Pewarisan Hak Cipta Menurut KUHPerdata dan Menurut Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2014

72 Harta warisan adalah harta benda peninggalan dari pewaris. Harta benda tersebut dapat berupa benda bergerak dan tidak bergerak, benda berwujud dan tidak berwujud. 67 Jika terdapat ahli warisnya lebih dari satu orang, maka itu tidak menjadi masalah dalam menerima warisan karena hak cipta dapat dimiliki oleh mereka secara bersama-sama. Hak cipta dianggap sebagai benda bergerak tidak berwujud sehingga hak cipta juga termasuk ke dalam harta warisan yang ditinggalkan pewaris. Hak cipta merupakan salah satu harta kekayaan pewaris yang menjadi objek warisan. Hak cipta dapat diwariskan setelah penciptanya atau pemegang hak cipta pewaris meninggal dunia. Ahli waris yang berhak mewaris diutamakan adalah golongan pertama, yaitu anak-anak dan istri atau suami yang hidup terlama, dan apabila tidak ada baru ahli waris golongan berikutnya sampai pada golongan keempat, dan apabila tidak ada juga maka segala harta peninggalan si pewaris menjadi milik negara. 68

B. Pewarisan Hak Cipta Menurut KUHPerdata dan Menurut Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2014

Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara keseluruhan dan merupakan bagian dari hukum kekeluargaan lebih khususnya. Hukum waris sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia, sebab setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Akibat hukum yang selanjutnya timbul dengan terjadinya peristiwa hukum kematian seseorang diantaranya ialah masalah bagaimana pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan kewajiban seseorang yang meninggal dunia tersebut. 67 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011, hlm. 221. 68 Gatot Supramono, op.cit.,hlm. 31. 73 Kemajemukan masyarakat di Indonesia diikuti dengan kemajemukan sistem hukum kewarisannya. Dimana hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata yang berkembang dengan sangat kental di masyarakat Indonesia. Kita ketahui kegiatan waris mewaris tidak bisa terlepas dari tata kehidupan masyarakat. Dalam hukum waris di Indonesia terdapat berbagai macam cara yang dianut oleh masyarakat Indonesia dikarenakan banyaknya ras, suku, agama yang hidup berdampingan. Hukum waris sebagai bidang yang erat kaitannya dengan hukum keluarga adalah dalam kondisi masyarakat Indonesia yang heterogen rasanya sangat sulit dan tidak mungkin dipaksakan agar terjadi unifikasi hukum waris. Hukum Waris di Indonesia masih bersifat pluralistis, karena saat ini berlaku tiga sistem hukum kewarisan, yaitu Hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam, dan Hukum Waris Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 69 1 Adanya Hukum Waris Islam yang berlaku untuk segolongan penduduk Indonesia; Hukum Waris di Indonesia berbeda-beda, antara lain: 2 Adanya Hukum Waris menurut Hukum Perdata Barat yang berlaku untuk golongan penduduk yang tunduk pada Hukum Perdata Barat; 3 Adanya Hukum Adat yang disana sini berbeda-beda, tergantung pada daerah masing-masing, yang berlaku bagi orang-orang yang tunduk kepada Hukum Adat. Definisi hukum kewarisan KUHPerdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak dimuat secara tegas. Menurut A. Pitlo, hukum waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai harta kekayaan karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai perpindahan kekayaan yang di tinggalkan oleh si mayit dan akibat dari perpindahan ini bagi orang-orang 69 Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah, Hukum Kewarisan Perdata Barat : Pewarisan Menurut Undang-Undang, Kencana Renada Media Group, Jakarta, 2006, hal. 1. 74 yang memperolehnya,baik dalam hubungan antara mereka dengan mereka, ataupun hubungan antara mereka dengan pihak ketiga. 70 Intelectual Property Rights merupakan kebendaan immaterial yang juga menjadi obyek hak milik sebagaimana diatur dalam hukum kebendaan. Harta warisan adalah harta benda peninggalan dari pewaris. Harta benda tersebut dapat berupa benda bergerak dan tidak bergerak, benda berwujud dan tidak berwujud. 71 Salah satu wujud pengakuan dari hak kebendaan yang sempurna itu adalah diperkenankannya oleh undang-undang hak kebendaan itu diwariskan oleh si pemilik. Hak cipta merupakan salah satu macam hak kekayaan intelektual dan sejalan dengan macam- macam benda sebagaimana disebutkan dalam Pasal 16 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta bahwa hak ciptamerupakan benda bergerak tidak bertubuh. Selain itu hak cipta juga merupakan hak yang dapat dimiliki, dan juga dapat menjadi objek pemilikan atau hak milik, oleh karenanya terhadap hak cipta itu berlaku syarat-syarat pemilikan, baik cara pemindahannya maupun cara pengalihan haknya, artinya hak cipta juga dapat diwariskan oleh pemilik hak cipta Pengaturan hak kekayaan intelektual secara implisit ditemukan dalam sistem hukum benda yang mengacu pada ketentuan Pasal 499 KUHPerdata adalah sebagai berikut: “benda ialah tiap-tiap barang dan tiap- tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik”. Hak milik sebagai hak kebendaan yang paling sempurna tentu saja jika dibandingkan dengan hak kebendaan yang lain memberikan kenikmatan yang sempurna pula kepada pemiliknya. Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya asal tidak bersalahan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya dan tidak mengganggu hak-hak orang lain. 70 Zainuddin Ali, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 81. 71 Rachmadi Usman, op.cit., hlm. 1. 75 pewaris kepada keluarga sedarahnya ataupun orang lain yang ditunjuk di dalam wasiatnya. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta pasal 1 angka 1, Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hak cipta yang diberikan kepada pencipta atas karya ciptanya, hak kepemilikan ini didapat secara otomatis begitu seseorang menghasilkan karya cipta. Sama dengan hak milik intelektual lainnya, hak cipta sebagai hak kebendaan juga dapat beralih atau dialihkan. Ini suatu bukti bahwa Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2014 telah mengikuti prinsip-prinsip hukum benda yang dianut oleh seluruh negara di dunia dalam penyusunan undang-undang hak ciptanya. Sebagai kebendaan immaterial, hak cipta harus pula dihormati sebagai hak pribadi pemakainya. Wujud dari penghormatan hak pribadi itu adalah diakuinya oleh undang-undang tentang keberadaan hak milik, apakah itu hak milik atas benda materiil maupun hak milik atas benda immaterial seperti hak cipta. Hak milik sebagai hak kebendaan yang paling sempurna tentu saja jika dibandingkan dengan hak kebendaan yang lain memberikan kenikmatan yang sempurna pula kepada pemiliknya. Salah satu wujud pengakuan dari hak kebendaan yang sempurna itu dalah diperkenankannya oleh undang-undang hak kebendaan itu beralih atau dialihkan oleh si pemilik. Seperti halnya bentuk- bentuk benda bergerak lainnya, hak cipta juga dapat beralih maupun dialihkan, baik sebagian maupun dalam keseluruhannya. Pengalihan dalam hak cipta ini dikenal dengan dua macam cara, yaitu: 72 72 Suyud Margono, Aspek Hukum Komersialisasi Aset Intelektual, Nuansa Aulia, Bandung, 2010, hlm. 14-15 76 a. ‘transfer’: merupakan pengalihan hak cipta yang berupa pelepasan hak kepada pihak orang lain, misalnya karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, dan sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang- undangan. b. ‘assignment’ : merupakan pengalihan hak cipta dari suatu pihak kepada pihak lain berupa pemberian izinpersetujuan untuk pemanfaatan hak cipta dalam jangka waktu tertentu, misalnya perjanjian lisensi. Berdasarkan Pasal 16 ayat 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 dikatakan bahwa hak cipta sebagai hak milik dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena: 1. Pewarisan; 2. Wasiat; 3. Wakaf; 4. Hibah; 5. Perjanjian tertulis; atau 6. Sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Dalam hal ini penulis akan membahas mengenai pengalihan hak cipta melalui pewarisan menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Pada prinsipnya setiap orang mempunyai keluarga dan mempunyai harta kekayaan walaupun misalnya nilai harta kekayaan itu tidak seberapa. Disamping itu adakalanya pewaris semasa hidupnya mempunyai hutang. Hutang yang ditinggalkan pewaris juga merupakan kekayaannya, karena yang disebut kekayaan itu meliputi aktiva dan pasiva yang berupa hak-hak dan kewajiban- kewajibannya. Ketika seorang meninggal dunia maka terutama yang menyangkut harta peninggalannya adalah warisan, menjadi terbuka dan mulai saat itu 77 terjadi peralihan harta kekayaan pewaris. Hak cipta merupakan salah satu harta kekayaan pewaris yang menjadi objek warisan. Warisan merupakan salah satu bentuk pengalihan harta kekayaan karena dengan meninggalnya seseorang berakibat harta kekayaannya beralih pada ahli warisnya. Terkait dengan pewarisan hak atas kekayaan intelektual khususnya hak cipta tidak secara spesifik diatur di dalam KUHPerdata. Namun seperti yang kita ketahui bahwa harta warisan adalah harta benda peninggalan dari pewaris, baik berupa benda bergerak dan tidak bergerak, benda berwujud dan tidak berwujud. Hak cipta merupakan benda bergerak tak berwujud yang merupakan obyek hak milik penciptanya dan termasuk harta kekayaan penciptanya. Artinya, jika penciptanya meninggal dunia maka hak cipta juga merupakan harta warisan atau harta peninggalan dari penciptanya pewaris. Jadi, pewarisannya juga mengacu pada pasal-pasal tentang pewarisan yang terdapat di dalam KUHPerdata. Subekti juga mengatakan bahwa dalam hukum waris menurut KUHPerdata berlaku satu asas: “apabila seseorang meninggal dunia, maka seketika itu juga segala hak dan kewajibannya beralih kepada sekalian ahli warisnya”. Hak- hak dan kewajiban yang beralih kepada ahli waris adalah termasuk ruang lingkup harta kekayaan atau hanya hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, termasuklah di dalamnya hak kekayaan intelektual khususnya hak cipta. Menurut Pasal 830 KUHPerdata, dikatakan bahwa “ Pewarisan hanya berlangsung karena kematian”. Jadi, harta peninggalan baru terbuka jika si pewaris telah meninggal dunia, dan saat ahli waris masih hidup ketika warisan terbuka. Dalam hal ini, ada ketentuan khusus dalam Pasal 2 KUHPerdata, yaitu anak yang dalam kandungan seorang perempuan dianggap sebagai telah dilahirkan bila kepentingan si anak menghendakinya. Apabila anak tersebut meninggal sewaktu dilahirkan, maka ia dianggap tidak pernah ada. Jadi, 78 seorang anak yang lahir disaat ayahnya telah meninggal, maka ia berhak mendapat warisan. 73 a. Ahli waris golongan pertama Siapa yang sebenarnya layak menjadi ahli waris? Secara garis besar ada dua kelompok yang layak dan berhak sebagai ahli waris, kelompok pertama adalah seseorang atau beberapa orang yang menurut hukum dan undang- undang telah ditentukan sebagai ahli waris, dalam Pasal 832 KUHPerdata, disebutkan: “Menurut undang-undang yang berhak untuk menjadi ahli waris ialah para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin dan si suami atau istri yang hidup terlama, semua menurut peraturan tertera dibawah ini. Dalam hal, bilamana baik keluarga sedarah, maupun yang hidup terlama diantara suami istri tidak ada, maka segala harta peninggalan si peninggal menjadi milik negara, yang mana berwajib akan melunasi segala hutangnya, sekedar harga harta peninggalan mencukupi untuk itu”. Anggota-anggota keluarga si pewaris dibagi dalam 4 empat golongan, yaitu: Dalam golongan pertama, yaitu anak-anak beserta turunan-turunan dalam garis lancing ke bawah serta suami istri yang hidup terlama. b. Ahli waris golongan kedua Ahli waris golongan kedua yaitu orang tua, saudara laki-laki, saudara perempuan, dan keturunan saudara laki- laki dan perempuan tersebut. c. Ahli waris golongan ketiga Ahli waris golongan ketiga terdiri dari: keluarga sedarah dalam garis lurus keatas, sesudah orang tua. d. Ahli waris golongan keempat Ahli waris golongan keempat yaitu keluarga sedarah lainnya dalam garis menyamping sampai derajat keenam. 73 Effendi Perangin, Hukum Waris, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 4. 79 Kelompok kedua adalah orang yang menjadi ahli waris karena si yang meninggal di masa hidupnya pernah melakukan perbuatan-perbuatan hukum tertentu, misalnya perbuatan hukum pengakuan anak luar kawin atau perbuatan hukum dengan membuat surat wasiat atau testament. Dan apabila pewaris tidak mempunyai ahli waris sama sekali baik melalui hubungan darah maupun melalui surat wasiat, maka negaralah sebagai ahli waris yang berhak mewaris semua harta peninggalan pewaris Pasal 873 ayat 1 dan 832 ayat 2 KUHPerdata. Artinya, pewarisan hak cipta itu akan jatuh kepada negara sebagai ahli waris yang berhak mewaris atas hak cipta tersebut. Lalu siapakah yang tidak layak menerima harta warisan? Orang-orang yang tidak layak menerima harta warisan menurut Pasal 838 KUHPerdata adalah sebagai berikut: 1. Mereka yang dengan putusan hakim telah dihukum karena membunuh atau mencoba membunuh pewaris. 2. Mereka yang dengan putusan hakim telah dihukum karena dipersalahkan memfitnah dan mengadukan pewaris, bahwa pewaris melakukan kejahatan yang diancam hukuman penjara lima tahun atau lebih berat. 3. Mereka yang dengan kekerasan telah nyata-nyata menghalangi atau mencegah pewaris untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya. 4. Mereka yang telah menggelapkan, memusnahkan, dan memalsukan surat wasiat si pewaris. Hak cipta atau ciptaan seperti apa yang dapat diwariskan oleh pemiliknya? Ciptaan yang dapat diwariskan adalah hasil karya pencipta atau ciptaan yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni dan satra. 80 Pasal 9 ayat 2 TRIPs menyatakan: Perlindungan hak cipta hanya diberikan pada perwujudan suatu ciptaan dan bukan pada ide, prosedur, metode pelaksanaan atau konsep- konsep matematis semacamnya. 74 Menurut L.J. Taylor dalam bukunya Copyright for Librarians menyatakan bahwa yang dilindungi hak cipta adalah ekspresinya dari sebuah ide, jadi bukan melindungi idenya itu sendiri. Artinya, yang dilindungi hak cipta adalah sudah dalam bentuk nyata sebagai sebuah ciptaan, bukan masih merupakan gagasan. 75 Dalam Undang-Undang ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup: Perlindungan hak cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya cipta harus memliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian sebagai ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreatifitas, atau keahlian sehingga ciptaan itu dapat dilihat, dibaca, atau didengar. Dengan demikian, terdapat dua persyaratan pokok untuk mendapatkan perlindungan hak cipta, yaitu unsur keaslian dan kreatifitas dari suatu karya cipta. Bahwa suatu karya cipta adalah hasil dari kreatifitas penciptanya itu sendiri dan bukan tiruan serta tidak harus baru atau unik. Namun, harus menunjukkan keaslian sebagai suatu ciptaan seseorang atas dasar kemampuan dan kreatifitasnya yang bersifat pribadi. Pasal 40 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta telah memberikan beberapa kriteria mengenai hasil ciptaan yang diberikan perlindungan oleh Hak Cipta sebagai berikut : 74 Tim Lindsley,dkk, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, PT. Alumni, Bandung, 2006, hlm. 105. 7575 Rachmadi Usman, op.cit., hlm. 121. 81 a. Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain; b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu; c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; d. Lagu danatau musik dengan atau tanpa teks; e. Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim; f. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, kolase; g. Karya seni terapan; h. Karya arsitektur; i. Peta; j. Karya seni batik atau seni motif lain; k. Karya fotografi; l. Potret; m. Karya sinematografi; n. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi; o. Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional; p. Kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan Program Komputer maupun media lainnya; q. Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli; r. Permainan video; dan s. Program Komputer. Hasil karya yang tidak dilindungi hak cipta meliputi: 76 1. hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata; 76 Pasal 41 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. 82 2. setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, temuan atau data walaupun telah diungkapkan, dinyatakan , digambarkan , dijelaskan, atau digabungkan dalam sebuah ciptaan; dan 3. alat, benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan fungsional. Hal-hal yang tidak termasuk hak cipta adalah: 77 a. hasil rapat terbuka lembaga negara; b. peraturan perundang-undangan; c. pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah; d. putusan pengadilan atau penetapan hakim, dan kitab suci atau simbol keagamaan. Hal-hal yang tidak dapat didaftarkan sebagai ciptaan adalah: 1. Ciptaan diluar bidang ilmu pengetahuan, seni, dan satra 2. Ciptaan yang tidak orisinil 3. Ciptaan yang bersifat abstrak 4. Ciptaan yang sudah merupakan milik umum 5. Ciptaan yang tidak sesuai dengan ketentuan pada Undang-Undang Hak Cipta. 78 Dalam memberikan perlindungan hak cipta, hukum membedakan dua macam hak, yaitu hak ekonomi economic rights dan hak moral moral rights. Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat sejumlah uang atas suatuciptaan. Hak ekonomi ini berhubungan dengan perlindungan kepentingan ekonomi pencipta, misalnya untuk mendapatkan pembayaran 77 Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. 78 Harris Munandar dan Sally Sitanggang, Mengenal HAKI Hak Kekayaan Intelektual Hak Cipta, Paten, Merek dan Seluk-Beluknya, hlm.18. 83 royalti atas penggunaan pengumumanperbanyakkan karya cipta yang dilindungi. Sedngkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun. Apabila hak cipta dapat dialihkan kepada pihak lain, maka hak moral tidak dapat dipisahkan dari pencipta dan penemu karena bersifat pribadi atau kekal. Sifat pribadi menunjukkan ciri khas yang berkenaan dengan nama baik, kemampuan dan integritas yang hanya dimiliki oleh pencipta atau penemu. Kekal artinya melekat pada pencipta atau penemu selama hidup bahkan setelah meninggal dunia. Hak moral ini berkaitan dengan perlindungan kepentingan nama baik dari pencipta, misalnya untuk tetap mencantumkan namanya sebagai pencipta dan untuk tidak mengubah isi karya cipta. Hak ekonomi suatu ciptaan tetap berada di tangan pencipta atau pemegang hak cipta selama pencipta atau pemegang hak cipta tidak mengalihkan seluruh hak ekonomi dari pencipta atau pemegang hak cipta tersebut kepada penerima pengalihan hak atas ciptaan. Hak ekonomi yang dialihkan pencipta atau pemegang hak cipta untu seluruh atau sebagian tidak dapat dialihkan untuk kedua kalinya oleh pencipta atau pemegang hak cipta yang sama. Kedudukan ahli waris dalam pewarisan hak cipta adalah bahwa ahli waris dapat menentukan sikapnya atas pewarisan hak cipta yaitu dengan: a. Menerima harta warisan secara penuh b. Menerima warisan bersyarat c. Menolak harta warisan Pernyataan dalam menentukan sikap dari penerima warisan ini juga dijelaskan di dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, hak moral tidak dapat dialihkan dengan alasan apapun selama pencipta masih hidup, tetapi pelaksanaan hak tersebut dapat dialihkan dengan wasiat atau sebab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah pencipta meninggal dunia. 84 Apabila terjadi pengalihan pelaksanaan hak moral setelah pencipta meninggal dunia, maka penerima pengalihan pelaksanaan hak moral tersebut dapat memilih apakah menerima atau menolak pengalihan pelaksanaan hak moral tersebut.Penerima dapat melepaskan atau menolak pelaksanaan haknya dengan syarat pelepasan atau penolakan pelaksanaan hak tersebut dinyatakan secara tertulis. Artinya, Undang-Undang Hak Cipta 2014 sejalan dengan ketentuan KUHPerdata dalam hal penentuan sikap dari penerima pengalihan hak, dikatakan bahwa penerima hak bisa menerima atau bahkan menolak pelaksanaan haknya dengan syarat pernyataan sikap tersebut dinyatakan secara tertulis. Menyangkut tentang pembagian warisan, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang hak cipta hanya mengatur tentang pewarisan hak cipta dari seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya atau yang menerima wasiat, dan menyangkut pembagiannya maka undang-undang hak cipta tidak menjelaskan secara terperinci. Dalam Hukum Waris terdapat 2 dua unsur penting yang menyangkut tentang pembagian warisan, yaitu: 1. Unsur individual menyangkut diri pribadi seseorang Pada prinsipnya seseorang pemilik atas suatu benda mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya sebagai individu untuk berbuat apa saja atas benda yang dimilikinya. Orang tersebut mempunyai kebebasan untuk berbuat apa saja terhadap harta kekayaannya, misalnya menghibahkan ataupun memberikan harta kekayaannya kepada orang lain menurut kehendaknya. 2. Unsur sosial menyangkut kepentingan bersama Perbuatan yang dilakukan oleh seseorang pemilik harta kekayaan sebagaimana dijelaskan dalam unsur individual, yaitu kebebasan melakukan apa saja terhadap harta benda miliknya dengan menghibahkan seluruh harta warisannya kepada orang lain akan dapat menimbulkan 85 kerugian pada ahli warisnya. Oleh karena itu, undang-undang memberikan pembatasan-pembatasan terhadap kebebasan pewaris demi kepentingan ahli waris yang sangat dekat yang bertujuan untuk melindungi kepentingan mereka. Pembatasan tersebut dalam kewarisan perdata disebut dengan istilah Legitieme Portie. Menurut Pasal 913 KUHPerdata menyatakan bahwa: “bagian mutlak atau legitieme portie adalah suatu bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada para waris dalam garis lurus menurut undang-undang, terhadap bagian mana si yang meninggal tak diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku pemberian antara yang masih hidup maupun selaku wasiat.” Pewaris berhak melakukan apa saja terhadap harta kekayaannya namun terdapat pembatasan terhadap haknya yang ditentukan oleh undang- undang. Pewaris wajib mengindahkan atau memperhatikan legitieme portie. Jadi, pada dasarnya pewaris tidak dapat mewasiatkan seluruh hartanya, karena pewaris wajib memperhatikan legitieme portie, akan tetapi apabila pewaris tidak mempunyai keturunan maka warisan dapat diberikan seluruhnya pada penerima wasiat. Porsi bagian ahli waris kerena wasiat mengandung asas bahwa apabila pewaris mempunyai ahli waris yang merupakan keluarga sedarah, maka bagiannya tidak boleh mengurangi bagian mutlak dari para legitimarisahli waris yang menerima legitieme portie. Jadi jumlah bagiannya si penerima wsiat tidak tentu karena orang yang memperoleh harta semacam ini tergantung dari kehendak pemberi waris. KUHPerdata tidak membedakan antara anak laki- laki dan anak perempuan, antara suami dan istri. Mereka berhak mewaris dengan mendapat bagian yang sama. Porsi bagian anak laki- laki sama dengan anak perempuan. 86 Porsi bagian seorang istri atau suami sama dengan bagian anak jika dari perkawinan itu dilahirkan anak. Apabila dihubungkan dengan sistem keturunan, KUHPerdata menganut sistem keturunan bilateral. Setiap orang itu menghubungkan dirinya ke dalam keturunan ayah ataupun keturunan ibunya. Artinya, ahli waris berhak mewaris dari ayah jika ayah meninggal dan berhak mewaris dari ibu jika ibu meninggal. Artinya jika semasa hidupnya ayah dan ibunya masing- masing memiliki hak cipta yang berbeda, maka ahli warisnya berhak mewaris kedua hak cipta tersebut baik hak cipta dari ayahnya maupun hak cipta dari ibunya. 79 Jika pewaris hanya meninggalkan satu orang ahli waris maka pewarisan hak cipta itu dimiliki sepenuhnya oleh dirinya sendiri. Dan jika terdapat ahli warisnya lebih dari satu orang, maka itu tidak menjadi masalah Apabila dihubungkan dengan sistem pewarisan, KUHPerdata menganut sistem pewarisan individual. Artinya, sejak terbuka waris pewaris meninggal harta warisan dapat dibagi-bagi pemilikannya antara para ahli waris. Setiap ahli waris berhak menuntut bagian warisan yang sama yang menjadi haknya. Serta hukum pewarisan KUHPerdata menganut sitem penderajatan. Artinya, ahli waris yang derejatnya lebih dekat dengan si pewaris menutup ahli waris yang lebih jauh derejatnya. Artinya, jika pewaris meninggal dan ahli waris pada golongan pertama yaitu anak-anak dan istrisuami masih hidup maka hak cipta tersebut diwariskan kepada mereka dan menutup ahli waris lain pada golongan-golongan selanjutnya. Para ahli waris berhak atas sepenuhnya ciptaan-ciptaan tersebut. Kedudukan ahli waris untuk memperoleh warisan dalam hal ini adalah terhadap pewarisan hak cipta sesuai dengan ketentuan undang-undang. 79 Abdulkadir Muhammad, op.cit.,, hlm. 197. 87 dalam menerima warisan karena hak cipta dapat dimiliki oleh mereka secara bersama-sama. 80 a. tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum; Pewarisan buku misalnya, hak cipta seorang penulis otomatis diwariskan kepada ahli warisnya sejak ia meninggal dunia, selama buku yang diciptakannya itu masih laku terjual maka ahli waris akan menerima royalti dengan perhitungan yang sama. Dan jika terdapat lebih dari satu ahli waris maka royalti yang di dapat tersebut akan dibagi dengan porsi bagian yang sama tiap-tiap ahli waris. Selanjutnya setelah adanya proses peralihan hak cipta melaui pewarisan, maka kedudukan hak cipta baik yang menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum. Jelaslah bahwa sesungguhnya hak cipta diakui dan mendapat perlindungan dari undang-undang secara tepat dan sempurna, karena memang hak cipta merupakan hak secara khusus diberikan kepada si pencipta atai si pemegang hak cipta, walaupun si pemegang hak cipta adalah merupakan warisan dari si pencipta yang telah meninggal dunia, namun kedudukannya masih tetap diakui dan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Hal ini dapat kita lihat pada Pasal 57, 58, 59, 60, dan 61 Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2014 sebagai berikut: 1. Masa Berlaku Hak Moral Hak moral pencipta berlaku tanpa batas waktu dalam hal: b. menggunakan nama aliasnya atau samarannya; dan 80 Gatot Supramono, op. cit., hlm. 31. 88 c. mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya. 81 Hak moral pencipta berlaku selama berlangsungnya jangka waktu hak cipta atas ciptaan yang bersangkutan, yaitu dalam hal: a. mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat; b. mengubah judul dan anak judul ciptaan. 82 a. Perlindungan Hak Cipta atas Ciptaan:

2. Masa Berlaku Hak Ekonomi

1. Buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya; 2. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya; 3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; 4. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks; 5. Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim; 6. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase; 7. Karya arsitektur; 8. Peta; dan 9. Karya seni batik atau seni motif lain, berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung selama 70 tujuh puluh tahun setelah pencipta meninggal dunia. b. Dalam hal ciptaan dimiliki oleh 2 dua orang atau lebih, perlindungan hak cipta berlaku selama hidup penciptanya yang meninggal dunia 81 Pasal 57 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta 82 Pasal 57 ayat 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta 89 paling akhir dan berlangsung selama 70 tujuh puluh tahun sesudahnya. c. Perlindungan hak cipta atas ciptaan yang dimiliki atau dipegang oleh badan hukum berlaku selama 50 lima puluh tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman. 83 Pasal 59 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 menyatakan bahwa: a. Perlindungan Hak Cipta atas Ciptaan: 1. Karya fotografi; 2. Potret; 3. Karya sinematografi; 4. Permainan video; 5. Program Komputer; 6. Perwajahan karya tulis; 7. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi; 8. Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional; 9. Kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan Program Komputer atau media lainnya; 10. Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli; berlaku selama 50 lima puluh tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman. b. Perlindungan Hak Cipta atas Ciptaan berupa karya seni terapan berlaku selama 25 dua puluh lima tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman. 83 Pasal 58 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta 90 Negara sebagai pemegang hak cipta atas ekspresi budaya tradisional mencakup salah satu atau kombinasi bentuk ekspresi sebagai berikut: a.Verbal tekstual, baik lisan maupun tulisan, yang berbentuk prosa maupun puisi, dalam berbagai tema dan kandungan isi pesan, yang dapat berupa karya sastra ataupun narasi informatif; b. Musik, mencakup antara lain vokal, instrumental, atau kombinasinya; c. Gerak, mencakup antara lain tarian; d. Teater, mencakup anatara lain pertunjukan wayang dan sandiwara rakyat; e. Seni rupa, baik dalam bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi yang terbuat dari berbagai macam bahan seperti kulit, kayu, bambu, logam, batu, keramik, kertas, tekstil, dan lain-lain atau kombinasinya; dan f. Upacara adat hak atas ciptaannya ditetapkan dalam Pasal 60 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 berlaku tanpa batas waktu, artinya berlaku sepanjang zaman. Meskipun hak ciptanya berlaku sepanjang zaman, namun karena hak cipta atas ciptaan tersebut merupakan milik bersama rescommunis, maka siapa pun dapat meniru atau memperbanyak ciptaan tanpa perlu meminta izin terlebih dahulu dari negara sebagai pemegang hak cipta, asalkan yang bersangkutan adalah warga negara Indonesia karena ia ikut memiliki hak ciptanya. Sedangkan negara sebagai pemegang hak cipta atas ciptaan yang penciptanya tidak diketahui berlaku selama 50 lima puluh tahun sejak ciptaan tersebut pertama kali dilakukan pengumuman. Selain itu, juga diberikan perlindungan kepada pencipta atau ahli warisnya seperti yang dijelaskan dalam Pasal 98 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 bahwa pengalihan hak cipta atas seluruh ciptaan kepada pihak lain tidak mengurangi hak pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak dan tanpa persetujuan pencipta yang melanggar hak moral pencipta, seperti tidak mencantumkan nama penciptanya; mengubah ciptaan tanpa sepengetahuan pencipta; melakukan distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasi pencipta. 91 Penjelasan Pasal 16 ayat 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 menyakan bahwa pengalihan hak cipta harus dilakukan secara jelas dan tertulis baik dengan atau tanpa akta notaris. Artinya pengalihan hak cipta melalui pewarisan pun harus dilakukan secara tertulis, dalam hal pewarisan hak cipta tidak tertulis bisa menimbulkan kerepotan karena seperti yang kita ketahui bahwa hak cipta merupakan benda bergerak yang tak berwujud yang sifatnya abstrak , maka dari itu harus dilakukan secara tertulis sehingga para ahli waris bersatu dan menunjuk serta mengangkat secara tertulis satu diantara mereka menjadi wakil yang sah dari seluruh ahli waris tersebut. C. Pewarisan Ekspresi Budaya Tradisional dan Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui Indonesia adalah negara terbesar yang memiliki 17.508 pulau dengan kepemilikan hasil kebudayaan masyarakat yang terbesar diantara negara kepulauan lainnya di dunia. 84 84 Arif Lutviansory, Hak Cipta dan Perlindungan Folklor di Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010. Keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia tersebut muncul dalam bentuk berbagai macam kreasi intelektual yang berada dalam ruang lingkup seni, sastra dan ilmu pengetahuan. Salah satu kreasi intelektual melalui lingkup seni, sastra dan ilmu pengetahuan adalah pengetahuan tradisional traditional knowledge.Pengetahuan Tradisional diartikan sebagai pengetahuan yang dimiliki atau dikuasai dan digunakan oleh suatu komunitas, masyarakat, atau suku bangsa tertentu yang bersifat turun– temurun dan terus berkembang sesuai dengan perubahan lingkungan. 92 1. Konsep Ekspresi Budaya Tradisional dan Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui sebagai Kekayaan Intelektual a. Pengertian dan Ruang Lingkup Ekspresi Budaya Tradisional dan Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui Pengertian Traditional Knowledge termuat secara lengkap dalam Article 8J mengenai Traditional Knowledge, Innovations and Practices Introduction yang menyatakan : 85 Sementara itu, masyarakat asli sendiri umumnya memiliki pemahaman tersendiri mengenai pengetahuan tradisional yang dapat disimpulkan sebagai berikut: Bahwa pengetahuan tradisional merujuk pada pengetahuan, inovasi dan praktik dari masyarakat asli dan lokal di seluruh dunia. Dikembangkan dari pengalaman melalui negara-negara dan diadaptasi ke budaya lokal dan lingkungan, pengetahuan tradisional ditransmisikan secara lisan dari generasi ke generasi. Hal itu menjadi kepemilikan secara kolektif dan mengambil bentuk cerita, lagu, folklor, peribahasa, nilai-nilai budaya, keyakinan, ritual, hukum masyarakat, bahasa daerah dan praktik pertanian, mencakup pengembangan spesies tumbuhan dan keturunan binatang. Pengetahuan tradisional utamanya merupakan praktik alamiah, secara khusus seperti dalam wilayah pertanian, perikanan, kesehatan, horikultural dan kehutanan. 86 1 Pengetahuan tradisional merupakan hasil pemikiran praktis yang didasarkan atas pengajaran dan pengalaman dari generasi ke generasi; 85 Ahmad Zen Umar Purba, “Pokok-Pokok Kebijakan Pembangunan Sistem HKI Nasional”, Jurnal Hukum Bisnis, hlm. 27, sebagaimana dikutip dalam Kanti Rahayu,”Arti Penting Folklore dan Traditional Knowledge bagi Indonesia sebagai The Country of Origin”, Jurnal , Tegal, 2012, hlm. 5. 86 Ibid, hlm. 6. 93 2 Pengetahuan tradisional merupakan pengetahuan dari daerah perkampungan; 3 Pengetahuan tradisional tidak dapat dipisahkan dari masyarakat pemegangnya, meliputi kesehatan, spiritual, budaya dan bahasa dari masyarakat pemegang. Hal ini merupakan way of life karena lahir dari semangat untuk bertahan; 4 Pengetahuan tradisional memberikan kredibilitas pada masyarakat pemegang. WIPO sebagai orgnisasi internasional di bidang HKI juga menyinggung mengenai masalah ekspresi budaya tradisional atau folklor ini. Menurut WIPO pengetahuan tradisional adalah: The categories of traditional knowledge include…expressions of folklore in the form of music, dance, song, handcraft, desaign, stories and artwork…” 87 Pengetahuan tradisional itu terbagi dua, satu yang berkaitan dengan keanekaragaman hayati, yaitu yang menyangkut traditional know-how, traditional medicine, traditional agriculture practices, . Melalui pengertian tersebut diketahui bahwa WIPO mendefinisikan traditional knowledge sebagai muatan atau substansi pengetahuan yang berasal dari kegiatan intelektual dalam konteks tradisional, dan termasuk kecakapan teknis, ketrampilan, inovasi, praktik–praktik dan pembelajaran yang membentuk bagian dari sistem pengetahuan tradisional, dan pengetahuan yang terdapat dalam gaya hidup tradisional berbagai komunitas lokal dan asli pribumi, atau pengetahuan yang terdapat dalam sistem pengetahuan yang terkodifikasi yang diwariskan antar generasi. 87 www.ui.ac,idlkht-fhui.htm., “MasalahPerlindungan HAKI bagi Tradisional Knowledge”, diakses 12 November 2014. 94 andtraditional planting materials. Satunya lagi berkaitan dengan seni seperti tarian rakyat, atau cerita rakyat. 88 88 Disinilah dapat dilihat bahwa ekspresi budaya tradisional folklore merupakan bagian dari pengetahuan tradisional traditional knowledge tersebut yang mencakup 4 kelompok ekspresi, yaitu: expression by words verbal, expression by musical sounds music, expression of the human body by action, and expressions incorporated in a material object tangible expression. Ada beberapa istilah lain yang merujuk kepada Ekspresi Buda ya Tradisional, yaitu expression of folklore, dan folklore. Ketiga istilah di atas merujuk pada produk, aliran sosial serta proses kreatif kommunal intergenerasi yang menggambarkan dan mengidentifikasikan sejarah, budaya dan identitas sosial serta nilai dari komunitas tersebut. Artinya istilah ekspresi budaya tradisional yang disebutkan dalam Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 samalah maknanya dengan istilah folklor pada Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002. Penjelasan Pasal 10 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta memberikan definisi terhadap folklor sebagai berikut: Folklor dimaksudkan sebagai sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok maupun perorangan dalam masyarakat, yang menunjukkan identitas sosial dan budayanya berdasarkan standar dan niali-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun temurun, termasuk: https:farahfitriani.wordpress.com20111030hak-kekayaan-intelektual-sdgptebt, diakses 12 November 2014 pukul 19.51 WIB. 95 a. Cerita rakyar, puisi rakyat; b. Lagu-lagu rakyat dan musik instrumen tradisional; c. Tari-tarian rakyat, permainan tradisional; d. Hasil seni antara lain berupa: lukisan, gambar, ukiran-ukiran, pahatan, mozaik, perhiasan, kerajinan tangan, pakaian, instrumen musik dan tenun tradisional. Saat ini Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional RUU PPKI PTEBT telah dibuat dan disosialisasikan oleh Direktorat Jenderal Peraturan Perundang- undangan. Adapun pengertian Ekspresi Budaya Tradisional pada Pasal 1 angka 2 dalam RUU PPKI PTEBT adalah “karya intelektual dalam bidang seni, termasuk ekspresi sastra yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan, dan diperlihara oleh komunitas atau masyarakat. Dalam Penjelasan Pasal 38 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta bahwa Ekspresi Budaya Tradisional yang dilindungi mencakup salah satu atau kombinasi bentuk ekspresi berikut ini: a. Verbal tekstual, baik lisan maupun tulisan, yang berbentuk prosa maupun puisi, dalam berbagai tema dan kandungan isi pesan, yang dapat berupa karya sastra ataupun narasi informatif; b. Musik, mencakup antara lain: vokal, instrumental atau kombinasinya; c. Gerak, mencakup antara lain: tarian; d. Teater, mencakup antara lain: pertunjukan wayang dan sandiwara rakyat; e. Seni rupa, baik dalam bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi yang terbuat dari berbagai macam bahan seperti kulit, kayu, 96 bambu, logam, batu, keramik, kertas, tekstil, dan lain-lain atau kombinasinya; dan f. Upacara adat. b. Konsep Kepemilikan Ekspresi Budaya Tradisional dan Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui Karya-karya tradisional diciptakan oleh masyarakat tradisional secara berkelompok sehingga terdapat banyak orang yang memberikan sumbangan tenaga dan pikiran pada produknya. Bahkan yang lebih prinsip adalah banyak masyarakat tradisional yang tidak mengenal konsep hak individu karena harta dianggap berfungsi sosial dan bersifat milik umum. Dengan demikian, para pencipta dalam masyarakat tradisional yang bersangkutan tidak berniat atau ingin mementingkan hak individu atau hak kepemilikan atas karya-karya mereka demi keuntungan pribadi semata. 89 Bagi masyarakat lokal, hak eksklusif untuk memanfaatkan karya cipta mereka secara ekonomis sebagaimana yang dianut dalam rezim hak kekayaan intelektual khususnya hak cipta tidaklah penting. Mereka tidaklah begitu memperhatikan nilai ekonomis yang terkandung dalam tiap ekspresi budaya tradisional atau folklore yang mereka miliki. Hal yang paling diutamakan oleh masyarakat lokal atau tradisional adalah unsur estetis, sosial, dan budaya yang terkandung dalam karya cipta mereka yang sering kali juga mengandung unsur spiritual yang sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat lokal yang bersangkutan. 90 Oleh karena sifatnya yang kolektif serta lampaunya masa penciptaan yang begitu lama, maka terhadap pengetahuan tradisional 89 Tim Lindsey,dkk, Hak Kekayaan Intelektual: Suatu Pengantar, PT. Alumni, Bandung, 2006, hlm 261. 90 Dieter Dambiec, “Indigenous People’s Folklore and Copyright Law”. http:canada.mediamonitors.netHeadlinesIndigenous-People-s-Folklore-and-Copyright-Law, diakses pada 13 November 2014. 97 ini sangat sulit sekali diketahui siapa pencipta serta keasliannya. Namun, perihal kepemilikannya terdapat definisi yang diberikan oleh WIPO mengenai pemilik atau pemegang pengetahuan tradisional atau traditional knowledge yaitu: “semua orang yang menciptakan, mengembangkan, dan mempraktikkan traditional knowledge dalam aturan dan konsep tradisional. Masyarakat asli, penduduk, dan negara adalah pemilik traditional knowledge, tetapi tidak semua traditional knowledge adalah asli”. Pasal 38 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Negara Indonesia memegang hak cipta atas ekspresi budaya tradisional, dimana karya tersebut merupakan bagian dari warisan budaya komunal maupun bersama. Negara juga memegang hak cipta atas ciptaan yang penciptanya tidak diketahui, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa “dalam hal ciptaan tidak diketahui penciptanya dan ciptaan tersebut belum dilakukan pengumuman, hak cipta atas ciptaan tersebut dipegang oleh negara untuk kepentingan pencipta”. Hal ini untuk mempertegas kepemilikan hak cipta dalam hal suatu karya yang penciptanya tidak diketahui dan belum diterbitkan, misalnya dalam hal karya tulis yang belum diterbitkan dalam bentuk buku atau karya musik yang belum direkam, dan sebagainya. Selanjutnya dalam hal ciptaan telah dilakukan pengumuman tetapi tidak diketahui penciptanya, atau hanya tertera nama aliasnya atau samaran penciptanya, maka hak cipta atas ciptaan tersebut dipegang oleh pihak yang melakukan pengumuman untuk kepentingan 98 pencipta. 91 Sedangkan apabila suatu ciptaan tidak diketahui baik penciptanya maupun pihak yang melakukan pengumuman atas ciptaan yang telah diterbitkan tersebut, maka hak cipta atas ciptaan tersebut dipegang oleh negara. 92 2. Pengaturan dan Perlindungan Ekspresi Budaya Tradisional dan Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui Perlindungan terhadap ekspresi budaya tradisional serta ciptaan- ciptaan yang tidak diketahui penciptanya, UNESCO dan WIPO telah melaksanan berbagai usaha untuk pengaturannya. Berdasarkan prakarsa kedua organisasi internasional ini, pada tahun 1976 pengaturan ekspresi budaya tradisional ekspresi folklor telah dimuat dalam Tunis Model Law on Copyright for Developing Countries. WIPO pada tahun 1985 juga telah mengaturnya dalam Model Provisions for National Laws on the Protection of Expressions of Folklore Against Illicit Exploitation and Other Prejudicial Actions. 93 91 Pasal 39 ayat 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta 92 Pasal 39 ayat 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta 93 Tim Lindsey,dkk, op.cit., hlm 276-278. Melalui pengaturan tersebut definisi expression of folklore tersebut meliputi secara khusus perlindungan: “verbal expression” seperti dongeng, hikayat, “musical expression” seperti lagu-lagu rakyat, “expression of action” seperti tari-tarian rakyat dan ritual, “tangible expression” seperti kerajinan tangan dan perhiasan kuno. Di Indonesia sendiri kini telah ada pengaturan mengenai ekspresi budaya tradisional serta hak cipta atas ciptaan yang tidak diketahui penciptanya. Yaitu diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta pada Bab V Pasal 38 dan Pasal 39. Serta diatur juga dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional. 99 Warisan budaya serta ciptaan-ciptaan yang tidak diketahui penciptanya yang terdapat di masing-masing daerah di Indonesia dapat dilindungi hak cipta, guna menghindarkan penggunaan tanpa izin oleh negara lain. 3. Pelaksanaan Perlindungan Ekspresi Budaya Tradisional dan Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui di Indonesia Dalam Penjelasan UUD 1945 Sebelum Perubahan, terdapat asumsi identitas nasional harus dibentuk dan berakar dari puncak-puncak warisan budaya tradisional dari beragam komunitas lokal dan masyarakat tradisional yang tersebar di seluruh Indonesia. Lebih jauh perkembangannya dalam negara kesejahteraan, negara bertanggungjawab untuk memenuhi hak sosial, ekonomi dan budaya, dengan intervensi positif negara dalam bidang-bidang kehidupan masyarakat. Tanggungjawab negara dalam pemenuhan hak tersebut dilakukan berdasarkan politik hukum negara untuk mencapai tujuan berbangsa dan bernegara dalam dimensi pencapaian kesejahteraan yang luas. Berdasarkan Pasal 18B ayat 2, 28C ayat 2, 28I 3 UUD 1945, pemerintah berkewajiban untuk memenuhi Hak Asasi Budaya yang dimiliki oleh komunitas lokal atas aset intelektual yang dimilikinya, dengan regulasi yang mendukung pelaksanaan hak tersebut. Dalam kaitannya dengan Pasal 33 ayat 3 dan 4 UUD 1945, negara bertanggungjawab untuk mengelola sumber daya hayati bagi kesejahteraan masyarakatnya tanpa terkecuali, termasuk mengelola ekspresi budaya tradisional dan ciptaan-ciptaan yang tidak diketahui penciptanya. Tujuan dari pengelolaan ekspresi budaya tradisional folklor oleh negara antara lain adalah untuk: 94 94 Rianda Rakhmada P, Jurnal,Perlindungan Hukum Folklor Wayang Kulit di dalam Undang- Undang Hak Cipta dan Intangible Cultural Heritage ICH UNESCO, 2014, hlm. 7-8. 100 a. Mengakui adanya nilai-nilai yang secara intrinsik terdapat di dalam warisan budaya tradisional. Nilai-nilai itu mencakup nilai-nilai sosial, budaya, spiritual, ekonomis, ilmiah, intelektual, komersial maupun edukatif, serta pengakuan bahwa kebudayaan tradisional dan ciptaan yang tidak diketahui penciptanya juga dapat memberikan kontribusi dan keuntungan baik bagi masyarakat pemangkunya maupun seluruh umat manusia; b. Mempromosikan penghormatan terhadap budaya tradisional, termasuk penghormatan terhadap niali-nilai filosofis, intelektual maupun spiritual dari masyarakat pemangku dan pelestarian niali-nilai tersebut, agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan aktual mereka; c. Mewadahi aspirasi masyarakat pemangku, dengan melandaskan diri pada aspirasi dan ekspektasi yang secara langsung dinyatakan oleh kelompok masyarakat pemangkunya, sebagai wujud dari penghormatan kepada hak-hak mereka, baik berdasarkan hukum nasional maupun internasional dan berkontribusi terhadap kesejahteraan dan pembangunan sosial, lingkungan, budaya dan ekonomi yang berkelanjutan bagi masyarakat pemangku terkait; d. Mencegah pemanfaatan secara melawan hukum maupun penyalahgunaan lainnya misappropriation and misuse; e. Berkontribusi terhadap keanekaragaman budaya, promosi dan perlindungan bagi keberagaman ekspresi budaya; f. Mendorong kreativitas dan inovasi komunitas pemangku ekspresi budaya tradisional,termasuk mempromosikan kebebasan intelektual dan kebebasan artistik, penelitian dan pertukaran budaya dengan cara- cara yang adil; g. Mengupayakan perlindungan hukum, dengan memungkinkan cara-cara praktis maupun upaya-upaya hukum bagi masyarakat pemabgku termasuk penegakan hukum yang efektif, untuk mencegah penyalahgunaan ekspresi budaya tradisional mereka termasuk dalam membuat turunan dan alih-wujudnya. Selain itu, cara-cara praktis dan 101 upaya-upaya hukum itu juga diberikan untuk memberi peluang kepada masyarakat pemangku untuk mengontrol penggunaan dan pemanfaatan suatu ekspresi budaya tradisional di luar konteks tradisional dan kebiasaan adat mereka dan untuk mempromosikan pembagian keuntungan yang adil dari hasil penggunaan tersebut. Di Indonesia sendiri, ekspresi budaya tradisional dan hak cipta atas ciptaan yang penciptanya tidak diketahui telah diatur dalam Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Pasal 38 dan 39. Negara memegang hak cipta atas ekspresi budaya tradisional dan hak cipta atas ciptaan yang penciptanya tidak diketahui.Negara wajib mengiventarisasi, menjaga, dan memelihara ekspresi budaya tradisional, serta penggunaan ekspresi budaya tradisional ini harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat pengembannya. Adapun sifat dari ekspresi budaya tradisional folklore yang dimaksud adalah: 95 1 Merupakan hak kolektif komunal; 2 Merupakan karya seni; 3 Telah digunakan secara turun-temurun; 4 Hasil kebudayaan rakyat; 5 Perlindungan hukum tak terbatas UU Hak Cipta; 6 Belum berorientasi pasar; 7 Negara pemegang hak cipta atas ekspresi budaya tradisional folkloreUU Hak Cipta; 8 Penciptanya tidak diketahui; 9 Belum dikenal secara luas di dalam forum perdagangan internasional. 95 Emawati Junus, “Perlindungan Hukum HKI, Traditional Knowledge, Folklore”, hlm.11, sebagaimana dikutip dalam Kanti Rahayu,”Arti Penting Folklore dan Traditional Knowledge bagi Indonesia sebagai The Country of Origin”, Jurnal , Tegal, 2012, hlm. 12. 102 Pengaturan tentang jangka waktu perlindungan ekspresi budaya tradisional dan hak cipta atas ciptaan yang penciptanya tidak diketahui dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, Pasal 60 ayat 1 menyatakan: hak cipta atas ekspresi budaya tradisional yang dipegang oleh negaraberlaku tanpa batas waktu. Sedangkan hak cipta atas ciptaan yang penciptanya tidak diketahui baik ciptaan yang belum dilakukan pengumuman, maupun ciptaan yang telah dilakukan pengumuman, serta ciptaan yang telah diterbitkan, berlaku selama 50 lima puluh tahun sejak ciptaan tersebut pertama kali dilakukan pengumuman baik ciptaan tersebut yang dipegang oleh negara ataupun yang dilaksanakan oleh pihak yang melakukan pengumuman. 96 96 Pasal 60 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta 103 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan