62
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Pengaruh Umur terhadap Kejadian Anemia Ibu Hamil Trimester I di Wilayah Kerja Puskesmas Laguboti Kabupaten Toba Samosir
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa umur ibu yang mengalami anemia lebih banyak pada umur 20-34 tahun. Hasil analisis statistik uji Chi Square diperoleh
nilai p=0,929 artinya menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan kejadian anemia ibu hamil Trimester I. Mengacu pada hal tersebut disebabkan
ibu hamil mayoritas berumur 20-34 tahun sebesar 54,8 . Sehingga faktor umur tidak dapat menunjukkan pengaruh dengan kejadian anemia. Umur 20-34 tahun merupakan
masa reproduksi sehat bagi seorang wanita dan sebaiknya kehamilan terjadi pada saat ini. Rahim dan panggul ibu yang berumur 20-34 tahun sudah tumbuh sempurna,
jaringan dan alat-alat kandungan dalam kondisi baik dan lentur, organ-organ reproduksi sudah mampu bekerja sesuai dengan fungsinya sehingga telah siap
menerima kehamilan. Mental ibu juga sudah cukup dewasa untuk merawat kehamilan. Bila kita hubungkan dengan karakteristik usia ibu yaitu 20-34 tahun
merupakan usia dengan resiko rendah dalam kehamilan dan persalinan, dimana kejadian anemia dapat dicegah. Selain itu hal yang memengaruhi ibu dalam kejadian
anemia ibu hamil karena ibu lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lain seperti pengetahuan dan dukungan suami yang memperhatikan kondisi dan kebutuhan ibu.
Universitas Sumatera Utara
63
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurjanah 2012, tentang hubungan antara paritas dan umur ibu dengan anemia pada ibu hamil
di Puskesmas Bangetayu Kecamatan Genuk Kota Semarang menemukan bahwa tidak ada pengaruh antara umur dengan kejadian anemia, nilai p-value umur 0,094. Hasil
penelitian ini sesuai dengan teori bahwa umur reproduksi yang baik adalah pada usia 20-34 tahun dimana umur tersebut merupakan periode baik untuk hamil, melahirkan
dan menyusui Wawan, 2010. Umur yaitu usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup umur maka tingkat daya tangkap
dan pola pikir seseorang akan lebih matang dalam dalam berfikir sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.
Sebaliknya penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sarimawar 1994 dalam Prawirohardjo 2002, bahwa ditemukan ibu hamil yang
berumur 35 tahun ke atas 5,8 menderita anemia berat dan 71,6 menderita anemia ringan. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Saba’atmaja 1999 dalam
Prawirohardjo 2002 bahwa terdapat hubungan umur dengan anemia, dimana proporsi anemia pada golongan umur kurang 20 tahun dan lebih 35 tahun sebesar
77 dan umur 20-35 tahun sebesar 72,3.
5.2 Pengaruh Paritas terhadap Kejadian Anemia Ibu Hamil Trimester I di Wilayah Kerja Puskesmas Laguboti Kabupaten Toba Samosir
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, anemia lebih banyak ditemukan pada ibu paritas rendah dibandingkan dengan ibu yang paritas tinggi. Hasil analisis
statistik uji Chi Square diperoleh nilai p= 0,710 artinya menunjukkan tidak ada
Universitas Sumatera Utara
64
hubungan yang signifikan antara paritas dengan kejadian anemia ibu hamil Trimester I. Hal ini disebabkan karena jumlah anak yang dimiliki keluarga dalam penelitian ini
mayoritas kelompok paritas rendah, dari hasil penyebaran kuesioner ditemukan rata- rata ibu mempunyai anak 1-2 orang.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurjanah 2012, tentang hubungan antara paritas dan umur ibu dengan anemia pada ibu hamil
di Puskesmas Bangetayu Kecamatan Genuk Kota Semarang menemukan bahwa tidak ada pengaruh antara paritas dengan kejadian anemia, nilai p-value paritas 0,067. hal
ini disebabkan bahwa paritas bukan satu-satunya faktor penyebab anemia melainkan ada faktor lain yaitu faktor dasar sosial ekonomi, pengetahuan, pendidikan dan
budaya Istiarti, 2000. Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Herlina 2006, tentang faktor resiko kejadian anemia pada ibu hamil di kota Bogor. Mereka
menemukan bahwa secara uji statistik tidak ada pengaruh antara paritas dengan kejadian anemia.
Penelitian ini tidak sejalan dengan Melisa 2013 tentang faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu hamil menyatakan bahwa ada
pengaruh antara paritas dengan kejadian anemia, nilai p-value 0,000. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hoo Swie Tjiong dalam
Prawirohardjo 2002 yang menyatakan apabila prevalensi anemia dihubungkan dengan paritas, terlihat bahwa semakin banyak jumlah anak yang dilahirkan, wanita
dewasa kemungkinan untuk menderita anemia cukup besar. Begitu juga dengan penelitian surbakti 1986, yang menunjukkan kejadian anemia lebih tinggi pada
Universitas Sumatera Utara
65
kelompok dengan paritas lebih dari tiga 36,13 dibanding paritas kurang dari tiga 26,68 berarti semakin tinggi paritas semakin tinggi kejadian anemia pada ibu
hamil.
5.3 Pengaruh Pengetahuan terhadap Kejadian Anemia Ibu Hamil Trimester I di Wilayah Kerja Puskesmas Laguboti Kabupaten Toba Samosir
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden yang mempunyai pengetahuan baik sebagian besar tidak anemia 79,2, sedangkan responden yang
mempunyai pengetahuan kurang sebagian besar anemia 72,2. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh nilai p=0,001 p0,05 artinya
menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan kejadian anemia ibu hamil Trimester I. Mengacu pada hal tersebut bahwa responden
yang berpengetahuan kurang dapat memengaruhi seseorang terhadap kejadian anemia dan sebaliknya seseorang yang berpengetahuan baik maka tidak akan berdampak
terhadap kejadian anemia. Anemia pada ibu hamil disebabkan oleh banyak faktor, yaitu faktor langsung,
tidak langsung dan mendasar. Secara langsung anemia disebabkan oleh kurang mengkonsumsi zat besi serta adanya infeksi parasit dalam tubuh. Adapun kurang
diperhatikannya keadaan ibu pada waktu hamil merupakan faktor tidak langsung. Namun secara mendasar anemia pada ibu hamil disebabkan oleh rendahnya
pendidikan dan pengetahuan serta faktor ekonomi yang masih rendah Tristiyanti, 2006.
Universitas Sumatera Utara
66
Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap obyek terjadi
melalui panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan
tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap obyek. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang overt behavior. Perilaku yang didasarkan oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan Notoatmodjo, 2007.
Salah satu faktor penyebab terjadinya anemia pada ibu hamil adalah kurangnya pengetahuan tentang pentingnya mengkonsumsi makanan bergizi yang
dapat memenuhi kebutuhan ibu dan bayinya selama kehamilan. Zat gizi yang sangat penting bagi ibu hamil adalah zat besi jika asupan ibu kurang maka akan
menyebabkan ibu hamil mengalami anemia yang berakibat pada gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin. Untuk itu pengetahuan ibu hamil tentang zat
besi sangat diperlukan untuk mencegah ibu mengalami anemia. Pengetahuan ibu hamil yang cukup mengenai anemia dan faktor yang mempengaruhinya tidak akan
berarti jika ibu hamil tidak mengaplikasikan pengetahuannya tersebut sehingga konsumsi makanan yang mengandung zat besi tetap kurang.
Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa ada pengaruh pengetahuan terhadap kejadian anemia ibu hamil Trimester I. Diperoleh nilai Exp B 7,67 artinya
Universitas Sumatera Utara
67
kemungkinan 7,6 kali responden yang berpengetahuan baik tidak mengalami anemia dibandingkan responden berpengetahuan kurang.
Pengetahuan gizi dan kesehatan merupakan salah satu jenis pengetahuan yang dapat diperoleh melalui pendidikan. Pengetahuan gizi dan kesehatan akan
berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan. Semakin banyak pengetahuan tentang gizi dan kesehatan, maka semakin beragam pula jenis makanan yang dikonsumsi
sehingga dapat memenuhi kecukupan gizi dan mempertahankan kesehatan individu Suhardjo, 2009.
Penelitian ini tidak sejalan dengan Melisa 2013 tentang faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu hamil menyatakan bahwa ada
pengaruh antara pengetahuan dengan kejadian anemia, nilai p=0,013; RP1,983. Hasil penelitian Muzayyaroh 2007, diperoleh hasil bahwa tingkat pengetahuan ibu hamil
tinggi dengan persentase 46,7 dan pencegahan anemia selama kehamilannya baik dengan prosentase sebesar 43,3. Uji korelasi dengan tingkat kepercayaan 95
diperoleh hasil 0,866 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara tingkat pengetahuan ibu hamil dengan pencegahan anemia selama kehamilan.
5.4 Pengaruh Dukungan Suami terhadap Kejadian Anemia Ibu Hamil Trimester I di Wilayah Kerja Puskesmas Laguboti Kabupaten Toba
Samosir
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, ibu hamil Trimester I yang tidak ada dukungan suami 65,0 mengalami kejadian anemia dibandingkan dengan
ibu yang ada dukungan suami 22,7. Responden yang mempunyai dukungan suami
Universitas Sumatera Utara
68
sebagian besar tidak anemia 77,3, sedangkan responden yang tidak ada dukungan suami sebagian besar tidak anemia 35,0. Hasil analisis statistik uji Chi Square
diperoleh nilai p=0,006 p0,05 artinya menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara dukungan suami dengan kejadian anemia ibu hamil Trimester I. Dukungan
suami dalam kehamilan sangat penting karena suami merupakan orang yang paling dekat hubungannya dengan ibu. Dukungan suami berarti suami memberi masukan,
sokongan atau penguatan pada ibu hamil dalam kehamilan dan persalinan serta dalam kebutuhan kesehatan ibu.
Pada dasarnya setiap orang memerlukan dukungan dalam melakukan ataupun menciptakan sebuah tindakan atau perilaku. Dalam hal ini, dukungan dapat di
kategorikan sebagai stimulus atau rangsangan bagi seseorang agar dapat membentuk suatu sikap dan reaksi atau tingkah laku. Dari sebuah dukungan yang baik,
diharapkan pada akhirnya akan dihasilkan sebuah sikap dan reaksi atau tingkah laku yang baik pula. Hal ini sesuai dengan yang diuraikan oleh Notoatmodjo 2007 yaitu
sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional
terhadap stimulus sosial. Sehingga dengan dukungan suami yang baik diharapkan dapat akan menciptakan perilaku ibu hamil yang baik dan memenuhi gizi dalam
menjaga kesehatan kandungannya Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa ada pengaruh dukungan suami
terhadap kejadian anemia ibu hamil Trimester I. Diperoleh nilai Exp B 4,5 artinya
Universitas Sumatera Utara
69
kemungkinan 4,5 kali responden yang memiliki dukungan suami tidak mengalami anemia dibandingkan responden yang tidak memiliki dukungan suami.
Hasil penelitian Rusydi 2000 diperoleh hasil dari hasil uji statistik tampak bahwa tingkat keteraturan pemanfaatan pelayanan antenatal di puskesmas dan
rendahnya kejadian anemia pada ibu hamil yang ada dukungan pihak luar memanfaatkan pelayanan lebih sering dan teratur dibandingkan dengan ibu hamil
tanpa dukungan pihak luar p0,05. Bentuk dukungan yang diberikan dapat berupa dukungan informatif, perhatian
emosional, bantuan instrumental, dan penilaian. Sumber dukungan sosial dapat dari suami, keluarga, teman dekat ataupun orang-orang yang mempunyai ikatan secara
emosional dengan penderita. Dukungan merupakan dukungan yang diperoleh dari orang-orang terdekat yang disebut sebagai faktor penguat reinforcing factors.
Dukungan keluarga adalah adanya orang lain yang diyakini mampu mendorong orang tersebut untuk melakukan sesuatu seperti pemeriksaan kehamilan. Dalam hal ini
orang yang dianggap keluarga antara lain keluarga ibu hamil itu sendiri seperti suami, orang tuamertua, saudara dan kerabat dekat lainnya yang diseganinya, dapat juga
dari tenaga kesehatan seperti bidan, dokter, bahkan dapat juga dari teman, tetangga, tokoh masyarakat dan sebagainya. Adanya dukungan suami sebagai faktor penunjang
penguat yang mendorong atau menganjurkan seseorang untuk melakukan sesuatu dalam hal ini mendorong ibu yang hamil untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan
ANC dan mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi sehingga tidak mengalami anemia Notoatmodjo, 2010.
Universitas Sumatera Utara
70
Suami dan keluarga memiliki peranan penting dalam kondisi kehamilan, persalinan dan nifas. Hal ini terutama terjadi pada perempuan yang relatif muda
usianya sehingga kemampuan mengambil keputusan secara mandiri masih rendah. Selain dengan terus memberikan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan
pengetahuan ibu hamil, dukungan suami perlu untuk ditingkatkan lebih jauh agar dapat menimbulkan motivasi dan dorongan yang baik bagi ibu hamil dalam
meningkatkan kesehatannya selalu terutama dalam mengkonsumsi makanan yang bergizi dan sehat. Ibu hamil tidak perlu ragu lagi dalam memeriksa kesehatan dan
mengkonsumsi makanan yang bergizi dan sehat karena ibu hamil benar-benar yakin akan fungsinya yang penting bagi kehamilannya. Sehingga dari hal ini akan diperoleh
kadar Hb normal dan tingkat kesehatan yang baik pada ibu hamil dan akhirnya dapat terhindar dari anemia pada kehamilan.
Universitas Sumatera Utara
71
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN