang rendah dengan mengatur biaya produksi, menggunakan teknologi yang baik,


(28)

mengupayakan harga input yang rendah dan mengatur skala produksi yang efisien (Simanjuntak, 2004).

2.3 Kerangka Pemikiran

Di dalam jaringan agribisnis para pelaku agribisnis melakukan proses atau fungsi pemasaran untuk menambah nilai bentuk sehingga akan mendapat nisbah margin. Jaringan agribisnis meliputi proses-proses yang dilakukan para pelaku agribisnis dimana pelaku agribisnis tersebut yaitu produsen, middleman, lembaga pemasaran, KUD setempat, tengkulak dan konsumen.

Pada peredaran produk ke berbagai tempat proses distribusi hasil produk pertanian dilakukan dari sentra-sentra produksi ke berbagai tempat yang merupakan tempat penampung atau penjualan sehingga membentuk jaringan pemasaran produk.

Pengelolaan usahatani kopi merupakan kemampuan petani bertindak sebagai penglola atau sebagai manajer dari usahataninya. Berusahatani merupakan suatu proses yang didalamnya terdiri dari himpunan input produksi atau faktor produksi seperti lahan, modal, tenaga kerja dan sarana produksi lainnya yang mendukung kegiatan usahatani sehingga menghasilkan output yang memuaskan. Dalam hal ini output merupakan hasil produksi yaitu kopi arabika biji merah (gelondong) dan biji putih (biji kering).

Pemasaran produk pertanian cenderung sangat kompleks sehingga saluran distribusi produk lebih panjang dan mencakup lebih banyak perantara. Panjang pendeknya saluran pemasaran suatu barang niaga ditandai dengan berapa banyaknya pedagang perantara yang dilalui oleh barang niaga tersebut mulai dari produsen hingga ke konsumen tingkat akhir.


(29)

Analisis pemasaran menurut fungsi pemasaran dapat dilakukan dengan cara menentukan dengan jelas fungsi-fungsi pemasaran dan menggolongkan tiap jenis biaya pemasaran dan menentukan biaya persatuan pemasaran.

Mata rantai tataniaga dimulai dari petani sebagai produsen yang menghasilkan bijikopi arabika. Petani menjual biji kopi arabika kepada pedagang pengumpul di desa. Kemudian biji kopi diolah melalui cara semibasah oleh pengumpul. Daricara pengolahan ini dihasilkan kopi asalan (ready) yang siap disalurkan kepedagang besar dengan kadar air 18% tanpa proses sortir. Olehpedagang besar, kopi ready disortir atau dipilih secara manual danakan dijual ke eksportir untuk disalurkan ke luar negeri. Dalam tataniaga yangdilakukan eksportir, biasanya kopi yang diperdagangkan dalam bentuk kopi readydengan kadar air 12-13%.Setiap lembaga tataniaga yang berperan dalam perjalanan rantai tataniagatersebut, masing-masing melakukan fungsi-fungsi tataniaga sehinggamenyebabkan terdapatnya biaya tataniaga dimana semakin panjang rantainya, maka semakin tinggi biaya keseluruhan yangdikeluarkan sehingga semakin tinggipula harga yang dibayarkan konsumen. Jika biaya tataniaga dapat ditekan, makaefisiensi pemasaran dapat terjadi.

Harga produk terbentuk dari fungsi pemasaran yang dilakukan sehingga menimbulkan perbedaan harga di tingkat pengecer dan petani. Keadaan pasar dibentuk dengan melihat posisi tawar petani terhadap pembeli sehingga dapat dilihat pasar produk pertanian cenderung ke arah monopsoni atau oligopsoni.


(30)

Skema Kerangka Pemikiran

Keterangan :

: menyatakan hubungan : menyatakan pengaruh Kegiatan Pengadaan Input Produksi Kegiatan Produksi Kegiatan Pemasaran

Bibit, Pupuk, Pestisida serta Mesin dan Peralatan Pertanian

Konsumen Akhir Pedagang Pengecer Pedagang Besar Pedagang Perantara Pedagang Pengumpul Petani / Produsen Margin Pemasaran Harga Pasar Agribisnis Tingkat Efisiensi Tataniaga Kegiatan Pengolahan Perolehan Modal Middleman Produk Akhir


(31)

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori yang sudah dibuat, maka hipotesis yang akan diuji sebagai berikut :

1) a) Diduga produsen yang terlibat dalam jaringan agribisnis kopi arabika di daerah penelitian memiliki tingkat produktivitas kopi arabika yang tinggi.

b) Diduga middleman (pedagang perantara) yang terlibat dalam jaringan agribisnis kopi arabika di daerah penelitian memiliki modal sendiri.

c) Diduga harga kopi arabika yang terlibat dalam jaringan agribisnis di daerah penelitian cukup tinggi.

d) Diduga masing-masing pihak yang terlibat dalam jaringan agribisnis kopi arabika memiliki hubungan langsung yang sangat erat dan tetap dalam upaya pemasaran kopi arabika ke konsumen akhir.

e) Diduga bentuk produk kopi arabika yang dijual di daerah penelitian adalah biji merah (gelondong) dan biji putih (biji kering) untuk pedagang perantara (middleman) serta kopi bubuk untuk para konsumen.

2) Diduga saluran tataniaga yang terdapat dalam jaringan agribisnis kopi arabika di daerah penelitian memiliki margin pemasaran yang efisien bagi semua lembaga pemasaran yang terlibat.


(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Sampel

Penelitian dilakukan di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive sampling (sampling dengan maksud tertentu), yaitu pemilihan sampel yang dipilih benar-benar representatif. Adapun yang menjadi pertimbangannya adalah pertama, desa merupakan salah satu sentra tanaman kopi arabika. Kedua, luasan daerah panen kopi dimiliki langsung oleh petani setempat. Ketiga, dari hasil pra survey yang dilakukan peneliti, akses data ke wilayah ini mampu menyediakan data yang dibutuhkan.

3.2 Metode Penentuan Sampel

Populasi penelitian adalah petani dan pedagang perantara kopi arabika di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi.Berdasarkan data Dinas Perkebunan 2010, jumlah petani kopi arabika di wilayah penelitian adalah sebanyak 480 kepala keluarga. Sampel petani produsen ditetapkan secara puposive dengan pertimbangan teknis dan non-teknis di lapangan (Sinulingga, 2011).

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan petani dan pedagang yang menjadi sampel dengan menggunakan daftar kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder yang diperoleh dari lembaga atau instansi yang terkait seperti Dinas Pertanian, Badan Pusat Statistik (BPS),dan Koperasi Unit Desa (KUD). Adapun


(33)

data yang akan dikumpulkan adalah data luas lahan kopi arabika yang dimiliki petani kopi arabika dan jumlah populasi petani arabika.

3.4 Metode Analisis Data

Secara umum alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan sesuai dengan tujuan masing-masing. Untuk tujuan 1(a) yaitu mengenai tinggi rendahnya tingkat produktivitas petani kopi arabika. Untuk tujuan 1(b) yaitu mengenai asal modal yang dimiliki pedagang perantara (middleman). Untuk tujuan 1(c) yaitu mengenai harga kopi arabika yang terbentuk di pasar. Untuk tujuan 1(d) yaitu mengenai hubungan yang terbentuk dalam jaringan agribisnis kopi arabika mulai dari tingkat produsen, pedagang perantara (middleman) hingga konsumen akhir. Untuk tujuan 1(e) yaitu mengenai bentuk produk akhir kopi arabika yang akan dijual.Untuk tujuan 2 yaitu mengenai besarnya margin pemasaran tataniaga akan digunakan analisis Price Spread (marketing cost) yang terdiri dari ongkos – ongkos dalam penyaluran barang dari produsen ke konsumen. Price spread pada masing-masing lembaga pemasaran dapat digunakan model sebagai berikut :

�� = Pr−�� ����:

��=� ��+ � ��

� �=1 �

�=1

Keterangan :

MP = Margin Pemasaran

Pr = Harga di tingkat pengecer

Pf = Harga di tingkat petani / produsen

∑� ��

�=1 = Jumlah biaya tiap lembaga perantara ke−i

� ��

�=1


(34)

Share biaya ( SBi ) masing – masing lembaga perantara menggunakan model :

SBi = ��

Pr−��� 100%

Share keuntungan ( SKi ) masing – masing lembaga perantara menggunakan model :

SKi = ��

Pr−��� 100%

Share petani produsen ( Sf ) masing – masing lembaga perantara menggunakan model :

Sf = ���� � 100 %

Untuk analisis nisbah margin keuntungan, secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

� ���

Keterangan :

I = keuntungan masing – masing lembaga tata niaga

bti = biaya tata niaga masing – masing lembaga ( Sihombing, 2011 ). Untuk mengetahui tingkat efisiensi tata niaga digunakan rumus :

�= �+��

�+�� Keterangan :

e = efisiensi tata niaga

Z = profit middleman ( pedagang perantara ) ( Rp ) Zm = profit petani ( Rp )

C = biaya tata niaga ( Rp ) Cm = biaya produksi ( Rp )

Tata niaga dikatakan efisien jika : e > 1 : efisien

e ≤ 1 : tidak efisien ( Mustafid, 2002 ).


(35)

3.5 Definisi dan Batasan Operasional

Hasil penelitian ini tidak bersifat general, melainkan hanya studi kasus, sehingga untuk menghindari kesalahpahaman dan membatasi pengertian-pengertian yang ada dalam penelitian ini, maka diuraikan beberapa defenisi dan batasan yang digunakan dalam penelitian ini.

3.5.1 Definisi

1) Jaringan agribisnis merupakan rangkaian dari beberapa subsistem yang terdapat dalam suatu kegiatan agribisnis yang saling berhubungan.

2) Agribisnis adalah kegiatan usaha pertanian yang terdiri dari 4 subsistem yaitu subsistem hulu (pengadaan sarana produksi/input pertanian), subsistem primer (menggunakan sarana produksi yang dihasilkan subsistem hulu), subsistem hilir (mengolah dan memasarkan komoditas pertanian), dan subsistem penunjang (kegiatan yang menyediakan jasa penunjang seperti modal dan teknologi.

3) Produsen adalah petani sampel yang mengusahakan lahan dengan komoditi kopi arabika di daerah penelitian baik sebagai pemilik maupun penyewa.

4) Konsumen adalah pembeli yang merupakan konsumen akhir yang langsung membeli dari produsen atau dari pedagang perantara.

5) Lembaga pemasaran adalah seluruh channel atau bagian dari pemasaran yang terdiri dari lembaga-lembaga pemasaran yang berperan dalam penyampaian barang dan jasa dari produsen hingga ke konsumen akhir.

6) Pedagang pengumpul adalah mereka yang aktif membeli dan mengumpulkan komoditi dari produsen dan menjualnya ke pedagang perantara berikutnya.


(36)

8) Pedagang pengecer merupakan pedagang yang menjual barang yang dijualnya langsung ke tangan pemakai akhir atau konsumen dengan jumlah satuan atau eceran. 9) Eksportir adalah pihak yang memiliki fungsi menyalurkan barang dari dalam negara

ke negara lain.

10)Tataniaga adalah proses aliran barang dari produsen ke konsumen akhir disertai penambahan guna tempat melalui proses pengangkutan dan guna waktu melalui proses penyimpanan.

3.5.2 Batasan Operasional

1) Penelitian dilakukan di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi untuk petani sentra produksi dan pedagang perantara (middleman) mencakup daerah sekitarnya yang mendukung.

2) Sampel dalam penelitian ini adalah petani kopi arabika dengan kepemilikan lahan usatani sendiri dan pedagang perantara (middleman) kopi arabika di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi.

3) Hasil produksi kopi arabika yang diteliti berupa biji merah (gelondong) dan biji putih (biji kering).


(37)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

4. 1 Luas dan Topografi Desa

Desa Tanjung Beringin terletak di Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Propinsi Sumatera Utara dengan luas wilayah 414 Ha. Jumlah penduduk di Desa Tanjung Beringin sebanyak 2.245 jiwa. Daerah ini berada pada ketinggian 1.200-1.400 meter di atas permukaan laut. Desa Tanjung Beringin berjarak 45 km dari ibukota Kabupaten Dairi yakni Sidikalang dan 210 km dari Kota Medan. Dilihat dari jarak antar desa dengan ibukota kecamatan, maka dapat diasumsikan bahwa desa tersebut kurang cepat menerima informasi yang berasal dari luar daerah tersebut sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi kemajuan dan perkembangan desa.

Adapun batas-batas dari Desa Tanjung Beringin adalah sebagai berikut : • Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Dolok Tolong

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pegagan Julu IV • Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Pegagan Julu II • Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tanjung Beringin I

4. 2 Keadaan Penduduk

Penduduk Desa Tanjung Beringin berjumlah 2.245 jiwa meliputi 1.094 jiwa (48,73 %) laki-laki dan 1.151 jiwa (51,26 %) perempuan, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 650 KK. Klasifikasi penduduk menurut pekerjaannya terdapat pada tabel 1.


(38)

Tabel 1. Distribusi Penduduk Menurut Pekerjaan di Desa tanjung Beringin Tahun 2010

No. Uraian Jumlah Penduduk (jiwa) Persentase (%)

1. Petani 1.375 61,24

2. Pegawai 85 3,78

3. Wiraswasta 89 3,96

4. Pedagang 79 3,51

5. Pensiunan 48 2,13

6. Buruh Tani 497 22,13 7. Pertukangan 72 3,20

TOTAL 2.245 100

Sumber : Kantor Kepala Desa Tanjung Beringin 2010

Tabel 1 menunjukkan bahwa penduduk dii daerah penelitian memiliki beragam pekerjaan. Sebagai petani kopi sebanyak 1.375 jiwa (61,24 %), pegawai sebanyak 85 jiwa (3,78 %), wiraswasta sebanyak 89 jiwa (3,96 %), pedagang sebanyak 79 jiwa (3,51 %), pensiunan sebanyak 48 jiwa (2,13 %), buruh tani sebanyak 497 jiwa (22,13 %) dan pertukangan sebanyak 72 jiwa (3,20 %).

Tingkat pendidikan formal merupakan salah satu kunci utama dalam membangun dan mengembangkan masyarakat terutama dalam menerima suatu inovasi dan informasi yang diberikan. Gambaran jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan penduduk Desa Tanjung Beringin dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Formal di Desa Tanjung Beringin 2010

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk (jiwa) Persentase (%) 1. Tamat SD 1.066 47,48

2. Tamat SMP 644 28,68

3. Tamat SMA 494 22

4. Tamat Akademi (D3) 29 1,29 5. Tamat Sarjana 12 0,53

TOTAL 2.245 100

Sumber : Kantor Kepala Desa Tanjung Beringin 2010

Tabel 2 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk di Desa Tanjung Beringin dapat dikatakan tinggi karena 52,5 % dari seluruh penduduk dapat menyelesaikan pendidikan


(39)

formal tingkat SMP ke atas. Dengan demikian, cara berpikir dan wawasan penduduk sudah maju.

4. 3 Luas Wilayah dan Penggunaan Tanah

Luas wilayah Desa Tanjung Beringin hampir seluruhnya digunakan untuk usahatani, diantaranya kopi, jeruk, sayur-sayuran dan sebagian lainnya digunakan sebagai pemukiman. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Distribusi Luas Wilayah dan Penggunaan Tanah di Desa Tanjung Beringin Tahun 2010

No. Uraian Luas (Ha) Persentase (%) 1. Kebun Kopi 250 60,38 2. Kebun Sayur-sayuran 84 20,28 3. Kebun Jeruk 40 9,66 4. Pemukiman 40 9,66

TOTAL 414 100

Sumber : Kantor Kepala Desa Tanjung Beringin 2010

Tabel 3 menunjukkan bahwa penggunaan lahan sebagai kebun kopi merupakan yang terluas yaitu 250 Ha (60,38 %). Selain itu, penggunaan lahan sebagai kebun sayur-sayuran 84 Ha (20,28 %). Kebun jeruk digunakan sebanyak 40 Ha (9,66 %). Sedangkan untuk pemukiman penduduk digunakan sebanyak 40 Ha (9,66 %).

4. 4 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasaran yang terdapat di suatu daerah akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Semakin baik sarana dan prasarananya, maka akan mempercepat laju perkembangan daerah tersebut. Sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Tanjung Beringin yaitu sarana ibadah, sarana kesehatan, sarana pendidikan dan sarana perhubungan. Sarana dan prasarana ini dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini.


(40)

Tabel 4. Sarana Dan Prasarana di Desa Tanjung Beringin Tahun 2010

No. Uraian Jumlah (unit) 1. Mesjid 1 2. Gereja 13 3. Puskesmas 1

4. TK 1

5. SD 2

6. SMP 2

7. SMA 1

TOTAL 21

Sumber : Kantor Kepala Desa Tanjung Beringin 2010

Sarana dan prasarana di Desa Tanjung Beringin yang ada sudah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dan sekitarnya di keagaman, kesehatan, pendidikan, perhubungan, sosial budaya maupun ekonomi.

4. 5 Karakteristik Sampel

Petani Produsen

Produsen kopi arabika dalam penelitian ini adalah seluruh petani kopi arabika di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi. Berdasarkan metode penentuan sampel yang telah ditetapkan sebelumnya (purposive), maka setalah dilakukan pra-survei dan survei ke daerah penelitian ditetapkan jumlah sampel penelitian adalah sebanyak 43 sampel petani produsen. Adapun yang menjadi alasan atau pertimbangan dalam penentuan jumlah sampel tersebut adalah : pertama, akses peneliti terhadap sumber data. Kedua, kepemilikan lahan usahatani (miliki sendiri). Ketiga, pemenuhan terhadap strata luas lahan. Karakteristik produsen sampel dapat dilihat pada tabel 5.


(41)

Tabel 5. Karakteristik Petani Produsen Sampel

No. Uraian Satuan Range Rataan 1 Umur Tahun 25 -79 52 2 Lama Pendidikan Tahun 6-12 9 3 Jumlah Tanggungan Jiwa 0-6 3 4 Luas Lahan Ha 0.04 -1 0.52 5 Pengalaman Berusahatani Tahun 5-35 20 6 Jumlah Tanaman Pokok 300 -700 500

Sumber : Analisis Data Primer 2011

Rata-rata umur produsen sampel adalah 52 tahun dengan interval 25-79 tahun yang menunjukkan bahwa produsen sampel masih tergolong dalam usia yang produktif. Rata-rata lama pendidikan produsen sampel adalah 9 tahun atau lulus SMP dengan interval 6-12 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan produsen sampel cukup tinggi sehingga mempengaruhi cara berpikir mereka.

Setiap kepala keluarga produsen kopi arabika rata-rata memiliki jumlah tanggungan sebanyak 3 jiwa. Jumlah tanggungan keluarga akan berpengaruh terhadap distribusi pendapatan usahanya. Rata-rata luas lahan kopi arabika yang dimiliki oleh produsen sampel adalah 0.52 Ha dengan interval 0.04-1 Ha. Rata-rata lama berusahatani produsen sampel adalah 20 tahun dengan interval 5-35 tahun yang menunjukkan bahwa mereka telah mempunyai pengalaman berusahatani yang cukup lama sebagai petani kopi arabika. Rata-rata jumlah tanaman kopi arabika yng dimiliki oleh produsen sampel adalah 500 pokok dengan interval 300-700 pokok.


(42)

Pedagang Sampel

1. Pedagang besar

Pedagang besar adalah mereka yang membeli barang ke pedagang pengumpul di Desa Tanjung Beringin. Pedagang besar mengambil sendiri biji kopi arabika dari pedagang pengumpul. Karakteristik pedagang besar meliputi umur, lama pendidikan, jumlah tanggungan, lama berdagang, serta jumlah pembelian dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Karakteristik Pedagang Besar

No. Uraian Satuan Range Rataan 1 Umur Tahun 40-50 45 2 Tingkat Pendidikan Tahun 12-16 14 3 Jumlah Tanggungan Jiwa 0-4 2 4 Lama Berdagang Tahun 10-30 20 5 Jumlah Pembelian Ton 10-40 25

Sumber : Analisis Data Primer 2011

Berdasarkan tabel 6 di atas dapat dilihat bahwa rata-rata umur pedagang besar adalah 45 tahun dengan interval 40-50 tahun. Rata-rata lama pendidikan pedagang besar adalah 14 tahun atau lulus SMA. Rata-rata jumlah tanggungan yang dimiliki pedagang besar adalah 2 jiwa. Rata-rata lama berdagang pedagang besar adalah 20 tahun dengan interval 10-30 tahun. Rata-rata jumlah pembelian biji kopi arabika pedagang besar adalah 25 ton dengan interval 10-40 ton.

1. Pedagang Pengumpul

Pedagang pengumpul adalah mereka yang aktif membeli dan mengumpulkan komoditi dari produsen dan menjualnya kembali ke pedagang besar. Karakteristik pedagang pengumpul meliputi umur, lama pendidikan, jumlah tanggungan, lama berdagang, serta jumlah pembelian dapat dilihat pada tabel 7.


(43)

Tabel 7. Karakteristik Pedagang Pengumpul

No. Uraian Satuan Range Rataan 1 Umur Tahun 40-50 45 2 Tingkat Pendidikan Tahun 6-12 9 3 Jumlah Tanggungan Jiwa 2-4 3 4 Lama Berdagang Tahun 10-30 20 5 Jumlah Pembelian Ton 1-3 2

Sumber : Analisis Data Primer 2011

Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa rata-rata usia pedagang pengumpul adalah 45 tahun dengan interval 40-50 tahun. Rata-rata lama pendidikan pedagang pengumpul adalah 9 tahun atau lulus SMP. Rata-rata jumlah tanggungan pedagang pengumpul adalah 3 jiwa. Rata-rata lama pengalaman berdagang pedagang pengumpul 20 tahun dengan interval 10-30 tahun.


(44)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 ProduktivitasKopi Biji Merah dan Biji Putih Petani

Secara teknis produktivitas adalah suatu perbandingan antara hasil yang dicapai (out put) dengan keseluruhan sumber daya yang diperlukan (input). Produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran tenaga kerja persatuan waktu (Riyanto, 1986). Menurut Data BPS (2010) Kabupaten Dairi merupakan daerah dengan total produksi paling besar untuk kopi arabika. Tanaman kopi arabika dapat dengan mudah dijumpai hampir di seluruh daerah di Kabupaten Dairi. Sebagian besar penduduk yang berada di Kabupaten Dairi mempunyai areal penanaman kopi di areal pemukimannya. Luas tanam masing-masing petani kopi bervariasi. Kopi arabika termasuk yang dominan selain kopi robusta. Petani banyak menanam kopi arabika karena umur produksinya yang relatif cepat, kemudian dapat dijual dalam bentuk kopi biji merah.

Tabel 8. ProduktivitasRata-rata Kopi Arabika Biji Merah (Gelondong)

No. Luas Lahan (Ha) Produktivitas (kg/Ha/tahun) Standard Deviasi Strata 1 0,04-0,53 843,54 139,29 Strata 2 0,54-1 1.791,93 178,46 Strata 3 1,1-1,5 4.110,49 90,67

Dari tabel 8 diperoleh rata-rata tingkat produktivitas kopi arabika biji merah (gelondong) yang paling tinggi berada pada luas lahan 1,1 Ha hingga 1,5 Ha yaitu sebesar 4.110,49 kg dengan nilai standard deviasi 90,67. Sedangkan jumlah produksi kopi arabika biji merah (gelondong) yang paling rendah berada pada luas lahan 0,04Ha hingga 0,53 Ha yaitu rata-rata sebanyak 843,54kg dengan nilai standard deviasi 139,29. Strata I merupakan strata dengan


(45)

luas lahan yang paling kecil dibandingkan strata II dan strata III. Petani pada strata ini, penggunaan faktor produksi seperti pupuk dan bibit unggul kurang menjadi perhatian bagi mereka. Mereka hanya memanfaatkan faktor produksi seadanya. Pada strata II, penggunaan faktor produksi sudah cukup optimal. Petani pada strata ini sudah menggunakan bibit unggul. Hanya saja pada penggunaan pupuk, mereka masih kurang tepat. Strata III memiliki tingkat produktivitas yang paling tinggi disebabkan oleh penggunaan dan pelaksanaan beberapa faktor produksi yang lebih tepat dibandingkan dengan kedua strata lainnya. Diantaranya, petani pada strata ini menggunakan bibit kopi arabika yang unggul. Pemilihan pupuk kompos dan penggunaannya yang lebih banyak dibandingkan dengan pupuk anorganik dapat memberikan hasil produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan strata lainnya. Selain itu, strata ini merupakan lahan yang paling luas daripada kedua strata lainnya.

Tabel 9. ProduktivitasRata-rata Kopi Arabika Biji Putih (Biji Kering)

No. Luas Lahan (Ha) Produktivitas (kg/Ha/tahun) Standard Deviasi Strata 1 0,04-0,53 285,43 81,02 Strata 2 0,54-1 1.851,50 206,36 Strata 3 1,1-1,5 4.110,49 90,67

Dari tabel 9 diperoleh tingkat produktivitas kopi arabika biji putih (biji kering) yang paling tinggi berada pada luas lahan 1,1 Ha hingga 1,5 Ha yaitu sebesar 4.110,49 kg dengan nilai standard deviasi 90,67. Sedangkan jumlah produksi kopi arabika biji putih (biji kering) yang paling rendah berada pada luas lahan 0,04 Ha hingga 0,53 Ha yaitu sebanyak 285,43 kg dengan nilai standard deviasi 81,02. Pada strata I, hasil rataan produktivitas kopi arabika biji merah (gelondong) yang diperoleh merupakan yang paling rendah. Oleh karena itu, pada hasil produktivitas biji putih juga merupakan yang paling rendah. Hal ini dipengaruhi oleh faktor produksi , yaitu luas lahan yang terlalu sempit. Strata II memiliki rata-rata produktivitas yang cukup tinggi. Petani pada strata ini sudah lebih optimal dalam


(46)

menggunakan faktor produksi yang tersedia. Hanya saja mereka kurang optimal dalam memanfaatkannya. Untuk biji putih (biji kering) kopi arabika, petani sampel pada strata III juga mempunyai tingkat produktivitas yang paling tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh penggunaan bibit kopi arabika yang unggul. Ini juga dipengaruhi oleh pemilihan dan penggunaan pupuk kompos yang lebih banyak dibandingkan dengan pupuk anorganik lainnya. Selain itu, petani pada strata ini lebih sering mengolah kopi arabika biji merah (gelondong) menjadi biji putih (biji kering).

Pada tahun 2011, jumlah produksi nasional kopi arabika biji merah (gelondong) hanya sebesar 500 ribu ton per tahun. Hal ini masih jauh dari potensi produksi yang sebenarnya, seandainya teknis budidaya dan pasca panen diterapkan secara baik dan benar. Tanaman ini tumbuh tegak, bercabang dan tingginya dapat mencapai 12 m. Kopi arabika mempunyai sistem percabangan yang agak berbeda dengan tanaman lain. Tanaman ini mempunyai beberapa jenis cabang yang sifat dan fungsinya berbeda.

Kopi arabika adalah jenis tanaman dataran tinggi antara 1250-1850 m dari permukaan laut. Sebenarnya jenis kopi arabika ini dapat hidup juga di dataran rendah sampai dataran yang lebih tinggi lagi, tetapi apabila ditanam di dataran yang lebih rendah atau lebih tinggi kurang produktif. Sebab jenis ini jika ditanam di dataran rendah di bawah 1000 m akan mudah terserang penyakit Hemileia vastatrix. Sebaliknya, jika kopi arabika ini ditanam di dataran tinggi, yang lebih dari 1850 m, udara akan terlalu dingin sehingga akan banyak tumbuh vegetatif saja. Dan yang paling optimal bila tanaman ini ditanam pada ketinggian 1250-1850 m dari permukaan laut, dengan suhu sekitar 17-21o C(Najiyati dan Danarti, 2004).

Tanaman kopi arabika memiliki umur produktif pada usia 6 tahun sampai 10 tahun. Varietas kopi arabika yang telah dilepaskan Menteri Pertanian berdasarkan hasil riset dan penelitian terbagi dalam beberapa jenis antara lain : jenis AB 3, USDA 762, S 795, Kartika 1 dan 2.


(47)

Kemudian setelah itu banyak hasil riset dan penelitian jenis-jenis baru seperti Ateng, Katimor, Typika dll.

Adapun beberapa cara pengolahan kopi arabika mulai dari biji merah (gelondong) sampai menjadi biji putih (biji kering), yaiu :

1. Pengupasan Kulit Buah Kopi Arabika

Pengupasan kulit buah dilakukan dengan menggunakan alat dan mesin pengupas kulit buah (pulper). Pulper dapat dipilih dari bahan dasar yang terbuat dari kayu atau metal. Air dialirkan kedalam silinder bersamaan dengan buah yangakan dikupas. Sebaiknya buah kopi dipisahkan atas dasar ukuran sebelum dikupas.

2. Fermentasi Kopi Arabika

Fermentasi ini dapat dilakukan secara basah dengan merendam biji kopi dalam genangan air, atau fermentasi cara kering dengan cara menyimpan biji kopi HS basah di dalam wadah plastik yang bersih dengan lubang penutup dibagian bawah atau dengan menumpuk biji kopi HS di dalam bak semen dan ditutup dengan karung goni.Akhir fermentasi ditandai dengan meluruhnya lapisan lendir yang menyelimuti kulit tanduk. Waktu fermentasi berkisar antara 12 sampai 36 jam.

3. Pencucian Biji Kopi Arabika

Pencucian bertujuan menghilangkan sisa lendir hasil fermentasi yang menempel di kulit tanduk. Untuk kapasitas kecil, pencucian dikerjakan secara manual di dalam bak atau ember, sedangkan kapasitas besar perlu dibantu mesin.


(48)

4. Pengeringan Biji Kopi Arabika

Pengeringan bertujuan mengurangi kandungan air biji kopi dari 60-65 % menjadi maksimum 13 %. Pada kadar air ini, biji kopi relatif aman. Dikemas dalam karung dan disimpan dalam gudang pada kondisi lingkungan tropis. Pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran, mekanis dan kombinasi keduanya. Penjemuran merupakan cara yang paling mudah dan murah untuk pengeringan biji kopi. Penjemuran dapat dilakukan di atas para-para atau lantai jemur.

5. Pengupasan Kulit Kopi Arabika

Pengupasan dimaksudkan untuk memisahkan biji kopi dari kulit tanduk yang menghasilkan biji kopi beras. Pengupasan dapat dilakukan dengan menggunakan mesin pengupas (huller). Sebelum dimasukkan ke mesin pengupas (huller), biji kopi hasil pengeringan didinginkan terlebih dahulu (tempering) selama minimum 24 jam (Herman, 2008).

5. 2 Modal Pedagang Perantara

Modal sangat diperlukan dalam mendirikan sebuah usaha. Besar kecilnya modal yang dibutuhkan tergantung dari besar kecilnya usaha yang akan didirikan. Modal adalah uang yang digunakan sebagai pokok (induk) untuk berdagang. Modal pertanian dalam arti makro adalah faktor produksi modal yang disalurkan, dikelola dan dikontrol di dalam kegiatan ekonomi di sektor pertanian. Modal usahatani dalam arti mikro adalah faktor produksi modal yang disediakan, diolah dan dikontrol di dalam suatu usahatani perusahan agribisnis maupun suatu usahatani yang masih sederhana (Kasmir dan Jakfar, 2003). Modal yang dibutuhkan oleh pedagang perantara di Desa Tanjung Beringin, yaitu gudang tempat penyimpanan kopi biji, timbangan dan sejumlah uang sebagai modal awal untuk membeli kopi arabika biji


(49)

merah dan biji putih dari para petani. Sebagian besar sumber modal pedagang berasal dari tabungan mereka sendiri dan warisan orangtua. Namun, ada juga beberapa diantaranya yang berasal dari piutang pedagang pada petani kopi arabika.

5.3 Bentuk Kopi Arabika Yang Dijual

Kopi arabika di Desa Tanjung Beringin dijual dalam dua bentuk yaitu biji merah (gelondong) dan biji putih (biji kering). Pada awalnya, petani kopi arabika di Desa Tanjung Beringin menjual hasil usahataninya berupa kopi biji putih (biji kering). Namun, seiring meningkatnya kebutuhan akan kopi di pasar, maka para petani (produsen) “dipaksa” untuk lebih cepat mendistribusikan kopi di pasar. Untuk itu, banyak pedagang perantara (middleman) yang “menuntut” petani memberikan hasil usahataninya dalam bentuk kopi biji merah (gelondong). Selain itu, alasan kepraktisan seringkali digunakan petani dalam menjual hasil produksinya. Dengan menjual kopi arabika dalam bentuk biji merah (gelondong), petani berharap akan lebih cepat dalam memperoleh kembali modal usahataninya. Akan tetapi, sebagian daerah di Indonesia, pada umumnya menjual kopi arabika dalam bentuk biji putih (biji kering). Namun, untuk Desa Tanjung Beringin sebagian besar petani menjual kopi arabika dalam bentuk biji merah (gelondong) daripada biji putih (biji kering).


(50)

5.4Pembentukan Harga Kopi Arabika

Struktur pasar output dalam perdagangan kopi arabika mendekati bentuk pasar persaingan sempurna. Hal ini ditunjukkan pada tabel dan kurva berikut :

Tabel 10. Karakteristik Pasar Persaingan Sempurna

No Komponen Pasar Keterangan 1 Penjual (produsen)

Terdapat banyak penjual untuk barang yang sama dengan ukuran yang relatif sama

2 Barang (komoditi)

Bersifat homogen, barang mempunyai hubungan substitusi sempurna

3 Harga

Ditentukan oleh interaksi antara produsen dan konsumen (penjual sebagai price taker) 4 Hambatan

Penjual (produsen) mudah untuk masuk dan keluar pasar

P(Rp) S

6.000

D

0 1 Q (kg)

Kurva Pasar Persaingan Sempurna

Berdasarkan uraian tersebut, maka terbentuk harga kopi arabika di daerah penelitian. Untuk harga kopi arabika biji putih di Desa Tanjung beringin adalah Rp 18.000/kg dan kopi biji merah yaitu Rp 6.000/kg. Harga ini jauh berbeda dengan harga kopi arabika di sentra produksi lain seperti Aceh. Dimana harga kopi arabika biji putih yaitu Rp 27.000/kg dan kopi arabika biji merah yaitu Rp 10.500/kg. Keadaan ini disebabkan oleh kualitas biji kopi yang


(51)

dihasilkan di Aceh masih lebih baik dibandingkan dengan biji kopi yang dihasilkan di Desa Tanjung Beringin, Sumbul, Dairi.

Harga kopi arabika biji kering (biji putih) yang dijual kepada eksportir pada tahun 2011 berkisar Rp 48.000 hingga Rp 60.000 per kilogramnya. Hal ini disebabkan oleh adanya fluktuasi harga kopi arabika di tingkat eksporter sehingga seringkali merugikan pihak petani dan pedagang pengumpul. Dari sisi pemeliharaan tanaman dan proses penjemuran biji kopi dibutuhkan biaya dan melalui tantangan yang cukup berat. Selain itu, pada penanganan pasca panen kopi membutuhkan waktu dan komponen biaya yang relatif besar, yaitu mulai dari proses menjemur, mengupas dan menjemur lagi sampai kering.

Pada tahun 2011, fluktuasi harga biji kopi arabika cenderung dipengaruhi oleh posisi tawar petani dan pedagang pengumpul yang hingga kini masih relatif lemah terhadap eksporter. Untuk memperkuat posisi tawar petani dan pedagang pengumpul, pemerintah melalui instansi terkait perlu segera mengeluarkan kebijakan yang bertujuan mendorong pertumbuhan jumlah pelaku usaha eksporter kopi arabika, sehingga petani dan pedagang pengumpul tidak lagi tergantung dengan eksporter tertentu. Pemerintah perlu memfasilitasi petani dan pedagang pengumpul di sejumlah sentra produksi kopi arabika dengan perangkat teknologi yang menyediakan berbagai informasi seputar perkembangan dan analisis terbaru mengenai harga kopi arabika, baik di pasar domestik maupun internasional.

5.5 Hubungan Tiap Lembaga Tataniaga

Umumnya jarak fisik produksi dan konsumsi hasil pertanian/usahatani relatif cukup jauh karena usahatani berada di pelosok desa yang membutuhkan areal yang cukup luas. Sebaliknya, barang-barang industri justru diproduksi di dekat kota besar. Oleh sebab itu, jarak ini harus “dijembatani” agar barang-barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen memenuhi azas yaitu tempat, jumlah, waktu, mutu, jenis dan pada tingkat harga yang layak


(52)

Pedagang Pengecer

Konsumen

dibayar konsumen. Sektor distribusilah yang merupakan “jembatan” penghubung tersebut. Sektor inilah yang “bertanggungjawab” memindahkan, mengalokasikan, mendayagunakan dan menganekaragamkan barang-barang yang dihasilkan di sektor produksi. Dan pada sektor inilah tataniaga berperan (Sihombing, 2010).

Di Desa Tanjung Beringin antara lembaga sektor produksi (petani) dan sektor distribusi (pedagang pengumpul) terjalin sangat erat dan tetap. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya potensi daerah ini dalam menghasilkan kopi arabika dengan kualitas terbaik sehingga menyadarkan untuk melakukan tataniaga hasil pertanian dan melaksanakan fungsinya masing-masing. Selain itu, terjadinya utang-piutang diantara petani dan pedagang perantara membentuk suatu jaringan agribisnis yang terikat. Berdasarkan hasil penelitian terdapat satu saluran dalam perdagangan kopi arabika biji merah (gelondong). Saluran tataniaga digambarkan dalam bagan berikut :

Bagan I. Saluran tataniaga biji merah (gelondong)

Selanjutnya, dalam perdagangan kopi arabika biji putih (biji kering) terdapat dua saluran tataniaga. Saluran ini digambarkan dalam bagan berikut :

Bagan II. Saluran tataniaga biji putih (biji kering)

Petani (Produsen

)

Pedagang Pengumpul

Pedagang Besar

Pedagang Besar


(53)

Eksportir Untuk saluran tataniaga berikutnya digambarkan sebagai berikut :

Bagan III. Saluran tataniaga biji putih (biji kering)

5.6 Analisis Margin Pemasaran Kopi Arabika

Pemasaran merupakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk memperlancar pemasaran komoditas pertanian, baik segar maupun olahan, di dalam dan di luar negeri. Termasuk di dalamnya adalah kegiatan distribusi untuk memperlancar arus komoditas dari sentra produksi ke sentra konsumsi, promosi dan informasi pasar (Soekartawi, 2002).

Margin pemasaran terdiri dari biaya-biaya untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran dan keuntungan lembaga-lembaga pemasaran. Setiap lembaga pemasaran biasanya melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran yang berbeda sehingga share margin yang diperoleh pada masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat akan berbeda juga (Sudiyono, 2004).

Petani kopi arabika di Desa Tanjung Beringin menjual kopinya dalam bentuk biji putih (biji kering) dan biji merah (gelondong). Akan tetapi, sebagian besar petani di daerah ini menjual kopinya dalam bentuk biji merah karena mereka tidak mengeluarkan biaya untuk proses penjemuran atau pengeringan kopi.

Petani (Produsen

)

Pedagang Besar


(54)

Tabel 11. Analisis Margin Keuntungan dan Nisbah Margin Keuntungan Kopi Arabika Dalam Bentuk Biji Merah (Gelondong)

No. Komponen Biaya Rp/kg (%) 1 Harga Jual Petani 6.000 92,31

Biaya Produksi 1.924,08 Biaya Pengolahan 188

Profit 3.887,92

Nisbah Margin Keuntungan 1,8 2 Harga Beli Pedagang Pengumpul 6.000 Harga Jual Pedagang Pengumpul 6.500 Biaya-biaya :

a. Transportasi 12,75 0,19 b. Pensortiran 22,5 0,34 c. Marketing Loses 18 0,27

Profit 440 6,77

Nisbah Margin Keuntungan 8,3

3 Harga Beli Pedagang Besar 6.500 100

Diolah dari lampiran 1

Analisis ini diperoleh dari saluran I tataniaga kopi arabika untuk biji merah (gelondong). Dari tabel 11 dapat dinyatakan bahwa keuntungan rata-rata untuk petani kopi arabika yang menjual kopi dalam bentuk biji merah sebesar Rp 3.887,92dengan share margin sebesar 65,17%. Pedagang pengumpul mempunyai keuntungan rata-rata Rp 440 dengan share margin 6,77%. Nisbah margin keuntungan petani yaitu sebanyak Rp 1,8 artinya keuntungan yang diperoleh pertani 1,8 kali lipat lebih besar dari biaya produksinya. Sedangkan pedagang pengumpul memiliki nisbah margin keuntungan Rp 8,3 artinya keuntungan pedagang pengumpul 8,3 kali lipat dari biaya tataniaganya.

Selain menjual kopi arabika dalam bentuk biji merah, petani di Desa Tanjung Beringin juga menjual kopi arabika dalam bentuk biji putih (biji kering).


(55)

Tabel 12. Analisis Margin Keuntungan dan Bisbah Margin Keuntungan Kopi Arabika Dalam Bentuk Biji Putiih (Biji Kering)

No. Komponen Biaya Rp/kg % 1 Harga Jual Pedagang Besar 60.000 80

Biaya-biaya :

a. Transportasi 9.550 b. Pensortiran 500 c. Pengolahan 3.800

Profit 28.150

Nisbah Margin Keuntungan 2,03 2 Harga beli Pedagang Pengecer 60.000 Harga Jual Pedagang Pengecer 70.000 Biaya-biaya :

a. Transportasi 4.087,5 5,45 b. Pensortiran 1.402,5 1,87 Profit 9.547,5 12,73 Nisbah Margin Keuntungan 1,74

3 Harga Beli Konsumen 75.000 100

Diolah dari Lampiran 2

Analisis ini diperoleh dari saluran II tataniaga kopi arabika untuk biji putih (biji kering). Berdasarkan tabel 12 dinyatakan bahwa keuntungan rata-rata pedagang besar yaitu Rp 28.150 dengan share margin 54,13%. Nisbah margin keuntungan yang didapat Rp 2,03 artinya keuntungan yang dimiliki pedagang besar 2,03 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan biaya tataniaganya. Keuntungan rata-rata pedagang pengecer sebanyak Rp 9.547,5 dengan share margin sebesar 18,36%. Nisbah margin keuntungan pedagang pengecer adalah Rp 1,74 artinya pedagang pengecer memperoleh keuntungan 1,74 kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan biaya tataniaganya.


(56)

Tabel 13. Analisis Margin Keuntungan dan Nisbah Margin Keuntungan Arabika Dalam Bentuk Biji Putih (Biji Kering)

No. Komponen Biaya Rp/kg % 1 Harga Jual Petani 18.000 30

Biaya Produksi 5.686,33 Biaya Pengolahan 554 Profit 11.759,67 Nisbah Margin Keuntungan 1,9 2 Harga Beli Pedagang Besar 18.000 Harga Jual Pedagang Besar 60.000 Biaya-biaya :

a. Transportasi 9.550 15,91 b. Pensortiran 500 0,83 c. Pengolahan 3.800 6,33 Profit 28.150 46,92 Nisbah Margin Keuntungan 2,03

3 Harga Beli Eksportir 60.000 100

Diolah dari lampiran 3

Berdasarkan tabel 13 tersebut dinyatakan bahwa keuntungan rata-rata petani kopi arabika sebesar Rp 11.759,67dengan share margin 25,71%. Namun, nisbah margin keuntungan petani yaitu Rp 1,9 artinya keuntungan yang dimiliki petani 1,9 kali lipat lebih banyak dibandingkan biaya produksinya.Pedagang besar mempunyai keuntungan rata-rata Rp 28.150dengan share margin sebesar 54,13%. Akan tetapi, pedagang besar memperoleh nisbah keuntungan sebanyak Rp 2,03 yang artinya pedagang besar memperoleh keuntungan sebanyak 2,03 kali lipat dari biaya tataniaganya. Pedagang besar sudah menjual kopi arabika miliknya dengan bentuk asalan (biji putih) dengan kadar air sekitar 13% kepada pihak eksportir.

Berdasarkan hasil penelitian terdapat tiga saluran tataniaga yang terbentuk. Saluran tataniaga I yaitu petani – pedagang pengumpul – pedagang besar. Dengan bagan sebagai berikut :


(57)

Bagan 1. Saluran Tataniaga I

Saluran ini mempunyai efisiensi pemasaran sebesar 2,19. Artinya, saluran tataniaga ini disebut efisien karena nilainya lebih besar dari 1 (>1).

Saluran tataniaga II pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen. Dengan bagan sebagai berikut :

Bagan 2. Saluran Tataniaga II

Pada saluran tataniaga yang kedua diperoleh efisiensi pemasaran sebesar 1,98. Artinya, saluran ini juga efisien digunakan dalm proses tataniaga kopi arabika karena nilai efisiensi pemasaran lebih besar daripada 1 (>1).

Saluran tataniaga III petani/produsen – pedagang besar – eksportir. Dengan bagan berikut ini :

Bagan 3. Saluran Tataniaga III

Pada saluran tataniaga yang ketiga ini diperoleh efisiensi pemasaran sebesar 2,04. Artinya, saluran ini juga efisien digunakan dalm proses tataniaga kopi arabika karena nilai efisiensi pemasaran lebih besar daripada 1 (>1).

Pedagang Besar Pedagang

Pengecer Konsumen


(58)

Akan tetapi, dari ketiga saluran tataniaga tersebut dinyatakan bahwa saluran tataniaga I lebih efisiean daripada saluran tataniaga I dan saluran tataniaga II karena nilai efisiensi pemasarannya lebih besar.

BAB VI


(59)

6.1 Kesimpulan

Tingkat produktivitas petani di Desa Tanjung Beringin cukup tinggi yaitu 68.836,92 kg untuk biji merah dan 23.292,35 kg untuk biji putih per tahun. Modal pedagang besar dan pedagang pengumpul berasal dari modal sendiri dalam menjual kopi arabika biji merah dan biji putih. Harga kopi arabika biji merah yang terbentuk di Desa Tanjung Beringin adalah Rp 6.000 dan harga kopi arabika biji putih adalah Rp 18.000. Bentuk akhir dari kopi arabika yang dijual di Desa Tanjung Beringin adalah berupa biji merah (cherry red) dan biji putih (biji kering). Dalam saluran tataniaga kopi arabika di Desa Tanjung Beringin, tiap lembaga pemasaran yang terlibat saling berhubungan erat dan tetap karena tingginya potensi daerah tersebut dalam menghasilkan kopi arabika dengan kualitas terbaik. Jaringan agribisnis yang terbentuk dalam perdagangan kopi arabika biji merah (gelondong) dan biji putih (biji kering) adalah jaringan agribisnis yangindependen (bebas). Dimana, tiap lembaga yang terkait didalamnya tidak hanya memperoleh biji kopi arabika dari satu lembaga, akan tetapi dapat juga diperoleh dari lembaga pemasaran lain. Keuntungan rata-rata yang dimilki petani yang menjual kopi arabika biji merah yaitu Rp 3.935,34 dengan share margin sebesar 65,17 % dan keuntungan petani yang menjual kopi arabika biji putih yaitu Rp 11.863,46 dengan share margin 64,94 %. Keuntungan rata-rata pedagang pengumpul yang menjual kopi arabika biji merah yaitu Rp 440 dengan share margin sebesar 6,77 % dan keuntungan pedagang pengumpul yang menjual kopi arabika biji putih yaitu Rp 1.700 dengan share margin sebesar 8.5 %. Keuntungan rata-rata pedagang besar dalam menjual kopi arabika biji putih (biji kering) yaitu Rp 7.602 dengan share margin sebesar 95,7%.

Jaringan agribisnis diartikan sebagai suatu rangkaian dari beberapa subsistem agribisnis, yaitu subsistem hulu, subsistem usahatani dan subsistem hilir. Subsistem hulu dan subsistem usahatani dilakukan oleh petani/produsen. Pada subsistem ini, petani/produsen menghasilkan


(60)

biji kopi arabika sebagai barang yang akan didistribusikan atau diperjualbelikan. Selanjutnya, subsistem hilir dilakukan oleh lembaga perantara yaitu pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang pengecer dan eksportir. Dari subsistem inilah, biji kopi arabika merah dan putih akan dipasarkan kepada konsumen yang membutuhkannya.

6.2 Saran

Produksi petani yang cukup tinggi belum didukung dengan analisis biaya-biaya produksi yang baik dan penetapan harga penjualan yang sebenarnya. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan petani dalam memperoleh informasi tentang pasar penjualan kopi arabika biji merah dan biji putih. Untuk itu, diharapkan para petani lebih cermat lagi dalam menentukan harga penjualan kopi biji merah dan biji putih agar mereka dapat memperoleh keuntungan yang lebih banyak.

DAFTAR PUSTAKA


(1)

6.1 Kesimpulan

Tingkat produktivitas petani di Desa Tanjung Beringin cukup tinggi yaitu 68.836,92 kg untuk

biji merah dan 23.292,35 kg untuk biji putih per tahun. Modal pedagang besar dan pedagang

pengumpul berasal dari modal sendiri dalam menjual kopi arabika biji merah dan biji putih.

Harga kopi arabika biji merah yang terbentuk di Desa Tanjung Beringin adalah Rp 6.000 dan

harga kopi arabika biji putih adalah Rp 18.000. Bentuk akhir dari kopi arabika yang dijual di

Desa Tanjung Beringin adalah berupa biji merah (cherry red) dan biji putih (biji kering).

Dalam saluran tataniaga kopi arabika di Desa Tanjung Beringin, tiap lembaga pemasaran

yang terlibat saling berhubungan erat dan tetap karena tingginya potensi daerah tersebut

dalam menghasilkan kopi arabika dengan kualitas terbaik. Jaringan agribisnis yang terbentuk

dalam perdagangan kopi arabika biji merah (gelondong) dan biji putih (biji kering) adalah

jaringan agribisnis yangindependen (bebas). Dimana, tiap lembaga yang terkait didalamnya

tidak hanya memperoleh biji kopi arabika dari satu lembaga, akan tetapi dapat juga diperoleh

dari lembaga pemasaran lain. Keuntungan rata-rata yang dimilki petani yang menjual kopi

arabika biji merah yaitu Rp 3.935,34 dengan share margin sebesar 65,17 % dan keuntungan

petani yang menjual kopi arabika biji putih yaitu Rp 11.863,46 dengan share margin 64,94 %.

Keuntungan rata-rata pedagang pengumpul yang menjual kopi arabika biji merah yaitu Rp

440 dengan share margin sebesar 6,77 % dan keuntungan pedagang pengumpul yang menjual

kopi arabika biji putih yaitu Rp 1.700 dengan share margin sebesar 8.5 %. Keuntungan

rata-rata pedagang besar dalam menjual kopi arabika biji putih (biji kering) yaitu Rp 7.602 dengan

share margin sebesar 95,7%.

Jaringan agribisnis diartikan sebagai suatu rangkaian dari beberapa subsistem agribisnis,

yaitu subsistem hulu, subsistem usahatani dan subsistem hilir. Subsistem hulu dan subsistem


(2)

biji kopi arabika sebagai barang yang akan didistribusikan atau diperjualbelikan. Selanjutnya,

subsistem hilir dilakukan oleh lembaga perantara yaitu pedagang pengumpul, pedagang

besar, pedagang pengecer dan eksportir. Dari subsistem inilah, biji kopi arabika merah dan

putih akan dipasarkan kepada konsumen yang membutuhkannya.

6.2 Saran

Produksi petani yang cukup tinggi belum didukung dengan analisis biaya-biaya produksi

yang baik dan penetapan harga penjualan yang sebenarnya. Hal ini disebabkan oleh

kurangnya pengetahuan petani dalam memperoleh informasi tentang pasar penjualan kopi

arabika biji merah dan biji putih. Untuk itu, diharapkan para petani lebih cermat lagi dalam

menentukan harga penjualan kopi biji merah dan biji putih agar mereka dapat memperoleh

keuntungan yang lebih banyak.

DAFTAR PUSTAKA


(3)

Bahri, S. 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. UGM Press. Yogyakarta

Downey, W. D. dan Erickson, S. P. 1987. Manajemen Agribisnis. Edisi ke-2. Penerjemah : Ir. Rochidayat Ganda S. dan Alfonsus S. Erlangga. Jakarta

Ginting, P. 2006. Pemasaran Produksi Pertanian. USU Press. Medan

Herman, 2008. Membangkitkan Kembali Peran Komoditas Kopi Bagi Perekonomian Indonesia.

Kasmir dan Jakfar. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Prenada Media Kencana. Bogor. http//tumau;net/702_07134/herman.htm

Kotler, P. dan Keller K. L. 2008. Manajemen Pemasaran. Edisi ke-12. Jilid I. Penerjemah : Molan, B. Prentice Hall, Inc. New Jersey

Najiyati dan Danarti, 2004. Kopi Budidaya dan Penanganan Lepas Panen. Penebar Swadaya. Jakarta

Rahardi, F. 1995. Agribisnis Tanaman Perkebunan. Penebar Swadaya. Jakarta

Retnandari, N. D., dan Tjokrowinoto, M. 1991. Kopi Kajian Sosial Ekonomi. Aditya Medya. Yogyakarta

Riyanto, J. 1986. Produktivitas dan Tenaga Kerja. SIUP. Jakarta.

Sevilla, dkk. 1993. Pengantar Metode Penelitian. UI Press. Jakarta

Sihombing, L. 2010. Tata Niaga Hasil Pertanian. USU Press. Medan

Sinulingga, S. 2011. Metode Penelitian. USU Press. Medan

Soekartawi, 1995. Analisis Usahatani. UI Press. Jakarta

---, 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Edisi ke-2. Rajagrafindo Persada. Jakarta

---, 2005. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Rajagrafindo Persada. Jakarta

Soemartojo, 1993. Perkebunan Indonesia di Masa Depan. Yayasan Agro Ekonomika. Jakarta

Sudiyono, A. 2004. Pemasaran Pertanian. UMM Press. Malang

Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Alfabeta. Bandung


(4)

Suyanto, 2008. PetaniKopi Sumut Beralih Tanam Jenis Arabika KOMPAS CYBER MEDIA. Jakarta.

Widodo. 2008. Campur Sari Agroekonomi. Penerbit Liberty. Yogyakarta http//Compas Cyber Media.htm

Lampiran 1. Analisis Margin Keuntungan dan Nisbah Margin Keuntungan Kopi Dalam bentuk Biji Merah (Gelondong)


(5)

No. Komponen Biaya Rp/kg %

1

Harga Jual Pedagang Besar 60.000 80

Biaya-biaya :

a. Transportasi 9.550

b. Pensortiran 500

c. Pengolahan 3.800

Profit 28.150

Nisbah Margin Keuntungan 2,03

2

Harga beli Pedagang Pengecer 60.000 Harga Jual Pedagang Pengecer 70.000

Biaya-biaya :

a. Transportasi 4.087,5 5,45

b. Pensortiran 1.402,5 1,87

Profit 9.547,5 12,73

Nisbah Margin Keuntungan 1,74

3 Harga Beli Konsumen 75.000 100

Lampiran 3. Analisis Margin Keuntungan dan Nisbah Margin Keuntungan Kopi Dalam bentuk Biji Putih (Biji Kering) II


(6)

No. Komponen Biaya Rp/kg %

1

Harga Jual Petani 18.000 0,3

Biaya Produksi 5.686,33

Biaya Pengolahan 554

Profit 11.759,67

Nisbah Margin Keuntungan 1,9

2

Harga Beli Pedagang Besar 18.000 Harga Jual Pedagang Besar 60.000

Biaya-biaya :

a. Transportasi 9.550 15,91

b. Pensortiran 500 0,83

c. Marketing Loses 3.800 6,33

Profit 46.150 76,91

Nisbah Margin Keuntungan 3,3


Dokumen yang terkait

Analisis Produktivitas Dan Umur Tanaman Terhadap Pendapatan Petani Kopi Arabika ( Studi Kasus: Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi)

16 75 101

Analisis Jaringan Agribisnis Kopi Arabika Di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi

2 41 67

Distribusi Pendapatan Dan Tingkat Kemiskinan Petani Kopi Arabika Di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi

1 48 116

Pengaruh Penjualan Kopi Arabika Dalam Bentuk Buah Panen (Cherry Red) Terhadap Ekonomi Petani Kopi Arabika Desa Tanjung Beringin Di Kabupaten Dairi

31 181 77

Evaluasi Kesesuaian Lahan Di Desa Rumah Pilpil, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang Untuk Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L)

1 29 66

Analisis Jaringan Agribisnis Kopi Arabika di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi

0 1 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN - Analisis Jaringan Agribisnis Kopi Arabika Di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi

0 1 14

BAB I PENDAHULUAN - Analisis Jaringan Agribisnis Kopi Arabika Di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi

0 0 7

ANALISIS JARINGAN AGRIBISNIS KOPI ARABIKA DI DESA TANJUNG BERINGIN KECAMATAN SUMBUL KABUPATEN DAIRI

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Analisis Produktivitas Dan Umur Tanaman Terhadap Pendapatan Petani Kopi Arabika ( Studi Kasus: Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi)

0 0 13