dihasilkan di Aceh masih lebih baik dibandingkan dengan biji kopi yang dihasilkan di Desa Tanjung Beringin, Sumbul, Dairi.
Harga kopi arabika biji kering biji putih yang dijual kepada eksportir pada tahun 2011 berkisar Rp 48.000 hingga Rp 60.000 per kilogramnya. Hal ini disebabkan oleh adanya
fluktuasi harga kopi arabika di tingkat eksporter sehingga seringkali merugikan pihak petani dan pedagang pengumpul. Dari sisi pemeliharaan tanaman dan proses penjemuran biji kopi
dibutuhkan biaya dan melalui tantangan yang cukup berat. Selain itu, pada penanganan pasca panen kopi membutuhkan waktu dan komponen biaya yang relatif besar, yaitu mulai dari
proses menjemur, mengupas dan menjemur lagi sampai kering. Pada tahun 2011, fluktuasi harga biji kopi arabika cenderung dipengaruhi oleh posisi tawar
petani dan pedagang pengumpul yang hingga kini masih relatif lemah terhadap eksporter. Untuk memperkuat posisi tawar petani dan pedagang pengumpul, pemerintah melalui instansi
terkait perlu segera mengeluarkan kebijakan yang bertujuan mendorong pertumbuhan jumlah pelaku usaha eksporter kopi arabika, sehingga petani dan pedagang pengumpul tidak lagi
tergantung dengan eksporter tertentu. Pemerintah perlu memfasilitasi petani dan pedagang pengumpul di sejumlah sentra produksi kopi arabika dengan perangkat teknologi yang
menyediakan berbagai informasi seputar perkembangan dan analisis terbaru mengenai harga kopi arabika, baik di pasar domestik maupun internasional.
5.5 Hubungan Tiap Lembaga Tataniaga
Umumnya jarak fisik produksi dan konsumsi hasil pertanianusahatani relatif cukup jauh karena usahatani berada di pelosok desa yang membutuhkan areal yang cukup luas.
Sebaliknya, barang-barang industri justru diproduksi di dekat kota besar. Oleh sebab itu, jarak ini harus “dijembatani” agar barang-barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen
memenuhi azas yaitu tempat, jumlah, waktu, mutu, jenis dan pada tingkat harga yang layak
Universitas Sumatera Utara
Pedagang Pengecer
Konsumen
dibayar konsumen. Sektor distribusilah yang merupakan “jembatan” penghubung tersebut. Sektor inilah yang “bertanggungjawab” memindahkan, mengalokasikan, mendayagunakan
dan menganekaragamkan barang-barang yang dihasilkan di sektor produksi. Dan pada sektor inilah tataniaga berperan Sihombing, 2010.
Di Desa Tanjung Beringin antara lembaga sektor produksi petani dan sektor distribusi pedagang pengumpul terjalin sangat erat dan tetap. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya
potensi daerah ini dalam menghasilkan kopi arabika dengan kualitas terbaik sehingga menyadarkan untuk melakukan tataniaga hasil pertanian dan melaksanakan fungsinya
masing-masing. Selain itu, terjadinya utang-piutang diantara petani dan pedagang perantara membentuk suatu jaringan agribisnis yang terikat. Berdasarkan hasil penelitian terdapat satu
saluran dalam perdagangan kopi arabika biji merah gelondong. Saluran tataniaga digambarkan dalam bagan berikut :
Bagan I. Saluran tataniaga biji merah gelondong Selanjutnya, dalam perdagangan kopi arabika biji putih biji kering terdapat dua saluran
tataniaga. Saluran ini digambarkan dalam bagan berikut :
Bagan II. Saluran tataniaga biji putih biji kering
Petani Produsen
Pedagang Pengumpul
Pedagang Besar
Pedagang Besar
Universitas Sumatera Utara
Eksportir
Untuk saluran tataniaga berikutnya digambarkan sebagai berikut :
Bagan III. Saluran tataniaga biji putih biji kering
5.6 Analisis Margin Pemasaran Kopi Arabika
Pemasaran merupakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk memperlancar pemasaran komoditas pertanian, baik segar maupun olahan, di dalam dan di luar negeri. Termasuk di
dalamnya adalah kegiatan distribusi untuk memperlancar arus komoditas dari sentra produksi ke sentra konsumsi, promosi dan informasi pasar Soekartawi, 2002.
Margin pemasaran terdiri dari biaya-biaya untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran dan keuntungan lembaga-lembaga pemasaran. Setiap lembaga pemasaran biasanya melaksanakan
fungsi-fungsi pemasaran yang berbeda sehingga share margin yang diperoleh pada masing- masing lembaga pemasaran yang terlibat akan berbeda juga Sudiyono, 2004.
Petani kopi arabika di Desa Tanjung Beringin menjual kopinya dalam bentuk biji putih biji kering dan biji merah gelondong. Akan tetapi, sebagian besar petani di daerah ini menjual
kopinya dalam bentuk biji merah karena mereka tidak mengeluarkan biaya untuk proses penjemuran atau pengeringan kopi.
Petani Produsen
Pedagang Besar
Universitas Sumatera Utara
Tabel 11. Analisis Margin Keuntungan dan Nisbah Margin Keuntungan Kopi Arabika Dalam Bentuk Biji Merah Gelondong
No. Komponen Biaya
Rpkg 1
Harga Jual Petani 6.000
92,31 Biaya Produksi
1.924,08 Biaya Pengolahan
188 Profit
3.887,92 Nisbah Margin Keuntungan
1,8 2
Harga Beli Pedagang Pengumpul 6.000
Harga Jual Pedagang Pengumpul 6.500
Biaya-biaya : a. Transportasi
12,75 0,19
b. Pensortiran 22,5
0,34 c. Marketing Loses
18 0,27
Profit 440
6,77 Nisbah Margin Keuntungan
8,3 3
Harga Beli Pedagang Besar 6.500
100 Diolah dari lampiran 1
Analisis ini diperoleh dari saluran I tataniaga kopi arabika untuk biji merah gelondong. Dari tabel 11 dapat dinyatakan bahwa keuntungan rata-rata untuk petani kopi arabika yang
menjual kopi dalam bentuk biji merah sebesar Rp 3.887,92dengan share margin sebesar 65,17. Pedagang pengumpul mempunyai keuntungan rata-rata Rp 440 dengan share
margin 6,77. Nisbah margin keuntungan petani yaitu sebanyak Rp 1,8 artinya keuntungan yang diperoleh pertani 1,8 kali lipat lebih besar dari biaya produksinya. Sedangkan pedagang
pengumpul memiliki nisbah margin keuntungan Rp 8,3 artinya keuntungan pedagang pengumpul 8,3 kali lipat dari biaya tataniaganya.
Selain menjual kopi arabika dalam bentuk biji merah, petani di Desa Tanjung Beringin juga menjual kopi arabika dalam bentuk biji putih biji kering.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 12. Analisis Margin Keuntungan dan Bisbah Margin Keuntungan Kopi Arabika Dalam Bentuk Biji Putiih Biji Kering
No. Komponen Biaya
Rpkg 1
Harga Jual Pedagang Besar 60.000
80 Biaya-biaya :
a. Transportasi 9.550
b. Pensortiran 500
c. Pengolahan 3.800
Profit 28.150
Nisbah Margin Keuntungan 2,03
2 Harga beli Pedagang Pengecer
60.000 Harga Jual Pedagang Pengecer
70.000 Biaya-biaya :
a. Transportasi 4.087,5
5,45 b. Pensortiran
1.402,5 1,87
Profit 9.547,5
12,73 Nisbah Margin Keuntungan
1,74 3
Harga Beli Konsumen 75.000
100 Diolah dari Lampiran 2
Analisis ini diperoleh dari saluran II tataniaga kopi arabika untuk biji putih biji kering. Berdasarkan tabel 12 dinyatakan bahwa keuntungan rata-rata pedagang besar yaitu Rp 28.150
dengan share margin 54,13. Nisbah margin keuntungan yang didapat Rp 2,03 artinya keuntungan yang dimiliki pedagang besar 2,03 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan
biaya tataniaganya. Keuntungan rata-rata pedagang pengecer sebanyak Rp 9.547,5 dengan share margin sebesar 18,36. Nisbah margin keuntungan pedagang pengecer adalah Rp 1,74
artinya pedagang pengecer memperoleh keuntungan 1,74 kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan biaya tataniaganya.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 13. Analisis Margin Keuntungan dan Nisbah Margin Keuntungan Arabika Dalam Bentuk Biji Putih Biji Kering
No. Komponen Biaya
Rpkg 1
Harga Jual Petani 18.000
30 Biaya Produksi
5.686,33 Biaya Pengolahan
554 Profit
11.759,67 Nisbah Margin Keuntungan
1,9 2
Harga Beli Pedagang Besar 18.000
Harga Jual Pedagang Besar 60.000
Biaya-biaya : a. Transportasi
9.550 15,91
b. Pensortiran 500
0,83 c. Pengolahan
3.800 6,33
Profit 28.150
46,92 Nisbah Margin Keuntungan
2,03 3
Harga Beli Eksportir 60.000
100 Diolah dari lampiran 3
Berdasarkan tabel 13 tersebut dinyatakan bahwa keuntungan rata-rata petani kopi arabika sebesar Rp 11.759,67dengan share margin 25,71. Namun, nisbah margin keuntungan petani
yaitu Rp 1,9 artinya keuntungan yang dimiliki petani 1,9 kali lipat lebih banyak dibandingkan biaya produksinya.Pedagang besar mempunyai keuntungan rata-rata Rp 28.150dengan share
margin sebesar 54,13. Akan tetapi, pedagang besar memperoleh nisbah keuntungan sebanyak Rp 2,03 yang artinya pedagang besar memperoleh keuntungan sebanyak 2,03 kali
lipat dari biaya tataniaganya. Pedagang besar sudah menjual kopi arabika miliknya dengan bentuk asalan biji putih dengan kadar air sekitar 13 kepada pihak eksportir.
Berdasarkan hasil penelitian terdapat tiga saluran tataniaga yang terbentuk. Saluran tataniaga I yaitu petani – pedagang pengumpul – pedagang besar. Dengan bagan sebagai berikut :
PetaniProdusen Pedagang Pengumpul
Pedagang Besar
Universitas Sumatera Utara
Bagan 1. Saluran Tataniaga I
Saluran ini mempunyai efisiensi pemasaran sebesar 2,19. Artinya, saluran tataniaga ini disebut efisien karena nilainya lebih besar dari 1 1.
Saluran tataniaga II pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen. Dengan bagan sebagai berikut :
Bagan 2. Saluran Tataniaga II
Pada saluran tataniaga yang kedua diperoleh efisiensi pemasaran sebesar 1,98. Artinya, saluran ini juga efisien digunakan dalm proses tataniaga kopi arabika karena nilai efisiensi
pemasaran lebih besar daripada 1 1.
Saluran tataniaga III petaniprodusen – pedagang besar – eksportir. Dengan bagan berikut ini :
Bagan 3. Saluran Tataniaga III
Pada saluran tataniaga yang ketiga ini diperoleh efisiensi pemasaran sebesar 2,04. Artinya, saluran ini juga efisien digunakan dalm proses tataniaga kopi arabika karena nilai efisiensi
pemasaran lebih besar daripada 1 1.
Pedagang Besar Pedagang
Pengecer Konsumen
PetaniProdusen Pedagang Besar
Eksportir
Universitas Sumatera Utara
Akan tetapi, dari ketiga saluran tataniaga tersebut dinyatakan bahwa saluran tataniaga I lebih efisiean daripada saluran tataniaga I dan saluran tataniaga II karena nilai efisiensi
pemasarannya lebih besar.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Universitas Sumatera Utara
6.1 Kesimpulan