Masuknya Agama Khonghucu ke Indonesia

23 Pendidikan Agama Khonghucu dan Budi Pekerti

3. Pengakuan Agama Khonghucu secara Yuridis

Berdasarkan Penpres No. 1 Tahun 1965 j.o. Undang-Undang No. 5 Tahun 1969 dalam penjelasan pasal demi pasal antara lain dinyatakan: “Agama yang dipeluk oleh sebagian besar penduduk Indonesia adalah: Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha dan Khonghucu.” Hal ini dapat dibuktikan dalam sejarah perkembangan agama-agama di Indonesia. Karena keenam agama ini adalah agama-agama yang dipeluk hampir seluruh penduduk Indonesia, maka selain mereka mendapat jaminan seperti yang diberikan oleh pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945, mereka juga mendapat bantuan-bantuan dan perlindungan seperti yang diberikan pasal ini. Jumlah penganut agama Khonghucu di Indonesia pada tahun 1967 sekitar tiga juta orang. Kemudian berdasarkan hasil sensus penduduk yang dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik BPS pada tahun 1971, penganut agama Khonghucu tercatat 0,6 persen dari keseluruhan penduduk Indonesia di Jawa dan 1,2 persen di luar Jawa. Untuk seluruh Indonesia para penganut agama Khonghucu sebanyak 999.200 jiwa 0,8 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Sementara jumlah penduduk etnis Zhonghua pada tahun 1999 mencapai 4-5 persen dari seluruh jumlah penduduk Indonesia. Namun karena situasi politik di Indonesia dengan berbagai macam peraturan yang menghambat perkembangan agama Khonghucu pada saat itu, maka banyak penganut agama Khonghucu yang mencantumkan agamanya di KTP dengan agama yang lainnya. Hal ini disebabkan adanya pembatasan-pembatasan, misalnya dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan keagamaan, mendirikan tempat ibadah, tidak dicantumkannya agama Khonghucu pada kolom agama di KTP, pencatatan perkawinan di Kantor Catatan Sipil, termasuk tidak diperbolehkannya pelajaran agama Khonghucu di sekolah-sekolah. Semua itu menjadi hambatan bagi para penganut agama Khonghucu. Hal ini sebenarnya sangat bertentangan dengan falsafah negara kita yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 khususnya pasal 29 yang telah memberikan jaminan dan kebebasan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk memeluk agama dan melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing. Terlebih lagi hal ini sangat bertentangan dengan Undang-Undang tentang hak asasi manusia, karena kebebasan beragama sebenarnya adalah hak yang paling hakiki bagi umat manusia di dalam menjalin hubungan mereka dengan Sang Pencipta-Nya yaitu Tuhan Yang Maha Esa. 24 Kelas VII SMP

4. Agama Khonghucu di Era Reformasi

Umat Khonghucu di Indonesia dibina oleh lembaga tertingginya Matakin untuk mengadakan Musyawarah Nasional Munas ke XIII pada tanggal 22 s.d. 23 Agustus 1998 di asrama Haji Pondok Gede-Jakarta Timur. Hal ini sesuai dengan rekomendasi dari Menteri Agama Republik Indonesia Bapak Malik Fajar yang menjabat Menteri Agama pada saat itu. Munas tersebut dihadiri oleh seluruh perwakilan Majelis Agama Khonghucu Indonesia Makin, Kebaktian Agama Khonghucu Indonesia Kakin dan Wadah Umat Khonghucu lainnya. Dengan adanya Keppres No. 6 Tahun 2000 yang mencabut Inpres No. 14 Tahun 1967, maka pelayanan hak sipil umat Khonghucu dan budaya Zhonghua secara umum telah dipulihkan. Pada tahun 2002, saat perayaan Hari Raya Imlek Yinli 2553 Nasional yang ketiga, Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarno Putri telah menetapkan Tahun Baru Yinli sebagai hari libur Nasional. Selanjutnya Imlek secara nasional diselenggaraan setiap tahun oleh Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia Matakin, dan selalu dihadiri oleh Presiden dan penjabat negara lainnya. Antusias umat Khonghucu dari berbagai daerah di Indonesia untuk mengikuti perayaan Imlek Nasional ini tetap tinggi. Penting Kebebasan beragama merupakan hak yang paling hakiki bagi umat manusia di dalam menjalin hubungan mereka dengan Sang Pencipta-Nya yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Agama bukan pemberian oleh suatu Negara, melainkan suatu keyakinan dari umatnya yang mempercayainya. Oleh karena itu selayaknya Negara idak mencampuri ataupun membatasinya. Gambar 2.7 Menkopolkam, Susilo Bambang Yudhoyono memberikan sambutan pengarahan untuk sidang Munas Matakin XIV. Jakarta 2002 Sumber: Dokumentasi Kemdikbud Gambar 2.8 K.H. Abdurrahman Wahid beserta Ibu, Bapak Amien Rais Ketua MPR RI, Bapak Sutiyoso beserta isteri, kembali berkenan hadir pada perayaan Imlek Nasional ke 2 di Istora Senayan Jakarta-2001 Sumber: Dokumentasi Kemdikbud