BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Nangka
Gambar 1. Daun Nangka
Dokumentasi Pribadi
Klasifikasi tanaman nangka Rukmana, 2008 : Kingdom
: Plantae Divisio
: Magnoliophyta Class
: Magnoliopsida Ordo
: Urticales Familia
: Moraceae Genus
:
Artocarpus
Spesies :
Artocarpus heterophyllus
Lam. Nama lain nangka dari berbagai daerah antara lain: panah Aceh, pinasa,
sibodak, nangka atau naka Batak, baduh atau enaduh Dayak, binaso, lamara
5
atau malasa Lampung, naa Nias, kuloh Timor, dan nangka Sunda dan Madura Rukmana, 2008.
Daun terbentuk bulat telur dan panjang, tepinya rata, tumbuh secara berselang-seling, dan bertangkai pendek, permukaan atas daun berwarna hijau tua
mengkilap, kaku, dan permukaan bawah daun berwarna hijau muda. Bunga tanaman nangka berukuran kecil, tumbuh berkelompok secara rapat tersusun
dalam tandan, bunga muncul dari ketiak cabang atau pada cabang-cabang besar,
bunga jantan dan betina terdapat dalam sepohon Rukmana, 2008. Daun nangka berkhasiat sebagai obat koreng Hutapea, 1993. Sedangkan
menurut Prakash dkk. 2009, daun nangka dalam pengobatan tradisional digunakan sebagai obat demam, bisul, luka dan penyakit kulit.
Daun nangka diketahui mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang dapat
bekerja sebagai zat antibakteri dan merangsang pertumbuhan sel baru pada luka. Senyawa saponin dapat bekerja sebagai antimikroba dengan merusak membran
sitoplasma dan membunuh sel. Sedangkan senyawa flavonoid dapat sebagai antibakteri dengan mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sel
tanpa dapat diperbaiki lagi Hamzah dkk., 2013. Tanin pada tanaman merupakan senyawa fenolik yang memiliki daya antiseptik. Efek antibakteri tanin melalui
reaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim, dan inaktivasi fungsi materi genetik Ersam, 2001.
2.1.2 Metode Ekstraksi
Maserasi merupakan cara penyarian yang paling sederhana, yaitu dilakukan dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan
menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan terlarut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara
larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan
konsentrasi antara larutan di dalam dan di luar sel Puspitasari, 2012. Selama maserasi atau proses perendaman dilakukan pengocokan berulang-ulang. Upaya
ini menjamin keseimbangan konsentrasi bahan ekstraksi yang lebih cepat di dalam cairan. Sedangkan keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya
perpindahan bahan aktif. Secara teoritis pada suatu maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolut. Semakin besar perbandingan simplisia terhadap
cairan pengekstraksi, akan semakin banyak hasil yang diperoleh Voight, 1984.
2.1.3 Skrining Fitokimia