Perbandingan Efektivitas Ishihara Colour Blind Test dan Farnsworth Munsell Colour Blind Test di Fakuktas di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Tahun 2013

(1)

Perbandingan Efektivitas Pemeriksaan Buta Warna antara Ishihara Colour Blind Test dengan Farnsworth Munsell Colour Blind Test di Fakultas

Kedokteran Gigi UniversitasSumatera Utara Tahun 2013

Oleh:

DWI MEUTIA INDRIATI 100100062

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

ABSTRAK

Buta warna merupakan defisiensi warna yang disebabkan oleh ketidakmampuan sel kerucut mata untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu. Buta warna umumnya dianggap lebih banyak terdapat pada laki-laki dibanding dengan perempuan dengan perbandingan 20:1. Untuk mendiagnosa buta warna ada beberapa tes yang digunakan, diantaranya adalah Ishihara Colour Blind Test dan Farnsworth Munsell Colour Blind Test.

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat perbandingan efektivitas antara

Ishihara Colour Blind Test dengan Farnsworth Munsell Colour Blind Test di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Sampel penelitian ini berjumlah 88 orang yang diambil secara acak.

Data hasil penelitian yang diolah dengan T-Test didapatkan nilai p>0,05 yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara hasil yang didapat dari pembacaan Ishihara Colour blind Test dengan hasil yang didapat dari penyusunan

Farnsworth Munsell Colour Blind Test.

Dari analisa data tersebut dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan Ishihara Colour Blind Test dan Farnsworth Munsell Colour Blind Test sama-sama efektif dalam pemeriksaan jika sampel dalam penelitian orang yang tidak mengalami gangguan defisiensi warna. Walapun banyak kelemahan dalam penelitian ini, diharapkan penelitian berikutnya dapat dilakukan dengan memperbaiki kekurangan pada penelitian ini.

Kata kunci: Perbandingan, Ishihara Colour Blind Test, Farnsworth Munsell Colour Blind Test


(3)

ABSTRACT

Colour blindness is a disease caused by the inability of cone cells to capture a certain colour spectrum. Colour blindness is generally more contained on the male than the females with a 20:1 ratio. Colour blindness can be diagnosed with several test which Ishihar Colour Blind Test and Farnworth Munsell Colour Blind Test.

The purpose of this research was to see a comparison the effectiveness between Ishihara Colour Blind Test with Farmsworth Munsell Colour Blind Test at the Faculty Dentistry University of North Sumatera. Design this research was analytic with cross sectional approach. The population in this study is students Faculty Dentistry of North Sumatera. Sampel of these studies amonunted 88 people taken randomly.

Based on T-test, the p value> 0,05 that shows there are not comparison between from reading Ishihara Colour Blind Test with creation from Farnworth Munsell Ccolour Blind Test.

The conclusion of this research,Ishihara Colour Blind Test and Farnsworth Munsell Colour Blind Test effective for diagnosis colour blind. Eventhough there are weaknesses in this research. It is hoped, next research may fix them

Key words: comparison, Ishihara Colour Blind Test, Farnsworth Munsell Colour Blind Test


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas Rahmat dan Karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Perbandingan Efektivitas Ishihara Colour Blind Test dan Farnsworth Munsell Colour Blind Test di Fakuktas di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Tahun 2013. Besar harapan penulis agar penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu kedokteran dan menjadi masukan untuk penelitian yang akan datang.

Penulisan karya tulis ini dapat selesai berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-sebesarnya kepada:

1. Papa dan mama, Ir. Masziwa Bachrum dan dr Tri Budiati,Sp.A atas doa, perhatian dan dukungan yang diberikan sehingga menjadi semangat dan insipirasi tiada henti.

2. Kepada abangda Andrian Darmawan dan kakanda Putri Bunga

Burhanudin, pemberi banyak semangat dan canda tawa sebagai penyemangat saya dalam

menyelesaikan karya tulis ini.

3. dr. T.Siti Harilza Zubaidah M.ked (Oph),Sp.M selaku dosen pembimbing yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga, serta pemikiran yang membangun saya dalam menyelesaikan karya tulis ini.

4. dr. Tiangsa Sembiring,Sp.A dan dr. Sake Juli Martina, Sp.FK selaku dosen penguji yang memberi banyak saran dan kritik yang sangat membangun dalam penulisan karya tulis ini.

5. Kepada para keluarga besar saya yang juga sebagai penyemangat untuk menyelesaikan penulisan karya tulis ini, terkhusus kepada tante saya dr. Sri Soetadi,Sp.pd.KGEH dan Ir. Iskandarini atas segala semangat dan bantuan yang diberikan untuk saya.


(5)

6. Anita Oktaviani sebagai teman satu bimbingan penelitian yang selalu memberi ide, saran dan kritik yang membangun saya dalam menyelesaikan penulisan karya tulis ini.

7. Kepada para sahabat saya tercinta Rahmi Silviyani, Nurma Sheila, Nelfi Disya, Monika Ayuningrum, Sucianty, Arnelli Hutagallung, Arrnella Hutagallung, Latifah dan Mia Yulianty serta kakak Priskatindea dan Shareena Baharudin atas segala dukungan, semangat, saran, canda tawa dan serta bantuan yang tak terhingga sehingga penulisan karya tulis ini dapat terselesaikan.

8. Fakultas Kedokteran Gigi Univesitas Sumatera Utara, atas pemberian izin untuk melakukan penelitian saya.

9. Teman-teman angkatan 2010 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. 10. Semua pihak yang telah memberikan bantuan secara langsung maupun

tidak langsung.

Meskipun berbagai upaya dan kerja keras telah dilakukan dalam penulisan karya tulis ini, penulis yakin bahwa laporan hasil penulisan karya ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan guna proses kesempurnaannya. Semoga penelitian ini pada akhirnya dapat memberikan manfaat yang bermaknaa bagi kemajuan ilmu kedokteran.

Medan, Desember 2013


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Persetujuan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel………... ix

Daftar Gambar……….. x

Daftar Lampiran……… xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Definisi ButaWarna ... 4

2.2. Etiologi ButaWarna ... 4

2.3. Anatomi Retina ... 5

2.4. Fisiologi Mata ... 7

2.5. Fisiologi Mata MelihatWarna ... 8

2.6. KlasifikasiButa Warna ... 9

2.7. Diagnosis Buta Warna... 12

2.8. Penatalaksanaan ButaWarna ... 15

2.9. Pencegahan Buta Warna ... 16


(7)

3.1. Kerangka Konsep ... 17

3.2. Definisi Operasional ... 17

3.2.1. Buta Warna ... 17

3.2.2. Ishihara Test ... 18

3.2.3. Farnsworth Munsell ... 18

3.3. Hipotesis ... 18

BAB 4 METODE PENELITIAN……….. 19

4.1. Jenis Penelitian ... 19

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

4.3. Populasi dan Sampel ... 19

4.3.1.Populasi ... 19

4.3.2. Sampel ... 19

4.4. Tehnik Pengumpulan Data ... 20

4.5. Pengolahan dan Analisa Data ... 21

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN………22

5.1. Hasil Penelitian ... 22

5.1 1. Deskripsi Lokasi ... 22

5.1.2. Deskripsi Sampel ... 23

5.2. Hasil Analisa Data ... 28

5.3. Pembahasan ... 28

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN……… 30

6.1 Kesimpulan………...30

6.2 Saran………..30


(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Tabel

Halaman

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan usia 23

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan jenis kelamin 23

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Waktu Pembacaan ishihara 24

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Waktu Penyusunan Farnworth 25

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Hasil Ishihara 26

Tabel 5.6 Distribusi Frekunsi Sampel Berdasarkan Hasil Farnsworth 27


(9)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Gambar Halaman

Gambar 2.1 BaganX-Linked 5

Gambar 2.2 PanjangGelombangPersepsiWarna 9

Gambar 2.3 PersepsiWarna Pada Gangguan Mata 11

Gambar 2.4 Ishihara Test 12

Gambar 2.5 Hardy Rand Rittler 13

Gambar 2.6 City University 14

Gambar 2.7 Farnsworth Munsell 100 Hue 15


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

Lampiran1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7

Daftar Riwayat Hidup Lembar Penjelasan

Inform Consent Ethical Clearance

Surat Izin Penelitian Data Induk Penelitian Analisa Statistik


(11)

ABSTRAK

Buta warna merupakan defisiensi warna yang disebabkan oleh ketidakmampuan sel kerucut mata untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu. Buta warna umumnya dianggap lebih banyak terdapat pada laki-laki dibanding dengan perempuan dengan perbandingan 20:1. Untuk mendiagnosa buta warna ada beberapa tes yang digunakan, diantaranya adalah Ishihara Colour Blind Test dan Farnsworth Munsell Colour Blind Test.

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat perbandingan efektivitas antara

Ishihara Colour Blind Test dengan Farnsworth Munsell Colour Blind Test di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Sampel penelitian ini berjumlah 88 orang yang diambil secara acak.

Data hasil penelitian yang diolah dengan T-Test didapatkan nilai p>0,05 yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara hasil yang didapat dari pembacaan Ishihara Colour blind Test dengan hasil yang didapat dari penyusunan

Farnsworth Munsell Colour Blind Test.

Dari analisa data tersebut dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan Ishihara Colour Blind Test dan Farnsworth Munsell Colour Blind Test sama-sama efektif dalam pemeriksaan jika sampel dalam penelitian orang yang tidak mengalami gangguan defisiensi warna. Walapun banyak kelemahan dalam penelitian ini, diharapkan penelitian berikutnya dapat dilakukan dengan memperbaiki kekurangan pada penelitian ini.

Kata kunci: Perbandingan, Ishihara Colour Blind Test, Farnsworth Munsell Colour Blind Test


(12)

ABSTRACT

Colour blindness is a disease caused by the inability of cone cells to capture a certain colour spectrum. Colour blindness is generally more contained on the male than the females with a 20:1 ratio. Colour blindness can be diagnosed with several test which Ishihar Colour Blind Test and Farnworth Munsell Colour Blind Test.

The purpose of this research was to see a comparison the effectiveness between Ishihara Colour Blind Test with Farmsworth Munsell Colour Blind Test at the Faculty Dentistry University of North Sumatera. Design this research was analytic with cross sectional approach. The population in this study is students Faculty Dentistry of North Sumatera. Sampel of these studies amonunted 88 people taken randomly.

Based on T-test, the p value> 0,05 that shows there are not comparison between from reading Ishihara Colour Blind Test with creation from Farnworth Munsell Ccolour Blind Test.

The conclusion of this research,Ishihara Colour Blind Test and Farnsworth Munsell Colour Blind Test effective for diagnosis colour blind. Eventhough there are weaknesses in this research. It is hoped, next research may fix them

Key words: comparison, Ishihara Colour Blind Test, Farnsworth Munsell Colour Blind Test


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Buta warna adalah penglihatan warna-warna yang tidak sempurna. Buta warna merupakan penyakit yang disebabkan oleh ketidakmampuan sel kerucut mata untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu. Seseorang dengan buta warna disebut sebagai cacat atau lemah warna karena seseorang dengan buta warna masih dapat mengenal warna. Buta warna bisa disebabkan karena faktor genetis maupun faktor lain seperti karena Shaken Baby Syndrome, cedera, atau trauma pada otak dan retina, maupun pengaruh sinar UV (Ilyas,2012).

Buta warna umumnya dianggap lebih banyak terdapat pada laki-laki dibanding dengan perempuan dengan perbandingan 20:1. Buta warna mempengaruhi 13% populasi umum. Saat ini, di Eropa sekitar 8-12% pria dan 0,5-1% wanita menderita buta warna. Penelitian lain menyatakan 1 dari 12 orang pria menderita buta warna. Sedangkan wanita hanya 1 dari 200 orang saja yang menderita buta warna (Rahmadi, 2009). Di Australia buta warna terjadi pada 8% laki-laki dan hanya sekitar 0,4% pada perempuan. Sekitar 8% wanita pembawa sifat buta warna (color blindness carrier). Kelainan buta warna didapat (buta warna biru kuning) memiliki pengaruh sama antara laki-laki dan perempuan. Di Iran dari populasi anak-anak usia 12-14 tahun yang mengalami defek penglihatan warna 8,18% laki-laki dan 0,43% perempuan, tidak didapatkan adanya penyakit sistemik, penyakit mata, pengobatan kronis, dan tidak terdapat kelainan fundus dengan visus 20/20 (emmetropia). Sedangkan di Amerika Serikat, sekitar 7% dari penduduk laki-laki atau sekitar 10,5 juta orang dan 0,4 persen dari populasi wanita tidak dapat membedakan warna merah dari hijau, atau melihat merah dan hijau dalam persepsi yang berbeda (Howard Hughes Medical Institute, 2006).


(14)

Dari data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 didapatkan prevalensi Nasional Buta Warna adalah 0,7% (berdasarkan keluhan responden). Sebanyak 6 provinsi mempunyai prevalensi buta warna di atas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, DKI Jakarta, dan Nusa Tenggara Barat.

Buta warna dapat didiagnosa dengan menggunakan beberapa tes, diantara nya adalah Ishihara Colour Blind Test, Hardy Rand Rittler, City University, Farnsworth Munsell Colour Blind Test, namun yang paling sering digunakan adalah Ishihara Colour Blind Test dan Farnsworth Munsell Colour Blind Test. Ishihara Colour Blind Test merupakan tes untuk mengetahui adanya defek penglihatan warna, didasarkan pada penentuan angka atau pola yang ada pada kartu dengan berbagai ragam warna yang ditentukan dengan waktu 3-10 detik (Ilyas, 2012). Sedangkan Farnsworth Munsell Colour Blind Test adalah tes yang terdiri dari beberapa warna yang berukuran seperti kancing yang kemudian disusun berdasarkan degradasi warna. Menurut penelitian sebelumnya, dikatakan bahwa orang yang salah dalam pembacaan Ishihara Colour Blind Test lebih dari 60 persen akan dilanjutkan dengan pemeriksaan Farnsworth Munsell Colour Blind Test untuk menentukan klasifikasi defisiensi warna yang didapatnya (Augusta,2001).

Dari hal tersebut penulis tertarik untuk melihat perbandingan yang lebih efektif antara Ishihara Colour Blind Test dengan Farnsworth Munsell Colur Blind Test dari segi waktu dan ketepatan jika sampel yang digunakan adalah orang yang tidak mengalami defisiensi warna.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimanakah perbandingan efektivitas antara Ishihara Colour Blind Test

dengan Farnsworth Munsell Colour Blind Test dari segi waktu dan ketepatanp pada pemeriksaan buta warna.


(15)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum adalah untuk mengetahui perbandingan efektivas Ishihara Test dan Farnsworth Munsell Colour Blind Test pada pemeriksaan buta warna.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui rata-rata waktu yang digunakan subjek penelitian pada pemeriksaan Ishihara Colour Blind Test.

2. Mengetahui rata-rata waktu yang digunakan subjek penelitian pada pemeriksaan Farnsworth Munsell Colour Blind Test .

3. Mengetahui ketepatan hasil yang didapat dari Ishihara Colour Blind Test.

4. Mengetahui ketepatan hasil yang didapat dari Farnsworth Colour Blind Test.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk: 1. Menambah pengetahuan tentang tes buta warna.

2. Dapat digunakan sebagai pertimbangan uji tes buta warna yang tepat pada pemeriksaan buta warna sesuai dengan kebutuhan.

3. Dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut.

4. Dapat meningkatkan pengetahuan peneliti di bidang penelitian serta melatih kemampuan analisis peneliti.


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Buta Warna

Buta warna adalah penglihatan warna-warna yang tidak sempurna. Buta warna juga dapat diartikan sebagai suatu kelainan penglihatan yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel kerucut (cone cell) pada retina mata untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu sehingga objek yang terlihat bukan warna yang sesungguhnya (Karina, 2007).

Abnormalitas penglihatan warna tidak banyak mempengaruhi kehidupan awal manusia seperti pada masa kanak-kanak, karena tidak disertai oleh kelainan tajam penglihatan. Abnormalitas penglihatan warna mulai mempengaruhi ketika seseorang dihadapkan pada persyaratan untuk masuk jurusan tertentu yang buta warna menjadi salah satu kriteria seperti kedokteran, teknik, desain grafis, dan lain-lain. Oleh karena hal tersebut, identifikasi dini kelainan buta warna perlu dilakukan untuk membimbing anak dalam menentukan jenjang pendidikannya kelak (Ilyas,2012).

2.2. Etiologi Buta Warna

Dua gen yang berhubungan dengan munculnya buta warna adalah OPN1LW (Opsin 1 Long Wave), yang menyandi pigmen merah dan OPN1MW (Opsin 1 Middle Wave), yang menyandi pigmen hijau (Deeb dan Motulsky, 2005). Buta warna dapat juga ditemukan pada penyakit makula, saraf optik. Pada kelainan retina ditemukan cacat relatif penglihatan warna biru dan kuning,sedang pada kelainan saraf optik kelainan yang didapat adalah melihat warna merah dan hijau (Ilyas, 2012). Buta warna merah-hijau adalah kelainan genetik yang timbul hampir hanya pada laki-laki. Gen-gen pada kromosom X perempuan menyandi untuk masing-masing sel kerucut. Namun buta warna hampir tidak pernah terjadi pada perempuan karena setidaknya satu dari dua kromosom X hampir selalu memiliki gen normal untuk setiap jenis sel kerucut. Karena laki-laki hanya memiliki satu kromosom X, gen yang hilang dapat menyebabkan buta warna.


(17)

Karena kromosom X pada laki-laki selalu diturunkan dari ibu, dan tidak pernah dari ayahnya, buta warna diturunkan dari ibu ke anak laki-lakinya dan ibu tersebut dikatakan sebagai carrier buta warna. Keadaan tersebut terjadi pada sekitar 8 persen dari seluruh perempuan (Guyton, 2008).

Gambar 2.1 Bagan X-linked

Dikutip dari : Howard Hughes Medical Institute,2006. Colour Blindness: More

Prevalent Among Males. Available from:

2.3. Anatomi Retina

Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke anterior hampir sejauh korpus siliaris dan berakhir pada ora serrata dengan tepi yang tidak rata. Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serata dan 0,5 mm pada kutub posterior. Di tengah retina posterior terdapat makula berdiameter 5-5,6 mm yang secara klinis dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah retina temporal (Vaughan, 2012). Pada pertengahan bagian posterior retina terdapat daerah


(18)

lonjong kekuningan yang disebut makula lutea, yang merupakan area retina dengan daya lihat paling jelas. Bagian anterior retina bersifat tidak peka dan hanya terdiri atas sel-sel berpigmen dengan lapisan silindris di bawahnya. Bagian anterior retina ini menutupi prosessus dan belakang iris (Snell, 2006).

Permukaan luar retina sensorius bertumpuk dengan lapisan-lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga berhubungan dengan membran bruch, koroid, dan sklera. Di sebagian besar tempat, retina, dan epitel pigmen retina saling melekat kuat sehingga perluasan cairan subretina pada ablasi retina dapat dibatasi. Hal ini berlawanan dengan ruang subkoroid yang dapat terbentuk antara koroid dan sklera, yang meluas ke taji sklera. Dengan demikian, ablasi koroid akan meluas melampaui ora serrata, dibawah pars plana dan pars plikata. Lapisan-lapisan epitel pada permukaan dalam korpus siliaris dan permukaan posterior iris merupakan perluasan retina dan epitel pigmen retina ke anterior. Permukaan dalam retina berhadapan dengan vitreus (Vaughan, 2012).

Retina menerima darah dari dua sumber khorio kapilaria yang berada tepat diluar membran bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina, serta cabang-cabang dari arteri sentralis retina, yang mendarahi dua pertiga dalam retina (Vaughan, 2012).

Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut: (Ilyas, 2012)

1. Membrana limitans interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca.

2. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju ke nervus optikus. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.

3. Lapisan sel ganglion, yang merupakan lapis badan sel dari neuron kedua.

4. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan-sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel ganglion.


(19)

5. Lapisan inti dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller. Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral. 6. Lapisan pleksiformis luar, merupakan lapis aselular dan merupakan

tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal. 7. Lapisan inti luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan sel

batang.

8. Mambrana limitans eksterna, merupakan membran ilusi.

9. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapisan terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.

Retina merupakan bagian mata yang peka terhadap cahaya, mengandung sel-sel kerucut yang berfungsi untuk penglihatan warna dan sel-sel batang yang terutama berfungsi untuk penglihatan hitam dan putih serta penglihatan di dalam gelap. Pada umumnya, sel batang lebih pipih dan lebih panjang daripada sel kerucut, namun tidak selalu demikian. Pada bagian perifer retina, sel batang berdiameter 2 sampai 5 mikrometer, sedangkan diameter sel kerucut sebesar 5 sampai 8 mikrometer. Pada bagian tengah retina, yakni di dalam fovea sel batang dan sel kerucut lebih ramping dan memiliki diameter 1,5 mikrometer (Guyton, 2008).

2.4. Fisiologi Mata

Retina adalah jaringan mata yang paling kompleks. Mata berfungsi sebagai suatu alat optik, suatu reseptor yang kompleks, dan suatu transduser yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan ke korteks penglihatan oksipital (Vaughan,2011).

Fotoreseptor tersusun sedemikian rupa sehingga kerapatan sel kerucut meningkat di pusat makula (fovea), semakin berkurang ke perifer, dan kerapatan sel batang lebih tinggi di perifer. Di foveola, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya dan serat-serat saraf yang keluar, sedangkan di retina perifer, sejumlah fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama. Fovea berperan pada resolusi spasial (ketajaman penglihatan) dan penglihatan


(20)

warna baik. Keduanya memerlukan pencahayaan yang terang (penglihatan fotopik) dan paling baik di foveola. Sementara retina sisanya terutama dipergunakan untuk penglihatan gerak kontras, dan penglihatan malam (skotopik) (Vaughan, 2012).

Cahaya harus melewati lapisan ganglion dan bipolar sebelum mencapai fotoreseptor di semua daerah di retina, kecuali fovea. Lapisan bipolar dan ganglion tertarik ke samping, sehingga cahaya secara langsung mengenai fotoreseptor (Sherwood, 2003).

Fotoreseptor kerucut dan batang terletak dilapisan terluar retina sensorik yang avaskular dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mengawali proses penglihatan. Fotoreseptor dipelihara oleh epitel pigmen retina yang berperan penting dalam proses penglihatan. Epitel ini bertanggung jawab untuk fagositosis segmen luar fotoreseptor, transportasi vitamin, mengurangi hamburan sinar, serta membentuk sawar selektif antara koroid dan retina (Vaughan, 2012).

2.5. Fisiologi Mata Melihat Warna

Penglihatan warna diperankan oleh sel kerucut yang mempunyai pigmen terutama cis aldehida A2. Penglihatan warna merupakan kemampuan membedakan gelombang sinar yang berbeda. Warna ini terlihat akibat gelombang elektromagnetnya mempunyai panjang gelombang yang terletak antara 440-700 nm (Ilyas, 2012).

Penglihatan warna sangat dipengaruhi oleh tiga macam pigmen di dalam sel kerucut sehingga sel kerucut/ conus menjadi peka secara selektif terhadap berbagai warna biru, merah, dan hijau. Banyak teori berbeda diajukan untuk menjelaskan fenomena penglihatan, tapi biasanya teori-teori itu didasarkan pada pengamatan yang sudah dikenal dengan baik, yaitu bahwa mata manusia dapat mendeteksi hampir semua gradasi warna bila cahaya monokromatik merah, hijau, dan biru dicampur secara tepat dalam berbagai kombinasi. Penglihatan bergantung pada stimulasi fotoreseptor retina oleh cahaya. Benda-benda tertentu di lingkungan, misalnya matahari, api, dan bola lampu, memancarkan cahaya.


(21)

Pigmen-pigmen di berbagai benda secara selektif menyerap panjang gelombang tertentu cahaya yang datang dari sumber-sumber cahaya, dan panjang gelombang yang tidak diserap dipantulkan dari permukaan benda. Berkas-berkas cahaya yang dipantulkan inilah yang memungkinkan kita melihat benda tersebut. Suatu benda yang tampak biru menyerap panjang gelombang cahaya merah dan hijau yang lebih panjang dan memantulkan panjang gelombang biru yang lebih pendek, yang dapat diserap oleh fotopigmen di sel-sel kerucut biru mata, sehingga terjadi pengaktifan sel-sel tersebut (Sherwood, 2003).

Gambar 2.2 Panjang Gelombang Persepsi Warna

Dikutip dari:Guyton, A.C & Hall, J.E (2008) Textbook of Medical Physiology,

Philadephia: Elsevier Sauders.

2.6. Klasifikasi Buta Warna

Mata merupakan corak gelombang dengan kejenuhannya pada warna putih. Dikenal warna primer yaitu warna dasar yang dapat memberikan jenis warna yang terlihat dengan campuran ukuran tertentu. Buta warna dikenal berdasarkan istilah Yunani protos (pertama), deutros (kedua), dan tritos (ketiga). Adapun klasifikasinya sebagai berikut: (Ilyas,2012)

1. Trikomat yaitu keadaan pasien mempunyai 3 pigmen kerucut yang mengatur fungsi penglihatan. Pasien buta warna dapat melihat


(22)

berbagai warna akan tetapi dengan interpretasi berbeda dari normal,yang paling sering ditemukan adalah:

• Trikomat anomali, dimana pasien mempunyai ketiga pigmen kerucut akan tetapi satu tidak normal. Pada anomali ini perbandingan merah hijau yang dipilih pada anomaloskop berbeda dibanding dengan orang normal.

• Deutronomali dengan cacat pada hijau sehingga diperlukan lebih banyak hijau karena terjadi gangguan lebih banyak daripada warna hijau.

• Protanomali di mana diperlukan lebih banyak warna merah untuk menggabungkan menjadi kuning baku pada anomaloskop, yang pada pasien terdapat buta berat terhadap warna hijau merah dimana merah lebih banyak terganggu.

Protanomalia dan deutronomali diturunkan X-linked dan di Amerika terdapat pada 5% anak lak-laki. Bentuk keempat disebut akromatopsia atau buta warna total, di mana seseorang hanya dapat membedakan warna dalam bentuk hitam putih saja.

2. Dikromat, adalah pasien yang mempunyai 2 pigmen kerucut dan mengakibatkan sukar membedakan warna tertentu.

• Protanopia, keadaan yang paling sering ditemukan dengan cacat warna merah hijau.

• Deutronopia, kurang pigmen hijau.

• Tritanopia, dimana terdapat kesukaran membedakan dengan warna merah dari kuning.

3. Monokromat atau akromatopsia dimana hanya terdapat satu pigmen kerucut (monokromat rod atau batang). Bentuk-bentuk buta warnanya dikenal juga:

• Monokromatisme rod (batang) atau disebut juga dengan suatu akromatopsia dimana terdapat kelainan pada kedua mata bersama dengan keadaan lain seperti tajam penglihatan kurang dari 6/60, nistagmus, fotofobia, skotoma sentral, dan mungkin terjadi akibat


(23)

kelainan sentral hingga terdapat gangguan penglihatan warna total, hemeralopia (buta silang) tidak terdapat buta senja/ malam, dengan kelainan refraksi yang tinggi.

• Monokromatisme cone (kerucut), dimana terdapat hanya sedikit cacat, hal yang jarang, tajam penglihatan normal tidak terdapat nistagmus.

Gambar 2.3 Persepsi Warna Pada Gangguan Mata

Dikutip dari:Guyton, A.C & Hall, J.E (2008) Textbook of Medical Physiology,


(24)

2.7. Diagnosis Buta Warna

Tes yang umum digunakan untuk tes buta warna adalah uji Ishihara,

Hardy-Rand Rittler, City University, Farnsworth-Munsell 100 Hue, Farnsworth D 15 hue discrimation.

a. Ishihara Test

Merupakan uji untuk mengetahui defek penglihatan warna didasarkan pada penentuan angka yang ada pada kartu dengan berbagai warna. Merupakan pemeriksaan untuk penglihatan warna dengan memakai satu seri titik bola kecil dengan warna dan besar yang berbeda, sehingga dalam keseluruhan terlihat warna pucat dan menyukarkan pasien dengan kelainan penglihatan warna melihatnya. Penderita buta warna atau dengan kelainan penglihatan warna dapat melihat sebagian atau sama sekali tidak dapat melihat gambaran yang diperlihatkan. Pada pemeriksaan pasien diminta melihat dan mengenali tanda gambar yang diperlihatkan dalam waktu 10 detik (Ilyas, 2012). Ishihara merupakan alat yang sering digunakan untuk screening buta warna yang banyak dipakai dibanyak Negara (Miyahara, 2007).

Gambar 2.4. Uji Ishihara

Dikutip dari: Ilyas,Sidarta. 2012. Edisi ketiga. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FK UI

b. Hardy Rand Rittler

Hardy Rand Rittler Test merupakan tes yang dikembangkan oleh Hardy,Rand, dan Rittler dan dipublikasi di American Optical Company tahun 1955 untuk menguji defisiensi warna protan, deutan, dan tritan (Cole,2005).


(25)

Hardy Rand Rittler merupakan tes yang hampir sama seperti pada Ishihara, hanya saja pada Hardy Rand Rittler menggunakan pola dan simbol yang harus dibaca pada latar belakang berwarna dengan yang terdiri dari banyak titik-titik (American Academy Opthalmology, 2001).

Gambar 2.5. Hardy Rand Rittler

Dikuti dari: Kanski, Jack. 2007. Clinical Opthalmology. Sixth Edition. British: Elsevier


(26)

c. City University

Uji yang terdiri dari 10 platelet yang berisi satu warna pada bagian sentral dan 4 warna yang ada pada bagian pinggir. Cara melalukannya, pasien diminta untuk mencocokan satu warna pada bagian pinggir dengan warna pada bagian sentral (American Academy of Opthalmology,2001).

Gambar 2.6. City University

Dikutip dari: Kanski, Jack. 2007. Clinical Opthalmology. Sixth Edition. British: Elsevier.

d. Farnsworth-Munsell 100 Hue

Permeriksaan Farnsworth-Munsell 100 Hue ini adalah untuk melihat kemampuan seseorang menyusun kecerahan warna. Susunan terdiri dari atas 4 sajian dimana terdapat 85 topi yang dapat dipindah-pindah. Warna dari topi mempunyai kecerahan bertambah yang mempunyai nomor dibelakangnya (Ilyas, 2012). Farnsworth-Munsell ini digunakan untuk mengukur chromatic discrimination, mengidenfikasi kelainan buta warna karena kongenital, perubahan karena penyakit neurologis atau efek samping dari pemberiaan obat (Kinnear, 2002).


(27)

Gambar 2.7. Farnsworth-Munsell Dikutip dari: Departement of Pathology and Opthalmology, University of Britol.1991. Colour Perception in Pathologist: the Farnsworth Munsell 100 Hue Test

e. Farnsworth D-15

Pemeriksaan Farnsworth D-15 merupakan modifikasi sederhana dari

Farnsworth-Munsell 100 hue. Prinsip kerjanya pun hampir sama dengan cara meyusun kecerahan warna, hanya saja pada permeriksaan Farnswoth D-15 jumlah topi warna yang akan disusun hanya 15 topi (Kanski, 2007).

Gambar 2.8 Farnsworth D-15

Dikutip dari: Kanski, Jack. 2007. Clinical Opthalmology. Sixth Edition. British: Elsevier.

2.8. Penatalaksanaan

Tidak ada pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan untuk mengobati masalah gangguan persepsi warna. Namun penderita buta warna ringan dapat belajar mengasosiasikan warna dengan objek tertentu. Untuk mengurangi gejala dapat digunakan kacamata berlensa dengan filter warna khusus yang


(28)

memungkinkan pasien melakukan interpretasi kembali warna. Gangguan penglihatan warna yang diturunkan tidak dapat diobati atau dikoreksi. Beberapa gangguan penglihatan warna yang didapat dapat diobati, bergantung pada penyebabnya. Sebagai contoh jika katarak merupakan penyebab gangguan penglihatan warna, operasi untuk mengangkat katarak dapat mengembalikan penglihatan warna menjadi normal. Beberapa cara untuk membantu gangguan penglihatan warna, antara lain:

1. Memakai lensa kontak berwarna. Hal ini dapat membantu

membedakan warna, tetapi lensa ini tidak menjadikan penglihatan menjadi normal dan objek yang dilihat dapat terdistorsi.

2. Memakai kacamata yang memblok sinar yang menyilaukan. Orang dengan masalah penglihatan dapat membedakan warna lebih baik saat ada penghalang sinar yang menyilaukan (stiles,2006).

2.9. Pencegahan

Tidak ada cara untuk mencegah buta warna genetik. Tidak ada cara juga untuk mencegah buta warna didapat yang berhubungan dengan penyakit Alzheimer, diabetes mellitus, leukemia, penyakit hati, degenerasi makular, multipel sklerosis, penyakit Parkinson, anemia sel bulan sabit, dan retinitis pigmentosa. Membatasi penggunaan alkohol dan obat, seperti antibiotik, barbiturat, obat antituberkulosis, pengobatan tekanan darah tinggi, dan beberapa pengobatan yang digunakan untuk penyakit saraf dan psikologis, ke level yang dibutuhkan untuk keuntungan terapeutik dapat membatasi buta warna didapat. Pencegah peningkatan kasus buta warna misalnya dengan melakukan konseling pranikah. Kejadian buta warna juga meningkat pada pool genetic dengan perkawinan di antara satu komunitas terisolir (Daniel, 2002).


(29)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian maka konsep penelitian ini adalah:

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

3.2. Definisi Operasional 3.2.1. Buta Warna

Buta warna merupakan kelainan penglihatan yang diturunkan akibat ketidakmampuan seseorang membedakan warna tertentu. Buta warna tergantung pada rangsangan sel kerucut,yang terdapat pada membran sensitif cahaya pada bagian retina. Tiga warna tersebut dibedakan mata dengan warna merah, hijau, dan biru menyebabkan tiga pigmen yang berbeda pada sel kerucut bereaksi. Tidak terdapatnya pigmen ini sejak lahir akan mengakibatkan cacat penglihatan warna (Ilyas, 2012).

Pemeriksaan Buta Warna

Ishihara Colour Blind Test

Farnsworth Munsell

Perbandingan Efektivitas Pemeriksaan Tes Buta Warna Pada Orang dengan


(30)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian analitik yang akan membandingkan pemeriksaan buta warna dengan Ishihara Colour Blind Test dan Farnsworth Munsell Colour Blind Test. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah studi cross sectional, dimana pengukuran tiap variabel subjek hanya dilakukan pada saat pemeriksaan tersebut (Sastroasmoro,2002).

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Gigi Sumatera Utara karena Fakultas Kedokteran Gigi Sumatera Utara merupakan salah satu fakultas kesehatan yang mensyaratkan setiap mahasiswa yang melakukan pemeriksaan kesehatan awal di nyatakan bebas buta warna. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2013 sampai Oktober 2013.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi target adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang bebas buta warna total maupun parsial.

4.3.2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah subjek yang diambil dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi serta tidak termasuk dalam kriteria ekslusi yang telah ditetapkan. Adapun kriteria inklusi dan ekslusi pada penelitian adalah:

Kriteria Inklusi

• Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas angkatan 2012. Kriteria Eksklusi

• Mahasiswa yang tidak mampu menunjuk garis antara dua “x” pada buku


(31)

Penentuan sampel dilakukan dengan teknik consecutive sampling dimana semua subjek yang memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro, 2002). Adapun jumlah sampel yang diperlukan dihitung berdasarkan rumus menurut Wahyuni (2008), jumlah sampel minimal akan dihitung dengan menggunakan rumus:

n= N. Z2 1-α/2. P.Q (N-1) d2 + Z2 1-α/2. P. Q n : besar sample minimum.

Z1-α/2 : nilai distibusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu. P : harga proposi di populasi.

q : 1-p.

d : kesalahan absolut yang dapat ditolerir. N : Jumlah di populasi.

Dengan demikian, besar sampel yang diperlukan pada penelitian adalah: n= 650.1,962.0,50.0,50

(650-1). 0,12+1,962.0,50.0,50 n= 88

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang dikumpulkan oleh peneliti dilakukan dengan teknik observasi langsung. Peneliti meminta subjek yang diteliti untuk membaca Ishihara Colour Blind Test

dan mencatat waktu serta ketepatan yang digunakan subjek untuk membaca

Ishihara Colour Blind Test dalam satu platelet, peneliti juga mencatat waktu dan ketepatan yang digunakan subjek yang diteliti dalam menyusun degradasi warna pada Farnsworth Munsell Colour Blind Test.


(32)

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

Data hasil penelitian akan dikelola dan dianalisis secara statistik dengan bantuan program computer yang sesuai. Kemudian setelah data dikumpulkan, diolah, dan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi, data akan dianalisis dengan pengujian menggunakan T-Test Independen untuk mengetahui perbandingan efektivitas Ishihara Colour Blind Test dengan Farnsworth Munsell Colour Blind Test.

3.2.2. Ishihara Test

Ishihara Colour Blind Test adalah tes yang dilakukan untuk memeriksa adanya buta warna pada seseorang. Buku Ishihara berupa gambar-gambar

pseudoisokromatik yang disusun oleh titik dengan kepadatan warna berbeda. Pada Ishihara tes pasien diminta untuk melihat kartu dan menentukan gambar yang terlihat kemudian pasien diminta menyebut gambar dalam warna tidak lebih dari 10 detik (American Academy of Opthalmology,2001).

3.2.3. Farnsworth Munsell Colour Blind Test

Farnsworth Munsell Colour Blind Test ini dilakukan untuk memeriksa kemampuan melihat kecerahan warna. Alat ini merupakan alat yang komprehensif untuk melihat adanya buta warna. Pada pemeriksaan ini pasien diminta meletakkan topi berwarna pada sajian yang dapat dipindah-pindah sesuai dengan tingkat kecerahan warna tapi tidak ada batasan waktu dalam penyusunannya (American Academy of Opthalmology,2001).


(33)

3.3. Hipotesis

Terdapat perbedaan efektivitas antara Ishihara Colour Blind Test dan

Farnsworth Munsell Colour Blind Test dalam segi waktu dan ketepatan pada pemeriksaan buta warna.


(34)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara merupakan Fakultas Kedokteran Gigi pertama di luar pulau Jawa, didirikan pada tanggal 19 Oktober 1961 berdasarkan 0048/sek/Pu dan diresmikan pada tanggal 3 November 1961. Pada awalnya Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara hanya memiliki satu gedung klinik yang dibangun atas bantuan pemerintah Jerman Barat dengan luas lahan 27.448 m2.

Seiring dengan berjalannya waktu Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara memiliki Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan (RSGM-P) yang dibuka untuk pelayanan umum dan menjadi tempat praktek sarjana dari FKG USU.

Dengan luas lahan yang telah mencapai 43.309 m2 yang bertepat di Jalan Alumni no 2, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara telah memiliki banyak fasilitas yang terdiri dari ruang kuliah yang dengan kapasitas tempat duduk berkisar 60-150 orang dalam satu kelas yang telah dilengkapi dengan fasilitas multimedia untuk kegiatan pembelajaran. Disamping ruang kuliah, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara juga memilik laboratorium khusus gigi diantaranya Laboratorium Biologi Oral dan Unit Radiologi yang berkaitan dengan bidang Ilmu Kedokteran Gigi. Sedangkan untuk Laboratorium ilmu dasar dan praktikum ilmu kedokteran klinik, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara masih melakukan kerjasama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan RSUP H. Adam Malik dalam kegiatan akademik.


(35)

Data diambil secara langsung oleh peneliti dengan jumlah sampel sebanyak 88 orang yang diplilih secara acak dan memenuhi kriteria inklusi. Data diambil dari bulan September-Oktober 2013.

5.1.2.1 Deskripsi sampel berdasarkan usia

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi sampel penelitian berdasarkan usia

Usia Jumlah Persen (%)

18 tahun 24 27

19 tahun 57 65

20 tahun 7 8

Jumlah 88 100

Berdasarkan tabel 5.1 diatas distibusi kelompok usia berkisar antara 18-20 tahun. Sampel terbanyak berusia 19 tahun yaitu sebanyak 57 orang (65%), kemudian diikuti oleh sampel yang berusia 18 tahun yaitu sebanyak 24 orang (27%) sedangkan jumlah paling sedikit adalah sampel dengan usia 20 tahun (8%). Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata usia mahasiswa angkatan 2012 berusia 19 tahun.

5.1.2.2 Deskripsi sampel berdasarkan jenis kelamin

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi sampel penelitian berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persen (%)

Laki-laki 29 33

Perempuan 59 67

Jumlah 88 100

Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa sampel dalam penelitian rata-rata berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 59 orang (67%) sedangkan sampel penelitian yang berjenis kelamin laki-laki hanya sebanyak 29 orang (33%).


(36)

5.1.2.3 Distribusi sampel berdasarkan waktu pembacaan Ishihara Colour Blind Test

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi sampel penelitian berdasarkan waku pembacaan Ishihara Colour Blind test

Waktu Pembacaan

Ishihara Colour Blind Test

Jumlah Persen (%)

< 3 detik 85 96

>3 detik 3 4

Jumlah 88 100

Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa sampel dalam penelitian sebanyak 85 orang (96%) dapat membaca Ishihara Colour Blind Test kurang dari 3 detik,sedangkan hanya 3 orang (4%) yang membaca

Ishihara Colour Blind Test dengan waktu 3-10 detik.

5.1.2.4 Distribusi sampel berdasarkan waktu pembacaan Farnsworth Munsell Colour Blind Test

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi sampel penelitian berdasarkan waktu pembacaan Farnsworth Munsell Colour Blind Test

Waktu pembacaan

Farnsworth Munsell

Jumlah Persen (%)

1 -2 menit 76 86

3-4 menit 8 9

>5 menit 4 5

Jumlah 88 100

Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa pada sampel penelitian, sebanyak 76 orang (86%) dapat menyusun Farnsworth Munsell Colour


(37)

Blind Test dalam waktu 1-2 menit. Sebanyak 8 orang (9%)dapat meyusun

Farnsworth Munsell Colour Blind Test dalam waktu 3-4 menit, sedangkan didapatkan hanya 4 orang (5%) yang menyusun Farnsworth Munsell Colour Blind Test lebih dari 5 menit.

5.1.2.5 Distribusi frekuensi sampel penelitian berdasarkan hasil yang didapat dari pembacaan Ishihara Colour Blind Test

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi sampel penelitian berdasarkan hasil yang didapat dari pembacaan Ishihara Colour Blind Test

Hasil pembacaan Ishihara Colour Blind Test

Frekuensi Persen

Benar 88 100

Salah 0 0

Jumlah 88 100

Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa pada sampel penelitian didapatkan hasil bahwa semua sampel penelitian 88 orang (100%) benar dalam pembacaan Ishihara Colour Blind Test. Tidak ditemukan sampel yang salah dalam pembacaan Ishihara Colour Blind Te5.1.2.6 Distribusi frekuensi sampel penelitian berdasarkan hasil yang didapat dari penyusunan Farnsworth Munsell Colour Blind Test

Tabel 5.6 Distribusi frekuensi sampel penelitian berdasarkan hasil yang didapat dari penyusunan Farnsworth Munsell Colour Blind Test

Hasil penyusunan

Farnsworth Munsell Colour Blind Test

Jumlah Persen (%)


(38)

Kesalahan degradasi warna merah muda-jingga

0 0

Kesalahan degradasi warna jingga-kuning

0 0

Kesalahan degradasi warna kuning-hijau

0 0

Kesalahan degradasi warna hijau-biru

5 6

Kesalahan degrdasi warna biru-nila

0 0

Kesalahan degradasi warna ungu-merah muda

0 0

Jumlah 88 100

Berdasarkan dari tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 88 sampel didapatkan 83 orang (94%) benar dalam penyusunan warna pada Farnsworth Munsell Colour Blind Test, hanya 5 orang (6%) yang salah dalam penyusunan Farnsworth Munsell Colour Blind Test.

5.2 Hasil analisa data

Dari hasil pengambilan data didapatkan bahwa dari 88 sampel penelitian, 85 orang dapat membaca Ishihara Colour Blind Test kurang dari 2 detik sedangkan hanya 3 orang yang membaca Ishihara Colour Blind Test lebih dari 3 detik. Dari hasil ketepatan dalam pembacaan Ishihara Colour Blind Test

didapatkan bahwa tidak ada sampel penelitian yang salah dalam pembacaan

Ishihara Colour Blind Test.

Dari hasil pada Farnsworth Munsell Colour Blind Test, didapatkan hasil bahwa sebanyak 76 orang menyusun Farnsworth Munsell Colour Blind Test


(39)

Blind Test dalam waktu 3-4 menit, dan hanya 4 orang yang menyusun Farnworth Munsell lebih dari 5 menit. Berdasarkan hasil ketepatan yang didapatkan dari penyusunan Farnsworth Munsell didapati 5 orang sampel penelitian salah dalam penyusunan Farnsworth Munsell Colour Blind Test dengan waktu kurang dari 2 menit, dan dari 83 sampel lainya tidak ada kesalahan dalam penyusunan

Farsnworth Munsell Colour Blind Test.

Setelah dilakukan T-test didapatkan dengan tingkat kemaknaan 0,05 (α=5%) diperoleh nilai p (p value) adalah 0,850 (p > 0,05) yang berarti tidak ada perbedaan efektivitas antara waktu dan ketepatan hasil dari Ishihara Colour Blind Test dan Farnsworth Munsell Colour Blind Test. Dari hasil tersebut dapat di interpretasi bahwa kedua pemeriksaan, yaitu Ishihara Colour Blind Test dan

Farnsworth Munsell Colour Blind Test sama-sama efektif untuk melakukan pemeriksaan pada buta warna.

5.3 Pembahasan

Penelitian ini mencoba melihat perbandingan antara Ishihara Colour Blind Test dengan Farnswoth Munsell Colour Blind Test. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Reyes (2001) yang menyatakan bahwa penelitian

Ishihara dan Farnsworth Munsell adalah penelitian yang simultan, dimana setiap sampel penelitian harus membaca ishihara colour blind test yang berisi 6 Ishihara pseudoisochromatic plate dan jika ada kesalahan dalam pembacaan ishihara maka sampel penelitian harus melakukan repeat examination di Departemen Opthalmologi kemudian diminta membaca 15 platelet Ishihara. Jika ada kesalahan lagi dari sampel penelitian dalam membaca 15 platelet ishihara maka sampel penelitian, diminta melakukan pemeriksaan menggunakan Farnsworth Munsell untuk menilai defisiensi warna yang didapatkan. Dari hasil penelitan ini didapatkan interpretasi bahwa pemeriksaan ishihara dapat dilakukan dan efektif jika sampel penelitian adalah orang normal sedangkan untuk orang yang mengalami defisiensi warna penelitian akan lebih baik simultan antara ishihara dan Farnsworth munsell.


(40)

Hal serupa juga diungkapkan oleh Augusta (2012) yang menyatakan bahwa pemeriksaan antara Ishihara dan Farnsworth Munsell adalah pemeriksaan yang simultan pada pemeriksaan buta warna. Pada penelitian ini jika didapatkan hasil kesalahan responden dalam membaca Ishihara lebih dari 60 % maka responden harus melanjutkan pemeriksaan Farnsworth untuk menilai lebih lanjut defisiensi warna yang didapatkan.


(41)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Tidak ada perbedaan perbandingan efektivitas antara Ishihara Colour Blind Test dan Farnsworth Munsell Colour Blind Test dengan nilai p (p value) adalah 0,850 (p > 0,05).

2. Subjek penelitian rata-rata membaca Ishihara Colour Blind Test dalam waktu kurang dari 3 detik.

3. Subjek penelitian rata-rata menyusun Farnsworth Munsell Colour Blind Test dalam waktu 1-2 menit.

4. Dari 88 sampel penelitian tidak didapatkan sampel penelitian yang salah dalam pembacaan Ishihara Colour Blind Test.

5. Berdasarkan hasil ketepatan Farnsworth Munsell Colour Blind Test dari 88 sampel penelitian didapatkan 5 orang yang dalam penyusunan Farnsworth Munsell Colour Blind Test degradasi warna hijau-biru.

6.2 Saran

Bagi Tenaga Kesehatan

1. Adanya pertimbangan bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya menggunakan Ishihara dalam pemeriksaan buta warna tapi dapat dengan menggunakan alternatif pemeriksaan buta warna lainnya.

Bagi penelitian selanjutnya

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang secara khusus mencari perbandingan efektivitas antara Ishihara Colour Blind Test dengan

Farworth Munsell Colour Blind Test. Penelitian selanjutnya diharapakan dapat mengatasi kelemahan-kelemahan pada penelitian ini,diataranya dengan menggunakan sampel yang lebih besar untuk lebih bisa menggambarakan perbandingan efektivitas yang diharapakan ataupun


(42)

penggunaan studi pengambilan sampel penelitian lain untuk lebih menggambarkan penelitian.

2. Peneliti selanjutnya diharapakan dapat mengamati efektivitas pemeriksaan buta warna lainnya, selain Ishihara dan Farnsworth Munsell


(43)

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Opthalmology. 2001. Retina and Vitreous.Edisi 12. USA: Lifelong Education Opthalmology.

Barry, Cole. 2005. The New Richmond HRR Pseudoisochomatic test for colour vision is better than the Ishihara Test.

Dahlan, Sopiyudin. 2009. Besar Sample dan Cara Pengambilan dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Deep,S.S and Motulsky, A.G. 2005. Red Colour Vision Detects. In Gene Reviews, available from:

http: [Assesed 19 April 2013].

Departement of Pathology and Opthalmology University Bristol. 1991. Colour Perception in Pathologist. 2013].

Fluck, Daniel. 2009. Red Green Colour Blindness Doesn’t Exist. Available from:

Guyton, A.C & Hall, J.E (2008) Textbook of Medical Physiology, Philadephia: Elsevier Sauders.

Howard Hughes Medical Institute,2006. Colour Blindness: More Prevalent

Among Males. Available from:

[Accesed 19 April 2013].

Howard Hughes Medical Institute,2006. Colour Vision. Available from:

Ilyas, Sidarta. 2012. Edisi ketiga. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

Ilyas, Sidarta.2009. Edisi ketiga. Dasar Teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

Ishihara, Shinobu. The Series of Plates Designed as a Test for Colour Deficiency. 14 Plate Edition. Kanehara Trading Inc. Tokyo Japan.


(44)

Jaypee. 2002. Textbook of Opthalmology. Fourth Edition. New Delhi: Medical Publisher.

Jose, Reyes. 2001. Prevalance of Colour-Vison Deficiency Among Male High School Students. http:// www. paojurnal.com/vol35no1/ colour-vison.php [Accesed 30 November 2013].

Kanski, Jack. 2007. Clinical Opthalmology. Sixth Edition. British: Elsevier.

Kinnear, P.R. 2002. New Farnsworth Munsell 100 Hue Test Norms of Normal Observes for each Year of Age 5-22 and for Age Decades 30-70. http:// www. bjopthalmol.com [Accesed 22 Mei 2013].

Kurnia, Rahmadi.2009. Penentuan Tingkat Buta Warna Berbasis His pada Citra

Ishihara. Fakultas Teknik Universitas Andalas, Padang. Avalaible from:www.journal.ui.ac.id/index/php/snati/article/view/1557. [Accesed 19 April 2013].

Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKERDAS) Nasional. 2007.Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Available from:

[Accesed 1 Juni 2013]

Miyahara, Eriko. 2007. Errors Reading the Ishihara Pseudoisochromatic Plates Made by Observes With Normal Colour Vision. Available from: http:// www. Opthomerty Association Australia.ac.id [Accesed 22 Mei 2013] Sastroasmoro, Sudigdo dan Ismael, Sofyan. 2002. Dasar-dasar Metodologi

Penelitian Klinis. Edisi 2. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sel. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Snell, Ricard,. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Sofiar, Agusta. 2012. http:// elektro.pnj.ac.id/upload/artikel/files/elektro/Sofiar Agusta, Tony Mulia dan M.sidik.pdf [Accesed 4 Desember 2013].

Stiles, J. 2006. Colour Blind Invisble Disablity. Available from:http:// ists.pls.uni.edu/istj/issues/33/1_winter_06/colourblindess [Accesed 22 Mei 2013].


(45)

Suyatno. 2007. Menghitung Besar Sampel Penelitian. http:// www. suyatno. blog.undip.ac.id [ 1 Juni 2013].

Vaughan & Asbury.2012. Ofthalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC.

Wahyuni, Arlinda Sari. 2008. Statistika Kedokteran. Jakarta: Bamboedoea Communication.


(46)

Riwayat Hidup Peneliti

Nama : Dwi Meutia Indriati

Tempat/Tgl Lahir : Medan/ 03 April 1992 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl. Prof. Picauly No. 18 Medan

Orangtua : Masziwa Bachrum (ayah)

Tri Budiati (ibu)

Status : Belum menikah

Riwayat Pendidikan

1999 – 2004 : SD Islam Al- Falah Jambi 2004 – 2007 : SMP Negeri 1 Jambi 2007 – 2010 : SMA Negeri 3 Jambi

2010 – Sekarang : Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Riwayat Pelatihan

Manajemen Mahasiswa Baru PEMA FK USU 2010

Seminar dan Workshop Perkumpulan Nyeri Indonesia Tahun 2011 National Symposium and Wokshop PEMA FK USU Tahun 2011


(47)

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SAMPEL PENELITIAN

Saya,Dwi Meutia Indriati, mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2010 akan melakukan penelitian dengan judul “Perbandingan Efektivitas Pemeriksaan Buta Warna antara Ishihara Colour Blind Test dengan Farnsworth Munsell Colour Blind Test di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Tahun 2013”. Penelitian ini dilakukan untuk menyelesaikan tugas akhir saya di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Tujuan penelitian ini untuk melihat perbandingan efektivitas antara

Ishihara Colour Blind Test dengan Farnsworth Munsell Colour Blind Test pada mahasiswa dan mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Utara. Untuk keperluan tersebut, saya memohon kesediaan saudara untuk menjadi sampel penelitian saya.

Pada penelitian ini saya akan melakukan pemeriksaan langsung pada orang-orang yang tidak buta warna. Identitas subjek penelitian bersifat rahasia dan semua data hasil penelitian hanya akan dimanfaatkan untuk penelitian serta tidak akan disebarluaskan. Bila terdapat hal yang kurang dimengerti, saudara dapat bertanya langsung atau dapat menghubungi saya di nomor 08127413981. Atas perhatian dan kesediaan saudara menjadi partisipan dalam penelitian saya, saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya,


(48)

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI SAMPEL PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Umur :

Alamat :

Hp :

Dengan ini saya menyatakan tidak keberatan dan bersedia menjadi sampel penelitian yang dilakukan oleh Dwi Meutia Indriati dengan sebelumnya mendapat penjelasan dan tanpa paksaan apapun dari peneliti.

Medan, 2013


(49)

(50)

(51)

(52)

DATA INDUK SAMPEL PENELITIAN

Nama Jenis

Kelamin

Usia Waktu Ishihara Waktu Farnsworth Hasil Ishihara Hasil Farnworth Kel. Waktu Ishihara Kel. Waktu Farnsworth ANL ER AR MA AM SFJ CAS EC VV MAS NSB PDM FP CS MF TDH MRM MKDS KK FZA SS PH SK SL MK LJH RA FNFH AU IA DKS LY FA PH NA FR JWJ KN SN RA YSN AAN perempuan perempuan perempuan perempuan perempuan perempuan perempuan perempuan perempuan perempuan perempuan perempuan laki-laki laki-laki laki-laki perempuan laki-laki perempuan perempuan perempuan perempuan perempuan perempuan perempuan laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki perempuan perempuan perempuan perempuan laki-laki perempuan perempuan perempuan perempuan laki-laki perempuan perempuan perempuan perempuan 18 19 18 19 18 19 19 18 18 19 19 18 18 20 19 18 18 19 18 19 18 18 19 18 20 19 20 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 1.28 2.05 1.05 1.50 1.30 1.00 2.00 2.00 1.50 1.10 1.78 1.60 3.60 2.00 1.57 2.00 1.50 1.70 1.90 2.00 1.50 2.00 3.50 1.40 1.50 1.80 1.30 1.50 1.50 1.60 2.00 1.00 1.70 1.00 1.70 1.00 1.50 1.60 1.00 2.00 2.00 1.40 2.41 2.51 1.47 1.43 2.31 1.46 2.15 1.56 2.58 1.29 2.31 1.19 1.42 2.51 1.35 3.46 1.52 2.22 2.43 1.47 1.43 3.55 1.52 1.04 5.25 2.41 3.31 1.34 1.15 1.39 3.18 6.44 5.45 2.58 1.25 2.18 3.12 2.48 2.13 6.15 1.43 1.54 benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar salah benar benar benar salah benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar salah benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar salah 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 2 1 1 1 2 2 2 1 1 1 2 1 1 2 1 1


(53)

DD UAK ARN IA MAT CZ AS RP JN LEY MSR RE NYB MSB BAS IS JPP THP CRV DM SASJ EG VT HAR LV GMZ LSR DBIH KM WEA RMH PA KSZ FM IRH KAD DM SRP EB NSAM JVF AFM JE JW FTD IMD laki-laki perempuan perempuan laki-laki laki-laki perempuan perempuan laki-laki perempuan laki-laki perempuan laki-laki perempuan laki-laki perempuan laki-laki laki-laki perempuan laki-laki perempuan laki-laki perempuan laki-laki laki-laki perempuan perempuan laki-laki perempuan perempuan laki-laki laki-laki perempuan laki-laki perempuan perempuan perempuan perempuan perempuan perempuan perempuan laki-laki perempuan perempuan perempuan perempuan laki-laki 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 20 18 18 19 18 18 19 20 19 20 19 18 19 19 19 18 18 19 19 19 19 20 18 19 19 19 19 19 19 19 19 18 18 18 19 1.25 1.00 2.00 1.50 1.00 1.50 1.70 1.00 2.00 1.00 2.00 2.00 2.00 1.50 2.50 2.00 2.50 2.50 1.50 2.50 2.60 1.30 1.20 1.10 2.50 2.20 1.90 2.50 1.50 2.52 1.50 2.10 2.13 1.80 1.90 2.10 2.50 2.30 2.80 1.00 2.80 3.10 2.60 2.70 2.50 1.80 1.50 1.13 1.20 1.05 1.45 2.15 2.11 1.15 1.05 2.45 1.15 1.15 2.58 3.00 2.54 1.58 2.58 1.43 1.58 1.57 2.53 1.58 2.58 1.54 1.45 2.50 1.58 1.45 2.45 2.43 2.20 1.47 1.17 3.00 1.35 1.29 2.19 1.50 1.53 2.19 1.47 2.37 3.20 1.58 1.37 1.45 benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar salah benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar salah benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1


(54)

Lampiran 7 Data Output SPSS

Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 18 24 27.3 27.3 27.3

19 57 64.8 64.8 92.0

20 7 8.0 8.0 100.0

Total 88 100.0 100.0

jenis kelamin responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki laki 29 33.0 33.0 33.0

perempuan 59 67.0 67.0 100.0

Total 88 100.0 100.0

Waktuishihara

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1.0 10 11.4 11.4 11.4

1.1 1 1.1 1.1 12.5

1.1 2 2.3 2.3 14.8

1.2 1 1.1 1.1 15.9

1.3 1 1.1 1.1 17.0

1.3 1 1.1 1.1 18.2

1.3 3 3.4 3.4 21.6

1.4 2 2.3 2.3 23.9


(55)

1.6 1 1.1 1.1 40.9

1.6 3 3.4 3.4 44.3

1.7 4 4.5 4.5 48.9

1.8 1 1.1 1.1 50.0

1.8 3 3.4 3.4 53.4

1.9 3 3.4 3.4 56.8

2.0 15 17.0 17.0 73.9

2.1 1 1.1 1.1 75.0

2.1 2 2.3 2.3 77.3

2.1 1 1.1 1.1 78.4

2.2 1 1.1 1.1 79.5

2.3 1 1.1 1.1 80.7

2.5 8 9.1 9.1 89.8

2.5 1 1.1 1.1 90.9

2.6 2 2.3 2.3 93.2

2.7 1 1.1 1.1 94.3

2.8 2 2.3 2.3 96.6

3.1 1 1.1 1.1 97.7

3.5 1 1.1 1.1 98.9

3.6 1 1.1 1.1 100.0

Total 88 100.0 100.0

Waktufarnsworth

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1.04 1 1.1 1.1 1.1

1.05 2 2.3 2.3 3.4

1.13 1 1.1 1.1 4.5


(56)

1.17 1 1.1 1.1 10.2

1.19 1 1.1 1.1 11.4

1.20 1 1.1 1.1 12.5

1.25 1 1.1 1.1 13.6

1.29 2 2.3 2.3 15.9

1.34 1 1.1 1.1 17.0

1.35 2 2.3 2.3 19.3

1.37 1 1.1 1.1 20.5

1.39 1 1.1 1.1 21.6

1.42 1 1.1 1.1 22.7

1.43 4 4.5 4.5 27.3

1.45 4 4.5 4.5 31.8

1.46 1 1.1 1.1 33.0

1.47 4 4.5 4.5 37.5

1.50 2 2.3 2.3 39.8

1.52 2 2.3 2.3 42.0

1.53 1 1.1 1.1 43.2

1.54 2 2.3 2.3 45.5

1.56 1 1.1 1.1 46.6

1.57 1 1.1 1.1 47.7

1.58 5 5.7 5.7 53.4

2.11 1 1.1 1.1 54.5

2.13 1 1.1 1.1 55.7

2.15 2 2.3 2.3 58.0

2.18 1 1.1 1.1 59.1

2.19 2 2.3 2.3 61.4

2.20 1 1.1 1.1 62.5

2.22 1 1.1 1.1 63.6

2.31 2 2.3 2.3 65.9


(57)

2.41 2 2.3 2.3 69.3

2.43 2 2.3 2.3 71.6

2.45 2 2.3 2.3 73.9

2.48 1 1.1 1.1 75.0

2.50 1 1.1 1.1 76.1

2.51 2 2.3 2.3 78.4

2.53 1 1.1 1.1 79.5

2.54 1 1.1 1.1 80.7

2.58 5 5.7 5.7 86.4

3.00 2 2.3 2.3 88.6

3.12 1 1.1 1.1 89.8

3.18 1 1.1 1.1 90.9

3.20 1 1.1 1.1 92.0

3.31 1 1.1 1.1 93.2

3.46 1 1.1 1.1 94.3

3.55 1 1.1 1.1 95.5

5.25 1 1.1 1.1 96.6

5.45 1 1.1 1.1 97.7

6.15 1 1.1 1.1 98.9

6.44 1 1.1 1.1 100.0

Total 88 100.0 100.0

Hasilishihara

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(58)

Hasilishihara

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 2 88 100.0 100.0 100.0

hasilfarnsworth

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 5 5.7 5.7 5.7

2 83 94.3 94.3 100.0

Total 88 100.0 100.0

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

W.Ishiara Equal variances assumed .062 .805 -1.099 86

Equal variances not assumed


(59)

W.Fansworth Equal variances assumed .245 .622 .455 86

Equal variances not assumed

.448 53.373

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means

Sig. (2-tailed) Mean Difference

Std. Error Difference

W.Ishiara Equal variances assumed .275 -.14407 .13108

Equal variances not assumed .292 -.14407 .13546

W.Fansworth Equal variances assumed .650 .10855 .23834

Equal variances not assumed .656 .10855 .24245

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

W.Ishiara Equal variances assumed -.40466 .11651

Equal variances not assumed -.41598 .12783

W.Fansworth Equal variances assumed -.36526 .58236


(60)


(1)

1.6 1 1.1 1.1 40.9

1.6 3 3.4 3.4 44.3

1.7 4 4.5 4.5 48.9

1.8 1 1.1 1.1 50.0

1.8 3 3.4 3.4 53.4

1.9 3 3.4 3.4 56.8

2.0 15 17.0 17.0 73.9

2.1 1 1.1 1.1 75.0

2.1 2 2.3 2.3 77.3

2.1 1 1.1 1.1 78.4

2.2 1 1.1 1.1 79.5

2.3 1 1.1 1.1 80.7

2.5 8 9.1 9.1 89.8

2.5 1 1.1 1.1 90.9

2.6 2 2.3 2.3 93.2

2.7 1 1.1 1.1 94.3

2.8 2 2.3 2.3 96.6

3.1 1 1.1 1.1 97.7

3.5 1 1.1 1.1 98.9

3.6 1 1.1 1.1 100.0

Total 88 100.0 100.0

Waktufarnsworth

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1.04 1 1.1 1.1 1.1

1.05 2 2.3 2.3 3.4

1.13 1 1.1 1.1 4.5


(2)

1.17 1 1.1 1.1 10.2

1.19 1 1.1 1.1 11.4

1.20 1 1.1 1.1 12.5

1.25 1 1.1 1.1 13.6

1.29 2 2.3 2.3 15.9

1.34 1 1.1 1.1 17.0

1.35 2 2.3 2.3 19.3

1.37 1 1.1 1.1 20.5

1.39 1 1.1 1.1 21.6

1.42 1 1.1 1.1 22.7

1.43 4 4.5 4.5 27.3

1.45 4 4.5 4.5 31.8

1.46 1 1.1 1.1 33.0

1.47 4 4.5 4.5 37.5

1.50 2 2.3 2.3 39.8

1.52 2 2.3 2.3 42.0

1.53 1 1.1 1.1 43.2

1.54 2 2.3 2.3 45.5

1.56 1 1.1 1.1 46.6

1.57 1 1.1 1.1 47.7

1.58 5 5.7 5.7 53.4

2.11 1 1.1 1.1 54.5

2.13 1 1.1 1.1 55.7

2.15 2 2.3 2.3 58.0

2.18 1 1.1 1.1 59.1

2.19 2 2.3 2.3 61.4

2.20 1 1.1 1.1 62.5

2.22 1 1.1 1.1 63.6

2.31 2 2.3 2.3 65.9


(3)

2.41 2 2.3 2.3 69.3

2.43 2 2.3 2.3 71.6

2.45 2 2.3 2.3 73.9

2.48 1 1.1 1.1 75.0

2.50 1 1.1 1.1 76.1

2.51 2 2.3 2.3 78.4

2.53 1 1.1 1.1 79.5

2.54 1 1.1 1.1 80.7

2.58 5 5.7 5.7 86.4

3.00 2 2.3 2.3 88.6

3.12 1 1.1 1.1 89.8

3.18 1 1.1 1.1 90.9

3.20 1 1.1 1.1 92.0

3.31 1 1.1 1.1 93.2

3.46 1 1.1 1.1 94.3

3.55 1 1.1 1.1 95.5

5.25 1 1.1 1.1 96.6

5.45 1 1.1 1.1 97.7

6.15 1 1.1 1.1 98.9

6.44 1 1.1 1.1 100.0

Total 88 100.0 100.0

Hasilishihara

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(4)

Hasilishihara

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 2 88 100.0 100.0 100.0

hasilfarnsworth

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 5 5.7 5.7 5.7

2 83 94.3 94.3 100.0

Total 88 100.0 100.0

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

W.Ishiara Equal variances assumed .062 .805 -1.099 86

Equal variances not assumed


(5)

W.Fansworth Equal variances assumed .245 .622 .455 86

Equal variances not assumed

.448 53.373

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means

Sig. (2-tailed) Mean Difference

Std. Error Difference

W.Ishiara Equal variances assumed .275 -.14407 .13108

Equal variances not assumed .292 -.14407 .13546

W.Fansworth Equal variances assumed .650 .10855 .23834

Equal variances not assumed .656 .10855 .24245

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

W.Ishiara Equal variances assumed -.40466 .11651

Equal variances not assumed -.41598 .12783

W.Fansworth Equal variances assumed -.36526 .58236


(6)