Awal Mula Perkembangan Agama Khonghucu di Indonesia

22 Kelas VII SMP dengan melakukan perbuatan bajik.

2. Masuknya Agama Khonghucu ke Indonesia

Di Indonesia, kedatangan agama Khonghucu diperkirakan telah terjadi sejak akhir zaman prasejarah, terbukti dari ditemukannya benda prasejarah seperti kapak sepatu yang terdapat di Indo Cina dan Indonesia, yang tidak terdapat di India dan Asia Kecil. Penemuan ini membuktikan telah terjadi hubungan antara kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia dengan Zhongguo baik secara langsung maupun tidak langsung melalui Indo Cina. Perlu diketahui pendiri dinasti Xia, dinasti pertama dalam sejarah Zhongguo kuno adalah Xia Yu, yang merupakan orang Yunan atau nenek moyang bangsa Melayu. Agama Khonghucu masuk ke Indonesia sebagai agama keluarga. Para ahli Khonghucu datang bersama para pedagang dari Zhongguo. Sebagai suatu bukti mengenai keberadaan agama Khonghucu di Indonesia pada tahun 1688 dibangun Kelenteng Thian Ho Kiong di Makasar, tahun 1819 dibangun Kelenteng Ban Hing Kiong di Manado, dan tahun 1883 dibangun Kelenteng Boen Thiang Soe di Surabaya. Kemudian pada tahun 1906 setelah diadakan pemugaran kembali berganti nama menjadi Boen Bio atau Wen Miao. Kelenteng Talang di kota Cirebon-Jawa Barat merupakan salah satu Kongzi Miaotempat ibadah Khonghucu. Semua itu juga merupakan peninggalan sejarah yang telah berusia tua. Kelenteng lain yang bernuansa Daopogong antara lain: di Bogor didirikan pada zaman VOC dan banyak tempat lain di seluruh Nusantara mulai dari Aceh hingga ke Timor-Timor. Akhir abad ke 19 tercatat di seluruh pulau Jawa ada 217 sekolah berbahasa Mandarin dengan jumlah murid sekitar 4.452 orang. Guru-gurunya direkrut dari negeri Zhongguo. Kurikulum mengikuti sistem tradisional yakni menghapalkan ajaran Khonghucu. Peserta didik adalah anak-anak pedagang dan tokoh masyarakat seperti Kapitan dan Letnan China. Mereka menempuh ujian di ibukota kerajaan Qing untuk menjadi seorang Junzi. Komunitas dagang Zhonghua sudah sangat berkembang jauh sebelum kedatangan VOC. Jaringan Zhonghua sudah meliputi Manila, Malaka, Saigon dan Bangkok. Jadi sejak awal perkembangan komunitas Zhonghua sudah sangat luas. Gambar 2.6 Kelenteng Thian Ho Kiong di Makasar dibangun pada tahun 1688 Sumber: Dokumentasi Kemdikbud Tugas 2.2 Tugas Kelompok Buatlah tabel tentang sejarah perkembangan agama Khonghucu. Apa yang kalian pelajari dari tabel tersebut? Jelaskan di depan teman-temanmu 23 Pendidikan Agama Khonghucu dan Budi Pekerti

3. Pengakuan Agama Khonghucu secara Yuridis

Berdasarkan Penpres No. 1 Tahun 1965 j.o. Undang-Undang No. 5 Tahun 1969 dalam penjelasan pasal demi pasal antara lain dinyatakan: “Agama yang dipeluk oleh sebagian besar penduduk Indonesia adalah: Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha dan Khonghucu.” Hal ini dapat dibuktikan dalam sejarah perkembangan agama-agama di Indonesia. Karena keenam agama ini adalah agama-agama yang dipeluk hampir seluruh penduduk Indonesia, maka selain mereka mendapat jaminan seperti yang diberikan oleh pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945, mereka juga mendapat bantuan-bantuan dan perlindungan seperti yang diberikan pasal ini. Jumlah penganut agama Khonghucu di Indonesia pada tahun 1967 sekitar tiga juta orang. Kemudian berdasarkan hasil sensus penduduk yang dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik BPS pada tahun 1971, penganut agama Khonghucu tercatat 0,6 persen dari keseluruhan penduduk Indonesia di Jawa dan 1,2 persen di luar Jawa. Untuk seluruh Indonesia para penganut agama Khonghucu sebanyak 999.200 jiwa 0,8 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Sementara jumlah penduduk etnis Zhonghua pada tahun 1999 mencapai 4-5 persen dari seluruh jumlah penduduk Indonesia. Namun karena situasi politik di Indonesia dengan berbagai macam peraturan yang menghambat perkembangan agama Khonghucu pada saat itu, maka banyak penganut agama Khonghucu yang mencantumkan agamanya di KTP dengan agama yang lainnya. Hal ini disebabkan adanya pembatasan-pembatasan, misalnya dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan keagamaan, mendirikan tempat ibadah, tidak dicantumkannya agama Khonghucu pada kolom agama di KTP, pencatatan perkawinan di Kantor Catatan Sipil, termasuk tidak diperbolehkannya pelajaran agama Khonghucu di sekolah-sekolah. Semua itu menjadi hambatan bagi para penganut agama Khonghucu. Hal ini sebenarnya sangat bertentangan dengan falsafah negara kita yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 khususnya pasal 29 yang telah memberikan jaminan dan kebebasan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk memeluk agama dan melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing. Terlebih lagi hal ini sangat bertentangan dengan Undang-Undang tentang hak asasi manusia, karena kebebasan beragama sebenarnya adalah hak yang paling hakiki bagi umat manusia di dalam menjalin hubungan mereka dengan Sang Pencipta-Nya yaitu Tuhan Yang Maha Esa.